Standard Mutu Pengawas
Standard Mutu Pengawas
Tulisan ini merupakan naskah karya Prof. Dr. Nana Sudjana, dkk. (2006), yang
berjudul Standar Mutu Pengawas yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. Dalam naskah ini dibahas
tentang : (1) Pendahuluan; (2) Hakekat Pengawas dan Kepengawasan; (3) Tugas
Pokok dan Fungsi; (4) Kompetensi dan Sertifikasi; (5) Kualifikasi Rekruitmen
dan Seleksi; dan (6) Kinerja dan Hasil Kerja; (7) Pembinaan dan Pengembangan;
(8) Pendidikan dan latihan; (9) Penghargaan dan Perlindungan; (10)
Pemberhentian dan Pensiun dan (11) Penutup
Semoga bermanfaat.
STANDAR MUTU PENGAWAS
© DEPDIKNAS 2006
KATA PENGANTAR
© DEPDIKNAS 2006 i
DAFTAR ISI
Halaman
© DEPDIKNAS 2006 ii
BAB VIII PENDIDIKAN DAN PELATIHAN .............................................. 78
A. Kebutuhan Diklat ....................................................................... 78
B. Tujuan dan Hasil Diklat.............................................................. 79
C. Diklat Jenjang Dasar................................................................... 80
D. Diklat Jenjang Lanjut.................................................................. 83
E. Diklat Jenjang Menengah........................................................... 82
F. Diklat Jenjang Tinggi................................................................. 88
G. Perencanaan dan Pelaksanaan Diklat.......................................... 88
H. Evaluasi Diklat............................................................................ 90
BAB IX PENGHARGAAN DAN PERLINDUNGAN.................................. 96
A. Konsep Penghargaan dan Perlindungan..................................... 96
B. Penghargaan dan Perlindungan serta Prestasi Kerja .................. 97
C. Tujuan Penghargaan .................................................................. 99
D. Prinsip Pemberian Penghargaan................................................. 100
E. Sasaran dan Ruang Lingkup Penghargaan ................................ 102
F. Jenis Penghargaan Pengawas...................................................... 102
G. Bentuk Penghargaan................................................................... 103
H. Kriteria Penghargaa.................................................................... 104
I. Mekanisme Penghargaan............................................................ 105
J. Perlindungan .............................................................................. 105
BAB X PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN ............................................. 107
1. Pemberhentian............................................................................. 107
2. Pensiun......................................................................................... 110
BAB IX PENUTUP......................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115
Masalah pokok pendidikan kita dewasa ini adalah peningkatan mutu pada setiap
jenis, jenjang dan jalur pendidikian. Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan
delapan standar nasional pendidikan yakni: (1) standar isi, (2) standar proses, (3)
standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)
standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan,
dan (8) standar penilaian pendidikan (PP. No. 19 Tahun 2005). Standar nasional
pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, pada hakekatnya menjadi arah dan
tujuan penyelenggaraan pendidikan. Dengan kata lain, standar nasional
pendidikan harus menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu standar yang dinilai paling langsung berkaitan dengan mutu lulusan
adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Untuk dapat mencapai mutu
pendidikan yang diinginkan, tenaga pendidik atau guru dituntut memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Kualifikasi
akademik ditunjukkan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan
dengan kualifikasi minimal sarjana (S1) pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Sedangkan kompetensi tenaga pendidik mencakup kompetensi pribadi,
pedagogik, sosial dan kompetensi professional.
© DEPDIKNAS 2006 1
sudah berfungsi di setiap jenis dan jenjang pendidikan, walaupun pembinaan dan
pengembangan secara akademik masih belum terpola dan berkesinambungan.
Tenaga pengawas TK/SD, SMP, SMA dan SMK merupakan tenaga kependidikan
yang peranannya sangat penting dalam membina kemampuan profesional tenaga
pendidik dan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah. Pengawas
sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun
supervisor manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah
berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat
meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor
manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah agar mencapai
sekolah yang efektif. Pembinaan dan pengawasan kedua aspek tersebut hendaknya
menjadi tugas pokok pengawas sekolah. Oleh sebab itu tenaga pengawas harus
memiliki kualifikasi dan kompetensi yang lebih unggul dari guru dan kepala
sekolah. Peranan pengawas hendaknya menjadi konsultan pendidikan yang
senantiasa menjadi pendamping bagi guru dan kepala sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Lebih dari itu kehadiran pengawas harus menjadi
agen dan pelopor dalam inovasi pendidikan di sekolah binaannya. Kinerja
pengawas salah satunya harus dilihat dari kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh
sekolah binaannya. Dalam konteks itu maka mutu pendidikan di sekolah yang
dibinanya akan banyak tergantung kepada kemampuan profesional tenaga
pengawas.
