Anda di halaman 1dari 20

UJIAN TENGAH SEMESTER

KESEHATAN REPRODUKSI

OLEH :

DIAN REVIANA
NPM.2126040138.P

PROGRAM SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2021
SOAL KASUS KEPUTIHAN

Ny B umur 36 tahun akseptor KB IUD dengan keputihan. Ibu mengatakan


keputihannya agak banyak dan tidak seperti biasanya dan berlangsung selama 2
minggu. Riwayat menstruasi, menarce umur 13 tahun, keluhan tidak ada, riwayat
kebiasaan sehari-hari ibu mengatakan mandi 2 x sehari ganti CD 2 x sehari.
Hasil pemeriksaan umum : KU Baik, kesadaran Composmentis, TD
100/70 mmHg, S 38.8°c, N 92x/menit, P 22x/menit, TB 156cm, BB 52kg.
kemudian dilakukan pemeriksaan fisik pada daerah Genetalia ibu, terdapat
keputihan berwarna putih dan tidak berbau, jumlah agak banyak Setelah dilakukan
pengkajian dapat di tegakkan diagnosa pada Ny B umur 36 tahun dengan
keputihas fisiologis.
Adapun penatalaksanaan yang di berikan pada Ny B yaitu Menjelaskan
pada ibu tentang keputihan yang dialami ibu merupakan keputihan fisiologis yaitu
keputihan yang masih normal dialami wanita dan kondisi IUD yang dipakai masih
aman. Menjelaskan bagaimana cara mencegah daerah genetalia agar tetap bersih
dan kering, menjelaskan kepada pasien agar tetap menggunakan IUD sebagai
metode kontrasepsi, menjelaskan penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya
tidak berlebihan karena dapat mematikan flora normal vagina, menyarankan
kepada klien agar jangan terlalu khawatir dan cemas kerena cemas berlebihan
dapat menimbulkan stres dan dapat memicu terjadinya keputihan, menganjurkan
ibu tetap memperhatikan asupan nutrisnya yaitu menkonsumsi sayur dan buah-
buahan dan menjaga pola hidup sehat, melakukan kolaborasi dengan Bidan untuk
memberikan terapi antibiotik Amoxicilin 500 mg 3x sehari serta Metronidazole
500 mg 3x sehari dan antiseptik batadine pada area portio. Menganjurkan ibu
untuk melakukan kunjungan ulang apabila ada keluhan. Dan melakukan
dokumentasi.
A. Etiologi Keputihan
Penyebab keputihan tergantung dari jenisnya yaitu penyebab dari keputihan
yang fisiologik dan patologik.
1. Keputikan fisiologik
Penyebab keputihan fisiologik adalah faktor hormonal,
seperti bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari disebabkan pengaruh
estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin. Kemudian
dijumpai pada waktu menarce karena mulai terdapat pengaruh estrogen.
Rangsangan birahi disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding
vagina. Kelelahan fisik dan kejiwaan merupakan penyebab keputihan
(Prawirohardjo, 2002).
2. Penyebab patologik
Menurut Andrews (2009), penyebab terjadinya keputihan secara
patologik yaitu :
a. Candida albicans
b. Vaginosis bakteri
c. Trichomonas vaginalis
d. Chlamydia trachomatis
e. Neisseria gonorrhoea

B. Faktor-faktor Penyebab Keputihan


Menurut Marhaeni (2016) faktor – faktor penyebab keputihan dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Faktor – faktor penyebab keputihan fisiologis
a. Bayi yang baru lahir kira-kira 10 hari
b. Masa sekitar menarche atau pertama kalinya haid
c. Masa di sekitar ovulasi
d. Seorang wanita yang terangsang secara seksual
e. Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai darah ke
vagina dan mulut rahim
f. Akseptor kontrasepsi pil yang mengandung hormon esterogen
dan progesteron yang dapat meningkatkan lender servik menjadi
lebih encer
g. Pengeluaran lender yang bertambah pada wanita yang sedang
menderita penyakit kronik
2. Faktor – faktor penyebab keputihan patologis
a. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang
akibat meningkatnya pengeluaran energi karena terlalu
memaksakan tubuh untuk bekerja berlebihan dan menguras
fisik meningkatnya pengeluaran energi menekan sekresi hormon
esterogen. Menurunnya sekresi hormon esterogen menyebabkan
penurunan kadar glikogen. Glikogen digunakan oleh Lactobacillus
doderlein untuk metabolisme. Sisa dari metabolisme ini adalah asam
laktat yang digunakan untuk menjaga keasaman vagina. Jika asam
laktat yang dihasilkan sedikit, bakteri, jamur, dan parasit mudah
berkembang.
b. Ketegangan psikis
Ketegangan psikis merupakan kondisi yang dialami seseorang
akibat dari meningkatnya beban pikiran akibat dari kondisi yang tidak
menyenangkan atau sulit diatasi. Meningkatnya beban pikiran
memicu peningkatan hormon adrenalin. Meningkatnya sekresi
hormon adrenalin menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan
mengurangi elastisitas pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan
aliran hormon esterogen ke organ – organ tertentu termasuk vagina
terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkan berkurang.
Berkurangnya asam laktat menyebabkan keasaman vagina
berkurang sehingga bakteri, jamur dan parasit penyebab keputihan
mudah berkembang.
c. Kebersihan diri
Kebersihan diri merupakan suatu tindakan untuk menjaga
kebersihan dan kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Keputihan yang abnormal banyak dipicu oleh cara wanita dalam
menjaga kebersihan dirinya, terutama alat kelamin.
C. Pencegahan Keputihan
Cara menangani dan mencegah keputihan menurut Anggaraini (2016)
yaitu sebagai berikut :
1. Menjaga organ intim agar tidak lembab setelah buang air kecil atau air
besar, bilas sampai bersih, kemudian keringkan sebelum memakai celana
dalam.
2. Saat membersihkan vagina, membilas dilakukan dari arah depan ke
belakang untuk menghindari kuman dari anus ke vagina.
3. Menghindari pakaian dalam yang ketat.
4. Saat menstruasi mengganti pembalut beberapa kali dalam sehari.
5. Jika diperlukan menggunakan cairan pembersih vagina.

D. Penanganan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
2. Menjelaskan pada ibu tentang keputihan yang dialami ibu merupakan
keputihan fisiologis yaitu keputihan yang masih normal dialami wanita
dan kondisi IUD yang dipakai masih aman.
3. Menjelaskan bagaimana cara mencegah daerah genetalia agar tetap bersih
dan kering dengan cara membersihkan dari arah depan kebelakang agar
kuman tidak masuk kedalam vagina.
4. Menjelaskan kepada pasien agar tetap menggunakan IUD sebagai metode
kontrasepsi.
5. Menjelaskan penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak
berlebihan karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu
lakukan konsultasi medis terlebih dahulu sebelum memakai cairan
pembersih vagina serta panty liner sebaiknya digunakan pada saat
keputihan banyak atau pada saat berpergian, dan sebaiknya jangan
memilih pantyliner yang berparfum karena dapat menimbulkan iritasi
kulit.
6. Menyarankan kepada klien agar jangan terlalu khawatir dan cemas kerena
cemas berlebihan, dapat menimbulkan stres dan dapat memicu terjadinya
keputihan serta menganjurkan ibu untuk tetap menggunakan IUD selama
keluhan dan masalah masih bisa di atasi dan juga menganjurkan ibu tetap
memperhatikan asupan nutrisnya yaitu menkonsumsi sayur dan buah-
buahan dan menjaga pola hidup sehat.
7. Melakukan kolaborasi dengan Bidan untuk memberikan terapi antibiotik
Amoxicilin 500 mg 3x sehari serta Metronidazole 500 mg 3x sehari dan
antiseptik batadine pada area portio.
8. Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang apabila ada
keluhan.
9. Dokumentasi.
SOAL KASUS GONORE

