SOCA CF Cruris
SOCA CF Cruris
N
DIAGNOSA CLOSE FRAKTUR CRURIS (D) 1/3 DISTAL
DENGAN TINDAKAN ORIF DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL RSD.Dr SOEBANDI
Disusun Oleh:
Nadhiratul Walya Assul Hiyah
1, Latar Belakang
Fraktur telah menjadi masalah yangbanyak dijumpai di pusat-pusat
pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka
morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun negara berkembang
(Geulis, 2013). Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di
bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis (Wulandini, et al., 2018).
Fraktur merupakan ancaman potensial maupun aktual terhadap integritas
seseorang, sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang
dapat menimbulkan respon berupa nyeri (Mediarti, et al., 2015). Menurut Folley
dick (2000) dalam Sitepu (2014) mengumpulkan data sebanyak 85% pasien
fraktur mengeluhkan nyeri. Nyeri yang terjadi pada pasien fraktur merupakan
nyeri musculoskeletal yang termasuk ke dalam nyeri akut. Nyeri pada pasien
fraktur apabila tidak segera diatasi dapat mengganggu proses fisiologis, nyeri
mengganggu hemodinamis, nyeri bisa menimbulkan stressor, menyebabkan
cemas yang pada akhirya dapat mengganggu istirahat dan proses penyembuhan
penyakit (Aji, 2015). Dampak yang ditimbulkan oleh trauma pada fraktur
diantaranya terbatasnya aktivitas, karena rasa nyeri akibat tergeseknya saraf
motorik dan sensorik pada luka fraktur (Permana, et al., 2015). Seseorang yang
mengalami nyeri hebat akan berkelanjutan, apabila tidak ditangani pada akhirnya
dapat mengakibatkan syok neurogenik pada orang tersebut (Faidah, 2015). Disisi
lain perdarahan dari patah tulang panjang dapat menjadi penyebab terjadinya syok
hipovolemik(Mahfudin, 2017).
World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa kecelakaan
lalu lintas merupakan penyebab kematian nomor 8 dan merupakan penyebab
kematian teratas pada penduduk usia 15 – 29 tahun di dunia dan jika tidak
ditangani dengan serius pada tahun 2030 kecelakaan lalu lintas akan meningkat
menjadi penyebab kematian kelima di dunia. Pada tahun 2011- 2012 terdapat 5,6
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas (Desiartama & aryana, 2017).Walaupun peran fibula dalam pergerakan
ekstremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur pada fibula tetap saja
dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional tungkai dan kaki.
Insiden fraktur femur di Indonesia merupakan yang paling sering yaitu
sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%)
(Risnah et al., 2019).
Terjadinya fraktur akan berpengaruh besar terhadap aktivitas penderita
khususnya yang berhubungan dengan gerak dan fungsi anggota yang mengalami
cedera akibat fraktur. Berbagai tingkat gangguan akan terjadi sebagai suatu
dampak dari jaringan yang cedera, baik yang disebabkan karena patah tulangnya
maupun dikarenakan kerusakan jaringan lunak disekitar fraktur atau karena luka
bekas infeksi dapat dilakukan pembedahan. Penanganan segera pada klien yang
dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian yang fraktur
dengan salah satu metode imobilisasi fraktur adalah fiksasi interna melalui operasi
ORIF.
2, Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah mengerti dan memahami
“Asuhan Keperawatan Ny. N dengan fraktur tibia fibula D 1/3 distal
3, Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah:
a) Bagi penulis
Melatih penulis tentang perawatan pasien di rumah perawatan yang baik dan
benar sesuai dengan askep pada pasien di ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS)
b) Bagi klien dan keluarga,
Dapat menjalani perawatan yang baik dan benar sesuai dengan askep pada
pasien fraktur cruris
c) Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan, sebagai referensi dan tambahan
informasi dalam peningkatan dan mutu pendidikan di masa depan.
d) Bagi Rumah Sakit, hasil laporan kasus diharapkan menjadi informasi dalam
saran dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada
pasien rumah sakit yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau
tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih,
2012). Menurut Smeltzer (2018), fraktur adalah gangguan komplet atau tak-
komplet pada kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai jenis
keluasannya.