Kondisi saat ini kualifikasi dan kompetensi pengawas belum sebagaimana yang
diharapkan. Di beberapa daerah para pengawas menyatakan bahwa wawasan
akademik dirinya berada di bawah guru dan kepala sekolah sebab mereka tidak
pernah disentuh dengan inovasi yang terjadi. Temuan di lapangan dari pengawas
yang hampir mewakili semua propinsi, menunjukkan tenaga pengawas kurang
diminati sebab rekruitmen pengawas bukan karena prestasi tetapi semacam
tenaga buangan dari kepala sekolah dan guru atau tenaga struktural yang
memperpanjang masa pensiun. Kualifikasi pendidikan para pengawas umumnya
sarjana (S1) namun masih ada yang belum sarjana terutama pengawas TK/SD,
© DEPDIKNAS 2006 2
dan yang berpendidikan sarjana pun bidang ilmunya masih ada yang kurang
relevan dengan bidang kepengawasannya. Usia rata-rata pengawas cukup tua
yakni 52 tahun dengan rata-rata masa kerja sebagai PNS 25 tahun. Sedangkan
masa kerja menjadi pengawas rata-rata 6 tahun. Jenjang karir pengawas masih
kurang jelas dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pembinaan dan
pengembangan kemampuan profesional tenaga pengawas boleh dikatakan tidak
ada baik berupa Diklat kepengawasan, penataran khusus pengawas, seminar,
lokakarya dan kegiatan ilmiah lainnya. Bahkan dalam kegiatan
penataran/pelatihan guru, pelatihan kepala sekolah dan kegiatan akademik lainnya
pengawas tidak pernah dilibatkan. Tugas pokok yang rancu bahkan di beberapa
daerah menempatkan pengawas bukan lagi sebagai supervisor akademik dan
manajerial. Selain itu daya dukung kurang menunjang untuk melaksanakan tugas
kepengawasan satuan pendidikan. Biaya operasional/rutin untuk melaksanakan
tugas kepengawasan tidak memadai terlebih lagi untuk pengawasan di daerah
terpencil. Pengawas juga kurang diberikan penghargaan sebagaimana tenaga
pendidik seperti adanya guru teladan dan penghargaan lainnya.
Atas dasar itu, maka Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMPTK sebagai
institusi baru di lingkungan Depdiknas menaruh perhatian terhadap pembinaan
dan pengembangan tenaga pengawas dalam kerangka peningkatan mutu
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pembinaan dan
pengembangan tenaga pengawas dimulai sejak rekruitmen dan seleksi, tugas
pokok dan fungsinya, kualifikasi dan kompetensi, pembinaan dan pengembangan
karir, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan serta aspek-aspek lainnya
sampai kepada pemberhentian dan hak pensiun. Pembinaan dan pengembangan
aspek di atas mutlak diperlukan agar dapat meingkatkan citra dan wibawa
akademik tenaga pengawas sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai supervisor akademik dan supervisor manajerial demi tercapainya
peningkatan mutu sekolah. Pada sisi lain Direktorat Tenaga Kependidikan
memandang perlu melakukan pemetaan tenaga pengawas saat ini serta kebutuhan
tenaga pengawas di masa mendatang. Dalam konteks inilah Direktorat Tenaga
Kependidikan meluncurkan sejumlah program dan kegiatan untuk meningkatkan
© DEPDIKNAS 2006 3
mutu tenaga pengawas satuan pendidikan/sekolah. Salah satu programnya
dituangkan dalam tulisan ini.
Isi tulisan ini menjelaskan program peningkatan standar mutu tenaga pengawas
sekolah/satuan pendidikan yang terdiri atas sebelas bab. Bab I pendahuluan yang
menguraikan kemengapaan peningkatan mutu tenaga pengawas dilakukan. Bab II
berisi hakekat kepengawasan yang menjelaskan arti pengawas dan pengawasan.
