Anda di halaman 1dari 6

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Hubungan Sosio Antropologi Dengan Stunting

A. Faktor Risiko
 Salah satu faktor risiko kejadian Stunting kurangnya asupan gizi dalam jangka
waktu yang lama, sehingga dapat terjadi perlambatan pertumbuhan dan
berpengaruh terhadap status gizi.
 Selain itu, bisa juga disebabkan oleh kebutuhan nustrisinya meningkat, karena
metabolisme meningkat, yang disebabkan oleh infeksi yang berulang seperti
infeksi berkepanjangan cntohnya TBC, infeksi saluran kencing, bolak-balik, dan
lain-lain.
 Kurangnya pengetahuan dari orang tua terhadap kebutuhan nustrisi pada anak
juga menjadi salah satu faktor stunting.

B. Hubungan Sosiologi dengan Kasus Stunting

a. Faktor Sosial dan Budaya


Banyak yang masyarakat masih beranggapan bahwa kebutuhan makan adalah
dengan memakan makanan yang tinggi atau kaya karbohidrat tanpa
mempertimbangkan kecukupan gizi yang seimbang ini menunjukkan bahwa aspek
sosial budaya masih mendominasi perilaku dan kebiasaan makan yang masyarakat
Indonesia.
Faktor budaya memengaruhi siapa yang mendapat asupan makanan, jenis
makanan yang didapat dan banyaknya. Sangat mungkin karena kondisi budaya dan
kebiasaan ini seseorang mendapatkan asupan makanan lebih sedikit dari yang
sebenarnya ia butuhkan. Di Indonesia, sebagian besar masyarakat menganut sistem
patriarki.
Dalam sistem patriarki, garis keturunan diambil dari seorang Ayah (laki – laki),
status sosial laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Konsekuensinya, ayah lebih
sering diutamakan memakan makanan yang telah disajikan oleh Ibu. Sesederhana
ayah lah yang paling sering mendapatkan jatah makanan lebih dulu di meja makan.
Bahkan, beberapa daerah di Indonesia mengharuskan pemisahan antara makanan yang
harus disajikan untuk Ayah dan anggota keluarga yang lain. Kondisi budaya seperti
ini turut berkontribusi pada kondisi gizi anak dan ibu hamil di dalam keluarga karena
semua sistem keluarga patriarki berhubungan erat dengan ketidaksetaraan gender.
Adat dan kebiasaan yang berasal dari leluhur/suku karena proses waktu yang
lama akan merubah perilaku individu/keluarga dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan di tempat individu/keluarga tinggal. Adat istiadat dari nilai dan norma
memiliki pengaruh besar pada masyarakat dalam penumbuhkembangan serta
mempertahankan kesehatan, peng-obatan, penyembuhan don rehabilitasi penyakit.

b. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi karena kemiskinan, meskipun sudah tau apa makanan yang
bergizi, dan berkualitas, tetapi karena kemiskinan tidak bisa memenuhi hal tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan stunting pada balita, tetapi karena mereka sangat
tergantung pada ibu/keluarga, maka kondisi keluarga dan lingkungan yang
mempengaruhi keluarga akan berdampak pada status gizinya. Pengurangan status gizi
terjadi karena asupan gizi yang kurang dan sering terjadinya infeksi. Jadi faktor
lingkungan, keadaan dan perilaku keluarga yang mempermudah infeksi berpengaruh
pada status gizi balita.

c. Faktor Pendidikan
Pendidikan ayah tidak memiliki hubungan dengan status gizi anak. Sedangkan
tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan dengan status gizi anak. Hal ini terjadi
karena pada dasarnya ibu yang berperan secara langsung dalam mengasuh anak dalam
keluarga. Tingkat pendidikan ibu dapat dikaitkan pada pola pikir ibu dalam mengasuh
anak, dimana ibu menyediakan pangan keluarga dengan kualitas dan kuantitas yang
cukup baik. Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi atau
menerima pesan-pesan kesehatan dan gizi daripada ibu yang berpendidikan lebih
rendah.

