Anda di halaman 1dari 26

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pelayanan kesehatan sebelum ada Undang-Undang, semua kegiatan
itu diatur oleh dokter masing-masing yang melayani pasien dan keluarganya karena
belum ada aturan khusus mengenai hukum kesehatan. Jadi semuanya di tangan dokter
baik itu rawat jalan, rawat inap, tindakan kesehatan dan tindakan termasuk
pengobatan karena belum ada pedoman atau peraturan yang di buat pemerintah
maupun rumah sakit. Dokter hanya mengacu pada sumpah, dokter dan berbagai
sarana yang ada di rumah sakit. Secara manusiawi dokter juga berkomunikasi dengan
pasien dan keluarganya sesuai dengan kemampuan dokter berkomunikasi dengan
kebutuhan karena belum ada aturan khusus. Jadi, hal-hal yang terjadi pada
pengobatan saat itu atas tanggung jawab dokter tapi tidak ada istilah malpraktek atau
sengketa dengan pasien atau keluarganya dan pihak pasien dan keluarganya tidak
menuntut apa-apa. Pada saat ini setelah ada aturan hukum kesehatan, dokter harus
mengacu pada hukum kesehatan. Semua aturan dan undang-undang pemerintah
merupakan petunjuk secara umum, belum termasuk perincian tugas dengan tugas
secara terperinci sehingga Menteri Keseahatan membuat petunjuk praktis untuk
operasional. Dalam kenyataannya berbagai peraturan dan undang-undang termasuk
PerMenKes belum dapat di laksanakan sesuai dengan situasi daerah dan situasi rumah
sakit masing-masing, sehingga pimpinan kesehatan meningkat dan bersama
pemerintah daerah membuat peraturan daerah sendiri sesuai dengan situasi kondisi
daerah masing-masing. Kemungkinan lain masing-masing direktur rumah sakit juga
mempunyai kebijakan tersendiri menyangkut aturan internal rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah


a. Pengertian Hukum
b. Sejarah Hukum Kesehatan
c. Undang-Undang Kesehatan
d. Ruang lingkup kesehatan masyarakat

1.3 Tujuan
- Untuk meningkatkan pengetahuan tentang arti kesehatan
- Agar dapat mengetahui hukum dan undang-undang kesehatan
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum


Prof. H.J.J.Leenen, Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang
berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada
hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana.
Prof. Van der Mijn, Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan
pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya
kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi.
Hukum kesehatan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban tenaga kesehatan, individu dan masyarakat dalam pelaksanaan upaya
kesehatan, aspek organisasi kesehatan dan aspek sarana kesehatan. Selain itu, hukum
kesehatan dapat juga didefinisikan sebagai segala ketentuan atau peraturan hukum
yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.
Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan disebutkan bahwa : Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan merupakan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan amanah konstitusi dan cita-cita
bangsa Indonesia. Oleh karenanya, untuk setiap kegiatan dan atau upaya yang
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
harus dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan
dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, peningkatan ketahanan daya saing bangsa serta pembangunan
nasional Indonesia.
Hukum kesehatan berperan untuk mengusahakan adanya keseimbangan tatanan
di dalam upaya pelaksanaan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat serta memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan hukum
kesehatan yang berlaku.
Dari perumusan di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa hukum kesehatan
(gezondheidsrecht, health law) adalah lebih luas dari pada hukum medis.
Jika dilihat hukum kesehatan, maka ia meliputi :
- Hukum medis (Medical law),
- Hukum keperawatan (Nurse law),.
- Hukum rumah sakit (Hospital law),
- Hukum pencemaran lingkungan (Environmental law),
- Hukum limbah .(dari industri, rumah tangga, dsb)
- Hukum polusi (bising, asap, debu, bau, gas yang mengandung racun),
- Hukum peralatan yang memakai X-ray (Cobalt, nuclear),
- Hukum keselamatan kerja,
- Hukum dan peraturan peraturan lainnya yang ada kaitan langsung yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia
Peter Ippel (1986), Hukum kesehatan tidak terdapat dalam satu bentuk peratuaran
khusus, tetapi letaknya tercecer dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan.
Dapat di ketemukan di dalam pasal-pasal khusus yang ada kaitanya dengan bidang
kesehatan. Hukum kesehatan merupakan suatu konglomerat dari peraturan-peraturan
dari sumber yang berlainan. Ada yang terletak dibidang hukum pidana, hukum
perdata dan hukum administrasi yang penerapan, penafsiran serta penilaian terhadap
faktanya di bidang medis. Di sinilah letak kesukaran hukum kesehatan, karena
menyangkut dua siplin yang berlainan sekaligus. Bagi profesi hukum yang mau
memperdalam di bidang Hukum Medis masih harus ditambah dengan pengertian dan
sedikit-dikitnya harus mengetahui tata-cara ilmu pengetahuan di bidang medis
(Medical law) yang sangat kompleks dan bersifat kasuistis, pengalaman secara nyata
menyaksikan di rumah sakit untuk waktu tertentu ada baiknya, sehingga bisa
memperoleh gambaran yang lebih jelas secara menyeluruh. Ada suatu bidang lain
yang berkaitan erat dengan Hukum Medis, yaitu apa yang dinamakan “Kedokteran
Kehakiman”. Harus dibedakan antara Kedokteran Kehakiman (Gerechtelijke
geneeskunde) yang termasuk disiplin Medis dan Hukum Medis (Medical law)
termasuk disiplin hukum. Namun akhir-akhir ini di negara Anglo Saxon mulai timbul
penfsiran baru, sehingga mulai timbul kekaburan batas antara Hukum Medis dan
Kedokteran Kehakiman. Hal ini karena ada sementara pendapat yang menyatukan dan
mencakup kedua bidang ini menjadi satu di dalam suatu wadah yang dinamakan
“Medico-legal”.
2.2 Sejarah Hukum Kesehatan
Sejak jaman yunani kuno, ilmu hukum telah menyentuh hampir semua aspek
kehidupan manusia, kecuali bidang kedokteran. Tenaga kesehatan yang ada pada
masa itu mengatur cara kerjanya sendiri dengan kode etik dan sumpah profesi yang
berakar kuat pada tradisi dan berpengaruh kuat dalam masyarakat. Sejalan dengan
perkembangan peradaban di dunia, ilmu dan teknologi kedokteran juga telah
berkembang pesat. Persoalan kesehatan bukan lagi hanya menjadi persoalan antara
dokter dan pasiennya, telah banyak pelaku-pelaku lain yang ikut berperan dalam
dunia kesehatan, seperti asuransi kesehatan, industri alat medis dan farmasi serta
masih banyak lagi yang lainnya. Ilmu kesehatan semakin luas. Dokter atau tenaga
kesehatan juga telah terspesialisasi. Disisi lain perkembangan pendidikan dan
kesejahteraan masyarakat secara umum juga melahirkan kesadaran bahwa dokter atau
tenaga kesehatan atau nama lainnya (berbeda-beda) tidak boleh lagi diisolasi dari
hukum. Seluruh masyarakat harus memiliki kedudukan yang setara di hadapan
hukum. Dengan adanya berbagai perkembangan tersebut, maka pada sekitar tahun
1960-an di negara-negara Eropa dan Amerika mulai berkembang bidang hukum baru,
yakni Hukum Kesehatan.

2.3 Undang-Undang Kesehatan


A. Ketentuan umum
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.    Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2.    Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan
kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat.
3.    Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang di perlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
4.    Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
5.    Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
6.    Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik  promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
atau masyarakat.
7.    Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia.
8.    Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian ( galenik ), atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat di
terapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
9.    Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan atau metode yang di tujukan
untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan
kesehatan manusia.
10.  Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang di
lakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk  pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan atau masyarakat.
11.  Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi
kesehatan.
12.  Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan atau penyakit.
13.  Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang di tujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
14.  Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan atau serangkaian kegiatan
untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi
lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.
15.  Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara
dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara
empiris yang dapat di pertanggungjawabkan dan di terapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat.
16.  Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik
Indonesia sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
17.  Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
18.  Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.

B. Asas dan Tujuan


Pasal 2
Pembangunan kesehatan di selengggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan
keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban,
keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama.
Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis.

