Anda di halaman 1dari 3

Nama : Noviatur Rahmawatus Sholikah

Nim : 126307211022
Kelas : SPI 1A

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan gagasan pluralisme


Oleh : Noviatur Rahmawatus Sholikah

Indonesia merupakan penduduk yang memiliki berbagai keragaman baik pada aspek agama,
suku, etis, budaya, sekaligus kepercayaan yang kemudian sangat bersinergi dan saling bekerja
sama untuk membangun bangsa terlebih pada pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia.
Hal tersebut tidak pernah terlepas dari persoalan krusial yang masih seringkali muncul pada
bangsa ini adalah persoalan pluralisme. Abdurahman Wahid salah satu tokoh yang peduli akan
tegaknya pluralisme masyarakat bukan hanya terletak pada suatu pola hidup berdampingan
secara damai, karena hal ini masih sangat rentan terhadap munculnya kesalahpahaman antar
kelompok masyarakat yang pada saat tertentu bisa menimbulkan disintegrasi. Abdurrahman
Wahid mencoba tidak hanya menggunakan hasil pemikiran Islam tradisional namun lebih pada
penggunaan metodologi teori hukum (ushul al-fiqh) dan kaidah-kaidah hukum (qawaid fiqhiyah)
serta pemikiran kesarjanaan Barat dalam kerangka pembuatan suatu sintesis untuk melahirkan
gagasan baru sebagai upaya menjawab perubahan-perubahan actual.

Pluralisme adalah paham yang mengacu kepada kenyataan yang lebih dari satu, dan secara
mendasar mencegah adanya pemutlakan, baik dalam pemikiran maupun dalam sikap. Maka,
dengan adanya perbedaan secara tidak disadari manusia akan saling menyalahkan dan tidak akan
tercipta keharmonisan dalam bermasyarakat. Namun, dengan adanya pemahaman mengenai
sikap yang pluralis antara masyarakat dan semua perbedaannya akan menciptakan sikap pluralis
yang mampu menerima satu sama lain (Basuni, 2012). Gusdur menurut Frans Magnis Suseno
adalah seorang yang menghayati agama Islam secara sangat terbuka. Ia sosok pribadi yang bebas
dari segalah kepicikan, primordialistik dan sektarian. Ia jelas seratus persen seorang yang
beragama Islam tetapi keislamannya begitu mantap sehingga ia merasa tidak terancam oleh
pluralitas.

Gus Dur adalah salah satu tokoh yang rajin mengkritisi pemerintahan Orde Baru yang dicirikan
sebagai negara yang kuat, dominan, menyeluruh dan tertutup sehingga dominasi pemerintah
dapat terlihat jelas dalam proses pengambilan keputusan. Ia mengusung ide-ide besar tentang
demokrasi, humanisme, keadilan, persamaan hak dan hukum atas semua warga, multikultur, dan
pluralisme. Dalam simposium pengkristalan pemikiran Gus Dur yang dilakukan oleh beberapa
murid Gus Dur pada akhir tahun 2011 yang diadakan oleh keluarga Ciganjur, diambil
kesimpulan bahwa dalam konteks apapun, segala keputusan, pemikiran, dan tindakan Gus Dur
selalu bersumbu pada beberapa nilai luhur: Ketauhidan sebagai awalnya, yang membias pada
kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebesan, persaudaraan, kesederhanaan, keksatriaan, dan
kearifan lokal.

Gagasan pemikiran mengenai pluralisme serta toleransi dalam kehidupan bermasyarakat


dikalangan Islam tradisional sudah dikenalkan oleh KH Hasyim Asy’ari yang memberi peran
penting dalam bertumbuhnya sikap toleransi dan pluralisme di Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari
merupakan pendiri organisasi Nahdatul Ulama dan juga kakek dari Gus Dur yang dikenal
sebagai seseorang yang memiliki sikap toleransi, hal tersebut dikatakan oleh Gus Dur bahwa
KH. Hasyim Asy’ari merupakan pribadi yang selalu toleran kepada masyarakat disekelilingnya.
Sikap tersebut mempengaruhi kepribadian Gus Dur menjadi toleran dan bersikap pluralis
(Daisaku Ikeda, 2013). Kehidupan pluralis yang berjalan di Indonesia bersanding dengan sikap
demokratis, dimana sikap pluralis berperan dalam hal menerima suatu perbedaan, memiliki sikap
toleransi ataupun kesetaraan. Pluralisme tidak selalu diterima oleh masyarakat atau kelompok
masyarakat, maka dari itu nilai-nilai pluralistik bukan sesuatu yang diberikan begitu saja oleh
agama dan negara melainkan harus diperjuangkan.

Keberagaman dalam beragama telah tercantum dalam UUD 1945 yang tertuang dalam UUD
1945 Pasal 29 ayat (1) yang berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”
selanjutnya ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat (2) yang berbunyi “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah
menurut agamanya dan kepercayaannya”. Kebebasan beragama tertulis dalam UUD 1945 Pasal
28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945 hasil amandemen disebutkan: “Setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali”. “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Hal tersebut
ditegaskna lagi dalam pasal 29 “Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamya masing-masing dan
beribadat menurut agama dan kepercayaan itu” Dengan jaminan dari UUD 1945 Pasal 28 (e)
ayat 1 dan 2 UUD 1945 tersebut memperkuat kebebasan beragama dan berkeyakinan pada
seluruh masyarakat.

Menurut Gus Dur pluralisme adalah salah satu potensi untuk membangun demokrasi yang
memberikan peluan kepada semua ragam untuk berkompetisi di dalam mendapatkan hak yang
sama di depan hukum, sehingga tidak ada warga merasa di nomor duakan. sedangkan gagasanya
tentang pribumisasinya adalah bukan berarti menghilangkan nilai-nilai Islami dalam masyarakat,
tetapi bagaimana nilai-nilai itu sejalan dengan kultur lokal. Dan yang terpenting adalah
suptansinya bukan lebelitasnya (simbolik).

Daftar pustaka
Ahmad Muzakkil Anam. "Konsep pendidikan pluralisme Abdurahman Wahid (Gus
Dur).Cendekia,Vol.17,No 1,Januari-Juni 2019

Eva Sofia Sari; Wely Dozan. " Konsep Pluralisme Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam perspektif K.H. Abdurahman Wahid (Gus dur). Ta'limuna, Vol.10, No.02, September
2021,

Syifa Ainun Lutfiana, Kurniawati, R. Wisnubroto, Reni Wulandari. "The Wahid Institude dan
Pluralisme di Indonesia (2004-2008)". Estoria Vol. 2, No. 1,Oktober 2021

Indo Santalia. "KH. Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara, Pluralisme, Demokratisasi dan
Pribumisasi". Jurnal Al-Adyaan, Vol.I, No. 2, Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai