Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NOVITA DEWI

KELAS : SOSIOLOGI B

TUGAS : SOSIOLOGI GENDER

KESETARAAN GENDER : PERLU SINERGI ANTAR KEMENTERIAN / LEMBAGA, PEMERINTAH DAERAH,


DAN MASYARAKAT

Isu gender merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumber
daya manusia. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas hidup perempuan dan penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender, namun
data menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses,
partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang
pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya. Adanya ketertinggalan
salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh
berbagai permasalahan di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lainnya. Permasalahan paling
mendasar dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak adalah pendekatan
pembangunan yang belum mengakomodir tentang pentingnya kesetaraan antara perempuan dan
laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dalam mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan
manfaat pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan gender diperlukan sebagai salah satu strategi
untuk mewujudkan pembangunan yang dapat dinikmati secara adil, efektif, dan akuntabel oleh
seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki.

Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kualitas SDM sebagai salah satu kunci keberhasilan
pembangunan disesuaikan dengan keberagaman aspirasi dan hambatan kemajuan kelompok
masyarakat laki-laki dan perempuan. Proses ini memerlukan suatu strategi yang menempatkan rakyat
pada posisi aktif sebagai aktor pembangunan. Memerankan rakyat sebagai aktor berarti memerankan
perempuan dan laki-laki sebagai aktor. Filosofi ini yang kemudian diterapkan dalam program
pembangunan melalui strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan.

Dalam rangka mendorong, mengefektifkan serta mengoptimalkan upaya pengarusutamaan gender


secara terpadu dan terkoordinasi, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan bahwa
dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses
pembangunan nasional. Pengarusutamaan gender ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kegiatan fungsional utama semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah.

Strategi PUG diperlukan untuk memastikan semua lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan, dari semua kelompok usia, wilayah, dan yang kebutuhan khusus, dapat terlibat dalam
proses pembangunan sehingga diharapkan pembangunan yang dilaksanakan bisa bermanfaat untuk
semua; dan semua penduduk dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan/kebijakan. Strategi PUG
dilaksanakan dengan cara memastikan adanya akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang adil dan
setara bagi laki-laki maupun perempuan dalam pembangunan.
Telah banyak bukti yang menunjukkan peran perempuan sebagai faktor kunci pengembangan sosial
ekonomi masyarakat. Perempuan adalah salah satu elemen penting bagi proses transformasi sosial,
budaya, politik, dan ekonomi. Sejak Konferensi Dunia tentang Perempuan yang pertama pada 1975 di
Meksiko, negara-negara di dunia bahkan telah mengupayakan dan menunjukkan perbaikan terhadap
posisi perempuan dalam kedudukannya di masyarakat melalui peningkatan pemahaman pentingnya
peran perempuan dalam proses pembangunan. Indonesia juga meratifikasi Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita melalui UU No. 7 Tahun 1984, yang secara eksplisit
mengakui pentingnya pemenuhan hak-hak substantif bagi perempuan menuju keadilan dan
kesetaraan gender. Hal tersebut semakin memperkuat hadirnya tindakan nyata dan kerangka kerja
untuk mewujudkan langkah-langkah yang dibutuhkan sebagai upaya menghadapi permasalahan yang
terkait dengan isu kesetaraan gender di seluruh bidang pembangunan.

PELIBATAN LAKI-LAKI UNTUK PEREMPUAN (HE FOR SHE)

Dengan disepakatinya komitmen global untuk mewujudkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan


2030 (SDGs), kesetaraan gender menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai secara global, yang
dikenal dengan istilah Planet 50:50, di mana perempuan dan laki-laki bersama-sama setara berperan
dan terlibat dalam pembangunan. Untuk memperkuat komitmen itu, Presiden RI Joko Widodo
menerima peran sebagai duta HeForShe dalam program & quot; Impact 10x10x10” bersama
pemimpin negara lainnya, antara lain Presiden Malawi, Arthur Peter Mutarikah; Presiden Rwanda,
Paul Kagame; Presiden Romania, Klaus Werner Iohannis; Presiden Finlandia, Sauli Niinisto; Perdana
Menteri Jepang, Shinzo Abe; dan Perdana Menteri Swedia, Stefan Lofven.