C.Hubungan Antropologi dengan Kasus Stunting


Pada dasarnya, antropologi adalah kombinasi dari berbagai disiplin ilmu yang
berfokus pada pemahaman sifat manusia, masyarakat, budaya dan asal-usulnya
sebagai spesies.
Pada antropologi dilakukan pengukuran pada tubuh manusia maupun hewan.. Hal
ini kemudian semakin bisa diyakini ketika Rudolf Martin, seorang antropologi dari
Jerman, menciptakan sebuah metode pengukuran antropologi yang berhubungan
dengan antropometri.
Antropometri dalam antropologi biasanya digunakan untuk mengukur berbagai
bagian tubuh manusia, tidak hanya sebatas tinggi tubuh namun perkembangan tubuh
manusia menjadi perhatian penting. Misalkan dengan mengukur bagian kepala, tubuh,
tangan hingga kaki. Masing-masing pengukuran tersebut memiliki fungsi yang
berbeda-beda.
Hal ini sangat diperlukan dalam mengukur indeks atau prevalensi ukuran tubuh
seseorang untuk dapat dikatakan termasuk stunting atau tidak.

3.2. Solusi Yang Digunakan Untuk Menyelesaikan Masalah Stunting


Agar dapat teratasi atau tercegahnya kasus stunting ini, diperlukan kerjasama
antara banyak pihak untuk memberikan pendekatan yang tepat kepada masyarakat,
terutama oleh tenaga Kesehatan masyarakat. Diperlukan pendekatan holistik yang
melibatkan semua faktor masyarakat secara keseluruhan, seperti orang yang
berpengaruh dalam suatu masyarakat dan saling bergantung satu sama lain untuk
kepentingan bersama.
Selain itu, perlu ditingkatkan promosi kesehatan mengenai pencegahan stunting.
Upaya pemberdayaan masyarakat harus terus dikembangkan, serta peningkatan
pelayanan kesehatan yang terpadu kepada masyarakat. Tujuan dari itu semua adalah
tumbuhnya kesadaran masyarakat akan bahaya stunting dan meningkatkan
pengetahuan masyarakat akan gizi pada anak.
Cara mencegah stunting dapat dilakukan dengan sebagai berikut :
 Membiasakan pola makan sehat, seperti pemenuhan gizi di awal perkembangan
anak pada 1.000 hari pertama.
 Pola asuh yang baik. Hal ini mencakup pemenuhan gizi saat hamil, serta
memeriksakan kandungan empat kali selama masa kehamilan.
 Kebersihan air dan sanitasi. Lingkungan yang bersih mampu menjaga kekebalan
tubuh anak, sehingga terhindar dari infeksi. Salah satunya adalah dengan
menyediakan sanitasi dan air bersih.
 Membaca dan memahami ilmu kesehatan. Sudah menjadi sebuah keharusan bagi
para orangtua untuk berbagi informasi tentang stunting pada lingkungan
sekitarnya. Pasalnya, efek jangka panjang dari stunting mampu mengganggu
kualitas kecerdasan anak yang berdampak terhadap rendahnya sumber daya
manusia Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Wellina, W.F.,Martha Kartasurya & M. Zen Rahfilludin. (2016). Faktor risiko


stunting pada anak umur 12-24 bulan dalam Jurnal Universitas Diponegoro Volume 5.
Jawa Tengah : Universitas Diponegoro

Sutarto, Diana Mayasari & Reni Indriyani (2018). Stunting, Faktor Risiko dan
Pencegahannya dalam Jurnal Universitas Lampung Volume 5. Bandar Lampung :
Universitas Lampung

Aridiyah, F.O., Ninna Rohmawati & Mury Ririanty (2015). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan
Perkotaan dalam Jurnal Universitas Jember Volume 3. Jember : Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai