Kelompok 7
Logo Igo
Program Studi Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Tidar Magelang
Email : logo.igo.karmed@students.untidar.ac.id
Abstraksi
1
Pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman yang
telah dilakukan adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan- ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan
Undang -Undang Nomor 35 Tahun 1999. Sehubungan dengan hal tersebut telah diubah pula
Undang -Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dengan Undang -
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung.
Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara pada dasarnya untuk mewujudkan penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang
merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa, yang dilakukan melalui penataan sistem
peradilan yang terpadu (integrated justice system), terlebih pengadilan tata usaha negara
secara konstitusional merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung
yang mempunyai kewenangan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tata usaha
negara.
2
2. memperketat persyaratan pengangkatan hakim, baik hakim pada Pengadilan Tata Usaha
Negara maupun hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara antara lain melalui proses
seleksi hakim yang dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif serta harus
melalui proses atau lulus pendidikan hakim;
3. pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad hoc.
4. pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim;
5. kesejahteraan hakim;
6. transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan;
7. transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban biaya
perkara;
8. bantuan hukum; dan
9. Majelis Kehormatan Hakim dan kewajiban hakim untuk menaati Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim. 1
Kehadiran PTUN disambut gembira oleh masyarakat, tetapi tidak demikian halnya
dengan sebagian pejabat pemerintah. Sebagian pejabat pemerintah berusaha mencari celah-
celah yang memungkinkan untuk menghindarinya. Ada Surat Keputusan Gubernur yang
digugat kemudian Surat Keputusan Itu diganti.dengan Peraturan Daerah (Perda), yang berarti
berada di luar kewenangan PTUN, banyak pejabat yang kalah berperkara, namun tidak mau
mematuhi putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak
terdapat upaya yang dapat memaksa pejabat untuk mematuhi putusan pengadilan itu. Di
samping itu, banyak pula gugatan terhadap tindakan pemerintah, namun ditolak karena
dianggap tidak termasuk kompetensi PTUN. Berkenaan dengan hal-hal tersebut tampak
bahwa UU PTUN masih mengandung beberapa keiemahan atau kekurangan yang perlu
dibenahi. 2
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
2
Ridwan. 2002. Beberapa Catatan tentang Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Jurnal Hukum. No. 20.
VOL 9. Hlm 68 – 80
3
Pasal 9A dapat dikatakan bahwa Pengadilan Pajak merupakan pengadilan khusus di
bawah lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Lingkungan Peradilan TUN dapat
membentuk pengadilan khusus yang sebagaimana diatur dalam undang-undang, dengan
diangkatnya hakim Ad Hoc untuk memeriksa, mengadili, memutus perkara yang
membutuhkan keahlian serta pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka waktu
tertentu.
Berawal dari konsep berpikir bahwa pengadilan pajak sebagai pengadilan khusus
dalam lingkungan peradilan tata usaha negara, perlu diperhalikan pasal yang berhubungan
dengan hal tersebul adalah :
1. Pasal 25 ayat (1) : Badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung
melipuli badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan tata usaha negara;
2. Pasal 25 ayat (5) : Peradilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan sengketa tata
usaha negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
3. Pas al 27 ayat (1) : Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25.
4. Pasal 27 ayat (2) : ketentuan mengenai pembentukan pengadilan khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam undang undang.
