PENDAHULUAN
Waduk merupakan danau atau badan air buatan yang terbentuk akibat
pembendungan aliran sungai. Pembangunan waduk merupakan satu usaha dalam
memanfaatkan sumberdaya air semaksimal mungkin. Agar kualitas sumberdaya
perairan tersebut tetap lestari dan menguntungkan, maka untuk memanfaatkan
perairan tersebut perlu diketahui tingkat kesuburan dan faktorfaktor pendukung
lainnya (Sofarini 2012). Bendungan merupakan penahan air tampungan berupa
timbunan urugan berbentuk bendung atau dam. Di Indonesia, kebanyakan
bendungan merupakan urugan tanah homogen dan zonal sisanya ada pula
bendungan urugan batu (Somantri et al. 2016). Bendung adalah suatu bangunan
yang dibuat dari pasangan batu kali, bronjong atau beton, yang terletak melintang
pada sebuah sungai yang tentu saja bangunan ini dapat digunakan pula untuk
kepentingan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air minum, pembangkit
listrik atau untuk pengendalian banjir. Menurut macamnya bendung dibagi dua,
yaitu bendung tetap dan bendung sementara, bendung tetap adalah bangunan yang
sebagian besar konstruksi terdiri dari pintu yang dapat digerakkan untuk mengatur
ketinggian muka air sungai sedangkan bendung tidak tetap adalah bangunan yang
dipergunakan untuk menaikkan muka air di sungai, sampai pada ketinggian yang
diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier (Mangore VR
2013).
Waduk Jatigede merupakan bagian wilayah sungai Cimanuk-Cisanggarung
mencakup daerah aliran sungai Kab.Garut, Sumedang, Majalengka, Cirebon,
Inderamayu, Kuningan serta Brebes Jawa Tengah. Waduk Jatigede terletak di
Kampung Jatigede Kulon Desa Cijeungjing Kecamatan Jatigede Kabupaten
Sumedang. Waduk Jatigede memiliki luas 4.891,13 ha yang meliputi 5 (lima)
Kecamatan yaitu: Kec Jatigede, Kec Jatinunggal, Kec Wado, Kec. Darmajaya dan
Kec Cisitu serta 26 (Dua puluh enam) Desa. Peruntukan utama adalah untuk
Pembangkit listrik Tenaga Air, Irigasi Pertanian dan 654,84 Ha atau 1,45 %
(Susanto dan Sukadwilinda 2016). Praktikum ini bertujuan memberikan
pengetahuan mengenai regulator pasif (weir) dan regulator aktif (gate) pada suatu
bangunan bendungan. Selain itu, praktikum ini juga bertujuan mengidentifikasi
aplikasi regulator pasif (weir) dan regulator aktif (gate) yang terdapat pada Waduk
Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
TINJAUAN PUSTAKA
Bendung
Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi untuk meninggikan
elevasi muka air sungai yang memberikan serta membagi air agar dapat mengalir
ke saluran pembawa dan masuk ke petak-petak sawah untuk keperluan irigasi agar
dapat menunjang pertanian dan ketahanan pangan nasional. Bendung (weir) juga
merupakan suatu bangunan yang dipakai untuk meninggikan taraf muka air di
sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran
irigasi dan petak tersier. Ketinggian itu akan menentukan luas daerah yang diairi
(command area) (Wigati et al. 2016). Menurut Kartasapoetra 1991, bendungan
merupakan bangunan air yang dibangun secara melintang sungai yang sedemikian
rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya naik sampai ketinggian tertentu,
sehingga air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap ke saluran-saluran
pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian.
Regulator
Regulator merupakan bangunan hidrolika yang berfungsi untuk mengatur
spesifikasi sumber air baik dari debit aliran maupun tinggi muka air yang dapat
diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan yang akan dipakai. Regulator manual atau
bendung gerak (barrage), merupakan bendung dengan elevasi mercu yang tidak
tetap (bisa digerakkan), atau dilengkapi dengan alat pengatur atau pintu, sehingga
dapat mengatur elevasi muka air (Roehman 2018). Fungsi utama bendung untuk
meninggikan elevasi muka air dari sungai yang dibendung sehingga air bisa disadap
dan dialirkan ke saluran lewat bangunan pengambilan (intake structure) (Sembiring
2010). Bendung merupakan aplikasi regulator pasif yang dibangun pada bagian
hulu sungai. Sedangkan pintu air (gate) merupakan regulator aktif yang dibangun
untuk mengatur tinggi muka air.
METODOLOGI
Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis, 19 Agustus 2021 pukul 13.00-16.00
WIB. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini berupa Microsoft
Word, Microsoft PowerPoint, Google Chrome, serta literatur ilmiah terkait
Bangunan Hidrolika. Langkah-langkah pada praktikum kali ini yaitu diawali
dengan bendungan yang ditentukan sebagai bangunan hidrolika yang dijadikan
sebagai topik bahasan pada tugas praktikum kali ini. Kemudian, dilanjutkan dengan
dicari bendungan yang memiliki kelengkapan data untuk dijadikan topik bahasan.
Bendungan Jatigede diambil sebagai topik bahasan pada tugas praktikum kali ini.
Peta lokasi Bendungan Jatigede dapat dilihat pada Gambar 2. Waduk Jatigede
terletak di Kampung Jatigede Kulon, Desa Cijeungjing, Kecamatan Jatigede,
Kabupaten Sumedang. Langkah berikutnya, dilakukan studi pustaka mencari data-
data Bendungan Jatigede. Kemudian, langkah terakhir disusun laporan praktikum
sebagai penulisan hasil buah pikiran dan slide presentasi untuk dipresentasikan.
Langkah-langlah tersebut disajikan pada diagram alir berikut.
Mulai
Selesai
Daerah Aliran Sungai Cimanuk dengan luas wilayah 3600 km2, memiliki potensi
air permukaan rata-rata sebesar 7,43 milyar m3/tahun. Kondisi topografi batas
Daerah Aliran Sungai ditetapkan berdasarkan garis kontur punggung yang terletak
di antara deretan Sungai Cimanuk bersumber dari kaki Gunung Papandayan di
daerah Kabupaten Garut. Sedangkan gunung-gunung yang membatasi wilayah
DAS Bendungan Jatigede di bagian hulu diantaranya adalah Gunung Guntur,
Gunung Kendang, Gunung Papandayan, Gunung Kasang, Gunung Cikuray dan
Gunung Putri. Kondisi jenis tanah pada DAS Cimanuk sangat bervariasi. Jenis
tanah yang dominan adalah Latosol. Sedangkan pada lokasi rencana bendungan
jenis tanahnya antara Andosol dan Grumusol. Peta lokasi DAS Cimanuk disajikan
dalam Gambar 4 berikut (Bappeda Jabar 2001).
Gambar 4 DAS Cimanuk (4 = Kab. Garut, 3 = Kab. Sumedang, 2 = Kab.
Majalengka, 1 = Kab. Indramayu)
Ketersediaan Air
Keseimbangan air di Waduk Jatigede diperoleh dengan menghitung
ketersediaan air dan kebutuhan air berdasarkan fungsi-fungsi yang direncanakan.
Perhitungan ketersediaan dilakukan berdasarkan data debit Sungai Cimanuk,
sedangkan curah hujan dipakai untuk mengisi data debit yang hilang. Perhitungan
simulasi dilakukan dengan menggunakan data observasi debit Bendung Eretan
selama 23 tahun pada Gambar 6 dan metode kurva massa. Untuk melengkapi data
debit yang hilang digunakan transformasi dari curah hujan ke debit dengan metode
F.J. Moc. Perhitungan debit andalan debit Sungai Cimanuk dalam rentang tahun
1985 hingga 2007 (Gambar 7). Rekapitulasi debit andalan Sungai Cimanuk
berdasarkan basic months didapatkan hasil berupa volume ketersediaan air Waduk
Jatigede, Q90 sebesar 1060,39 juta m3/tahun, Q80 sebesar 1391,97 juta m3/tahun
dan Q50 sebesar 2201, 28 juta m3/tahun.
Kebutuhan Air
Simulasi tampungan waduk dilakukan guna mencukupi kebutuhan air baku
sebesar 3,5 m3 /dt, kebutuhan air irigasi sebesar 90.000 ha dengan pola tanam padi-
padi-palawaja dan kebutuhan air untuk PLTA dimana volume air dialirkan ke
pembangkit sebelum dialokasikan untuk irigasi dan air baku untuk membangkitkan
daya dengan kapasitas sebesar 110 MW. Kebutuhan air di Daerah Irigasi Rentang
seluas 90.000 ha diperoleh sebesar 1.965.000.000 m3 selama setahun dan
kebutuhan air baku sebesar 110.376.000 m3 selama setahun dan total kebutuhan
2.075.419.000 m3 selama setahun.
Ada tiga musim tanam yang direncanakan selama setahun, yaitu musim tanam I
dengan luas target areal layanan irigasi seluas 90.000 ha, jatuh pada bulan
Desember hingga bulan Maret dan musim tanam II dengan luas layanan yang sama,
tetapi jatuh pada bulan April hingga Juli. Musim tanam III, luas areal layanan irigasi
seluas 76500 ha di bulan Agustus hingga November. Kebutuhan air irigasi
memperhitungkan evapotranspirasi, perkolasi dan kebutuhan air tanaman.
Kebutuhan air tersebut diperuntukkan bagi transplantasi (pembibitan), persiapan
lahan dan kebutuhan air di sawah. Dengan 54 memperhitungkan curah hujan efektif
yang turun di sawah maka kebutuhan bersih (net requirement). Pada bulan surplus
air dengan curah hujan tinggi, kebutuhan air irigasi relatif rendah, sedangkan pada
bulan defisit air dengan curah hujan rendah, kebutuhan air irigasi meningkat.
Daftar Pustaka
[Bappeda Jabar] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Barat.
2001. Peta Penggunaan Lahan Propinsi Jawa Barat.
[Indra Karya dan Wiratman] Konsultan PT Indra Karya dan PT Wiratman. 2006.
Laporan Akhir Review Detail Desain Waduk Jatigede di Kabupaten
Sumedang.
Mangore VR, Wuisan EM, Kawet L, Tangkudang H. 2013. Perencanaan bendung
untuk Daerah Irigasi Sulu. Jurnal Sipil Statik. 1(7): 533-541
PA Somantri, Arya P, Iryanti M. 2016. Aplikasi metode ground penetrating radar
terhadap pola retakan di Bendungan Batu Tegi Lampung. Jurnal Wahana
Fisika. 1(1): 32-41
Pradwipa DP, Jayadi R, Istiarto. 2019. Kajian pemanfaatan sumberdaya air waduk
serbaguna Jatigede, Jawa Barat. Jurnal Renovasi dan Inovasi Teknik Sipil.
4(2): 10-21.
PT. Multimera Harapan. 2013. Penyusunan Pedoman Operasi dan Pemeliharaan
Bendungan Jatigede, BBWS Cimanuk Cisanggarung, Sumedang.
Rizal M, Purwanto JMY, Pramudya P, Widiatmaka. 2012. Model for sustainable
dam development planning: case study of Jatigede dam development
[skripsi].
Roehman F. 2018. Model pengelolaan Bendung Karet untuk pertanian dan
penanggulangan banjir di pantai utara Jawa. Jurnal Neo Teknika. 2(4): 56-62.
Sofarini D. 2012. Keberadaan dan kelimpahan fitoplankton sebagai salah satu
indikator kesuburan lingkungan perairan di Waduk Riam Kanan. Jurnal
EnviroScienteae. 1(8): 30-34.
Susanto B, Sukadwilinda. 2016. Analisis kelayakan finansial wisata air Waduk
Jatigede Kabupaten Sumedang. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan. 4(1):
867-872.
Wigawati R, Soedarsono, Rizki F. 2016. Kaji ulang Bendung Tetap Cipaas (Studi
Kasus Desa Bunihara Kecamatan Anyer) Serang-Banten. Jurnal Fondasi.
5(2): 62-73.