Al-Quran sebagai paradigma adalah dasar dari tradisi ilmiah dalam Islam, karena
Al-Qur'an memiliki kemampuan sebagai cara berpikir, cara penyelidikan, yang menghasilkan
mode mengetahui tradisi ilmiah Islam, Al-Quran adalah digunakan sebagai poin utama yang
mengatur banyak aspek kehidupan, terutama sebagai dasar paradigma pendidikan. Paradigma
Al-Qur'an digunakan sebagai hubungan antara wahyu, akal, dan ilmu pengetahuan. Jadi ini
keyakinan dasar Islam, memberikan stabilitas dan kepercayaan diri pada diri mereka sendiri
dengan lurus jalan hidup dan juga menggiring mereka sampai hari ini selanjutnya. Ada simbiosis
hubungan antara Al-Qur'an dan Sains. Selain itu, Al-Qur'an harus tunjukkan poin-poin utama
dan renungkan sistem pendidikan. Untuk membuat Al-Qur'an sebagai tradisi ilmiah Islam, maka
kita harus berusaha memahami maknanya; menjernihkan pikiran, hati dan jiwa dalam
membangun hati untuk memahami Al-Qur'an; menyadari bahwa Al-Qur'an adalah sumber
PENDAHULUAN
Perkembangan dunia yang dipacu dan dipicu oleh pengaruh modernisasi serta globalisasi
yang berjalan secara ekstensif dan intensif (Juhji, & Nuangchalerm, 2020). Secara ekstensif
manusia sedunia terkena pengaruh dan implikasinya dan secara intensif pengaruh itu merambah
ke ranah sosiokultural, menukik ke dimensi nilai-nilai (values). Selain dibawa menuju kepada
kemajuan, manusia juga dibawa ke jurang krisis yang bermuara pada krisis pemaknaan hidup
dan kehidupan. Begitu riilnya pengaruh ilmu dalam kehidupan modern sehingga Beerling
menyatakan bahwa “tugu peringatan terbesar” yang telah didirikan oleh kebudayaan Barat untuk
zaman modern ialah ilmu yang menguasai seluruh bidang kebudayaan, teknik, ekonomi, politik,
Modernitas dengan ilmu sebagai tiang penyangga pokok pun pada gilirannya berbelok
meninggalkan misi dasarnya -misi pembebasan- dengan metamorfosis ke arah saintisme. Dengan
perkembangan itu ilmu menggeser dirinya sebagai pandangan dunia (worldview) yang secara
bangsa-bangsa Timur pun menderita hegemoni itu. Malahan, “doktrin” hegemonik Barat pernah
menyebut komunitas non-Barat sebagai “dunia sisa” dan hubungan Barat-adalah hubungan
khusus dari mana kaum Muslim memandang ilmu, (Lahire, 1960: 120-121) akan tetapi juga
menekankan keharusan yang mendesak untuk mencari ilmu. seperti yang diketahui perintah
Allah yang pertama kepada Nabi Muhammad Saw melalui wahyu yang diterimanya
adalah”bacaan dengan (menyebut) nama Allah,” dan dari sudut pandang Islam itulah, membaca
bukan hanya pintu menuju ilmu, akan tetapi juga cara untuk mengetahui dan menyadari Allah.
ilmu murni dan terapan. Dari pandangan tersebut ilmu mempunyai dua tujuan, yakni tujuan ilahi
dan tujuan duniawi. Ilmu berfungsi sebagai pertanda Allah, sebab orang yang mempelajari alam
dan proses-prosesnya dengan seksama dan mendalam akan menjumpai banyak kasus yang
menunjuk kepada tangan yang tidak tampak, yang membina dan mengawasi semua kejadian di
dunia. Tangan itu adalah tangan yang Maha kuasa dan Maha tahu. Dari tujuan duniawi ilmu
adalah untuk memungkinkan seseorang hidup dengan berhasil dan dengan efektif dengan jalan
memahami alam, baik yang fisis maupun psikis, dan jalan memanfaatkan ilmu itu untuk
kemaslahatan para individu dan masyarakat (C.A. Qadir, 1991: 16). Pertentangan itu terjadi
bukan hanya antara agama dan ilmu pengetahuan, tapi juga antara agama dan ideologi yang
dihasilkan oleh pemikiran modern yang erat hubungannya dengan kemajuan yang dicapai dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Semua ini menimbulkan nilai-nilai baru yang tidak
sedikit diantaranya bertentangan dengan nilai-nilai lama yang dipertahankan oleh agama.
Dampak lebih jauh dari pertentangan ini terutama di dunia yang sedang berkembang termasuk
negara kita Indonesia yang masih mencari-cari atau memantapkan identitasnya dapat
menimbulkan instabilitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejauh ini di zaman
modern ilmu mengalami banyak perubahan yang signifikan (Juhji, 2019), sedang agama
bergerak dengan lamban sekali, karena itu terjadi ketidakharmonisan antara agama dan ilmu
pengetahuan serta teknologi. Dalam ensiklopedi Agama dan filsafat dijelaskan bahwa Islam
adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya untuk mengajarkan tentang pokok-pokok serta
menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia dengan mengajak mereka untuk
memeluknya. Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah
B. Rumusan Masalah
3. Bagaimana menerapkan paradigma qurani dalam upaya membangun bangsa yang berkarakter
4. Bagaimana membangun dunia yang damai, aman, dan sejahtera sebagai implementasi ajaran
islam?
C. Tujuan Penelitian
yang berkarakter
4. Mengenali implementasi ajaran islam untuk kehidupan yang damai, aman, dan sejahtera
BAB II
Secara etimologis kata paradigma berasal dari bahasa Yunani yang asal katanya dari para
dan digma. Para mengandung arti ‘di samping’, ‘di sebelah’, dan ‘keadaan lingkungan’. Digma
berarti ‘sudut pandang’, ‘teladan’, ‘arketif’ ; dan ‘ideal’. Dapat dikatakan bahwa paradigma
adalah cara pandang, cara berpikir, cara berpikir tentang suatu realitas. Adapun secara
terminologis paradigma adalah cara berpikir berdasarkan pandangan yang menyeluruh dan
konseptual terhadap suatu realitas atau suatu permasalahan dengan menggunakan teori-teori
ilmiah yang sudah baku, eksperimen, dan metode keilmuan yang bisa dipercaya.
Dengan demikian, paradigma Qurani adalah cara pandang dan cara berpikir tentang suatu
mengandung suatu gagasan murni yang bersifat metahistoris. Menurut Kuntowijoyo (2008),
Al-Quran sesungguhnya menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan cara
Al-Quran jelas akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan umat manusia. Kegiatan itu
mungkin bahkan tentu saja akan menjadi rambahan baru bagi munculnya ilmu-ilmu pengetahuan
alternatif. Premis-premis normatif Al-Quran dapat dirumuskan menjadi teori-teori yang empiris
dan rasional. Struktur transendental Al-Quran adalah sebuah ide normatif filosofis yang dapat
dirumuskan menjadi paradigma teoretis. Paradigma Qurani akan memberikan kerangka bagi
pertumbuhan ilmu pengetahuan empiris dan ilmu pengetahuan rasional yang orisinal, dalam arti
sesuai dengan kebutuhan pragmatis masyarakat Islam yaitu untuk mengaktualisasikan misinya
Al-Quran bagi umat Islam adalah sumber primer dalam segala segi kehidupan. Al-Quran
adalah sumber ajaran teologi, hukum, mistisisme, pemikiran, pembaharuan, pendidikan, akhlak
dan aspek-aspek lainnya. Tolok ukur benar / salah, baik / buruk, dan indah / jelek adalah
Al-Quran. Jika mencari sumber lain dalam menentukan benar / salah, baik / buruk, dan indah /
jelek, maka seseorang dianggap tidak konsisten dalam berislam, suatu sikap hipokrit yang dalam
Untuk apa Al-Quran diturunkan? Apa tujuan Al-Quran diturunkan? Yusuf al-Qardhawi
menjelaskan bahwa tujuan diturunkan Al-Quran paling tidak ada tujuh macam, yaitu: 1)
meluruskan akidah manusia, 2) meneguhkan kemuliaan manusia dan hak-hak asasi manusia, 3)
mengarahkan manusia untuk beribadah secara baik dan benar kepada Allah, 4) mengajak
manusia untuk menyucikan rohani, 5) membangun rumah tangga yang sakinah dan
menempatkan posisi terhormat bagi perempuan, 6) membangun umat menjadi saksi atas
tiang-tiang tauhid sebagai landasan beragama sangat penting eksistensinya sebab bersikap
sebaliknya yaitu syirik merupakan sikap yang sangat tercela, bahkan hukum Islam memandang
syirik sebagai suatu tindak pidana ( jarīmah jarīmah) yang sangat terlarang.Syirik termasuk
dosa yang besar sebab dalam syirik ada kezaliman terhadap kebenaran, dan penyimpangan
terhadap kebenaran hakiki, serta ada pelecehan terhadap martabat. Itulah kemanusiaan yang
cenderung kepada kebatilan dan khurafat. Al-Quran menginformasikan kepada kita bahwa
Nabi Muhammad bahkan semua para nabi mengajak kaumnya untuk beribadah hanya
kepada Allah.
Menjelaskan akibat bagi orang-orang yang membenarkan para rasul dan akibat bagi
orang-orang yang mendustakan para rasul. Di dalam Al-Quran ada kisah yang panjang
yang merupakan bagian dari kisah-kisah para rasul bersama umat mereka yang ujungnya
merupakan bagian dari kisah-kisah para rasul bersama umat mereka yang ujungnya
kecelakaan bagi orang-orang yang mendustakan para rasul dan keselamatan bagi orang-orang
kecelakaan bagi orang-orang yang mendustakan para rasul dan keselamatan bagi orang-orang
yang beriman kepada para rasul. Dan (telah Kami binasakan) kaum Nabi Nuh tatkala mereka
mendustakan para rasul, maka mereka mendustakan para rasul, maka Kami Tenggelamkan
mereka dan Kami jadikan mereka sebagai ayat bagi manusia yang lain. Dan Kami sediakan bagi
orang-orang yang berlaku zalim siksa yang menyakitkan. Kemudian Kami selamatkan
rasul-rasul rasul Kami dan orang-orang yang beriman. Demikianlah hak bagi Kami adalah
baik dalam ayat madaniyyah maupun makkiyyah bahwa iman terhadap akhirat dan segala
sesuatu yang yang ada di akhirat berupa hisab, surga, dan neraka adalah bagian dari tujuan
Mengingatkan manusia akan penciptaan benda-benda yang amat besar sangatlah mudah bagi
Allah, apalagi menghidupkan kembali manusia yang sudah mati, tentunya sesuatu yang amat
mudah bagi Allah. Tidakkah mereka berpikir sesungguhnya Allah, Dialah yang menciptakan
langit dan bumi, dan tidaklah sulit bagi-Nya menghidupkan yang sudah mati ,ingatlah
sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. Menjelaskan hikmah adanya pembalasan di
akhirat sehingga jelas ketidaksamaan orang yang berbuat baik dan yang berbuat buruk, termasuk
balasan bagi orang baik dan orang jahat. Dengan demikian, tampaklah bahwa kehidupan
dunia itu hanyalah permainan dan kesia-siaan. Apakah kamu kamu menyangka bahwa Kami
menciptakan kamu hanya main-main, dan kamu akan dikembalikan kepada kami. (QS Al-(QS
Al-Mu'minun/23: 115).
Kami bawa mereka (untuk menguasai) daratan dan lautan, dan kepada mereka yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka atas kebanyakan sebagian yang telah mereka yang
telah kami ciptakan.” (QS AlKami ciptakan.” (QS Al-Isra`/17: 30).-Isra`/17: 30).“Tidakkah
kamu berpikir sesungguhnya Allah telah menaklukkan untuk kamu segala apa yang ada di
langit dan di bumi dan Allah menyempurnakan untuk kamu nikmat lahir dan
menyempurnakan untuk kamu nikmat lahir dan batin.” (QS Luqman/31: 2)Hak-Hak Manusia
Dalam upaya menguatkan kemuliaan manusia, pada empat belas abad silam, Al-Quran telah
kelompok yang menamakan diri pejuang hak asasi manusia sekarang ini.Allah menciptakan
manusia bebas berekspresi berekspresi untuk untuk berpikir dan berpendapat. Allah
berfirman,“Katakanlah,perhatikanlah yang ada di langit dan apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi”(QS Yunus/10: 101).Hak untuk menikmati hasil usaha sendiri dengan halal Hak
memiliki tempat tinggal yang layak: QS halal: (QS An-Nisa`/4: 32). Hak untuk terjaga darahnya,
hartanya, dan hak miliknya. Hak untuk terjaga darahnya, dan hak miliknya. Hak untuk menjaga
harga dirinya dan kemuliaannya. Hak mempertahankan diri. Hak mendapatkan keadilan,
mempertahankan diri. Hak terpenuhi keperluan hidup jika ia memang lemah atau fakir. Hak
untuk setuju atau menolak kepada ulil amri (pemerintah). Hak menolak kemungkaran.
hak-hak manusia secara umum dan Al-Quran secara khusus mengangkat hak-hak orang
lemah agar tidak teraniaya (terzalimi) agar tidak diabaikan oleh para penegak hukum. Sangat
banyak ayat-ayat Al-Quran yang membahas masalah ini baik ayat makkiyah maupun
madaniyyah.