Bab III berisi tugas pokok dan fungsi. Bab IV berisi kualifikasi, rekruitmen dan
seleksi. Bab V berisi kompetensi dan sertifikasi. Bab VI berisi kinerja dan hasil
kerja. Bab VII berisi pembinaan dan pengembangan karir. Bab VIII berisi
Pendidikan dan Latihan. Bab IX berisi penghargaan dan perlindungan. Bab X
berisi pemberhentian dan pensiun. Bab XI penutup.
Naskah ini diharapkan menjadi bahan dan rujukan bagi siapapun yang tugasnya
berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya pada pendidikan dasar
dan menengah.
© DEPDIKNAS 2006 4
BAB II
HAKIKAT KEPENGAWASAN
Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan pendidikan adalah fungsi
manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi
manajemen lainnya (Mantja 2001). Berdasarkan konsep tersebut, maka proses
perencanaan yang mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan terlebih
© DEPDIKNAS 2006 5
dahulu. Perencanaan yang dimaksudkan mencakup perencanaan:
pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme, sehingga
perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan tujuan yang jelas.
© DEPDIKNAS 2006 6
Penilaian itu dilakukan untuk penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria
(tolak ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan,
saran dan bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998).
© DEPDIKNAS 2006 7
berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya terhadap kinerja sekolah
dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Itulah sebabnya kehadiran
pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu
pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya
berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah
yang bersangkutan seoptimal mungkin sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
Data Sekolah:
Komunikasi:
PRODUKTIVITAS,
EFEKTIVITAS dan EVALUASI DIRI
ANTAR EFISIENSI Sekolah
STAKEHOLDER Dialog:
NEGOSIASI, KOLABORASI
dan NETWORKING
Kerjasama:
PENGAWASAN
PENGEMBANGAN
SEKOLAH scr Profil Dinamik:
KOLABORATIF MASA DEPAN SEKOLAH
© DEPDIKNAS 2006 8
Dimensi pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Support. Dimensi ini
menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor
itu harus mampu mendukung (support kepada) pihak sekolah untuk
mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor bersama
pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan potensi serta
peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu
pendidikan pada sekolah di masa yang akan datang.
Dimensi kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Trust. Dimensi ini
menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor
itu harus mampu membina kepercayaan (trust) stakeholder pendidikan dengan
penggambaran profil dinamika sekolah masa depan yang lebih baik dan lebih
menjanjikan.
Fokus dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan dalam tiga
aktivitas utama pengawasan yaitu: negosiasi, kolaborasi dan networking.
Negosiasi dilakukan oleh supervisor terhadap stakeholder pendidikan dengan
fokus pada substansi apa yang dapat dan perlu dikembangkan atau
ditingkatkan serta bagaimana cara meningkatkannya. Kolaborasi merupakan
© DEPDIKNAS 2006 9
inti kegiatan supervisi yang harus selalu diadakan kegiatan bersama dengan
pihak stakeholder pendidikan di sekolah binaannya. Hal ini penting karena
muara untuk terjadinya peningkatan mutu pendidikan ada pada pihak sekolah.
Networking merupakan inti hakikat kegiatan supervisi yang prospektif untuk
dikembangkan terutama pada era globalisasi dan cybernet teknologi seperti
sekarang ini. Jejaring kerjasama dapat dilakukan baik secara horisontal
maupun vertikal. Jejaring kerjasama secara horisontal dilakukan dengan
sesama sekolah sejenis untuk saling bertukar informasi dan sharing
pengalaman pengembangan mutu sekolah, misalnya melalui MKP, MKKS,
MGBS, MGMP. Jejaring kerjasama secara vertikal dilakukan baik dengan
sekolah pada aras dibawahnya sebagai pemasok siswa barunya, maupun
dengan sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya sebagai lembaga yang
akan menerima para siswa lulusannya.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini pengawas sekolah atau pengawas
satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas,
tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah baik
pengawasan dalam bidang akademik (teknis pendidikan) maupun bidang
manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah jabatan fungsional
bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat sebagai
pengawas harus sudah berstatus tenaga pendidik/guru dan atau kepala
sekolah/wakil kepala sekolah, setidak-tidaknya pernah menjadi guru.
