Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan dengan kodrat sebagai makhluk sosial. Sejak

dilahirkan manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan sesamanya

(Gregariousness), dengan demikian manusia tidak dapat hidup seorang diri

saja, tetapi harus hidup dalam suatu pola interaksi dalam keluarga dan

masyarakat. Pengertian keluarga menurut Undang-Undang 52 tahun 2009

tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I

pasal 1 ayat 6 adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami

istri atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan anaknya (duda), atau ibu dan

anaknya (janda) sedangkan, masyarakat menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh

suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Dalam kehidupan ditengah-

tengah masyarakat terdapat seperangkat nilai dan norma yang berlaku.

Keberadaan nilai dan norma tersebut berfungsi sebagai alat pengendali perilaku

bagi tiap-tiap anggota masyarakat.

Salah satu bentuk norma yang berlaku di masyarakat adalah norma

hukum (law). Norma merupakan serangkaian peraturan yang ditujukan kepada

anggota masyarakat yang berisi ketentuan, perintah, kewajiban, dan larangan

agar dalam masyarakat tercipta suatu ketertiban dan keadilan. Didalam norma

1
2

hukum diatur adanya sanksi sebagai konsekuensi atas tindakan pelanggaran

dari norma hukum yang telah disepakati bersama didalam suatu masyarakat.

Para pelanggar hukum di Indonesia akan ditindak dan diproses sesuai

dengan prosedur hukum dan tata perundang-undangan yang berlaku. Proses ini

dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice

System), yaitu suatu proses peradilan pidana bagi para pelanggar hukum yang

melibatkan empat unsur penegak hukum didalamnya. Adapun keempat unsur

tersebut meliputi penyidik dari kepolisian, penuntut umum dari kejaksaan,

hakim dari pengadilan, dan petugas pemasyarakatan.

Penyalahguna/ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

lainnya (NAPZA) dari tahun ketahun menunjukkan peningkatan yang sangat

pesat baik kualitas maupun kuantitas, sementara fenomena NAPZA itu sendiri

bagaikan gunung es (ice berg) artinya yang tampak di permukaan lebih kecil

dibandingkan dengan yang tidak tampak (di bawah permukaan laut).

Penelitian yang dilakukan Hawari (1990) membuktikan bahwa NAPZA

menimbulkan dampak antara lain merusak hubungan kekeluargaan,

menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana

yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram,

perubahan mental dan perilaku menjadi anti sosial (psikopat), merosotnya

produktifitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas,

kriminalitas dan tindak kekerasan lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif,

dan akhirnya kematian yang sia-sia.


3

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja

sama dengan Puslitkes Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2015

memperoleh hasil bahwa jumlah penyalahguna Narkoba di Indonesia

diperkirakan sekitar 1,99 % dari total seluruh penduduk Indonesia yang

beresiko terkena narkoba di Tahun 2008, pada tahun 2011 diperkirakan sekitar

2,32 % , tahun 2013 diperkirakan sekitar 2,56 % dan tahun 2015 diperkirakan

mencapai 2,80 % dari total seluruh penduduk Indonesia yang beresiko terkena

narkoba.

Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa prevalensi penyalahguna

narkotika di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah

New Psychoactive Substances (NPS) yang beredar di dunia mengalami

peningkatan lebih dari 2x lipat dari tahun 2009-2013. Bulan Desemer 2013,

jumlah NPS sebesar 348, dari 251 substances ditahun sebelumnya, di Indonesia

ditemukan 31 NPS. Berdasarkan gambaran tersebut, peningkatan jumlah

kasuistik mengenai penyalahguna narkoba dan korban penyalahgunaan

narkoba di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan hal yang perlu

penanganan luar biasa, tercatat masih tingginya tingkat pengulangan pidana

(Residivis) terkait penyalahguna narkoba sehingga menyebabkan jumlah

hunian lapas dan rutan di indonesia mengalami over kapasitas yang saat ini

terutama di dominasi kejahatan narkoba, hal tersebut dikarenakan masih belum

terpola dan terintegritasnya sistem perlakuan dan pembinaan terhadap

narapidana khusus penyalahguna narkoba yang selama ini masih dilakukan

model pembinaan yang sama dengan pelaku tindak kejahatan kriminal.


4

Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pembinaan dalam bentuk

rehabilitasi. Adanya metode rehabilitasi bagi narapidana di dalam Lembaga

Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan agar

narapidana terlepas dari ketergantungan narkoba dan apabila narapidana selesai

menjalani masa tahanan, maka mereka dapat memulai kehidupan secara sehat

jauh dari narkoba. Tujuan dari Sistem Pemasyarakatan sebagaimana tercantum

dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan bahwa :

Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas Warga

Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri,

dan tidak mengulangi tindak pidana yang dilakukannya sehingga

dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat

berperan aktif dalam pembangunan, serta dapat hidup secara wajar

sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. (1995 : 3).

Keberadaan Sistem Pemasyarakatan dan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan beserta peraturan lainnya telah membawa

perubahan yang sangat berarti dalam tata perlakuan negara terhadap para

pelanggar hukum. Perubahan Sistem Kepenjaraan menjadi Sistem

Pemasyarakatan menunjukkan bahwa perlakuan terhadap Narapidana dan

Anak Didik Pemasyarakatan lebih dihormati dan dijamin hak-hak

kemanusiaannya dibandingkan pada masa sistem kepenjaraan. Akan tetapi,

dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana tersebut dibutuhkan peran

aktif keluarga, dimana bahwasanya keluarga merupakan kelompok sosial yang


5

pertama didalam masyarakat, tempat belajar dan menyesuaikan diri didalam

kelompok sosialnya bahkan didalam Al-Quran pada surat At. Tahrim Ayat 6

menjelaskan tentang tanggung jawab manusia terhadap keluarga :

ُ‫اس َو ا حْلِ َج َار ة‬


ُ َّ‫ود َه ا الن‬ ُ ِ‫َه ل‬
ُ ُ‫يك ْم نَ ًار ا َو ق‬ ُ ‫آم نُ وا قُ وا أَن‬
ْ ‫ْف َس ُك ْم َو أ‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َه ا ال ذ‬
َ ‫ين‬

َ ُ‫ون اللَّ هَ َم ا أ ََم َر ُه ْم َو َي ْف َع ل‬


‫ون َم ا‬ َ ‫ْص‬ ِ ِ ِ
ُ ‫َع لَ ْي َه ا َم اَل ئ َك ةٌ غ اَل ٌظ ش َد ٌاد اَل َي ع‬

‫ون‬
َ ‫يُ ْؤ َم ُر‬

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Menyadari bahwa masalah penggunaan NAPZA sangat kompleks dan

bersifat multidimensi, maka partisipasi berbagai pihak dalam berbagai

tingkatan merupakan sesuatu yang harus diwujudkan. Berdasarkan pada

Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan yang tercantum dalam Buku Pohon Beringin

Pengayoman yang berbunyi “selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para

narapidana dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan

dari masyarakat”. (1963 : 22). Maka kunjungan keluarga merupakan suatu


6

program pembinaan yang mutlak dilakukan sebagai implementasi dari upaya

reintegrasi antara Narapidana dan masyarakat.

Keluarga mempunyai peran yang sangat berarti dalam proses pemulihan

pecandu. Permasalahannya, banyak keluarga yang tidak memahami masalah

penyalahgunaan NAPZA dan upaya-upaya penanggulangannya. Pada dasarnya

penyalahgunaan NAPZA akan menjadi “penyakit keluarga” dimana masalah

kecanduan yang dialami oleh seorang anggota keluarga pada akhirnya akan

mempengaruhi keluarga secara keseluruhan.

Salah satu hak Narapidana yang harus diberikan tertulis dengan jelas

dalam pasal 14 ayat 1 butir h Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa “Narapidana berhak menerima

kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya”. (1995 : 7).

Hal tersebut dapat diartikan bahwa dalam proses pembinaan narapidana

terdapat salah satu unsur penting yaitu keluarga demi tercapainya tujuan

pemasyarakatan. Keluarga diharapkan selalu memberikan motivasi kepada

penyalahguna dalam hal ini narapidana untuk mengikuti program rehabilitasi,

karena proses rehabilitasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika

Klas III Muara Sabak tidak hanya dari satu sisi yaitu narapidananya saja tetapi

juga keluarganya.

Atas dasar permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil

judul “PERANAN KELUARGA DALAM PROSES REHABILITASI

NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA

KLAS III MUARA SABAK”.


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka

dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan keluarga dalam proses rehabilitasi narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak ?

2. Apakah hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan bimbingan keluarga

terhadap proses rehabilitasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Narkotika Klas III Muara Sabak ?

3. Bagaimana upaya dalam mengatasi hambatan pelaksanaan bimbingan

keluarga terhadap proses rehabilitasi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak ?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis membatasi ruang

lingkup penelitian hanya sebatas mengetahui apakah peranan keluarga dalam

proses rehabilitasi narapidana memiliki dampak dalam pemulihan narapidana

dari ketergantungan NAPZA.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini

adalah :

1. Untuk memberikan gambaran dan mengetahui bagaimana peranan

keluarga dalam proses rehabilitasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Narkotika Klas III Muara Sabak.


8

2. Untuk memberikan gambaran dan mengetahui hambatan yang

dihadapi dalam pelaksanaan bimbingan keluarga terhadap proses rehabilitasi

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak.

3. Untuk memberikan gambaran dan mengetahui bagaimana upaya

dalam mengatasi hambatan pelaksanaan bimbingan keluarga terhadap

proses rehabilitasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas

III Muara Sabak.

Sedangkan kegunaan penelitian yang dilaksanakan di Lembaga

Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak adalah :

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran

dan memperkaya pengembangan ilmu hukum keluarga islam khususnya

dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran yang berarti

tentang peranan keluarga dalam proses rehabilitasi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang besar terhadap

keberhasilan proses pembinaan narapidana melalui rehabilitasi yang

ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak

dalam proses pemulihan narapidana dari ketergantungan NAPZA.


9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori

- Peranan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keikut sertaan

sesuatu perorangan, kelompok, organisasi dan lain-lain dalam terjadinya

suatu hal peristiwa.

- Keluarga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ibu, bapak, dan

anak-anaknya. Jika dalam arti luas keluarga termasuk juga sanak saudara

dan kaum kerabat.

Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan darah sampai

derajat tertentu atau hubungan perkawinan dengan mereka yang

terlibat dalam suatu proses pidana sebagaimana tercantum dalam

undang-undang ini. (pasal 30 bab 1 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana).

- Rehabilitasi adalah restorasi (perbaikan, pemulihan) pada normalitas, atau

pemulihan menuju status yang paling memuaskan terhadap individu yang

pernah menderita satu penyakit mental.1

- Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di

lembaga pemasyarakatan. Hal ini tercantum dalam pasal 1 ayat 7 Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

1
J.P. Caplin. Kartini Kartono. Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada), hlm. 425.
10

- Lembaga Pemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa Lembaga

Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana

dan Anak Didik Pemasyarakatan. Organisasi dan Tata Kerja Lembaga

Pemasyarakatan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-05.0T.01.01 Tahun 2011

Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-

PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga

Pemasyarakatan. Dasar klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan dibentuk

berdasarkan kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan kerja. Untuk

melaksanakan tugas tersebut Lembaga Pemasyarakatan mempunyai fungsi

sebagai berikut:

a. Melaksanakan pembinaan narapidana/anak didik pemasyarakatan.

b. Memberikan bimbingan, sosial/kerohanian.

c. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS).

d. Melakukan urusan rumah tangga dan tata urusan Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS).

- Lembaga Pemasyarakatan Narkotika adalah Lembaga Pemasyarakatan

khusus narkotika merupakan lembaga khusus yang diperuntukkan bagi

narapidana kasus narkotika, berdiri sendiri dengan pola pembinaan

berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan umum yaitu menggunakan


11

dua aspek penanganan dan pendekatan yakni, aspek perawatan dan aspek

kesehatan dari narapidana.2

B. Studi Relevan

BAB III
2
Hari Sasangka, Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju,
2003, Hal. 28.
12

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe

penelitian deskriptif kualitatif, yaitu dengan menggambarkan, menjelaskan,

atau mendeskripsikan data hasil penelitian yang penulis lakukan. Dengan

metode pendekatan kualitatif dimana penulis mengamati, dan berinteraksi

secara langsung di lingkungan penelitiannya untuk memperoleh data penelitian

dengan melakukan wawancara terhadap subyek penelitian.

B. Jenis dan Sumber Data

Dalam usaha untuk memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan

sebagai bahan penyusunan penelitian ini, sumber data diperoleh dari Penelitian

Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian lapangan (Fiel Research).

a. Penelitian Pustaka ((Library Research)

Dari hasil penelitian pustaka yang dilakukan dapat diperoleh informasi

dan data-data yang sangat diperlukan sebagai sumber masukan guna

memperoleh berbagai bahan hukum. Bahan hukum yang dihasilkan dari

penelitian pustaka yang dilakukan antara lain:

1. Bahan hukum primer


Yaitu perundang-undangan yang bersumber dari Undang-Undang
Narkotika, Undang-Undang tentang Pemasyarakatan dan berbagai
peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan judul
yang dibahas.