Dari hasil penelitian Amra Bone yang berjudul Knowledge : The Qur'anic Discourse
Concerning Reason and Revelation and its Impact, ditemukan adanya hubungan simbiosis antara
pengetahuan manusia yang berasal dari dunia alam dan wahyu sebagai pengungkap misteri
tersebut, sehingga manusia tersebut akan semakin menyadari hakikat dirinya yang sebenarnya,
dan menyadari kebesaran Tuhan-Nya, sehingga senantiasa menjaga integritasnya di hadapan
Tuhan-Nya (Bone, 2016: ). Amra Bone menyimpulkan bahwa wahyu membimbing manusia dan
membantunya untuk melanjutkan usahanya tanpa tersesat. Dia tidak melebihi kewenangannya
dan menjadi sombong dengan menyarankan dia lebih tahu dari orang lain, dan merebut hak-hak
dan kebebasan orang lain. Epistemologi Al-Qur'an memberikan pintu lebar bagi pencarian
pengetahuan, dan mengejar kepentingan sendiri yang unik dengan ketulusan dan kerendahan hati
dan tanpa arogansi, bekerja untuk kepentingan kemanusiaan. Ini adalah tugasnya sebagai wakil
Allah, Khalifah, di bumi. Dalam era modern kita, kita semakin sadar kerusakan yang telah kita
disebabkan lingkungan. Sementara itu adalah Al-Qur'an yang memberikan kita pengetahuan
tentang tanggung jawab kita sebagai Khalifah, kami tidak dapat memenuhi tanggung jawab ini
tanpa memperoleh alat rasional ilmu (Bone, 2016: 279-283 ).
Selain itu, Al-Qur·an juga memiliki keterkaitan dengan sistem pendidikan, dimana
terdapat poin-poin dari al-Qur·an yang merefleksikan dan mengindikasikan sistem pendidikan.
Hal ini terdapat dalam penelitian tentang Al-Qur·an dari Sussan Keshavarz, dimana dari hasil
penelitianya, ia memperoleh 5 poin utama dari Al-Qur'an yang memiliki fungsi dalam
merefleksikan dan mengindikasikan sistem pendidikan, yaitu (Keshavarz, 2010: 1812- 1814):
Pertama, dimensi pemeliharaan intelektual, termasuk objek-objek tentang undang-undang ilahi
(syariat Islam), dan tanda-tanda Allah di cakrawala dan di dalam jiwa. Kedua, persyaratanya:
pengetahuan, sikap mencari kebenaran, penyaringan (furqan), dan pemurnian jiwa. Ketiga,
metode-metodenya: mengisahkan sejarah, perumpamaan, dialog, dan intrinsik kognisi. Keempat,
hambatannya: kecurigaan atau dugaan, kesombongan, kemarahan, dan buta imitasi. Kelima,
yaitu mencoba untuk menerapkan implikasi yang relevan untuk sistem pendidikan sosial
kontemporer di alam penetapan tujuan dengan mengajar melalui metode pembelajaran dan
evaluasi.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Islam sebagai agama dengan paket
ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah banyak berbicara tentang ilmu dan menempatkan orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan pada derajat terhormat. Semua ilmu pengetahuan agama maupun
ilmu pengetahuan lainnya bersumber dari Allah Swt, sehingga tidak perlu ada dikotomi antara
keduanya. Berkembangnya temuan saintis Barat beserta ide-ide yang ditimbulkannya
berpengaruh besar terhadap munculnya ide dan gagasan pembaharuan di dunia Islam maupun
dunia Barat. Sehingga pada akhirnya Islam dan dunia modern sama-sama memandang ilmu
dianggap saling keterkaitan. Dalam ajaran Agama yang berpusat pada sistem Tauhid, dijadikan
basis sains dan ilmu pengetahuan tanpa harus ada pemisahan.
Demikianlah, jika Al-Quran senantiasa dijadikan sebagai paradigma berpikir, maka
Al-Quran akan mampu membimbing akal pikiran untuk mampu berpikir dengan benar, karena
Al-Quran adalah cahaya yang menerangi kegelapan, sehingga kita dapat membedakan apa yang
benar dan apa yang salah secara tepat, tergantung dari seberapa besar cahaya Al-Quran yang kita
peroleh. Dan kesadaran akan keutamaan Al-Quran ini pernah menjadikan Islam sebagai suatu
imperium dunia, dan tergerusnya kesadaran ini juga lambat laun telah menyebabkan hancurnya
imperium Islam. Sebagaimana yang terjadi pada pada masa kekhalifahan Abbasiyah, yang telah
menjadikan filsafat Yunani sebagai falsafah hidupnya, setelah adanya Al-Quran di tangan
mereka, sehingga menyebabkan hancurnya kejayaan Islam di masa itu, karena ³Dan barangsiapa
berpaling dari pengajaran Allah yang Maha Pengasih (Al-Quran), Kami biarkan setan
(menyesatkannya) dan menjadi teman karibnyaµ (QS Az Zukhruf (43) ayat 36).
DAFTAR PUSTAKA