Ny U berumur 21 tahun, hamil anak kedua tidak pernah keguguran HPHT 13


Oktober 2020 mengaku hamil 8 bulan mengeluh keluar keputihan yang banyak
sejak hamil 7 bulan, merasa gatal di daerah kemaluannya, berbau, dan berwarna
putih kekuningan kental. Data objektif didapat ibu tampak tidak sakit, TD 100/60
mmHg, N 87x/menit, R 21x/menit, S 37,2 ?C, pemeriksaan genitalia inspeksi,
vulva tampak kemerahan, tampak pengeluaran cairan putih kental, kekuningan
dari ostium vagina, palpasi tidak ada pembesaran kelenjar bartolin, tidak ada
pengeluaran cairan dari kelenjar skene. Pada pemeriksaan inspekulo didapat tidak
ada kelainan dinding vagina, tampak erosi portio, tampak cairan putih kekuningan
kental. Pemeriksaan laboratorium PMN positif, diplokokus intrasel positif.
rnDiagnosa Ny. S, 21 tahun, G2P1A0, hamil 30 minggu dengan Gonore. Janin
tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala.
Penatalaksanaan yaitu melakukan kolaborasi dengan Dokter dalam
memberikan terapi obat, memberitahu ibu untuk tidak melakukan hubungan
seksual dengan suaminya selama masa pengobatan berlangsung, sampai ibu
dinyatakan sembuh, memberitahu ibu agar membawa suaminya untuk dilakukan
evaluasi terhadap penyakit yang diderita oleh ibu. Setelah klien di lakukan
pemeriksaan laboratorium ulang 2 minggu kemudian klien dinyatakan sembuh.

A. Etiologi
Gonore adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan
oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri tersebut menginfeksi membran
mukus dari saluran reproduksi, termasuk serviks, uterus, serta tuba falopi pada
wanita, dan uretra pada wanita dan pria. Penyakit ini ditularkan dari orang ke
orang melalui kontak atau aktivitas seksual yang melibatkan mukosa (vaginal,
oral, dan anal).

B. Etiologi Gonore
Gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini adalah
bakteri Gram negatif berbentuk diplokokus (berpasangan) dan merupakan
patogen yang eksklusif pada manusia.
Neisseria gonorrhoeae merupakan bakteri intrasel, tidak bisa bertahan
hidup dengan baik di luar tubuh (ekstrasel). Tidak tahan lama di udara
bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39°C dan zat

desinfektan. Bakteri ini dapat dibiakkan di media Thayer-Martin (TM) dan


tumbuh optimal dengan suhu 35-37°C, pH sekitar 6,5-7,5, dengan kadar
CO2 5%.

C. Faktor Risiko
Gonore pada dewasa umumnya ditularkan melalui hubungan seksual,

sedangkan pada bayi baru lahir disebabkan oleh terpaparnya bayi ketika

melewati jalan lahir dari ibu yang terinfeksi gonore.

Faktor risiko dari penyakit ini adalah perilaku hubungan seksual yang
tidak sehat atau tidak aman, seperti mempunyai pasangan seksual lebih dari
satu serta melakukan hubungan seksual berisiko tanpa menggunakan proteksi.
Faktor lain yang berpengaruh adalah lingkungan sosial ekonomi yang
rendah, melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia terlalu muda,
penggunaan obat-obatan, dan pernah mengalami infeksi gonore sebelumnya
juga dapat meningkatkan angka kejadian gonore.

D. Pencegahan
1. Menggunakan kondom saat berhubungan seksual
2. Berhubungan seksual hanya dengan satu pasangan
3. Jangan berhubungan seksual dengan orang yang terinfeksi
4. Lakukan pemeriksaan rutin
5. Berkumur dengan cairan antiseptik setelah berhubungan seksua

Penatalaksanaan
E.
Manajemen terhadap infeksi gonokokal telah banyak berubah pada

dekade terakhir. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti resistensi

terhadap antibiotik, ko-infeksi dengan Chlamydia, serta lokasi anatomis dari


infeksi.6,22 CDC merekomendasikan pengobatan ganda menggunakan dua

antimikroba dengan mekanisme kerja yang berbeda untuk menghindari

resistensi. Untuk infeksi gonore tanpa komplikasi yang terjadi di serviks,

uretra, dan rektum, rejimen yang direkomendasikan adalah seftriakson dosis

tunggal 250 mg (intramuskular) ditambah azitromisin dosis tunggal 1 gram

(per oral) yang diberikan pada hari yang sama. Jika tidak tersedia seftriakson,

dapat diberikan rejimen alternatif yaitu sefiksim dosis tunggal 400 mg (per

oral) ditambah azitromisin dosis tunggal 1 gram (per oral).

Sehubungan dengan meningkatnya resistensi gonore terhadap antibiotik,

telah dilakukan beberapa penelitian mengenai obat tradisional/obat herbal

yang berpotensi dalam mengobati gonore. Di antaranya adalah

gingseng India (Withania somnifera), srikaya (Annona squamosa), dan daun

kemangi (Ocimum sanctum L.).


SOAL KASUS SIFILIS

Seorang perempuan berumur 32 tahun, datang ke Poliklinik Kulit dan


Kelamin Subdivisi Infeksi Menular Seksual pada tanggal 22 Desember 2020.
Pasien membawa hasil pemeriksaan laboratorium Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL) reaktif dengan titer1: 32 dan Treponema Pallidum
Haemogglutination Assay (TPHA) reaktif dengan titer 1:1280.
Pasien mengeluh pernah munculbercak kemerahan pada telapak tangan dan
kaki sejak 5 bulan lalu, tanpa ada keluhan gatal dan nyeri.Bercak tersebut
menghilang dalam sebulan tanpa diobati.
Suami pasien mengatakan pernah mengalami luka di kelamin 1 tahun lalu
yang tidak dirasakan gatal maupun nyeri dan membaik tanpa pengobatan. Suami
pasien pernah berhubungan seksual dengan wanita lain 2 tahun, dengan teman
sekantor tanpa menggunakan kondom.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dan kesadaran
komposmentis.Tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, respirasi
o
20 kali/menit, dan temperatur aksila 36,8 C. Berat badan 60 kg dan tinggi badan
155 cm.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis kerja yaitu sifilis laten dini dengan kehamilan G3P2A000 dengan umur
kehamilan 20 minggu.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah injeksi benzatin penicillin 2,4 juta
internasional unit (IU), dosis tunggal intramuskuler, dengan dilakukan skin test
terlebih dahulu.

A. Etiologi sifilis
Penyebab sifilis adalah bakteri spiroset Treponema pallidum sub-

spesies pallidum. Treponema pallidum subspesies pallidum adalah bentuk

spiral, Gram-negative bakteri sangat lincah (Eccleston, Collins, & Higgins,

2008). Tiga penyakit lain manusia disebabkan oleh Treponema pallidum,

meliputi patek, (subspesies pertenue), pinta, (sub spesies carateum). Tidak

seperti sub-tipe pallidum'‟, spesies tersebut tidak menyebabkan penyakit

neurologis. Manusia adalah satu-satunya sub-spesies “palidum” yang

dikenal reservoir alami (Karp, Schlaeffer, Jotkowitz, & Riesenberg, 2009).

B. Cara penularan sifilis

Penularan sifilis berhubungan dengan perilaku seksual. Perilaku

seksual adalah bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik

dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk perilaku ini dapat

bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai berkencan,

bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2013).

Menurut Wiknjosastro (2013) cara penularan sifilis dibedakan menjadi dua,

yakni:

a. Sifilis kongenital atau bawaan

Sifilis kongenital merupakan infeksi yang melibatkan banyak organ,

mengakibatkan gangguan neurologis atau pertumbuhan tulang sampai

kematian pada janin atau neonatus.

b. Sifilis akuisita (dapatan)


Sifilis dapatan penularannya hampir selalu akibat dari kontak seksual
walaupun penanganannya secara kuratif telah tersedia untuk sifilis
selama lebih dari empat dekade, sifilis tetap penting dan tetap merupakan
masalah kesehatan yang lazim di Indonesia.
C. Pencegahan sifilis
Penyakit sifilis dapat dicegah. CDC (Centre for Disease Control and
Prevention) merekomendasikan lima strategi sebagai dasar untuk program
pencegahan yang efektif:
a. Pendidikan dan konseling bagi orang yang berisiko baik berisiko tinggi
maupun berisiko rendah untuk memotivasi adopsi perilaku seksual yang
lebih aman.
b. Identifikasi orang yang terinfeksi baik tanpa gejala atau dengan
gejala untuk mencari layanan diagnostik dan pengobatan.
c. Diagnosis dan pengobatan orang yang terinfeksi dengan cepat dan efektif.
d. Evaluasi, pengobatan, dan konseling pasangan seksual terkena sifilis.
e. Vaksinasi orang yang berisiko untuk terkena infeksi menular seksual yang
dapat dicegah dengan vaksin (CDC, 2015).

D. Tata laksana pengobatan sifilis


Untuk menanggulangi penyakit sifilis tersebut perlu dilakukan berbagai
upaya-upaya mulai dari kombinasi dari perawatan, deteksi dini dan
pencegahan, sosialisasi bahaya narkoba narkotika, sosialisasi seks bebas dan
kebijakan pemerintah daerah yang berpihak pada penanggulangan HIV/AIDS.
Dalam rangka memutus mata rantai penyakit sifilis maka perlu dilakukan
tindakan seperti:
1. Didik masyarakat tentang cara-cara umum menjaga kesehatan.
2. Lindungi masyarakat dari infeksi sifilis dengan cara mencegah dan
mengendalikan PMS pada pekerja seks komersial (PSK)
3. Sediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan
pengobatan dini PMS (Chin, 2013).
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan
selama belum sembuh penderita dilarang bersenggama. Pengobatan dimulai
sedini mungkin, makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten terapi
bermaksud mencegah proses lebih lanjut (Kunoli, 2013).
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain. Obat yang
merupakan pilihan adalah penisilin. Obat tersebut dapat menembus plasenta
sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang
terinfeksi, juga efektif untuk neurosifilis. Kadar yang tinggi dalam serum
tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03 unit/ml. Jika kadarnya
kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat jam sampai
tiga puluh jam maka kuman dapat berkembang biak (Chin, 2013).

SOAL KASUS HERPES

Seorang perempuan berusia 22 tahun datang ke Instalasi Gigi Mulut


RSUD dr. Soetomo dengan keluhan rasa nyeri, panas akibat sariawan di lidah
disertai rasa menebal pada bibir atas yang muncul sekitar 1 minggu yang lalu.
Pada saat sebelum munculnya sariawan pasien merasa meriang, demam, seperti
akan timbul influensa. Pasien minum obat, diantaranya tablet kunyah yang
mengandung fradiomisina 2,5 mg kombinasi yang dikombinasi dengan
gramisidona-S 1 mg 3x1 selama 4 hari, tetapi tidak sembuh. Pasien tidak ingat
apakah sariawan tumbuh bersamaan rasa nyeri di tenggorokan, tapi kemungkinan
setelah adanya rasa nyeri di tenggorokan. Sebelumnya pasien tidak pernah
sariawan. Pasien tidak tahu mengenai keberadaan lesi di atas bibirnya, dan
tidak ingat sejak kapan lesi tersebut muncul.
Pada pemeriksaan ekstraoral, dijumpai adanya lesi berupa krusta kering,
merah dengan vesikula di atas bibir dengan diameter 2 mm. Kelenjar limfe kiri
dan kanan teraba lunak dan nyeri. Pada pemeriksaan intraoral nampak 3 lesi ulser
diameter 0,5 dan 1,5 mm di daerah 1/3 anterior lidah 1 lesi ulser di daerah rugae
palatina tertutup pseudomembran warna putih kekuningan dikelilingi daerah
eritema bentuk bulat. Eritema dengan diameter 2 mm juga dijumpai di daerah
sekitar faring dan dijumpai adanya perikoronitis di daerah molar ketiga kiri dan
kanan rahang bawah serta peradangan palatogingiva di daerah insisivus rahang
atas.
Penatalaksanaan Berdasar anamnesis dan gambaran klinis, diagnosis
kasus ini adalah infeksi herpes simpleks oral rekuren dengan diagnosis banding
stomatitis aftosa rekuren (SAR). Prinsip perawatan yang akan dijalankan adalah
pemberian terapi kausatif, simtomatik, dan suportif.
Pasien diterapi dengan acyclovir 200 mg 5x1 untuk 5 hari sebagai terapi
kausatif, ekstrak aloe vera kumur untuk pemakaian 3x1 untuk 5 hari,
Echinacea 250 mg tablet 1x1 untuk 10 hari, dan multivitamin yang mengandung
vitamin E, vitamin C, asam folat, vitamin B1, vitamin B2, niasin, vitamin B6,
vitamin B12, asam pantotenant, dan Zn, tablet 1x1 untuk 10 hari yang merupakan
terapi simtomatif dan suportif.
Pasien diinstruksikan untuk memakai pasta gigi yang mengandung aloe
vera untuk membantu mengurangi inflamasi, menghindari faktor yang mungkin
sebagai pencetus, misalnya paparan sinar matahari yang berlebihan, atau stres
fisik yang berlebihan, serta sedapat mungkin mengisolasi diri untuk
menghindarkan penularan virus ke orang lain karena pasien sedang dalam tahap
infeksius. Untuk membantu penyembuhan, pasien diminta untuk beristirahat.
Selanjutnya, pasien diminta kontrol 5 hari kembali.

A. Faktor Penyebab Penyakit Herpes Simplek


Timbulnya penyakit herpes bisa dipicu oleh:
1. pemaparan cahaya matahari
2. Demam
3. Stres fisik/emosional
4. Penekanan sistem kekebalan
5. Obat-obatan atau makanan tertentu.

B. Pencegahan
1. Pencegahan transmisi HSV secara horisontal
a. Higiene Personal
1) Sering membersihkan diri dengan mandi menggunakan air
yang bersih. Idealnya saat musim panas mandi 2 kali pagi dan
sore.
2) Ganti pakaian satu hari minimal 2 kali sehabis mandi agar tubuh
tetap terjaga kebersihannya.
3) Cucilah seprai, handuk dan pakaian yang dipakai dengan air
yang bersih dan menggunakan deterjen.
4) Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat
dilakukan dengan
5) menghindari berciuman dan menggunakan alat-alat makan
penderita serta menggunakan obat kumur yang mengandung
antiseptik yang dapat membunuh virus sehingga menurunkan
risiko tertular.

b. Sanitasi lingkungan
2) Menjaga lingkungan agar tetap bersih
3) Menggunaan air bersih yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan.

2. Pencegahan transmisi HSV


s
ecara vertikal dapat dilakukan dengan deteksi ibu hamil dengan
screning awal di usia kehamilan 14-18 minggu, selanjutnya dilakukan
kultur servik setiap minggu mulai dari minggu ke-34 kehamilan pada ibu
hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian terapi antivirus
supresif (diberikan setiap hari mulai dari usia kehamilan 36 minggu
dengan acyclovir 400mg 3×/hari atau 200mg 5×/hari) yang secara
signifikan dapat mengurangi periode rekurensi selama proses persalinan
(36% VS 0%). Namun apabila sampai menjelang persalinan, hasil kultur
terakhir tetap positif dan terdapat lesi aktif di daerah genital maka
kelahiran secara sesar menjadi pilihan utama.

C. Pengobatan
Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV.
Semua obat tersebut menghambat sintesis DNA virus. Obat ini dapat
menghambat perkembangbiakan virus herpes. Walaupun demikian, HSV tetap
bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak jauh
berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati.
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah:
Siklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna
untuk mengatasi infeksi primer.