2. Bahan hukum sekunder


13

Yaitu bahan hukum yang diperoleh dari pendapat para pakar, hasil
penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya, kasus-kasus hukum, serta
simposium yang dilakukan para pakar terkait pembahasan tentang
Peranan Keluarga dalam Proses Rehabilitasi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak .
3. Bahan hukum tersier
Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan
bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus
hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

b. Penelitian Lapangan (Fiel research)

Dalam Penelitian ini penulis langsung mengadakan wawancara dengan

responden antara lain:

1. Syahrono Ali, A.Md.IP, SH, MH (Kepala Lapas Narkotika Klas III

Muara Sabak) sebanyak 1 (satu) orang.

2. J. Kasogi Surya Fattah, A.Md.IP (Kasubsi Pembinaan Lapas Narkotika

Klas III Muara Sabak) sebanyak 1 (satu) orang.

3. Konselor yang ditugaskan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

Provinsi Jambi sebanyak 2 (dua) orang, yaitu :

- Joko Suraji

- Ong Briliant Pratama

4. Narapidana yang mengikuti rehabilitasi sebanyak 5 (lima) orang.

5. Keluarga Narapidana sebanyak 4 (empat) orang.

C. Setting dan Subjek Penelitian

Setting lokasi penelitian ialah di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika

Klas III Muara Sabak, dikarenakan penulis merupakan pegawai Lembaga

Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak dan sebagai Kasubsi yang

membidangi pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika


14

Klas III Muara Sabak. Sedangkan Teknik pengambilan sampel sebagai subjek

penelitian yang digunakan adalah dengan purposive sampling, yaitu teknik

penarikan sampel yang digunakan dengan menentukan kriteria khusus terhadap

sampel. Dalam hal ini orang-orang yang ditarik menjadi sampel ditentukan

terlebih dahulu dengan cara acak, artinya dalam hal ini orang-orang yang

dijadikan sampel dan akan yang akan diwawancarai nantinya adalah orang

mempunyai kewenangan dan memahami terhadap permasalahan yang penulis

teliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat dan representatif

dibutuhkan teknik pengumpulan data yang dipandang tepat, dimana peneliti

bertindak sebagai instrumen utama yang menyatu dengan sumber data dalam

situasi yang ilmiah. Data yang terkumpul diseleksi dan diklasifikasikan sesuai

dengan karakteristiknya, lalu dilakukan analisis secara kualitatif. Interprestasi

hasil penelitian disajikan secara deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini meliputi :

a. Observasi

Dalam penelitian ini penulis melihat, mengamati bagaimana jalannya

pelaksanaan kunjungan keluarga yang ada di lokasi penelitian. Dengan

demikian penulis bisa mendapat data yang konkrit mengenai peranan

kunjungan keluarga terhadap keberhasilan proses rehabilitasi narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas III Muara Sabak.

b. Wawancara
15

Penulis melakukan wawancara dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan,

Kasubsi, Petugas Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana, Keluarga

Narapidana, dan pihak-pihak yang terkait dengan obyek penelitian untuk

memperoleh data yang diperlukan.

c. Study Pustaka

Dalam pengumpulan data penulis membaca buku-buku, tulisan, peraturan-

peraturan dan literatur yang relevan dangan penelitian yang dilakukan.

E. Teknik Analisis Data

Dalam konteks penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan

penulis sebagaimana dijelaskan di atas menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif. Data yang didapat dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi

dikumpulkan. Kemudian dilakukan reduksi (merangkum) data yang telah

dikumpulkan tersebut. Selanjutnya dilakukan penyajian terhadap data yang

ada, kemudian menarik kesimpulan dan verifikasi. Artinya data yang diperoleh

dilapangan melalui wawancara, dokumentasi dan observasi selanjutnya diolah

dengan menggunakan tabulasi data atas jawaban yang diberikan dari hasil

wawancara terhadap narapidana yang mengikuti program rehablitasi dan

keluarganya, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis

kualitatif yaitu menguraikan tentang Peranan Keluarga dalam Proses

Rehablitasi Narapidana sesuai dengan tujuan penelitian ini.

F. Triangulasi Data
16

G. Jadwal Penelitian

Sesuai dengan Surat izin rieset yang diberikan oleh Sekolah Tinggi Agama

Islam (STAI) Maarif Jambi, kegiatan jadwal penelitian ini dilaksanakan dari

tanggal sampai 2018.

Anda mungkin juga menyukai