Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN

1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Kelompok 7

Dinda Ayu Astary 2010601074


Siti Hanifah 2010601078
Chandra Kurniawan Prihastono 2010601108
Logo Igo Karmed 2010601125
Febry Andy Prabowo 2010601131

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TIDAR MAGELANG
2021
TINJAUAN PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG - UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Logo Igo
Program Studi Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Tidar Magelang
Email : logo.igo.karmed@students.untidar.ac.id

Abstraksi

Ketentuan atau peraturan perundang – undangan terkait Peradilan Tata Usaha


Negara diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1986 Tentang PTUN, selanjutnya
mengalami perubahan pertama dirubah dengan Undang- Undang No 9 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara. Hal itu dilakukan untuk memenuhi syarat untuk menjadikan
lembaga PTUN yang professional guna menjalankan fungsinya melalui kontrol yudisialnya,
mewujudkan lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan
serta kebutuhan didalam masyarakat. Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan pada UU No
5 tahun 1986, pemerintah bersama-sama dengan lembaga legislatif berinisiatif melakukan
beberapa perubahan pada substansi undang-undang tersebut. Adanya perubahan pertama
UU No 9 Tahun 2004 diharapkan dapat memperkuat eksistensi PTUN.

Kata Kunci : PTUN, Administrasi, Perubahan, Subtansi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah membawa


perubahan penting terhadap penyelenggaraan terkait kekuasaan kehakiman hingga membawa
pada konsekuensi perlunya pembentukan atau perubahan seluruh perundang-undangan di
bidang kekuasaan kehakiman. Pembentukan atau perubahan dalam perundang-undangan
tersebut dilakukan usaha dalam memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka,
terbebas dari intervensi lain dalam penyelenggaran peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.

1
Pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman yang
telah dilakukan adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan- ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan
Undang -Undang Nomor 35 Tahun 1999. Sehubungan dengan hal tersebut telah diubah pula
Undang -Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dengan Undang -
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung.

Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) merupakan lingkungan peradilan yang


terakhir dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
pada tanggal 29 Desember 1986, adapun tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara
(PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera,
aman, tenteram serta tertib yang dapat menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum
dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di
bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat.

Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara pada dasarnya untuk mewujudkan penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang
merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa, yang dilakukan melalui penataan sistem
peradilan yang terpadu (integrated justice system), terlebih pengadilan tata usaha negara
secara konstitusional merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung
yang mempunyai kewenangan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tata usaha
negara.

Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986tentang


Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 9
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara antara lain sebagai berikut:
1. penguatan pengawasan hakim, baik pengawasan internal oleh Mahkamah Agung maupun
pengawasan eksternal atas perilaku hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim;

2
2. memperketat persyaratan pengangkatan hakim, baik hakim pada Pengadilan Tata Usaha
Negara maupun hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara antara lain melalui proses
seleksi hakim yang dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif serta harus
melalui proses atau lulus pendidikan hakim;
3. pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad hoc.
4. pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim;
5. kesejahteraan hakim;
6. transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan;
7. transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban biaya
perkara;
8. bantuan hukum; dan
9. Majelis Kehormatan Hakim dan kewajiban hakim untuk menaati Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim. 1

Kehadiran PTUN disambut gembira oleh masyarakat, tetapi tidak demikian halnya
dengan sebagian pejabat pemerintah. Sebagian pejabat pemerintah berusaha mencari celah-
celah yang memungkinkan untuk menghindarinya. Ada Surat Keputusan Gubernur yang
digugat kemudian Surat Keputusan Itu diganti.dengan Peraturan Daerah (Perda), yang berarti
berada di luar kewenangan PTUN, banyak pejabat yang kalah berperkara, namun tidak mau
mematuhi putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak
terdapat upaya yang dapat memaksa pejabat untuk mematuhi putusan pengadilan itu. Di
samping itu, banyak pula gugatan terhadap tindakan pemerintah, namun ditolak karena
dianggap tidak termasuk kompetensi PTUN. Berkenaan dengan hal-hal tersebut tampak
bahwa UU PTUN masih mengandung beberapa keiemahan atau kekurangan yang perlu
dibenahi. 2

Undang-Undang No. 51 Tahun 2009

Merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang


Peradilan Tata Usaha Negara, mengalami perubahan karena sudah tidak lagi sesuai dengan
perkembangan dari kebutuhan hukum dimasyarakat dan ketatanegaraan menurut UUD 1945.

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
2
Ridwan. 2002. Beberapa Catatan tentang Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Jurnal Hukum. No. 20.
VOL 9. Hlm 68 – 80

3
Pasal 9A dapat dikatakan bahwa Pengadilan Pajak merupakan pengadilan khusus di
bawah lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Lingkungan Peradilan TUN dapat
membentuk pengadilan khusus yang sebagaimana diatur dalam undang-undang, dengan
diangkatnya hakim Ad Hoc untuk memeriksa, mengadili, memutus perkara yang
membutuhkan keahlian serta pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka waktu
tertentu.