Sesuai dengan isi Pasal 24 ayat 2 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
4
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”3yang juga ditegaskan dalam pasal 18
Undang-undang Nomer 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 13 A sampai dengan Pasal 13F, yang sebelumnya pengawasan umum dilakukan
oleh Mahkamah Agung. Tujuan dilakukan pengawasan internal dan pengawasan eksternal
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta penlaku hakirn
Pengawasan terhadap Hakim ada 2 macam, yaitu :
Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial berdasarkan Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim. Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil pengawasan internal oleh
Mahkamah Agung dengan hasil pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial. Keduanya
melakukan pemeriksaan bersama yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial terhadap pengawasan hakim.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
4
Salmon, Hendrik. 2010. Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam Mewujudkan Suatu
Pemerintahan Yang Baik. Jurnal Sasi. VOL 16. Hlm. 19
5
Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik serta berkewajiban
menyebar dan meluaskan Informasi untuk disampaikan dengan cara yang mudah dipahami
masyarakat. Sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 2 Undang – Undang No. 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi publik tersebut meliputi :
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 116 mengalami perubahan substansi dan isi yang mengatur tentang pelaksanaan
putusan PTUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tergugat sebagai pihak yang
kalah harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dalam Pasal 97 ayat 9 huruf b dan c,
apabila kemudian setelah 90 hari kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan, untuk memerintahkan pengadilan agar
5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
6
tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Bagi pihak tergugat yang tidak bersedia
untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka pihak
tersebut dikenakan upaya paksa. Pembebanan berupa berupa pembayaran sejumlah uang
paksa (dwangsom) dan/atau sanksi administratif. Pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan
oleh hakim karena jabatannya yang dicantumkan dalam amar putusan pada saat memutuskan
mengabulkan gugatan penggugat.
Di dalam Pasal 116 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
menyatakan, bahwa :
(4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya
paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
(5) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Berdasarkan apa yang dikemukan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terhadap
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak melaksanakan dan atau mengabaikan
putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak
ada sanksi hukum yang tegas dan hanya lebih menekankan terhadap sanksi moral saja,
sehingga Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut menggangap bahwa putusan
tersebut boleh dilaksanakan atau tidak dilaksanakan sekalipun tidak akan jadi timbul suatu
masalah terhadap instansi atau terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut.6
Dalam Pasal 166 ayat 5, 6, 7, terdapat penambahan. Pejabat yang tidak melaksanakan
putusan pengadilan akan diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak
tidak terpenuhinya ketentuan. Disamping dari diumumkan ke media massa cetak setempat,
ketua pengadilan harus mengajukan hal tersebut kepada Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan
pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
Lembaga perwakilan rakyat menjalankan fungsinya sebagai pengawas. Hal tersebut
merupakan upaya pengawasan ekstern pemerintah, yakni pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga organisatoris yang berada diluar pemerintah. Untuk ketentuan terkait besaran uang
paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau
6
Samosir, Tetti. Efektivitas Peradilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara.
7
sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Namun, pada UU
No. 5 Tahun 1986 tidak diikuti mengenai penjatuhan/ pengenaan upaya paksa, dimana media
cetak setempat diumumkannya, dan pengenaan sanksi administratif. Agar pasal 116 dapat
terlaksana dengan baik, maka diperlukan peraturan perundangan yang tegas dan jelas,
sehingga dapat mewujudkan perlindungan hukum bagi warga negara.
Pasal 114D menjelaskan bahwa setiap pengadilan tata usaha negara akan dibentuk pos
bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
Diberikan secara cuma-cuma sampai pada putusan perkara tersebut mempunyai kekuatan
hukum yang tetap. Bantuan hukum dan posbantuan hukum dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Ketentuan pasal 144D sesuai dengan pasal 57 Undang -
Undang No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu, ketentuan pasal 144D
sejalan dengan Pasal 8 Undang – Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
yang berbunyi :
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama
menjadi tanggung jawab Pemerintah.”. 7
Selanjutnya mengenai Pasal 144D, yakni salah satu perwujudan perlindungan hukum
terhadap hak asasi manusia yang mengutamakan prinsip Equality Before the Law atau
persamaan dihadapan hukum. Pengaturan tersebut merupakan hal yang baru karena belum
diatur dalam peraturan perundang – undangan sebelum perubahan kedua yakni UU No. 51
tahun 2009.
7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
8
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
9
Samosir, Tetti. Efektivitas Peradilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tata
Usaha Negara.
Ridwan. 2002. Beberapa Catatan tentang Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Jurnal
Hukum. No. 20. VOL 9. Hlm 68 – 80
Salmon, Hendrik. 2010. Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam Mewujudkan
Suatu Pemerintahan Yang Baik. Jurnal Sasi. VOL 16. Hlm. 19
10