C. Hak dan Kewajiban


Bagian Pertama Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri
pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.
Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 9
(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya
kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan
kesehatan.
Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh
lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan,
mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang
lain yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 13
(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. Tugas dan Tanggung Jawab


Pasal 6
Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaran upaya
kesehatan.
Pasal 7
Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau
oleh masyarakat
Pasal 8
Pemerintah bertugas mengerjakan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan
dan pembiayan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin.
Pasal 9
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan

E. Upaya Kesehatan masyarakat.


Bagian Pertama : Umum
Pasal 10
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, di selenggarakan
upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit preventif, peyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang di laksanakan secara menyeluruh, terpadudan
berkesinambungan.
Pasal 11
1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dimaksud dalam pasal 10 dilaksanakan melalui
kegiatan:
a. Kesehatan Keluarga
b. Perbaikan Gizi
c. Pengamanan Makanan dan Minuman
d. Kesehatan Lingkungan
e. Kesehatan Kerja
f. Pemberantasan Penyakit
g. Penyembuhan Penyakit
h. Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Penyakit
i. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
j. Pengamanan sediaan-sediaan farmasi dan alat kesehatan
k. Pengamanan Zat Adiktif
l. Kesehatan Sekolah
m. Kesehatan olahraga
n. Pengobatan Tradisional
o. Kesehatan Matra
2) Peyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung
oleh sumber daya kesehatan

Bagian Kedua : Kesehatan Keluarga


Pasal 12
1) Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil,
bahagia, dan sejahtera.
2) Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan
suami istri, anak dan anggota keluarga lainnya.

Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka
menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan, persalinan,
pasca persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalainan.
Pasal 15
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
atau janinnya, dapat di lakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan di
lakukan sesuai
dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan pengaturan pemerintah.
Pasal 16
1) Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk
membantu suami istri mendapatkan keturunan.
2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan
dalam rahim istri dari nama ovum berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu.
c. Pada sarana kesehatan tertentu.
3) Ketentuan mengenai persaratan penyelenggaraan kehamilan di luar cara alami
sebagaimana dimasud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 17
1) Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan
perkembangan anak
2) Kesehatan anak yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui peningkatan
kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, untuk prasekolah, dan usia
sekolah.

Pasal 18
1) Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan dalam keluarganya.
2) Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan keluarga
melalui kegiatan yang menunjang peningkatan kesehatan keluarga.
Pasal 19
1) Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan kemampuan agar tetap produktif.
2) Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut untuk
meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.

Bagian Ketiga : Perbaikan Gizi


Pasal 20
1) Perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan gizi.
2) Perbaikan gizi meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi, pencegahan,
penyembuhan, dan atau pemulihan akibat gizi salah

Bagian Keempat : Pengemanan Makanan dan Minuman


Pasal 21
1) Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi
masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai
standar atau persyaratan kesehatan.
2) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang
berisi:
a. Bahan yang dipakai
b. Komposisi setiap bahan
c. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
d. Ketentuan lainnya.
3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan, standar dan atau
persayaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud
alam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan- undangan yang
berlaku.
4) Ketantuan mengenai pengamanan makanan dan minuman sebagaimana dimaksud
alam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerinatah.

Bagian Kelima : Kesehatan Lingkungan


Pasal 22
1) Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat.
2) Kegiatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman,
lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya.
3) Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah
padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit,
dan penyehatan atau pengamanan lainnya.
4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan
lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.
5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Bagian Keenam : Kesehatan Kerja


Pasal 23
1) Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal.
2) Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pecegahan penyakit akibat
kerja, dan syarat kesehatan kerja.
3) Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
4) Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dalam ayat (3) dan ayat (3)
diterapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh : Kesehatan Jiwa


Pasal 24
1) Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat yang optimal
baik intellektual maupun emosional.
2) Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa,
pencegahan dan penanggulangan masalah psokososial dan gangguan jiwa,
penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.
3) Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan pekerja, lingkungan masyarakat, didukung sarana pelayanan
kesehatan jiwa dan sarana lainnya.
Pasal 25
1) Pemerintah melakukan pengobatan dan perawatan, pemulihan dan penyaluran
bekas penderita gangguan jiwa yang telah selesai menjalani pengobatan dan atau
perawatan ke dalam masyarakat.
2) Pemerintah membangkitkan, membantu dan membina kegiatan masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan dalam Masalah psikososial dan gangguan jiwa
pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa, pemulihan serta penyaluran
bekas penderita ke dalam masyarakat.
Pasal 26
1) Penderita gangguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan
dan ketertiban umum wajib di obati dan dirawat di sarana pelayanan kesehatan jiwa
atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.
2) Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat dilakukan atas
permintaan suami atau istri atau wali atau anggota keluarga penderita atau atas
prakarsa pejabat yang bentanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di wilayah
setempat atau hakim pengadilan bilamana dalam suatu perkara timbul persangkaan
bahwa yang bersangkutan adalah penderita gangguan jiwa.
Pasal 27
Ketentuan mengenai kesehatan jiwa dan upaya penanggulangannya ditetapkan dangan
peraturan pemerintah.

F. Ketentuan Pidana
Pasal 80
1. Barang siapa dengan sengaja dengan melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara dengan lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk
menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum dan
tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketetuan tentang jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal …. ayat (….)
dan ayat (….) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 ( lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam
pelaksanaan transplansi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi darah
sebagaimana dimaksud dalam pasal ……ayat (…..) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (limas belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp
300.000.000,00- (tiga ratus juta rupiah).
4. Barang siapa dengan sengaja:
a. Mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar dan atau
persyaratan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
21 ayat (3).
b. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat
yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya
sebagaimana dimaksud dalam pasal …… ayat (…..) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 ( lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp
300.000.000,00- (tiga ratus juta rupiah)

RUANG LINGKUP HUKUM KESEHATAN


          Dewasa ini kemajuan iptek dibidang kesehatan telah sangat berkembang  pesat
dengan di dukung oleh sarana kesehatan semakin canggih, perkembangan ini turut
mempengaruhi jasa profesionalisme di bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu
semakin berkembang pula.
          Dalam banyak hal yang berhubungan denngan masalah kesehatan , sering di
temui kasus – kasus yang merugikan pasien, oleh sebab itu tidak mengherankan
apabilaprofesi kesehatan ramai di perbincangkan baik di kalangan masyarakat
ataupun di kalangan intelektual. Sehingga sering timbul gugatan dari pasien yang
merasa dirugikan akibat adanya kesehatan atau kelalaian yang di lakukan oleh tenaga
kesehatan di dalam melaksanakan  pemberian pelayanan kesehatan, maka keadaan –
keadaan seperti inilah yang menunjukkan suatu gejala, bahwa dunia kesehatan
(pelayan kesehatan ) mulai di landa  krisis etik – etik medis, bahkan juga krisis
keterampilan medis yang pada dasarnya semuanya tidak dapat tidak dapat di
selesaikan dengan kode etik etika profesi para tenaga kesehatan semata, melainkan
harus diselesaikan dengan cara yang lebih luas, yaitu melalui jalur hukum.
          Munculnya kasus – kasus pelayanan kesehatan yang terjadi di tengah – tengah
lapisan masyarakat dalam hal masalah kesehata dan bnyaknya kritikan – kritikan yang
muncul terhadap pelayanan kesehatan itu merupakan indikasi bahwa kesadaran
hukum oleh masyarakat dalah hal masalah kesehatan semakin meningkat pula.
          Hal ini juga yang menyebabkan masyaraaakat tidak mau lagi menerima begitu
saja cara pelayanan yang kurang efisien yang akan dilakukan para tenaga medis
kesehatan kepada masyaraakat, akan tetapi engin menjalani bagaimana pemberian
pelayanan kesehatan kepada  masyarakat itu harus dilakukan, serta bagaimana
masyarakat harus bertindak sesuai denagn hak dan kepentinganya apabila mereka
menderita kerugian akibat dari kelalaian  pelayanan kesehatan  yang pada dasarnya
adalah kesalahan atau kelalaian pelayan kesehatan merupakan suatu hal yang penting
untuk di bicarakan dalam hal ini yang di sebabkan akibat dari kelalaian atau kesalahan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tersebut yang mempunyai
dampak yang sangat merugikan, selain merusak atau mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap profesi pelayanan kesehatan, juga menimbulkan kerugian
terhadap pasien atau masyarakat.
          Maka untuk itu di dalam memahami ada tidak adanya kesalahan ataupun
kelalaian yang dilakuakan tenaga medis , maka hal itu harus dihadapkan  dengan
kewajiban profesi disamping harus pula memperhatikan aspek hukum yang mendasari
terjadinya hubungan hukum antara dokter dengan pasien, yang di karenakan bahwa
setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan
prinsipnondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa
bagi pembangunan nasional mengingat bahwa kesehatan merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan
cita-citabangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-
Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

B.   PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN

          Istilah hukum kesehatan ( medical law ) dalam negara yang menganut sistim
hukum eropa kontinental  ( anglo saxon ) seperti, belanda , perancis berbeda dengan
health law bagi negara yang menganut sistim hukum common law system ( amerika
serikat, inggris ) yang dikarenakan bahwa helath law merupakan istilah ruang
lingkupanya lebih luas dibanding dengan medical law karena sebagian orang yang
menyatakan bahwa medical law adalah bagian dari health law.
          Menurut prof. Van der mija yang mengatakan bahwa hukum kesehatan adalah
merupakan sekumpulan peraturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan
juga penerapanya kepada hukum perdata, hukum pidana, dan  hukum administrasi
negara.Sedangkan hukum medis ( medical law ) yaitu hukum yuridis dimana dokter
menjadi salah satu pihak dan bagian dari hukum kesehatan.
          Sedangkan menurut prof. H.J.J. Leneen mengatakan bahwa hukum kesehatan
adalah semua peraturan – peraturan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya kepada hukum perdata, hukum
pidana, dan hukum administarsi negara.      
          Dari dua pengertian yang di kemukakan diatas maka hukum kesehatan itu
mencakup ruang lingkup yang lebih luas dari pada medical law. Pada medical law
berkaitan dengan segi penyembuhanyan saja, sedangkan dalam hukum kesehatan (
health law )  meliputi tidak hanya dalm segi penyembuhan akan tetapi juga meliputi
sampai ke pemulihan pasien.
          Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan yang di maksud dengan Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit.
BAB II
HUBUNGAN HUKUM DALAM
 PELAYANAN KESEHATAN

A.   HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN


          Hubungan hukum antara dokter dengan pasien pada dasarnya adalah
merupakanperjanjian perbintenis yang di karena berupaya untuk mewujudkan apa
yang di perjanjikan kedua pihak antara dokter dengan pasien, yang sebagaimana
diatur dalam pasal 1320 kitab undang hukum perdata tentang sahnya suatu perjanjian.
Ketika hubungan antara dokter dan pasien termasuk dalam ruang lingkup perjanjian,
maka apaun ketentuan – ketentuan yang di atur pada KUHPeradata berlaku terhadap
perjanjian teraupeutik, yang karena pada dasarnya kedatangan seorang pasien kepada
dokter dianggap sudah adanya perjanjian ( mutual consent )
          Dalam tahapan perkembangan hubungan hukum antara dokter dengan pasien di
dalam memberikan pelayanan kesesahatan ini dikenal menjadi 3 ( tiga ) tahapan
perkembangan hubungan hukum yaitu sebagai berikut :
1.     Hubungan aktif – pasif.
          Pada tahapan hubungan ini, pasien tidak memberikan kontribusi apapun,
dimana pasien hanya menyerahkan sepenuhnya akan tindakan dokter yang akan di
lakukan dalam hal pemberian jasa kesehatan.
2.     Hubungan kerja sama terpimpin.
          Pada tahapan hubungan  ini, sudah tampak adanya partisipasi dari pasien dalam
proses pelayanan kesehatan sekalipun peranan dokter masih bersifat dominan di
dalam menetukan tidakan – tindakan yang akan di lakukan, pada thapan ini pula
kedudukan dokter sebagai orang yang di percaya oleh pasien masih bersifat
signifikan.

3.     Hubungan partisipasi bersama.


          Pada tahapan hubungan ini, pasien menyadari bahwa dirinya, sederajat dengan
dokter dan dengan demikian  apabila terbentuk suatu hubungan hukum maka
hubungan tersebut dibangun atas dasar perjanjian yang di sepakati bersama antara
pasien dengan dokter.
          Menurut Lumenta hubungan antara dokter dengan pasien ada 3 ( tiga )
hubungan yanitu :
1.     Hubungan patnerlistik.
2.     Hubungan individualistik.
3.     Hubungan kolegial.

          Sedangkan menurut  Veronika Komalawati bahwa hubungan antara dokter


dengan pasien di kenal dengan 3 ( tiga ) tahapan yaitu :
1.     aktiviti – pasivity relation.
2.     Qwidance corporation relation.
3.     Mutual partisipation.
          Menurut  Dasen sebagai mana di kutip oleh Soejhono Soekanto ada terdapat
beberapa alasan mengapa seorang pasien mendatangi dokter, yaitu :
1.     Pasien pergi kedokter semata – mata karena ada merasa sesuatu yang membahyakan
kesehatanya.
2.     Pasien pergi kedoter di karenakan mengetahui bahwa dirinya sakit dan dokter
dianggap mampu intuk menyembuhkan.
3.     Pasien pergi keokter guna mendapatkan pemeriksaan yang intensif dan mengobati
penyakit yang di temukan.
          Di dalam hubungan hukum antara dokter dengan pasien menurut undang-
undang Republik Indonesia  Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran pada
pasal 52 dan pasal 53 dalam hal hak dan kewajiban pasien ditemui hubungan hukum
pasien dengan dokter yaitu :
1.     Pasal 52 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai hak sebagai berikut :
a.   mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b.  meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
c.   mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d.  menolak tindakan medis; dan
e.   mendapatkan isi rekam medis.
2.     Dan di Pasal 53 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada
praktik kedokteran, mempunyai kewajiban sebagai berikut  :
a.     memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
b.     mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
c.      mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d.     memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

B.   ASAS – ASAS HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN DOKTER


DENGAN PASIEN

          Di dalam hubungan hukum antara dokter dengan pasien terdapat beberapa asas
– asas yang di atur di dalam Undang - Undang Republik Indonesia  Nomor 29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran, pasal 2 sebagai mana di sebutkan bahwa Praktik
kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah,
manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan
pasien.
          Di dalam penjelasan pasal 2 Undang - Undang Republik Indonesia  Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, dapat diartikan asas – asas tersebut di dalam
pegertianya di uraikan yang mana di dalam ketentuan ini yang dimaksud adalah :
a.     Nilai ilmiah adalah bahwa praktik kedokteran harus didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam pendidikan termasuk
pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi
b.     Manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
c.      Keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus mampu
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan
biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu
d.     Kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran
memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan suku, bangsa,
agama, status sosial, dan ras
e.      Keseimbangan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran
tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara kepentingan individu dan
masyarakat
f.       Perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan
praktik kedokteran tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata,
tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap
memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien.

          Maka selain dari pada itu, ada pula yang menyebutkan beberapa asas yang
harus di pedomani oleh dokter untuk menjadikan dasar dalam pemberian pelayanan
kesehatan yaitu :
1.     Asas legalitas.
2.     Asas keseimbangan.
3.     Asas tepat waktu.
4.     Asas kejujuran.
5.     Asas keterbukaan.
6.     Asas kehati – hatian.
          Demikian pula di dala informed konsent ( persetujuan medes ) menganut ada 2
( dua ) unsur antara lain yaitu :
a.     Informasi yang di berikan oleh dokter kepada pasien mengenai tindakan apa
yang di lakukan.
b.     Persetujuan yang di berikan oleh pasien kepada dokter.

          Seperti yang di maksud di dalam Undang - Undang Republik Indonesia  Nomor
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran di dalam pasal  45  yang menyatakan
bahwa :
1.     Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2.     Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap.

3.     Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya


mencakup :
a.     diagnosis dan tata cara tindakan medis
b.     tujuan tindakan medis yang dilakukan
c.      alternatif tindakan lain dan risikonya
d.     risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e.      prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
          Perjanjian teraupeutik sebagaimana di dalam Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 80 tahun 1969 yang di sempurnakan dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 483/Men.Kes/X/1982, yang mengatakan tentang
Transaksi Teraupeutik adalah perjanjian antara dokter dan pasien yang berupa
hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
Berbeda dengan perjanjian yang pada umumnya, karena ke khususan itu terletak pada
objek yang di perjanjikan, akan tetapi disini adalah yang menjadi objek yang di
perjanjikan adalah upaya untuk melakukan penyembuhan pasien.       
          Dengan demikian maka perjanjian teraupeutik adalah suatu perjanjian untuk
menetukan atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang di lakukan
oleh dokter. Hubungan hukum antara dokter dengan pasien merupaka perjanjian
perbintens, karena berupaya untuk mewujudkan  apa yang di perjanjiakan.
           Dalam hal terpenuhinya suatu perjanjian transaksi teraupeutik, maka dalam hal
ini pasien bisa saja melakuakan tuntutan hukum kepada tenaga kesehatan dalam
masalah pertanggung jawaban hubungan hukum antara dokter dan pasien, apabila
dokter melakukan penyimpangan, malaui tuntutan, antara lain:
a.     dalam aspek hukum perdata.
·        Wanprestasi pasal 1339 KUHPerdata.
Di katakan wanprestasi pabila :
a.     Tidak melakukan apa yang disepakati
b.     Melakukan apa yang di sepakati tetapi terlambat
c.      Melakukan apa yang di sepakati tetapi tidak sebagaimana yang di
perjanjiakan.
d.     Melakukaan surat perbuatan yang menurut hakikatnya perjanjian
itu tidak di perbolehkan.
·        Onrecht mangitedaad ( perbuatan melawan hukum ) pasal 1365
KUHPerdata.
          KUHPerdata pasal 1365 yang mengatakan yang perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.
Unsur perbuatan melawan hukum ( Onrecht mangitedaad ) yaitu :
Menimbulkan kerugian kepada orang lain, yang di sebabkan antara lain
:
a.     Adanya kesalahan.
b.     Adanya kerugian yang di timbulkan.
c.      Adanya hubungan hukum antara kalusual dengan perbuatan yang
di lakukan.
b.     Dalam aspeh hukum pidana
          Hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam aspek hukum
pidana dapat dilihat apabila pada saat memberikan pelayanan kesehatan
ditemukan adanya kesalahan dan kerugian yang di timbulkan. Sebagai mana di
sebut dalam pasal 359 dan 361 KUHP yang mengakibatkan orang mati atau
luka yang karena salahnya. Untuk melihat adanya kesalahan dokter dalam
memberikan pelayanan kesehatan adalah dapat dilihat melaui satandart
operasional prosedural dan medical record.
C. HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN
KESEHATAN

          Dari sudut pandang sosiologis seorang dokter yang melakukan hubungan atau
transaksi teraupeutik, masing – masing mempunyai kedudukan dan peranan.
Kedudukan yang dimaksud disini adalah kedudukan yang berupa wadah, hak dan
kewajiban. Sedangkan peranan merupakan pelaksanaan hak – hak dan kewajiban
tersebut. Secara sederhana dapat di katakan bahwa hak itu merupakan wewenang
untuk berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan kewajiban adalah tugas atau beban yang
harus di laksanakan.
          Dahulu kedudukan doter di anggap lebih tinggi dari pasien dan oleh karena itu
perananaya lebih penting pula. Dalam perkembangan kehidupan masyarakat
hubungan dokter dengan pasien secara khusus mengalami perubahan bentuk, hal itu di
sebabkan oleh beberapa faktor, antara lainya ialah sebagai berikut ini :
1.     Kepercayaan tidak lagi tertuju kepada dokter pribadi, akan tetapi kepada
kemampuan iptek kesehatan.
2.     Masyarakat menganggap bahwa tugas dokter itu bukan hanya melakukan
penyembuhan, akan tetapi juga di lakukan pada perawatan.
3.     Adanya kecenderungan untuk menyatakan bahwa kesehatan bukan lagi merupakan 
keadaan tanpa penyakit, akan tetapi lelbih berarti oada kesejahteraan fisik, mental,
dan sosial.
4.     Semakin banyaknya perturan yang memberikan perlindungan hukum kepada pasien,
sehinggga lebih mengetahui dan memahami hak – haknya dalam hubunganya dengan
dokter.
5.     Tingkat kecerdasan masyarakat menegenai kesehatan semakin meningkat.

          Menurut Leneen sebagaimana yang di kutip olehsoejono soekanto yang


menyatakan bahwa manusia itu mempunyai 2 ( dua ) macam hak asasi yaitu, hak asasi
sosial, dan hak asasi individual. Diamana batas antara keduanya agak kabur, sehingga
di perlukan suatu landasan pemikiran yang berbeda, hal itu dikarenakan hak asasi
individual mempunyai aspek sosial, hal ini berarti kedua kategori hak asasi tersebut
dalam kenyataanya mengungkapkan dimensi individual dan dan sosial dari
keberadaan atau existensi sesuatu hak atas pelayanan kesehatan merupakan salah satu
hak asasi sosial manusia, dengan demikian untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang baik, pemerintah telah  menetapkan Undang - Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, sebagai pengganti undang – undang nomor
23 tahun 1992 tentang kesehatan, khususnya di pasal 48 yang menyatakan bahwa :
1.     Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dilaksanakan melalui kegiatan :
a.     Pelayanan
b.     pelayanan kesehatan
c.      pelayanan kesehatan tradisional
d.     peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
e.      penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
f.       kesehatan reproduksi
g.     keluarga berencana
h.     kesehatan sekolah
i.       kesehatan olahraga
j.       pelayanan kesehatan pada bencana
k.     pelayanan darah
l.       kesehatan gigi dan mulut
m.  penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
n.     kesehatan matra
o.     pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi danalat kesehatan
p.    pengamanan makanan dan minuman
q.     pengamanan zat adiktif; dan/atau
r.      bedah mayat.
2.     Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didukung oleh sumber daya kesehatan.

          Menurut Leneen kewajiban dokter dalam melaksanakan pelayanan kesehatan


dibagi menjadi 3 ( tiga ) kelompok yaitu :
1.     Kewajiban yang timbul dari sifat peralatan medis dimana dokter harus
bertindak, harus sesuai dengan standart profesi medis.
2.     Kewajiban untuk menghormati hak – hak pasien yang bersumber dari hak
asasi di bidang kesehatan.
3.     Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan.
          Kewajiban dokter terhadap pasien di dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
di atur lebih kongkrit di dalam pasal 51 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran yang berbunyi bahwa Dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban  :
a.     memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
b.     merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan
c.      merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia
d.     melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e.      menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
        Selain itu, kewajiban dokter di dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat
juga dilihat di dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor  34 Tahun 1983
Tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang menytakan bahwa dokter memiliki
serangkaian kewajiban yaitu :
a.     kewajiban umum.
b.     Kewajiban terhadap penderita.
c.      Kewajiban terhadap rekan sejawat.
d.     Kewajiban terhadap diri sendiri.

          Selain dari pada kewajiban dokter di dalam memberikan pelayanan kesehatan,
dokter juga memiliki hak, sebagaimana yang di atur di dalam pasal 50 Undang –
Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, yang menyatakan bahwa
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a.     memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b.     memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional
c.      memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;
dan
d.     menerima imbalan jasa.

D.  HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAUPEUTIK

          Secara normatif hak dan kewajiban pasien di atur di dalam Undang - Undang
Republik Indonesia  Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran pada pasal
52 dan pasal 53 dalam hal hak dan kewajiban pasien ditemui hubungan hukum pasien
dengan dokter yaitu :
1.     Pasal 52 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai hak sebagai berikut :
a.     mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
b.     meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
c.      mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d.     menolak tindakan medis; dan
e.      mendapatkan isi rekam medis.
2.     Dan di Pasal 53 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada
praktik kedokteran, mempunyai kewajiban sebagai berikut  :
a.     memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
b.     mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
c.      mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d.     memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
          Berkaitan dengan hak pasien untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap
tentang tindakan medis sebagaimana yang di maksud di dalam Undang - Undang
Republik Indonesia  Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran di dalam
pasal  45  yang menyatakan bahwa :
1.     Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2.     Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap.
3.     Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
f.       diagnosis dan tata cara tindakan medis
g.     tujuan tindakan medis yang dilakukan
h.     alternatif tindakan lain dan risikonya
i.       risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
j.       prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

          Selain dari pihak pasien yang di atur di dalam perundang – undangan maka hak
pasien juga di cantumkan di dalam peraturan Kode Etik Profesi Kedokteran Indonesia
yaitu :
1.     hak untuk hidup, hak atas tubuhnya, dan hak untuk mati secara wajar.
2.     Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standart profesi
kedokteran.
3.     Hak memperoleh penjelasan secara lengkap tenetang diagnosa dan terapi medis yang
di lakukan oleh dokter di dalam mengobatinya.
4.     Hak untuk menolak prosedur diagnosis dan terapi yang akan di rencanakan, bahkan
untuk menarik diri dari kontrak teraupeutik.
5.     Hak atas kerahasiaan atau rekam medic yang bersifat pribadi.

Daftar Pustaka :
http://zardvitasalensehe.blogspot.com/2016/11/makalah-hukum-kesehatan.html
https://www.academia.edu/6402612/ETIKA_DAN_HUKUM_KESMAS

Anda mungkin juga menyukai