Pengadilan khusus merupakan diferensiasi atau spesialisasi dilingkungan Peradilan


Tata usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak yang dibentuk berdasarkan UU No. 14 tahun
2002. Pembentukannya didasarkan pada Undang-Undang Nomer 14 tahun 1970 tentang
Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomer 35 tahun 1999. Dibentuk undang-undang dalam waktu secepatnya, karena untuk
mencegah ketidakpastian penyelesaian perkara pajak.

Berawal dari konsep berpikir bahwa pengadilan pajak sebagai pengadilan khusus
dalam lingkungan peradilan tata usaha negara, perlu diperhalikan pasal yang berhubungan
dengan hal tersebul adalah :

1. Pasal 25 ayat (1) : Badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung
melipuli badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan tata usaha negara;
2. Pasal 25 ayat (5) : Peradilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan sengketa tata
usaha negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
3. Pas al 27 ayat (1) : Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25.
4. Pasal 27 ayat (2) : ketentuan mengenai pembentukan pengadilan khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam undang undang.

Sesuai dengan isi Pasal 24 ayat 2 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

4
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”3yang juga ditegaskan dalam pasal 18
Undang-undang Nomer 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dengan demikian lembaga pengadilan administrasi negara (PTUN) adalah sebagai


salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, merupakan kekuasaan
yang merdeka yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam rangka menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Penegakan hukum dan keadilan ini
merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi rakyat atas perbuatan hukum publik oleh
pejabat administrasi negara yang melanggar hukum. 4

Pasal 13 A sampai dengan Pasal 13F, yang sebelumnya pengawasan umum dilakukan
oleh Mahkamah Agung. Tujuan dilakukan pengawasan internal dan pengawasan eksternal
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta penlaku hakirn
Pengawasan terhadap Hakim ada 2 macam, yaitu :

1. Pengawasan internal dilakukan oleh Mahkamah Agung,

2. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial.

Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial berdasarkan Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim. Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil pengawasan internal oleh
Mahkamah Agung dengan hasil pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial. Keduanya
melakukan pemeriksaan bersama yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial terhadap pengawasan hakim.

Pasal 51 A Terkait dengan berlakunya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,


pengadilan wajib membuka atau memberikan akses kepada masyarakat untuk mengetahui
informasi dan data mengenai putusan serta biaya perkara di pengadilan. Undang undang yang
terkait yakin UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Pengaturan Pasal
51 A merupakan usaha pemerintah dalam memenuhi hak – hak warga atau masyarakat dalam
hal hak memperoleh informasi, pengaturan ini baru dicantumkan dalam UU Nomer 51
tahun 2009 dan tidak terdapat dalam perundangan sebelumnya yang mengatur tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.

3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
4
Salmon, Hendrik. 2010. Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam Mewujudkan Suatu
Pemerintahan Yang Baik. Jurnal Sasi. VOL 16. Hlm. 19

5
Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik serta berkewajiban
menyebar dan meluaskan Informasi untuk disampaikan dengan cara yang mudah dipahami
masyarakat. Sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 2 Undang – Undang No. 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi publik tersebut meliputi :
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam undang – undang juga menegaskan informasi yang dikecualikan untuk


disampai, kategori informasi yang dikecualikan tertera pada pasal 18 ayat 1 Undang –
Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, meliputi :
a. putusan badan peradilan;
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang
tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan
lembaga penegak hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau
g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).5

Selain itu dicantumkan kedalam ketentuan yang berkaitan penyampaian informasi


dengan tujuan diharapkan masyarakat mengetahui informasi misalnya suatu putusan perkara,
kinerja sebagai bentuk perwujudan dari pemenuhan hak – hak dasar dalam rangka
mewujudkan pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan sesusai dengan AAUPB.

Pasal 116 mengalami perubahan substansi dan isi yang mengatur tentang pelaksanaan
putusan PTUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tergugat sebagai pihak yang
kalah harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dalam Pasal 97 ayat 9 huruf b dan c,
apabila kemudian setelah 90 hari kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan, untuk memerintahkan pengadilan agar

5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

6
tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Bagi pihak tergugat yang tidak bersedia
untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka pihak
tersebut dikenakan upaya paksa. Pembebanan berupa berupa pembayaran sejumlah uang
paksa (dwangsom) dan/atau sanksi administratif. Pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan
oleh hakim karena jabatannya yang dicantumkan dalam amar putusan pada saat memutuskan
mengabulkan gugatan penggugat.

Di dalam Pasal 116 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
menyatakan, bahwa :
(4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya
paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
(5) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Berdasarkan apa yang dikemukan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terhadap
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak melaksanakan dan atau mengabaikan
putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak
ada sanksi hukum yang tegas dan hanya lebih menekankan terhadap sanksi moral saja,
sehingga Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut menggangap bahwa putusan
tersebut boleh dilaksanakan atau tidak dilaksanakan sekalipun tidak akan jadi timbul suatu
masalah terhadap instansi atau terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut.6

Dalam Pasal 166 ayat 5, 6, 7, terdapat penambahan. Pejabat yang tidak melaksanakan
putusan pengadilan akan diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak
tidak terpenuhinya ketentuan. Disamping dari diumumkan ke media massa cetak setempat,
ketua pengadilan harus mengajukan hal tersebut kepada Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan
pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
Lembaga perwakilan rakyat menjalankan fungsinya sebagai pengawas. Hal tersebut
merupakan upaya pengawasan ekstern pemerintah, yakni pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga organisatoris yang berada diluar pemerintah. Untuk ketentuan terkait besaran uang
paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau
6
Samosir, Tetti. Efektivitas Peradilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara.

7
sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Namun, pada UU
No. 5 Tahun 1986 tidak diikuti mengenai penjatuhan/ pengenaan upaya paksa, dimana media
cetak setempat diumumkannya, dan pengenaan sanksi administratif. Agar pasal 116 dapat
terlaksana dengan baik, maka diperlukan peraturan perundangan yang tegas dan jelas,
sehingga dapat mewujudkan perlindungan hukum bagi warga negara.

Pasal 114D menjelaskan bahwa setiap pengadilan tata usaha negara akan dibentuk pos
bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
Diberikan secara cuma-cuma sampai pada putusan perkara tersebut mempunyai kekuatan
hukum yang tetap. Bantuan hukum dan posbantuan hukum dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Ketentuan pasal 144D sesuai dengan pasal 57 Undang -
Undang No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu, ketentuan pasal 144D
sejalan dengan Pasal 8 Undang – Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
yang berbunyi :
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama
menjadi tanggung jawab Pemerintah.”. 7

Sebagai negara hukum, tanggungjawab pemerintah dalam menjunjung tinggi


perlindungan hak manusiadengan menjamin perlindungan bagi warga negaranya. Sejalan
dengan pasal 17 Undang – Undang No. 39 tahun 1999 menyatakan bahwa,
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata,
maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak,
sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur
dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.”8

Selanjutnya mengenai Pasal 144D, yakni salah satu perwujudan perlindungan hukum
terhadap hak asasi manusia yang mengutamakan prinsip Equality Before the Law atau
persamaan dihadapan hukum. Pengaturan tersebut merupakan hal yang baru karena belum
diatur dalam peraturan perundang – undangan sebelum perubahan kedua yakni UU No. 51
tahun 2009.

7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

8
Simpulan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara


merupakan salah satu undang-undang yang mengatur lingkungan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung perlu pula dilakukan perubahan. Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah meletakkan dasar kebijakan
bahwa segala urusan mengenai peradilan umum, baik menyangkut teknis yudisial maupun
non yudisial yaitu urusan organisasi, administrasi, dan finansial di bawah kekuasaan
Mahkamah Agung. Kebijakan tersebut bersumber dari kebijakan yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana
dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kenyataaan yang terjadi walaupun sudah dilakukan perubahan terhadap UU No 5


tahun 1986, dengan hadirnya UU No 9 Tahun 2004 ternyata masih saja memunculkan
pesimisme dan apatisme publik karena tidak mengatur secara rinci tahapan upaya eksekusi
secara paksa yang bisa dilakukan atas keputusan PTUN serta tidak adanya kejelasan prosedur
dalam UU No 9 Tahun 2004 Pasal 116 ayat (4) yakni jika pejabat tidak bersedia
melaksanakan putusan maka dapat dikenakan sanksi upaya paksa membayar sejumlah uang
paksa dan/atau sanksi administratif. lemah dari prinsip-prinsip hukum administrasi negara.
Untuk itu pemerintah dan pihak lembaga legislatif mengeluarkan perubahan kedua dari UU
No 5 tahun 1986 yakni dengan perubahan kedua lewat UU No 51 tahun 2009.

DAFTAR PUSTAKA

Undang – Undang Dasar Negara Republk Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi


Publik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

9
Samosir, Tetti. Efektivitas Peradilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tata
Usaha Negara.

Ridwan. 2002. Beberapa Catatan tentang Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Jurnal
Hukum. No. 20. VOL 9. Hlm 68 – 80

Salmon, Hendrik. 2010. Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam Mewujudkan
Suatu Pemerintahan Yang Baik. Jurnal Sasi. VOL 16. Hlm. 19

“ Sejarah Pengadilan” Diakses pada 22 November 2021, dari


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ptunjakarta.go.id/%3Fpag
e_id%3D14&ved=2ahUKEwjdlNuxav0AhWryjgGHe6TAQgQFnoECBsQAQ&usg=AOvVa
w2zx6IcPltHyXyjsjS4tzsT

10

Anda mungkin juga menyukai