© DEPDIKNAS 2006 10
harus ditempuh pengawas dalam menyusun program kerja pengawas agar
dapat membantu sekolah mengembangkan program inovasi sekolah. Ketiga
langkah tersebut adalah :
© DEPDIKNAS 2006 11
harus menjadi mitra sekolah dalam membina dan mengembangkan mutu
pendidikan di sekolah sehingga secara bertahap kinerja sekolah semakin
meningkat menuju tercapainya sekolah yang efektif.
© DEPDIKNAS 2006 12
B. Bidang Pengawasan
Atas dasar itu, dalam peraturan yang ada sekarang ini, bidang pengawasan
dibedakan menjadi empat bidang pengawasan yakni: (1) Bidang pengawasan
TK/RA, SD/MI-LB, (2) Bidang pengawasan Rumpun Mata Pelajaran, (3)
Bidang pengawasan Pendidikan Luar Biasa dan (4) Bidang pengawasan
Bimbingan dan Konseling.
© DEPDIKNAS 2006 13
Gambaran di lapangan, terutama di beberapa daerah, pengawas rumpun mata
pelajaran sudah ditinggalkan dan beralih menjadi pengawas sekolah/satuan
pendidikan seperti halnya pengawas TK/SD. Dengan kata lain, di SMP-
SMA-SMK tidak lagi diberlakukan pengawas rumpun mata pelajaran tetapi
pengawas satuan pendidikan. Oleh karena itu, berkembang wacana perlu
adanya pengawas SMP, pengawas SMA dan pengawas SMK. Kecenderungan
ini disebabkan masih belum terpenuhinya pengawas yang memiliki keahlian
yang sesuai dengan jumlah rumpun/mata pelajaran di SMP/SMA/SMK dan
adanya ketidak sesuaian bidang keahlian pengawas rumpun dengan mata
pelajaran yang harus diawasi/dibinanya di pendidikan menengah. Selain itu,
hampir di semua kabupaten dan kota, pengawas rumpun mata pelajaran masih
sangat terbatas jumlahnya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk
setiap rumpun mata pelajaran, terlebih lagi untuk semua mata pelajaran.
© DEPDIKNAS 2006 14
kualifikasi pengawas TK/SD seharusnya minimal Sarjana Pendidikan
khususnya S1 PGSD bukan S1 Pendidikan bidang ilmu/mata pelajaran.
Demikian halnya untuk pengawas SLB berlaku sama dengan pengawas
TK/SD bahkan sulitnya mencari pengawas SLB yang profesional mengingat
terbatasnya Sarjana Pendidikan dengan keahlian pendidikan khusus/luar biasa.
© DEPDIKNAS 2006 15
pembinaan dan pengembangannya serta penilaian kinerjanya dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan di sekolah yang menjadi binaannya.
BAB III
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
1. Tugas Pokok
Mengacu pada SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional
pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud nomor
03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor
38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas
serta Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis
pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, dapat
dikemukakan tentang tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah
yang meliputi:
© DEPDIKNAS 2006 16
2. Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil
prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
© DEPDIKNAS 2006 17
3. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses
pembelajaran/bimbingan, lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap
perkembangan hasil belajar/bimbingan siswa.
4. Melaksanakan analisis komprehensif hasil analisis berbagai faktor sumber
daya pendidikan sebagai bahan untuk melakukan inovasi sekolah.
5. Memberikan arahan, bantuan dan bimbingan kepada guru tentang proses
pembelajaran/bimbingan yang bermutu untuk meningkatkan mutu proses
dan hasil belajar/ bimbingan siswa.
6. Melaksanakan penilaian dan monitoring penyelenggaran pendidikan di
sekolah binaannya mulai dari penerimaan siswa baru, pelaksanaan
pembelajaran, pelaksanaan ujian sampai kepada pelepasan
lulusan/pemberian ijazah.
7. Menyusun laporan hasil pengawasan di sekolah binaannya dan
melaporkannya kepada Dinas Pendidikan, Komite Sekolah dan
stakeholder lainnya.
8. Melaksanakan penilaian hasil pengawasan seluruh sekolah sebagai bahan
kajian untuk menetapkan program kepengawasan semester berikutnya.
9. Memberikan bahan penilaian kepada sekolah dalam rangka akreditasi
sekolah.
10. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak sekolah dalam
memecahkan masalah yang dihadapi sekolah berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan.
© DEPDIKNAS 2006 18
pemanfaatan sumberdaya, manajemen sekolah, dan aspek lainnya seperti:
keputusan moral, pendidikan moral, kerjasama dengan masyarakat.
© DEPDIKNAS 2006 19
manajerial pendidikan di Diknas yang bersangkutan, partisipasi pada
perencanaan pendidikan di kabupaten/kota, partisipasi pada seleksi calon
kepala sekolah/calon pengawas, partisipasi dalam akreditasi sekolah,
partisipasi dalam merekruit personal untuk proyek atau program-program
khusus pengembangan mutu sekolah, partisipasi dalam mengelola konflik di
sekolah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani pengaduan
baik dari internal sekolah maupun dari masyarakat. Itu semua dilakukan guna
mewujudkan kelima tugas pokok di atas.
© DEPDIKNAS 2006 20
SDMsekolah
2. Penyelenggaraan inovasi di sekolah
2. Pengadaan sumber-sumber belajar
mengkoordinir 3. Mengkoordinir akreditasi sekolah
3. Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru
4. Mengkoordinir kegiatan sumber daya
pendidikan
1. Kinerja kepala sekolah
1. Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran
2. Kinerja staf sekolah
E. Reporting 2. Kemajuan belajar siswa
3. Standar mutu pendidikan
3. Pelaksanaan tugas kepengawasan akademik
4. Inovasi pendidikan
4. Fungsi
1. Mitra guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan
bimbingan di sekolah binaannya
© DEPDIKNAS 2006 21
2. Inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan
bimbingan di sekolah binaannya
3. Konsultan pendidikan di sekolah binaannya
4. Konselor bagi kepala sekolah, guru dan seluruh staf sekolah
5. Motivator untuk meningkatkan kinerja semua staf sekolah
© DEPDIKNAS 2006 22
4. Bersama pihak sekolah yang dibinanya, menentukan program peningkatan
mutu pendidikan di sekolah binaannya.
5. Menyusun program kerja/agenda kerja kepengawasan pada sekolah
binaannya dan membicarakannya dengan kepala sekolah yang
bersangkutan,
6. Menentukan metode kerja untuk pencapaian hasil optimal berdasarkan
program kerja yang telah disusun.
7. Menetapkan kinerja sekolah, kepala sekolah dan guru serta tenaga
kependidikan guna peningkatan kualitas diri dan layanan pengawas.
1. Menerima gaji sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan pangkat dan
golongannya,
2. Memperoleh tunjangan fungsional sesuai dengan jabatan pengawas yang
dimilikinya,
3. Memperoleh biaya operasional/rutin untuk melaksanakan tugas-tugas
kepengawasan seperti; transportasi, akomodasi dan biaya untuk kegiatan
kepengawasan.
4. Memperoleh tunjangan profesi pengawas setelah memiliki sertifikasi
pengawas.
5. Menerima subsidi dan insentif untuk menunjang pelaksanaan tugas dan
pengembangan profesi pengawas.
6. Memperoleh tunjangan khusus bagi pengawas yang bertugas di daerah
terpencil, rawan kerusuhan dan atau daerah bencana alam.
Semua biaya hak di atas dibebankan pada Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sedangkan tunjangan kesejahteraan diharapkan diberikan oleh pemerintah
daerah. Besarnya tunjangan-tunjangan di atas disesuaikan dengan kemampuan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Subsidi dan
insentif untuk peningkatan profesionalitas pengawas diberikan sekali dalam
setahun oleh pemerintah melalui Direktorat Tenaga Kependidikan. Besarnya
subsidi dan insentif disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Subsidi
© DEPDIKNAS 2006 23
diberikan kepada pengawas melalui koordinator pengawas (korwas) yang ada
disetiap Kabupaten/Kota. Untuk itu setiap korwas perlu menyusun program
dan kegiatan peningkatan kemampuan profesionalisme pengawas di daerah-
nya.
© DEPDIKNAS 2006 24
BAB IV
KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI
A. Kompetensi
Atas dasar rumusan di atas kompetensi dapat dipilah menjadi tiga aspek,
yaitu:
1. Kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi
dan harapan yang menjadi ciri dan karakteristik seseorang dalam
menjalankan tugas,
2. Ciri dan karakteristik kompetensi yang digambarkan dalam aspek pertama
itu tampil nyata (manifest) dalam tindakan, tingkah laku dan unjuk
kerjanya.