Fraktur Cruris merupakan patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada proksimal (kondilus), diafisis atau persendian
pergelangan kaki (Muttaqin, 2008).
Fraktur Cruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang
tibia dan fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai
kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah)
sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang
patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Helmi, 2016).
Fraktur tibia fibula adalah terputusnya kontinuitas tulang tibia dan
fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga
memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan
udara luar dan fraktur tertutup (Zairin, 2012).
2. Anatomi
Tibia dan Fibula merupakan dua tulang panjang pada kaki bagian bawah.
Tibia terletak medial ke fibula dan berukuran jauh lebih besar. Keduanya
terkait erat pada lutut dan pergelangan kaki, tetapi keduanya adalah dua tulang
yang terpisah yang terikat dengan membran interoseus. Anatomi tulang tibia
dan fibula dapat dilihat pada Gambar
Gambar Anatomi Tulang Tibia dan Fibula
Tulang tibia atau tulang kering adalah kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang
yang membentuk tulang kering dan lebih besar dari dua tulang-kaki bagian
bawah. Bagian atas tibia terhubung ke sendi lutut dan bagian bawah tibia
terhubung ke sendi pergelangan kaki. Meskipun tulang ini sangat kuat karena
membawa semua berat tubuh, tetapi tulang ini membutuhkan bantuan dari
fibula (BCH, 2017).
Tulang Fibula adalah tulang panjang, tipis dan lateral pada kaki bagian
bawah. Tulang ini sejajar dengan tibia, atau tulang kering. Fibula membentuk
tulang betis dan lebih kecil dari dua tulang kaki bagian bawah. Ujung atas
fibula terletak di bawah sendi lutut, tetapi tulang ini bukan bagian dari sendi
itu sendiri. Ujung bawah fibula membentuk bagian luar dari sendi pergelangan
kaki atau biasanya dapat dilihat sebagai benjolan tulang di bagian luar
pergelangan kaki. Dibandingkan dengan tibia, fibula memiliki panjang yang
sama namun sangat tipis. Perbedaan ketebalan sesuai dengan peran dari dua
tulang kaki tersebut. Tibia membawa beban tubuh dari lutut ke pergelangan
kaki, sementara fibula hanya berfungsi sebagai pendukung tibia. Tulang fibula
tidak membawa banyak berat tubuh, namun tulang ini memainkan peran
penting dalam menstabilkan pergelangan kaki dan mengdukung otot-otot kaki
bagian bawah (BCH, 2017).
3. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur dibagi menjadi beberapa yaitu :
1. Berdasarkan komplet atau ketidak klomplitan fraktur :
1) Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran.
2) Fraktur inkomplet : patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
2. Berdasarkan sifat fraktur :
Fraktur simple/tertutup : tidak menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur kompleks/terbuka : merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau membrane mukosa sampai ke patahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi :
1) Grade I dengan luka bersih, panjangnya ≤ 1 cm.
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak.
3) Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan yang paling berat.
3. Berdasarkan bentuk garis patah :
1) Fraktur Greenstick : fraktur salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok.
2) Fraktur Tranversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Fraktur Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah
tulang.
4) Fraktur Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang
4. Etiologi
1) Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
(1) Cedera langsung berarti pukulan langsung / benturan pada tulang
secara langsung dan mengakibatkan terjadi fraktur di tempat itu
(2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
2) Fraktur Patologi
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit seperti: Tumor
tulang (jinak atau ganas), osteoporosis .
3) Secara spontan, Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga
4) Degenerasi Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri/usia
lanjut.
5. Patofisiologi
Kondisi anatomis dari tulang tibia yang terletak di bawah subkutan
memberikan dampak terjadinya risiko fraktur terbuka lebih sering
dibandingkan tulang panjang lainnya apabila mendapat suatu trauma.
Mekanisme cedera dari fraktur cruris dapat terjadi akibat adanya daya putar
atau puntir dapat menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda. Daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau
oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung,
salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit. Cedera langsung akan
menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Tibia atau tulang kering
merupakan kerangka utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari
fibula atau tulang betis. Pada kondisi klinik, kedua tulang ini dinamakan
tulang cruris karena secara anatomis kedua tulang ini pada beberapa
keadaan seperti pada trauma yang mengenai tungkai bawah, kedua tulang
ini sering mengalami fraktur. Pada kondisi trauma, anatomi tulang tibia
yang sangat mendekati permukaan (karena hanya dilapisi oleh kulit)
memberikan kemungkinan lebih sering terjadi fraktur terbuka. Otot-otot dan
ligamen kaki secara fisiologis mampu menggerakkan berbagai fungsi dari
telapak kaki (Helmi, 2012).
Kondisi klinis fraktur cruris terbuka pada fase awal menimbulkan
berbagai masalah keperawatan pada klien, meliputi respons nyeri hebat
akibat rusaknya jaringan lunak dan kompresi saraf, risiko tinggi cedera
jaringan akibat kerusakan vaskular dengan pembengkakan lokal yang
menyebabkan sindrom kompartemen yang sering terjadi pada fraktur
proksimal tibia, risiko syok hipovolemik sekunder akibat cedera vaskular
dengan perdarahan hebat, hambatan mobilitas fisik sekunder akibat
kerusakan fragmen tulang dan risiko tinggi infeksi sekunder akibat port de
entree luka terbuka. Pada fase lanjut, fraktur cruris terbuka menyebabkan
terjadinya malunion, non-union dan delayed union (Helmi, 2016)
Pada fase awal menimbulkan berbagai masalah keperawatan pada
pasien, meliputi nyeri akibat dari fraktur, masalah ortopedi, pembengkakan,
atau inflamasi perubahan perfusi jaringan perifer akibat dari
pembengkakan, alat yang mengikat, atau gangguan aliran balik ; kerusakan
pemeliharaan kesehatan akibat hilangnya kemandirin ; gangguan citra
tubuh, harga diri atau kinerja peran akibat dari dampak masalah
muskuloskeletal ; kerusakan mobilitas fisik akibat dari nyeri,
pembengkakan, atau penggunaan alat imobilisasi ; kurang pengetahuan ;
dan ansietas serta ketakutan (Lukman & Ningsih, 2009).
Pathway Fraktur
6. Manifestasi Klinis
Menurut Nurafif & Kusuma (2015), Tanda dan gejala dari fraktur
antara lain :
1) Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Deformitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
3) Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
4) Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
5) Tidak dapat menggunakan anggota gerak
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur,
harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
(1) Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
(2) Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
(3) Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan
yang normal)
(4) Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2) Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
(1) Darah rutin,
(2) Faktor pembekuan darah,
(3) Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
3) Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan
vaskuler akibat fraktur tersebut.
8. Penatalaksanaan
Prinsip terapi fraktur
1) Reduksi
Menggantungkan kaki dengan tarikan atau traksi
2) Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat
fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur
ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan
brace yang tersedia secara komersial.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak
sebagai imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di atas
bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada
penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan
memakai gips/brace.
3) Operatif
Penatalaksanaan fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
a) Absolut
Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan
operasi dalam penyembuhan dan perawatan lukanya
Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki
jalannya darah ditungkai
Fraktur dengan kompartemen sindrom
Cidera multiple yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas
pasien juga mengurangi nyeri
b) Relative, jika adanya:
Pemendekan
Fraktur tibia dengan fibula instak
Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
1. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
(1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
(2) Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna).
(3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal.
Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang
lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung,
stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
(4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
(5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi
saat suplai darah ke tulang kurang baik.Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur
berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien
merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap
pada saat menahan beban
(6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi.Ini biasanya terjadi pada fraktur.
(7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).Patogen
dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama
operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur
dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
(1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
(2) Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang-kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
(3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
4) DISABILITY
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, Anisokor, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
5) EXPOSURE
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi,
edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
- Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
- Saturasi oksigen
- Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine
- Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
- Ada tidaknya nyeri
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
8) H 1 SAMPLE
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala
9) H 2 HEAD TO TOE
- Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
- Kaki kanan
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien
fraktur adalah sebagai berikut:
Pre Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) (D.0077)
Intra Operasi
a. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (D.0142)
Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
(D.0077)
3. Intervensi
Preoperasi
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Menurun Manajemen nyeri (1.08238)
berhubungan dengan Kriteria hasil :
1. Observasi
agen pencedera fisik - Keluhan nyeri menurun Identifikasi lokasi,
(trauma) (D.0077) - Meringis menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
- Gelisah menurun kualitas, intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
- Frekuensi nadi membaik
Identifikasi respon nyeri
- Pola napas membaik non verbal
- Tekanan darah membaik Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
- Fokus membaik
nyeri
- Perilaku membaik Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan
tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Kadar sel darah putih membaik edema • Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi :
Kolaborasi :
Post operasi
SDKI SLKI SIKI
Tingkat nyeri (L.08066) Menurun Manajemen nyeri (1.08238)
Nyeri akut
Kriteria hasil :
berhubungan dengan 1. Observasi
agen pencedera fisik - Keluhan nyeri menurun Identifikasi lokasi,
(prosedur operasi) - Meringis menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
- Gelisah menurun kualitas, intensitas nyeri
(D.0077) Identifikasi skala nyeri
- Frekuensi nadi membaik
Identifikasi respon nyeri
- Pola napas membaik
non verbal
- Tekanan darah membaik Identifikasi faktor yang
- Fokus membaik memperberat dan memperingan
nyeri
- Perilaku membaik
Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan
tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
a) Identitas pasien
Nama : Ny. N
Umur : 31 tahun
No.Register : 3271XX
Alamat : KP. Timur-Asembagus-Situbondo
Diagnose Medis : Close fraktur cruris (D)
Tanggal MRS : 10 November 2021
Tanggal pengkajian : 22 November 2021
Ruang : Pre operasi
b) Keluhan utama :-
c) Riwayat penyakit : Tidak ada
d) Riwayat operasi : Post Op Craniotomy (E), FCH + SDH + decu tgl 12
November 2021
e) Riwayat alergi : Tidak ada
f) Jenis operasi : Bersih
g) Tanda-tanda vital : TD: 120/60 mmHg, Nadi : 60 x/menit, RR: 22 x/ menit,
suhu: 36’7oC
h) Riwayat psikososial
a. Status emosional : Gelisah
b. Tingkat kecemasan : Cemas
c. Skala kecemasan
□ 0 = Tidak Cemas
□ 1 = Mengungkapkan kerisauan
□ 2 = Tingkat perhatian tinggi
□ 3 = Kerisauan tidak berfokus
□ 4 = Respon simpati-adrenal
□ 5 = panic
d. Skala nyeri
j) Hasil rontgen
k) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien Lemah
2) Kesadaran
GCS 4-4-6
3) Pemeriksaan head to toe
(1) Kepala dan rambut
Terdapat luka bekas operasi, tidak ada hematom, dan rambut tampak
sedikit kotor.
(2) Wajah
Wajah simetris, tidak ada lesi pada wajah, tampak tegang, dan gelisah,
Ekspresi wajah tampak meringis menahan nyeri jika kedua kaki
digerakkan
(3) Mata
Tidak odem, pupil isokor, reflek cahaya positif.