SOAL KASUS KONDILOMA AKUMINATA

Pasien seorang wanita berusia 29 tahun datang berobat ke Poliklinik Kulit


dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tanggal 17
November 2020. Penderita datang dikonsulkan dari bagian VCT dengan keluhan
utama muncul benjolan di sekitar kelamin sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya kecil
lama kelamaan menjadi membesar dan bertambah banyak. Benjolan juga teraba
kasar. Pasien juga tidak mnegeluh nyeri, gatal ataupun keluar darah dari benjolan
tersebut.
Riwayat pernah menderita benjolan yang sama pada kemaluan disangkal.
Pasien dinyatakan terinfeksi HIV sejak 3 bulan yang lalu dan telah mendapat
pengobatan antiretroviral (ARV).
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran
kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 84 kali/menit,
respirasi 20 kali/menit, dan temperatur aksila 36,5°C. Berat badan 50 kg
dan tinggi badan 161 cm.
Status venereologi pada labia mayor, labia minor dan perianal didapatkan
didapatkan papul multipel dengan permukaan verukosa, sewarna kulit, bentuk
bulat, batas tegas, ukuran ∅ 0,3-0,5 cm.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan
kondiloma akuminata yang didiagnosis banding dengan kondiloma lata.
Pemerikaan acetowhite menggunakan asam asetat 4% pada lesi papul di labia
mayor, labia minor dan perianal didapatkan pemutihan pada lesi.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah dilakukan tutul asam
trikloroasetat (TCA) 80% (tutul pertama) pada lesi kondiloma akuminata yang
akan dilakukan setiap minggu sampai lesi menghilang. Pasien diberi komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) untuk tidak melakukan hubungan seksual selama
pengobatan.

A. Etiologi
Penyebab kondiloma akuminata adalah HPV yang merupakan
deoxyribo nucleic acid (DNA) papovavirus. HPV berdiameter 55 nm,
mempunyai kapsid ikosahedral dan virionnya tidak mempunyai envelope.
Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb.
HPV tipe 6 dan 11 adalah tipe yang paling sering menyebabkan
kondiloma akuminata. Infeksi HPV pada genital ini terutama ditularkan
melalui kontak seksual. Penularan melalui kontak seksual non penetrasi dapat
terjadi. Pada sebuah penelitian terhadap pria dan wanita penderita kondiloma
akuminata, 27% subjek memiliki DNA HPV yang sama dengan yang
terdeteksi pada sampel genital dan sampel sekaan jari. Penularan HPV melalui
darah tidak pernah dilaporkan.

B. Pencegahan

1. Perilaku

Terdapat bukti epidemiologi yang menunjukkan bahwa intervensi


perilaku dapat efektif dalam mengurangi penularan HPV dan morbiditas
terkait HPV. Sebagai contoh melalui pendekatan “ABC” yang merupakan
singkatan dari abstain, be faithful dan condom. Abstinensia atau
monogami seumur hidup dapat mengurangi resiko infeksi HPV. Kondom
juga dapat mengurangi resiko infeksi HPV dan penyakit infeksi menular
seksual lainnya, namun tidak begitu bermakna untuk infeksi HPV oleh
karena HPV juga dapat ditularkan melalui kontak seksual non penetrasi
dengan pasangan pria maupun wanita.

2. Vaksin
Perkembangan vaksin profilaksis terhadap HPV berkembang
dalam kurun waktu 15 tahun terakhir setelah berkembangnya teknologi
untuk memproduksi virus like particles (VLPs) yaitu protein kapsid dari
virus HPV. Teknologi DNA rekombinan digunakan untuk menghasilkan
virus yang menyerupai virus alami dan dapat menghasilkan titer antibodi
netralisir yang tinggi. Dengan cara ini akan diekspresikan protein L1 yang
menyerupai virus asli, tidak bersifat infeksius dan dapat menginduksi
kadar antibodi netralisir spesifik yang tinggi.24 Dilaporkan terjadi respon
imun yang cepat, poten dan menetap setelah pemberian vaksin
kuadrivalen dan bivalen. Titer antibodi mencapai puncaknya setelah dosis
ketiga, kemudian menurun secara gradual namun tetap dalam titer yang
lebih tinggi daripada infeksi alami.

3. TCA 50%

TCA merupakan zat asam kaustik pada kulit serta membran


mukosa untuk mengobati lesi lokal maupun berbagai penyakit kulit dan
bersifat sangat efektif terhadap lesi lembab pada membran mukosa yang
memiliki kandungan air yang tinggi.

C. Penatalaksanaan
Pengobatan kondiloma akuminata biasanya efektif dalam memicu
keadaan bebas kutil dan mungkin mengurangi jumlah virus penginfeksi yang
ada. Walaupun manifestasi klinis dan morfologi dari infeksi HPV biasanya
dapat hilang dengan pengobatan, namun tetap ada kemungkinan bahwa virus
akan tetap bertahan pada sel epitel. Kutil genital biasa menghilang, tetap sama
atau bertambah jumlah dan ukuran tanpa pengobatan. Sebagian besar kutil
genital diterapi oleh karena tidak menyenangkan secara estetis.
Pasien dengan kondiloma akuminata juga diperiksa dan diterapi untuk
penyakit infeksi menular lainnya. Pasangan seksual mereka juga diperiksa dan
diobati untuk kondiloma akuminata yang tampak secara makroskopis dan
infeksi menular seks lainnya. Kunjungan ini dapat menjadi kesempatan untuk
member konseling berupa pengarahan kepada pasien mengenai diagnosis,
pilihan pengobatan dan kemungkinan rekurensi.
Pilihan pengobatan ditentukan oleh pilihan pasien dengan
pertimbangan terhadap usia dan kemampuan pasien mematuhi petunjuk-
petunjuk yang cukup rumit, lokasi, jumlah kondiloma akuminata dan
kemampuan ahli klinis. Pengobatan diklasifikasikan atas terapi yang
dilakukan oleh pasien sendiri dan dilakukan oleh ahli klinis. Pengobatan yang
dilakukan oleh pasien sendiri berupa larutan dan gel podofilox dan krim
imiquimod, sedangkan pengobatan yang dilakukan oleh ahli klinis meliputi
krioterapi, podofilin, TCA, eksisi, bedah listrik, injeksi interferon dan gel 5-
FU.

Larutan atau gel podofilox 0,5% adalah agen antimitotik yang


dimurnikan dari podofilin resin. Berbeda dengan podofilin, podofilox
mempunyai shelf life yang stabil dan tidak perlu dicuci setelah pemakaian, dan
lebih kecil kemungkinannya menyebabkan toksisitas sistemik. Terapi terdiri
dari pemakaian 2 kali sehari dengan swab berujung kapas selama 3 hari yang
diikuti dengan tanpa terapi 4 hari hingga selama 4 minggu. Krim imiquimod
5% menstimulasi produksi interferon dan sitokin lainnya, digunakan pada
kutil dengan jari tiga kali per minggu (setiap dua malam) hingga selama 16
minggu. Daerah pengobatan dicuci dengan sabun ringan dan air 6-10 jam
setelah penggunaan krim imiquimod. Keamanan pemakaian obat ini pada
pasien hamil tidak ada dipastikan.
Krioterapi menghancurkan kutil dan daerah kecil jaringan sekitarnya
melalui pembekuan, direkomendasikan untuk kutil kecil yang tidak
luas.Mungkin dibutuhkan satu sampai enam siklus beku cair per kutil per
tahap pengobatan.
Sebagian besar pasien akan membutuhkan satu sampai dua tahap
pengobatan per minggu selama rata-rata 4-6 minggu. Cryoprobe, ujung Q
yang dimodifikasi atau spray halus digunakan untuk membubuhkan nitrogen
cair ke masing-masing kutil.Krioterapi mungkin menimbulkan nyeri dan
anastesi lokal direkomendasikan kecuali bila hanya satu atau dua kutil kecil
yang diobati. Keamanan dan efikasi sangat tergantung pada keahlian ahli
klinis.

Anda mungkin juga menyukai