3. Hasil unjuk kerjanya itu memenuhi suatu kriteria standard kualitas
tertentu.
© DEPDIKNAS 2006 25
Aspek pertama menunjuk pada kompetensi sebagai gambaran substansi/
materi ideal yang seharusnya dikuasai atau dipersyaratkan untuk dikuasai oleh
seseorang dalam menjalankan pekerjaan tertentu. Substansi/materi ideal yang
dimaksud meliputi: kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat,
pemahaman, apresiasi dan harapan-harapan penciri karakter dalam
menjalankan tugas. Dengan demikian seseorang dapat dipersiapkan atau
belajar untuk menguasai kompetensi tertentu sebagai bekal ia bekerja secara
profesional. Substansi apa yang dipersiapkan atau apa yang diajarkan adalah
materi-materi yang relevan dengan gambaran lingkup tugas dan tanggung
jawabnya dalam suatu pekerjaan.
Aspek kedua merujuk pada kompetensi sebagai gambaran unjuk kerja nyata
yang tampak dalam kualitas pola pikir, sikap dan tindakan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya secara piawai. Seseorang dapat saja berhasil
menguasai secara teoritik seluruh aspek material kompetensi yang
diajarkannya dan dipersyaratkan. Namun begitu jika dalam praktek sebagai
tindakan nyata saat menjalankan tugas atau pekerjaan tidak sesuai dengan
standard kualitas yang dipersyaratkannya maka ia tidak dapat dikatakan
sebagai seseorang yang berkompeten atau tidak piawai.
Aspek ketiga merujuk pada kompetensi sebagai hasil (output dan atau
outcome) dari unjuk kerja. Kompetensi seseorang mencirikan tindakan,
berlaku serta mahir dalam menjalankan tugas untuk menghasilkan tindakan
kerja yang efektif dan efisien. Hasil tindakan yang efektif dan efisien
merupakan produk dari kompetensi seseorang dalam menjalankan tugas dan
pekerjaannya. Keefektifan itu utamanya dari pihak di luar dirinya, sehingga
pihak lain dapat menilai seseorang apakah dalam menjalankan tugas dan
pekerjaan berkompeten dari unjuk hasil kinerjanya apakah efektif dan
terkesan profesional atau tidak.
© DEPDIKNAS 2006 26
profesional sebagai pengawas. Seperangkat kemampuan yang harus dimiliki
pengawas tersebut searah dengan kebutuhan manajemen pendidikan di
sekolah, kurikulum, tuntutan masyarakat, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kompetensi pengawas berarti kesesuaian antara
kemampuan, kecakapan dan kepribadian pengawas dengan perilaku dan
tindakan atau kemampuan yang mumpuni dalam melaksanakan tugas
berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang menjadi tanggung-jawabnya sebagai
pengawas. Dengan demikian kompetensi pengawas merupakan himpunan
pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan yang dimiliki pengawas dan
ditampilkan dalam tindakannya untuk peningkatan mutu pendidikan/sekolah.
Lebih lanjut kompetensi tersebut berupa tingkah laku pengawas yang dapat
diamati. Tingkah laku yang dimaksud diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan sebelumnya.
1. Kompetensi Pedagogik
© DEPDIKNAS 2006 27
pengembangan SDM sekolah efektif, dan implementasi kebijakan
pendidikan.
b. Memahami masalah yang menyangkut tugas-tugas kepengawasan
dalam berbagai konteks/perspektif.
c. Mampu menganalisis permasalahan pendidikan dari kajian: filsafat
manusia dan pendidikan, psikologi perkembangan dan organisasi,
sosiologi, dan andragogi (pendidikan orang dewasa).
d. Mampu memperhitungkan implikasi jangka pendek maupun jangka
panjang atas tindakan pedagogik yang dilakukannya.
e. Mampu menciptakan dan mengembangkan pendekatan/
metode/teknik/cara-cara baru dalam kepengawasan.
2. Kompetensi Profesional
© DEPDIKNAS 2006 28
g. Mampu mengembangkan berbagai inovasi dalam pembelajaran dan
bimbingan (model, strategi, metode, teknik)
h. Mampu menyusun dan mengembangkan kurikulum muatan lokal
sesuai kebutuhan masyarakat.