Dalam laman profilnya sebagai HeForShe Champion, Presiden Joko Widodo menyatakan “Perempuan
mewakili separuh dari penggerak pembangunan negara. Sebagai Presiden, saya telah
mengarusutamakan isu kesetaraan gender karena itu sangat penting untuk mencabut akar penyebab
diskriminasi dan kekerasan.” Terkait hal tersebut, maka isu-isu tentang pengarusutamaan gender
menjadi fokus utama di dalam pemerintahan. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk
memperjuangkan perubahan positif bagi kaum perempuan khususnya yang menyangkut akses,
partisipasi, kontrol, dan manfaat dari pembangunan. Untuk mendorong pelaksanaan pembangunan
yang responsif gender tidak hanya melalui kebijakan, program, dan kegiatan saja tetapi perlu langkah
nyata melalui suatu gerakan perubahan masif dan perubahan pola pikir dan paradigma dari seluruh
segmen masyarakat. Langkah nyata itu antara lain melalui kampanye “HeForShe” atau peningkatan
partisipasi laki-laki terhadap isu perempuan dan anak. HeForShe adalah kampanye solidaritas untuk
kesetaraan gender yang bertujuan untuk melibatkan laki-laki dan anak laki-laki sebagai agen
perubahan untuk mencapai kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, dan mendorong mereka
untuk terlibat dalam upaya mengakhiri isu-isu terhadap ketidaksetaraan yang dihadapi oleh
perempuan dan anak perempuan. Sebagai Duta HeforShe, Presiden RI melalui pernyataan tertulisnya
menyatakan misinya untuk meningkatkan partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik dan
pembangunan serta melindungi perempuan, anak-anak, dan kelompok marjinal melalui 3 (tiga) fokus
area, yaitu :

1. Peningkatan partisipasi perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan;


2. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) Melahirkan; dan
3. Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
SINERGI SELURUH UNSUR MASYARAKAT

Jika kita melihat angka kekerasan berdasarkan Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2016
di Indonesia masih sangat memprihatinkan dan terungkapnya berbagai kasus kejahatan seksual akhir-
akhir ini di beberapa daerah di Indonesia yang dapat kita saksikan dalam berbagai media menimbulkan
berbagai kekhawatiran, dimana perempuan dan anak menjadi objek dan sekaligus korban dari
kejahatan ini. Untuk itu dalam upaya pencegahan terjadinya kekerasan dan mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender perlu keterlibatan dari semua pihak.

Melihat luasnya dan besarnya cakupan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan,
sinergitas menjadi kata kunci untuk mempercepat perwujudannya. Salah satu strateginya adalah
pengarusutamaan Gender Perencanaan dan Penganggaran yang Resposif Gender (PPRG), di mana
pemerintah pusat dan daerah melakukan analisis gender dalam proses perencanaan dan
penganggaran untuk memastikan ada keadilan dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat
pembangunan bagi laki-laki, perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas dan kelompok rentan
lainnya. Karena kesetaraan gender ini merupakan cross-cutting issues, maka sinergitas antar K/L,
pusat-daerah, dan antar daerah juga berperan besar untuk meningkatkan daya ungkit pembangunan
untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, termasuk SDGs, secara merata dan adil.

Masyarakat, termasuk akademisi, juga memiliki peran penting. Akademisi mentransmisikan


pengetahuan, nilai, norma, dan ideologi serta pembentukan karakter bangsa, tidak terkecuali
kesetaraan dan keadilan gender yang terkait erat dengan nilai hakiki kemanusiaan. Perguruan Tinggi
sesuai dengan peran dan tugasnya melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi
pengembangan ilmu riset, melakukan proses belajar mengajar dan pengabdian masyarakat. Peran
tersebut akan menghasilkan ilmu pengetahuan, para lulusan yang mempunyai kemampuan akademik
memadai dan menjadi pusat rujukan ilmu pengetahuan untuk berbagai fenomena sosial dan
kebudayaan. Melalui peran dan tugas inilah diharapkan Perguruan Tinggi dapat membantu
membangun dan meningkatkan pemahaman tentang kesetaraan gender yang lengkap, yang akan
berdampak pada pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa, sehingga akan dibawa dalam praktek
kehidupan sehari-hari dan profesi yang akan dijalani.

Anda mungkin juga menyukai