(4) Hidung
Simetris, dan tidak ada perdarahan pada hidung
(5) Telinga
Tidak ada gangguan pendengaran pada pasien
(6) Mulut dan bibir
Mulut kering, tidak sianosis dan tidak ada reflek muntah,
(7) Leher
Tidak ada jejas
(8) Tangan
Tidak Terdapat luka
(9) Kaki
Kaki kanan terpasang spalk
1. Persiapan pasien
1. Perawat kamar operasi memeriksa kesesuaian identitas pasien dengan
mengecek gelang identitas pasien
2. Perawat kamar operasi memeriksa kelengkapan status pasien termasuk
inform consent yang sudah ditandatangani oleh keluarga dan saksi-saksi.
3. Pengecekan administrasi, meliputi:
a. Surat persetujuan operasi
b. Surat persetujuan anastesi
c. Hasil laboratorium dan penunjang lainnya
4. Perawat membantu pasien untuk ganti baju, memakai topi bedah kemudian
pindah ke brankar.
5. Kemudian cek tanda-tanda vital
2. Persiapan ruangan
a. Mempersiapkan dan mengecek apakah meja
operasi, lampu operasi, mesin suction, AC, meja mayo, ESU, back table
berfungsi dengan baik.
b. Memberi alas perlak pada meja operasi
c. Mempersiapkan linen, istrumen dan BHP yang akan
digunakan
d. Menempatkan tempat sampah yang sesuai agar
mudah penggunaannya.
e. Set ruangan
Nama Alat Jumlah
Meja instrument 2
Meja mayo 1
Meja operasi 1
Mesin suction 1
Lampu operasi 2
Tempat sampah 1
Lampu baca foto 1
Mesin anastesi 1
3. Hand Over
a. Situation : Pasien elektif
b. Background
Diagnose pra operatif : Close Fraktur Cruris
Rencana operasi : Orif Cruris
RPD : Post Op Craniotomy Evakuasi FCH + SDH +
decompresi tgl 12 November 2021
Alergi : tidak ada
Darah : tidak ada
Marking : tidak
Informed consent : ada
Foto : ada
Pemeriksaan Lab : ada
Alat bantu : tidak ada
Kesadaran : GCS 4-4-6
Keluarga : menunggu diruang tunggu yang sudah
disediakan
4. Transfer
Pasien ditransfer dari ruang pre operasi ke ruang operasi 12 oleh perawat
anasthesi.
C. Intra Operatif
Suhu ruangan : 20,4oC
Kelembapan udara : 67%
5. Sign in ( jam 10.00)
Meja
perawat
Meja operasi
Mesin
anstesi
Asisten 1 : Faiz
Asisten 2 : Hari
Analisis Data
NO DATA DIAGNOSA ETIOLOGI
PRE OPERATIF
1. DS : - Ancietas [D.0080] Kurang terpapar
Diagnosis Kepeerawatan
Pre Operatif
1. D.0080 Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
2. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (prosedur operasi)
Intra Operatif
1. D.0142 Resiko infeksi berhubungan dengan
peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
Post operatif
1. D.0143 Resiko jatuh berhubungan dengan
Efek agen farmakologis (sedasi)
Terapeutik
- Terapkan kewaspadaan
umum (Cuci tangan
aseptic, memakai APD,
seperti masker, sarung
tangan, pelindung wajah,
pelindung mata, apron,
sepatu boots sesuai
model transmisi
mikroorganisme )
- Pertahankan suhu
tubuh dalam rentang
normal
- Cuci tangan dengan
CHG 2% atau sesuai
protocol
- Berikan profilaksis
antibiotic sesuai
indikasi
- Gunakan baju, laken,
alas, draping, dan
pelindung luka
disposable
- Lakukan irigasi luka
dengan cairan steril
atau cairan povidone
iodine
- Gunakan hepafilter
pada area khusus
- Hindari penggunaan
lampu UV untuk
mensterilisasi ruang
bedah
L02017 Tingkat Perdarahan 1.02067 Pencegahan
D.0012 Resiko
Setelah dilakukan tindakan pendarahan
perdarahan
keperawatan selama 1x 2 jam Observasi
berhubungan dengan
tingkat perdarahan menurun Monitor tanda dan gejala
Kriteria Hasil: perdarahan
tindakan
Membran mukosa lembap 5 Monitor nilai hematocrit
pembedahan
Perdarahan pasca operasi /homoglobin sebelum dan
menurun 5 setelah kehilangan darah
Hemoglobin membaik 5 Monitor tanda-tanda vital
Tekanan darah membaik 5 Monitor koagulasi (mis.