© DEPDIKNAS 2006 29
f. Mampu menggunakan dan memanfaatkan hasil-hasil penelitian untuk
peningkatan kualitas kepengawasan.
3. Kompetensi Personal
4. Kompetensi sosial
© DEPDIKNAS 2006 30
f. Berprakarsa dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti symposium,
seminar, diskusi dan sejenisnya
g. Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan organisasi profesi (seperti
APSI) baik pusat maupun daerah.
Untuk keperluan yang lebih jauh kompetensi dan indikator di atas dapat
dirinci lebih khusus lagi untuk semua bidang pengawasan. Penjabaran
kompetensi ini ke dalam kompetensi yang lebih khusus berdasarkan bidang
pengawasan dikerjakan tersendiri setelah disahkannya kompetensi pengawas
satuan pendidikan/sekolah.
B. Sertifikasi
Pengawas sekolah adalah jabatan profesional, oleh sebab itu jabatan pengawas
sekolah harus melalui program pendidikan profesi pengawas sekolah. Guna
mendapatkan pengawas yang profesional, diperlukan pendidikan profesi yang
secara khusus menyiapkan mereka menjadi pengawas satuan pendidikan/
sekolah. Pendidikan profesi pengawas dilaksanakan di LPTK Negeri atau
yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam hal ini Depdiknas. Pendidikan profesi
pengawas hanya diberlakukan pada calon-calon pengawas.
© DEPDIKNAS 2006 31
ini dan dinyatakan lulus diberikan sertifikat dari APSI. Untuk itu APSI perlu
mempersiapkan program dan pengelenggaraan Diklat Serifikasi Pengawas
serta membentuk Lembaga Sertifikasi Mandiri di bawah organisasi profesi
(APSI). Progam Diklat Sertifikasi ini disetarakan dengan program Pendidikan
Profesi Pengawas yang diselenggarakan oleh LPTK.
© DEPDIKNAS 2006 32
i. Inovasi dan Kebijakan Pendidikan (3 SKS),
j. Pengembangan Profesi Pengawas (2 SKS)
k. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (3 SKS)
l. Teknologi Pembelajaran dan Bimbingan (3 SKS)
m. Studi Kasus dan Praktikum Kepengawasan (4 SKS)
© DEPDIKNAS 2006 33
Konsep dasar dan hakikat SIM dalam supervisi pendidikan;
Sistem Informasi
nilai penting dari SIM dalam kepengawasan; pengenalan fungsi
7. Manajemen 2
SIM dalam kepengawasan; latihan menggunakan komputer dan
Pendidikan
teknologi infornasi dalam SIM pendidikan/kepengawasan.
Konsep dasar dan hakikat penjaminan mutu pendidikan;
penjaminan mutu pendidikan sebagai suatu sistem; peran
Sistem Penjaminan pengawas dalam penjaminan mutu sekolah; prosedur dan
8. 2
Mutu Pendidikan teknik penerapan sistem penjaminan mutu pendidikan; isu-isu
tentang mutu sekolah dan analisisnya, serta implikasinya bagi
kepengawasan.
Teori inovasi pendidikan; teori kebijakan pendidikan; faktor-
Inovasi dan faktor yang mempengaruhi inovasi dan kebijakan pendidikan;
9. Kebijakan berbagai inovasi pendidikan yang sedang berjalan/dilakukan; 3
Pendidikan menganalisis berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan yang
ada; peran pengawas sebagai inovator pendidikan.
Konsep dasar dan hakikat profesi pengawas; syarat-syarat
Pengembangan profesi pengawas: organisasi, standard kompetensi, dan kode
10. 2
Profesi Pengawas etik; jenjang dan prosedur pengembangan profesi; analisis
kasus aktual profesi pengawas.
Konsep dasar dan hakikat kurikulum; prosedur dan teknik
Pembinaan dan
pengembangan kurikulum, evaluasi kurikulum; pemanfaatan
11. Pengembangan 3
hasil evaluasi kurikulum untuk membina guru agar
Kurikulum
menggembangkan kurikulum.
