Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI BAHAN PANGAN

UJI BORAKS DAN UJI FORMALIN

Dosen Pengampu :
Mursyid, S.Gz., M.Si

Disusun Oleh :
Jeriko Ebenezer Saragih
J1A119050
R-001

PRODI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang biasa di
gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat. Formalin merupakan
bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu, mie basah, dan bakso. Formalin
sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar,
formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh
kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya
digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan
sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan
kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah korosi untuk
sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk
produk kayu lapis (polywood). Dalam kosentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci
piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet.
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang biasa
digunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat. Formalin
merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu, mie basah, dan bakso.
Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang
padasuhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas
(menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah
larut dalam etanol dan eter (Djoko, 2006).
Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O serta asam borat yang tidak
merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya digunakan dalam industri
nonpangan seperti industri kertas, gelas, keramik, kayu, dan produk antiseptik toilet
(Didinkaem, 2007). Di industri farmasi, boraks digunakan sebagai ramuan bahan baku obat
seperti bedak, larutan kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata.
Bahan industri tersebut tidak boleh diminum karena baracun (Winarmo, 1997).
Senyawa-senyawa asam boraks ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak
lebur sekitar 171°C. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian
gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan
asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan
kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000 C yang secara perlahan berubah menjad asam
metaborat (HBO2). Asam boraksmerupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat
basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul
putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Khamid, 2006).
Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan, antara
lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat menimbulkan efek
racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas
boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks
yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam
hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada
dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing,
muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya
mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian
akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 – 20 g atau lebih (Laetitia, 2006).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara
mengidentifikasi sampel bahan pangan yang mengandung boraks atau formalin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Boraks

Boraks merupakan salah satu zat aditif pada makanan. Yakni zat yang ditambahkan
dan dicampurkan pada makanan sewaktu pengolahan makanan dengan maksud untuk
menarik (pewarna), menambah selera (pemanis), menyedapkan (penyedap), mengharumkan
dan sebagai pengawet makanan serta pengenyal. Boraks yang dipergunakan sebagai
pengenyal berupa sodium boraks, yang dalam istilah awamnya disebut bleng. Banyak
makanan yang berasal dari Jawa mempergunakan bleng sebagai salah satu bahan dasar
pengolahan makanan, seperti gendar atau puli, lopis, dan kerupuk gendar atau karak.
Memang dari segi rasa, makanan tersebut digemari oleh masyarakat, karena selain enak,
gurih, dan kenyal, juga tahan lama. Bleng juga dipergunakan dalam pembuatan bakso dan
mie agar kenyal, menggurihkan makanan, serta tahan lama (Aryani, 2006).
Boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B), Boraks merupakan
anti septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan anti jamur,
pengawet kayu, dan antiseptik pada kosmetik (Svehla, G). Asam borat atau boraks (boric
acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran
bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7.10H2O berbentuk
kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks
berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005).
Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama borax.
Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal
dengan nama “pijer”. Digunakan/ditambahkan ke dalam pangan/bahan pangan sebagai
pengental ataupun sebagai pengawet (Cahyadi, 2008). Komposisi dan bentuk asam borat
mengandung 99,0% dan 100% H3BO3. Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B =
17,50% ; H = 4,88% ; O = 77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul
putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Cahyadi, 2008).
Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur
sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85%
dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida,
asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu
molekul airnya pada suhu 100°C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat
(HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram
asam boratlarut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak
berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi,
2008).
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur
makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat
bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk yang
mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang
bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih
alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji
khusus boraks di Laboratorium (Depkes RI, 2002).
Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksid aatau asam
borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh
industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat
oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder,
pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu
(Aminah dan Himawan, 2009). Asam borat dan boraks telah lama digunakan sebagai aditif
dalam berbagai makaan. Sejak asam borat dan boraks diketahui efektif terhadap ragi, jamur
dan bakteri, sejak saat itu mulai digunakan untuk mengawetkan produk makanan.
Selain itu, kedua aditif ini dapat digunakan untuk meningkatkan elastisitas dan
kerenyahan makanan serta mencegah udang segar berubah menjadi hitam. Efek negatif dari
penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat berdampak
sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya
pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang
merusak kesehatan manusia. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MenKes/Per/IX/88
boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan
makanan. Dalam makanan boraks akan terserap oleh darah dan disimpan dalam hati. Karena
tidak mudah larut dalam air boraks bersifat kumulatif. Dari hasil percobaan dengan tikus
menunjukkan bahwa boraks bersifat karsinogenik. Selain itu boraks juga dapat menyebabkan
gangguan pada bayi, gangguan proses reproduksi, menimbulkan iritasi pada lambung, dan
atau menyebabkan gangguan pada ginjal, hati, dan testes (Suklan H) Sering mengkonsumsi
makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal.
Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin),
koma, merangsang system saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah
turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat yang timbul
diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan
konvulsi. Penggunaan boraks apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu
gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Dalam
jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya
saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran
pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto dan Hidayati,
2006).
Pemerintah telah memperbolehkan penggunaan boraks sebagai bahan makanan,
namun dibatasi oleh UU Kesehatan dan Keselamatan Nasional, batasnya hanya 1 gram per 1
kilogram pangan, bila lebih, itu ilegal, pelaku akan dipajara 12 tahun bila menambahkan lebih
dari 1 gram per 1 kilogram pangan.
Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan, antara
lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat menimbulkan efek
racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas
boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks
yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam
hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada
dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing,
muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya
mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian
akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 – 20 g atau lebih (Laetitia, 2006).

2.2 Formalin

Senyawa kimia formaldehida (metanal atau formalin), merupakan aldehida dengan


rumus kimia H2CO, yang berbentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai formalin, atau
padatan yang dikenal sebagai paraf ormaldehyde atau trioxane. Formaldehida awalnya
disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksander Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh
Hoffman tahun 1867.Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reaksi oksidasi katalitik
pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan
asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan
oksigen terhadap metana danhidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam
kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk
manusia (Aras, 2013).
Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan
sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga
murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin, yaituUU
Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU
Nomor8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kepmenkes
Nomor1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan SK Memperindag
Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya (Anonim, 2012).
Didalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya
ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan
pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin
adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene
glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Astawan,
Made, 2006).
Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul H2CO. Karena
kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus
karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang
ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006). Formaldehid
(formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat membentuk polimer pada suhu
normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran untuk gas formalin 4,47 Kcal / gram.
Daya bakar dilaporkan pada rentang volume 12,5 – 80 % di udara. Campuran 65 – 70 %
formaldehid di dalam udara sangat mudah terbakar. Formaldehid dapat terdekomposisi
menjadi metanol dan karbonmonooksida pada suhu 150°C dan pada suhu 300°C jika
dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah
mengalami fotooksidasi menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007).
Formaldehid yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu zat
tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui
terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun
penggunaannya bukannya menurun namun malah semakin meningkat dengan alasan
harganya yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang dan dengan kelebihan.
Formalin sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan makanan, bahkan merupakan zat
yang tidak boleh ditambahkan pada makanan. Memang orang yang mengkonsumsi bahan
pangan (makanan) seperti tahu, mie, bakso, ayam, ikan dan bahkan permen, yang berformalin
dalam beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Tapi efek dari bahan pangan
(makanan) berformalin baru bisa terasa beberapa tahun kemudian. Formalin dapat bereaksi
cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. tubuh cepat
teroksidasi membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian pada
makanan dapat mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia, yaitu rasa sakit perut yang
akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf atau kegagalan peredaran
darah (Effendi, 2009).
Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak
digunakan untuk mengawetkan makanan. Formalin adalah nama dagang dari campuran
formaldehid, metanol dan air dengan rumus kimia CH2O. Formalin yang beredar di pasaran
mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% –40%. Di Indonesia, beberapa
undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah
Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No.
1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik
bagi tubuh manusia (Sitiopan, 2012). Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga
disebut metanal), merupakan aldehida berbentuk gas dengan rumus kimia H2CO.
Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi
diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran
bahan yang mengandung karbon. Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot
mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya
matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer.
Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan
organisme, termasuk manusia (Reuss 2005).
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut
dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang „formalin‟
atau „formol‟ ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada
dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol
untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan
kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada
umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya.

Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik


elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena.
Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi Cannizzaro,
menghasilkan asam format dan metanol. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-
trioksana atau polimer linier polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas
formaldehida berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin.
Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan
formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss 2005).
Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi
(kekurangan air) sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan.
Artinya formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang
melindungi lapisan di bawahnya supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila
desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh maka
formalin akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk
melindungi dari serangan berikutnya (Cipta Pangan, 2006) Mekanisme formalin sebagai
pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-
rangkaian antara protein yang berdekatan.
Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut (Herdiantini, 2003).
Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat sehingga walaupun
formaldehid dapat digunakan untuk mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara
sempurna, kecuali jika diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras
(Herdiantini, 2003).

2.3 Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman yang banyak di
budidayakan di Indonesia. Tanaman kunyit merupakan tanaman yang banyak manfaatnya
dalam kehidupan sehari-hari, selain sebagai bumbu, obat-obatan dan kosmetik juga sebagai
bahan industri. Kunyit telah digunakan selama lebih dari 2500 tahun di India, kemungkinan
pertama kali digunakan sebagai pewarna dan obat. Kunyit banyak digunakan dalam
pengobatan Ayurveda, karena memiliki kualitas antiseptik dan antibakteri, memiliki efek
yang sama dengan fluoride untuk gigi, menyembuhkan peradangan sendi, serta membantu
masalah pencernaan dan depresi. Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang
disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin , desmetoksikumin sebanyak 10% dan
bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri
yang terdiri dari keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren,
sabinen, borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat
sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat
besi, fosfor, dan kalsium.
Pengujian kandungan boraks pada makanan dapat dilakukan dengan ekstrak kunyit.
Ekstrak kunyit dapat digunakan sebagai pendeteksi boraks karena ekstrak kunyit tersebut
mengandung senyawa kurkumin. Kurkumin dapat mendeteksi adanya kandungan boraks pada
makanan karena kurkumin mampu menguraikan ikatan-ikatan boraks menjadi asam borat dan
mengikatnya menjadi kompleks warna rosa atau yang biasa disebut dengan senyawa boron
cyano kurkumin kompleks. Maka, ketika makanan yang mengandung boraks ketika ditetesi
oleh ekstrak kunyit akan mengalami perubahan warna menjadi merah kecoklatan.
2.4 Ekstrak Bunga Kembang Sepatu

Pengujian boraks dapat dilakukan dengan menggunakan bahan alami yang mudah
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yaitu bunga kembang sepatu.Bunga kembang sepatu
mengandung senyawa antosianin yang digunakan untuk mendeteksi boraks. Bunga kembang
sepatu merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk dijadikan indikator alami
alami pendeteksi boraks, hal ini dikarenakan bunga kembang sepatu mengandung senyawa
pewarna pada tumbuhan, yakni sebagai antosianin.
Antosianin adalah pigmen yang memberikan warna pada bunga. Anthosianin
merupakan zat warna yang bersifat polar dan akan larut dengan pelarutpelarut polar
anthosianin lebih larut dalam air dan karakteristik ini membantu proses ekstraksi dengan air,
sedangkan boraks mengandung senyawa kimia karena boraks bersifat basa dan akan bereaksi
jika dicampur dengan antosianin. Karena boraks bersifat basa, maka boraks yang terkandung
dalam makanan dapat dideteksi dengan menggunakan ekstrak bunga kembang sepatu dengan
bahan yang sederhana.
Salah satu contohnya dapat mendeteksi boraks pada tahu.(Sangadji, 2017)
Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh (Sitti dkk, 2017) yang membuktikan bahwa
pemanfaatan bunga kembang sepatu (Hibiscus-rosa sinensis.L) sebagai bahan pembuatan
kertas indikator Ph asam dan basa (Indira, 2015) Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh
( Anik, 2018) yang membuktikan bahwa pemanfaatan ekstrak antosianin dari bunga kembang
sepatu (Hibiscus-rosa sinensis. L)sebagai indikator alami untuk identifikasi boraks yang
dapat mengubah warna larutan dengan perubahan Ph setelah penambahan asam dan basa
(Gupta, 2012).

2.5 Ekstrak Kulit Buah Naga

Makanan yang dikonsumsi seperti tahu harus aman dari zat berbahaya, sehingga
diperlukan cara untuk mengawasi keamanan pangan yang dikonsumsi. Salah satu cara yang
bisa dilakukan untuk mendeteksi formalin pada makanan adalah uji laboratorium dengan
metoda spektrofotometri. Tetapi ada juga cara sederhana untuk mendeteksi pengawet pada
makanan yaitu menggunakan zat antosianin yang terdapat dalam bahan makan seperti buah
naga merah (Antoni, 2010; Rochyani dkk, 2017).
Antosianin merupakan pigmen yang menghasilkan warna ungu, merah jambu, merah
merak,biru dan merah pada daun, bunga, dan buah pada tumbuhan-tumbuhan. Antosianin
yang terkandung pada kulit buah naga bisa berfungsi untuk pewarna alami pengganti pewarna
buatan, sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas dan selain itu juga dapat
mendeteksi atau identifikasi adanya senyawa kimia (pengawet) seperti formalin dan boraks
(Nasution, 2016; Sari dkk, 2018).
Antosianin yang bersifat amfoter yang mempunyai kemampuan untuk bereaksi baik
dengan pH yang asam maupun basa, jika dalam media yang bersifat asam antosianin akan
berwarna merah atau merah muda. Formalin bersifat asam, sehingga apabila antosianin
bertemu dengan formalin maka akan menghasilkan perubahan warna merah atau merah muda
yang semakin pekat (Saati dkk, 2016; Rochyani dkk, 2017;). Penelitian ini memiliki tujuan
untuk mengetahui apakah zat antosianin yang terkandung di dalam kulit buah naga merah
dapat mengidentifikasi keberadaan formalin dalam tahu yang diperdagangkan di pasar
tradisional.

2.6 Tahu

Formalin sering kali disalah gunakan kedalam makanan seperti tahu yang dijual di
pasaran. Tahu yang ditambahkan formalin supaya daya tahan atau simpannya lebih lama hal
ini dikarenakan tahu merupakan produk makanan yang rentan rusak. Makanan yang sering
dikonsumsi oleh masyarakat salah satunya adalah tahu karena harga yang murah, mudah
didapat, banyak dijual di pasaran dan kaya akan sumber protein (Iftriani dkk, 2016; Ariani
dkk, 2016). Formalin mudah bereaksi dengan protein sehingga menyebabkan protein yang
terkandung di dalam tahu mudah mati (Nuhman dan Aprily, 2017).

2.7 Bakso Ayam

Ciri-ciri bakso yang mengandung boraks sebagai pengenyal dan pengawet adalah
lebih kenyal jika dibandingkan bakso yang mengandung STF sebagai pengenyal, warna lebih
putih, akan menjadi abu-abu tua jika ditambahkan obat bakso berlebihan. Itu sebabnya bakso
yang mengandung boraks bila digigt akan kembali kebentuk semula( Yuliarti, 2007).

2.8 Mie Basah

Mie basah merupakan makanan berbahan dasar tepung dan banyak dikonsumsi oleh
masyarakat karena pengolahannya relatif mudah. Akses yang mudah serta banyaknya
penggemar mie mendorong penggunaan bahan kimia seperti formalin.
Ciri-ciri mie basah yang mengandung formalin yakni tampak mengkilat, tidak mudah
putus atau tidak lengket, selain aroma terigu biasanya tercium aroma seperti obat, dan daya
awet bisa dua hari atau lebih. Penggunaan formalin dalam makanan dapat menyebabkan
masalah kesehatan yakni gangguan pernapasan, sakit kepala dan kanker paru-paru (Cahyadi,
2008).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pada pengujian boraks dilaksanakan pada 5 November 2021 di Lrg.
Kaswari RT 03 Kelurahan Eka Jaya Kec. Pal Merah Kota Jambi dan pengujian formalin
dilaksanakan pada 9 November 2021 di Jl. Darma Karya RT. 28 Hutan Kota Kel. Kenali
Asam Bawah. Kec. Kota Baru, Jambi.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain menggunakan
bahan berupa bakso, mie ulung, tahu, kunyit, aquades, kulit buah naga, bunga sepatu dan alat
tulis. Sedangkan untuk alat yang digunakan antara lain mortal, oven kertas saring, gelas ukur,
gelas piala, spatula, pipet tetes, blender pisau, talenan, baskom dan talenan.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan Kertas Numerik


3.3.2 Pengujian Boraks

3.3.3 Pengujian Formalin


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengujian Boraks

Tabel 2. Hasil Pengujian Formalin menggunakan Kulit Buah Naga

Bahan Perlakuan
20 Menit 30 Menit
Bakso Ayam Tidak terjadi perubahan warna Tidak terjadi perubahan warna
(Negatif) (Negatif)
Tahu Tidak terjadi perubahan warna Tidak terjadi perubahan warna
(Negatif) (Negatif)

Tabel 3. Hasil Pengujian Formalin Menggunakan Bunga Sepatu

Bahan Perlakuan
0 Menit 15 Menit 30 Menit 45 Menit 60 Menit
Bakso Ayam Tidak terjadi Terjadi Terjadi Terjadi Terjadi
perubahan perubahan perubahan perubahan perubahan
warna warna warna warna warna
(Negatif) menjadi menjadi menjadi menjadi
coklat coklat pekat coklat muda coklat
(Positif) (Positif) (Positif) (Positif)
Tahu Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
perubahan perubahan perubahan perubahan perubahan
warna warna warna warna warna
(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

4.2 Pembahasan

Formalin adalah larutan tak berwarna yang berbau tajam dengan kandungan kimia
37% Formaldehid (metanal), 15 % metanol dan sisanya adalah Air. Sedangkan Boraks adalah
senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7). berbentuk padat, jika terlarut
dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3).Pada percobaan uji
analisis formalin dan boraks pada makanan secara sederhana adalah dengan menguji tiga
sampel makanan basah atau jajanan yang biasa anak-anak beli dilingkungan masyarakat
sekitar perumahan.
Kertas turmerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam larutan turmerik
(kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat. Teteskan pada kertas tumerik
yang sudah disiapkan. Amati perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan
tersebut akan dipergunakan sebagai kontrol positif. Tumbuk bahan yang akan diuji dan beri
sedikit air. Teteskan air larutan dari bahan makanan yang diuji tersebut pada kertas tumerik.
Apabila warnanya sama dengan pada kertas tumerik kontrol positif, maka bahan makanan
tersebut mengandung boraks. Dan bila diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-biru yang
gelap maka sampel tersebut positif mengandung boraks (Roth, 1988).
Hasil yang didapatkan disaat melaksanakan pengujian boraks adalah dari ketiga
sample yang digunakan, yaitu Tahu, Mie Basah, dan Bakso Ayam, hanya ada satu sample
yang terindikasi menggunakan boraks yaitu Mie Basah. Hal ini ditandai dengan warnanya
sama dengan pada kertas tumerik kontrol positif, maka bahan makanan tersebut mengandung
boraks. Dan bila diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-biru yang gelap maka sampel
tersebut positif mengandung boraks. Untuk kedua sample lainnya, yaitu Tahu dan Bakso
Ayam, kertas numerik yang dilakukan perlakuan, warnanya tidak sama dengan pada kertas
tumerik kontrol positif, maka bahan makanan tersebut tidak mengandung boraks.
Penggunaan boraks dimaksudkan untuk memperpanjang umur penyimpanan, karena
formalin adalah senyawa antimikroba serbaguna yang dapat membunuh bakteri, jamur
bahkan virus. Karakteristik mie basah yang mengandung boraks yakni tekstur mie yang
kenyal dan tidak mudah lengket. Boraks dalam bentuk asam borat tidak terdisossiasi dan akan
terdistribusi pada semua jaringan. Boraks akan diekskresikan >90% melalui urine dalam
bentuk yang tidak dimetabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia boraks adalah sekitar 20
jam, namun pada kasus dimana terjadi konsumsi dalam jumlah yang besar maka waktu
eliminasi senyawa boraks akan berbentuk bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50% lainnya
akan diekskresikan dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urin, boraks juga di
ekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan feces.
Boraks dalam bentuk asam borat tidak terdisossiasi dan akan terdistribusi pada semua
jaringan. Boraks akan diekskresikan >90% melalui urine dalam bentuk yang tidak
dimetabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia boraks adalah sekitar 20 jam, namun pada
kasus dimana terjadi konsumsi dalam jumlah yang besar maka waktu eliminasi senyawa
boraks akan berbentuk bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50% lainnya akan diekskresikan
dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urin, boraks juga di ekskresikan dalam
jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan feces.
Cara sederhana untuk mendeteksi pengawet pada makanan yaitu menggunakan zat
antosianin yang terdapat dalam bahan makan seperti buah naga merah (Antoni, 2010;
Rochyani dkk, 2017). Antosianin merupakan pigmen yang menghasilkan warna ungu, merah
jambu, merah merak,biru dan merah pada daun, bunga, dan buah pada tumbuhan-tumbuhan.
Antosianin yang terkandung pada kulit buah naga bisa berfungsi untuk pewarna alami
pengganti pewarna buatan, sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas dan selain itu
juga dapat mendeteksi atau identifikasi adanya senyawa kimia (pengawet) seperti formalin
dan boraks (Nasution, 2016; Sari dkk, 2018). Antosianin yang bersifat amfoter yang
mempunyai kemampuan untuk bereaksi baik dengan pH yang asam maupun basa, jika dalam
media yang bersifat asam antosianin akan berwarna merah atau merah muda. Formalin
bersifat asam, sehingga apabila antosianin bertemu dengan formalin maka akan menghasilkan
perubahan warna merah atau merah muda yang semakin pekat (Saati dkk, 2016; Rochyani
dkk, 2017;). Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah zat antosianin yang
terkandung di dalam kulit buah naga merah dapat mengidentifikasi keberadaan formalin
dalam tahu yang diperdagangkan di pasar tradisional.
Pada pengujian formalin dengan indikator formalin ekstrak kulit buah naga, dengan
dua sampel yaitu Tahu dan Bakso ayam tidak terjadi perubahan warna yang berarti kedua
sample tersebut bebas dari kandungan formalin. Dapat dilihat saat sampel dicelupkan ke tisu
atau kertas yang telah direndam dengan ekstrak kulit buah naga yang berwarna merah dan
tisu tersebut tetap berwarna merah sementara yang tidak mengalami perubahan atau
meninggalkan warna merah pada tissue adalah tahu yang tidak mengandung formalin. Ciri-
ciri yang ditunjukkan pada tahu yang mengandung formalin yaitu bau dari tahu tidak tercium
bau khas protein pada kedelai melainkan bau yang tercium seperti bau obat-obatan, permukan
tahu kesat, tahu terasa membal saat ditekan, terasa sangat kenyal, juga tidak mudah hancur,
dan tahu tahan lebih lama. Hal ini dikarenakan sifat amfoter yang dimiliki antosianin yang
mampu bereaksi dengan formalin yang bersifat asam, apabila antosianin bertemu dengan
formalin maka akan terjadi perubahan warna merah atau merah muda yang semakin pekat.
Antosianin mudah dipengaruhi oleh jenis pelarut, dan suasana keasaman (pH). Zat
antosianin yang berwarna merah dan ungu akan lebih optimal jika dalam suasana keadaan
asam. Kulit buah naga yang mengandung antosianin pada suasana asam memiliki pH 1 - pH4
akan menghasilkan warna merah yang lebih pekat. Keadaan pH yang asam dapat dilakukan
dengan penambahan senyawa yang bersifat asam pada ekstraksi antosianin seperti senyawa
formalin yang mempumyai pH asam. Oleh sebab itu jika konsentrasi pH yang asam
dicampurkan atau menghasilkan warna merah yang lebih pekat.
Pada dasarnya formalin yang ditambahkan kedalam makanan bukan untuk bahan
tambahan makanan yang diizinkan kegunaannya sebagai pengawet makanan, melainkan
formalin biasanya digunakan untuk pengawet mayat, pembunuh hama, bahan desinfektan
dalam industri plastik dan busa, serta untuk sterilisasi ruang. Formalin mempunyai fungsi
sebagai antibacterial agent sehingga dapat memperlambat aktivitas bakteri dalam makanan
yang mengandung banyak protein seperti tahu, maka formalin bereaksi dengan protein dalam
tahu dan membuat makanan menjadi awet (Matondang dkk, 2015).
Pada pengujian formalin pada sample bakso ayam dan tahu dengan menggunakan
indikator ekstrak bunga kembang sepatu, didapatkan hasil bahwa salah satu sample yaitu
bakso ayam mengandung formalin. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan warna pada
indikator menjadi warna coklat. Perubahan warna dimulai pada menit ke 15. Perubahan ini
mengindikasi sample tersebut mengandung formalin.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum tersebut menunjukkan adanya kandungan formalin dan


boraks pada dua sample dari ketiga sample yang diperdagangkan yaitu Mie Basah dan Bakso
Ayam dengan pengujian sederhana menggunakan tiga indikator yaitu Kertas Numerik,
ekstrak bunga kembang sepatu dan ekstrak kulit buah naga.

5.2 Saran

Untuk penelitian berikutnya perlu dilakukan pengujian secara laboratorium atau


secara kualitatif dan kuantitatif untuk membuktikan kebenaran mendeteksi keberadaan
formalin dan boraks pada makanan, bukan hanya uji secara sederhana saja.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made. 2006. Mengenal Formalin dan bahayanya. Jakarta: Penebar Swadya
Avianda Tania G, 2015, panduan praktikum kimia organic 1, universitas muhammadiayah
Cirebon, Cirebon.
Blair A, P. Stewart, PA Hoover. 1987. Cancers of the nasopharynx and oropharynx and
formaldehyde exposure. J. Natl. Cancer Inst. 78(1): 191-193.
Cahyadi, W., 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara,
Jakarta. Depkes R.I. 2002. Pedoman Penggunaan Bahan Tambahan Pangan bagi
Industri. Jakarta
Djarijah, Abbas Siregar. 1995. Teknologi Tepat Guna : lkan Asin. Yogyakarta: Kanisius.
Farida I. 2010. Bahaya Paparan Formalin terhadap Tubuh.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: departemen farmasi FMIPA
Universitas Indonesia Herdiantini, E., 2003. Analisis Bahan Tambahan Kimia (Bahan
Pengawet Dan Pewarna) Yang Dilarang Dalam Makanan. Bandung: Fakultas Teknik
Universitas Pasundan.
Norman, R.O.C and D.J. Waddington, 1983. Modern Organic Chemistry. New York:
Colliens Educational.
Reuss G, W. Disteldorf, A.O.Gamer. 2005. Formaldehyde in Ullmann’s Encyclopedia
ofIndustrial Chemistry Wiley-VCH.
Saparinto, C. Hidayati, D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius
Suklan H., Apa dan Mengapa Boraks Dalam Makanan. Penyehatan Air dan Sanitasi (PAS).
2002; Vol . IV Nomor 7
Svehla, G.. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro,
Terjemahan: Setiono dan A. Hadyana Pudjatmaka. Jakarta: PT. Kalman Media
Pustaka
Syah, D. dkk. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan
Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IP
Takahashi M, R. Hasegawa, F. Furukawa, K. Toyoda, H. Sato and Y. Hayashi. 1986. Effects
of ethanol, potassium metabisulfite, formaldehyde and hydrogen peroxide on gastric
carcinogenesis in rats after initiation with N-methylN'nitroN'nitrosoguanidine. Jap. J.
Cancer Res. 77: 118-124.
Widyaningsih, T.D. dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk
Pangan. Jakarta: Trubus Agrisarana
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengujian Boraks

Proses pengovenan kertas saring Kunyit sebanyak 200 gr

Hasil Uji Boraks pada mie basah (positif) Hasil Uji Boraks pada bakso ayam (negatif)

Hasil Uji Boraks pada tahu ( negatif)


Lampiran 2. Pengujian Formalin

Bunga Kembang Sepatu Bunga Kembang Sepatu yang telah dihaluskan


dan diberi aquadest

Kulit buah naga yang telah dihaluskan Hasil pengujian formalin dengan bunga kembang
dan diberi aquadest sepatu pada sampel tahu (negatif)

Hasil pengujianmenggunakan bunga kembang Hasil pengujian menggunakan kulit buah


Sepatu pada sampel bakso (Positif) naga menggunakan sample tahu dan mie (negatif)

Hasil pengujian menggunakan kulit buah naga menggunakan sampel tahu dan mie (negatif)

Anda mungkin juga menyukai