Suhu tubuh membaik 5 Prothombin time (TM),
partial thromboplastin time
(PTT), fibrinogen,
degradsi fibrin dan atau
platelet)
Terapeutik
Pertahankan bed rest
selama perdarahan
Batasi tindakan invasive
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat dan mengontrol
perdarhan
Kolaborasi pemberian
prodok darah
Post Operatif
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Fraktur merupakan terputus atau rusaknya kontinuitas jaringan tulang yang
disebabkan oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang. Menifestasi klinis dari adanya fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
pembengkakan lokal.
Pada kasus ini fraktur yang dialami pasien adalah fraktur fibula dan
tibia.Penatalaksanaan fraktur ekstremitas bawah salah satunya yaitu dengan
tindakan ORIF. ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu jenis
tindakan pembedahan dengan pemasangan fiksasi internal yang dilakukan ketika
fraktur tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup, untuk
mempertahankan posisi tulang yang tepat pada fragmen (Potter dan Perry , 2010).
Pada pasien Ny. N dilakukan tindakan operasi dengan prosedur ORIF pada
tulang tibia saja, karena tulang tibia adalah kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak distal dari fibula, yangfungsi utamanya sebagai penopang berat
badan dan pembentuk sendi lutut serta pergelangan kaki.
Preoperative
Pada tahap preoperative didapatkan diagnose ancietas dan Nyeri Akut,
diagnose ini ditegakkan karena ditemukan data objektif, Ekspresi wajah pasien
tampak meringis menahan nyeri jika kedua kaki digerakkan, Wajah tegang dan
gelisah, dengan kriteria nyeri P : nyeri saat kaki digerakan, Q : -, R : nyeri pada
kaki kedua kaki, S : Skala 6, T : terus menerus.
Intraoperatif
Pada tahap preoperative didapatkan diagnose resiko infeksi berhubungan
dengan efek prosedur invasive (D.0142). Diagnosa ini ditegakkan karena adanya
luka sehingga luka dengan tindakan pembedahan rentan terhadap terjadinya
infeksi apabila kurang menjaga kebersihan luka saat dilakukan operasi tetapi
selama operasi berlangsung tim operasi memperhatikan tehnik aseptic untuk
mencegah terjadinya infeksi dikemudian hari. Resiko perdarahan berhubungan
dengan tindakan pembedahan (D.0012), Hal ini sesuai dengan teori bahwa akan
dilakukan operasi, dilakukan tindakan ORIF cruris. saat pembedahan dilakukan
Sayatan di area kaki kanan, tanda – tanda vital TD : 118/72 mmHg, N: 78 x/
menit, perdarahan ± 150 cc, dan dimasukkan produk darah PRC 2 kolf.
Postoperative
Untuk postoperative ditemukan diagnose Resiko jatuh berhubungan dengan Efek
agen farmakologis (sedasi) (D.0143), karena kesadaran pasien undersedasi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Pasien
1. Perawat
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa yang sedang praktek, gunakan kesempatan ini sebaik mungkin untuk
mengetahui sisi baik, buruk dari segi sosial dan juga dari segi pendidikan
keperawatan hingga lebih berpengalaman dalam bidang keperawatan.