Konsep dasar dan hakikat pembelajaran dan bimbingan; peran
teknologi dalam pembelajaran dan bimbingan; jenis-jenis
Teknologi
teknologi pembelajaran dan bimbingan; latihan membuat
12. Pembelajaran dan 3
media pembelajaran dan media bimbingan; latihan membina
Bimbingan
guru untuk mengembangkan media dalam pembelajaran dan
media bimbingan
Orientasi di tiga kategori sekolah (belum/tidak terakreditasi,
terakreditasi baik, dan sekolah unggul); mengususn program
Studi Kasus dan
kepengawasan berdasarkan hasil orientasi; simulasi/praktikum
13. Praktikum 4
implementasi program yang dibuat; mengevaluasi,
Kepengawasan
menganalisis hasil evaluasi, dan memanfaatkannya untuk
menyusun program lebih lanjut.
© DEPDIKNAS 2006 34
dalam ujian ulang masih belum lulus juga, pengawas yang bersangkutan
wajib mengikuti pendidikan profesi pengawas seperti yang diberlakukan
kepada calon pengawas dengan catatan ada beberapa pengetahuan dan
kemampuan praktis tentang kepengawasan yang dikonversikan setara
dengan mata kuliah sebagai berikut:
a. Perencanaan Pendidikan
b. Administrasi dan Manajemen Sekolah
c. Supervisi Pendidikan.
d. Praktikum Kepengawasan.
e. Teknologi Pembelajaran dan Bimbingan.
© DEPDIKNAS 2006 35
Adapun deskripi tiap matapelajaran Diaklat minimal berisi materi kajian
sebagaiman dipaparkan pada tabel berikut ini.
© DEPDIKNAS 2006 36
BAB V
KUALIFIKASI REKRUITMEN DAN SELEKSI
A. Kualifikasi
Dengan asumsi jabatan pengawas di masa depan, lebih menarik bagi guru dan
tenaga kependidikan lainnya maka kualifikasi yang dituntut dari calon
pengawas bisa ditingkatkan. Kualifikasi calon pengawas bisa dilihat dari
beberapa aspek yakni; tingkat pendidikan dan keahlian/keilmuan,
pangkat/jabatan dan pengalaman kerja serta usia.
Tingkat pendidikan dan keahlian atau keilmuan bagi pengawas dan calon
pengawas sekolah dibedakan antara pengawas TK/SD, SLB, rumpun/
mata pelajaran dan bimbingan konseling.
a. Kualifikasi untuk pengawas TK/SD hendaknya memiliki berlatar
belakang pendidikan minimal Sarjana (S1) atau D IV dengan keahlian
kependidikan, lebih diutamakan lagi berpendidikan S2 dalam
kependidikan seperti Administrasi Pendidikan, Teknologi Pendidikan
dan Pendidikan bidang ilmu seperti pendidikan Matematik, Pendidikan
Biologi, Pendidikan Bahasa Indonesia dan pendidikan bidang ilmu
lainnya.
b. Kualifikasi untuk pengawas SLB berpendidikan minimal S1
kependidikan dalam bidang Pendidikan Luar Biasa (pendidikan
khusus), diutamakan S2 kependidikan dan atau Psikologi.
c. Kualifikasi untuk pengawas rumpun mata pelajaran/matapelajaran,
berpendidikan minimal S1 kependidikan dan S1 non-kependidikan
dalam rumpun ilmu yang relevan dan memiliki Akta IV. Sangat
diutamakan yang berpendidikan S2-S3 kependidikan dan atau S2-S3
non-kependidikan yang memiliki Akta IV. Pengawas rumpun mata
pelajaran terutama di SMA dan SMK sebaiknya menjadi pengawas
mata pelajaran agar keahlian pengawas lebih relevan dengan mata-
© DEPDIKNAS 2006 37
mata pelajaran yang diberikan di SMA dan mata Diklat di SMK.
Mata-mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Fisika, Kimia, Biologi memerlukan pengawas dengan keahlian yang
sama. Demikian halnya untuk mata Diklat di SMK.
d. Kualifikasi untuk pengawas bimbingan konseling hendaknya
berpendidikan minimal S1 kependidikan khususnya jurusan/program
studi Bimbingan Konseling diutamakan yang berpendidikan S2-S3
Kependidikan terlebih lagi Jurusan Bimbingan Konseling. Calon
pengawas untuk semua kualifikasi di atas dipersyaratkan lulus
Pendidikan Profesi Pengawas (30-36 Sks) pada LPTK Negeri yang
telah ditunjuk pemerintah dan mengikuti Diklat Pengawas.
© DEPDIKNAS 2006 38
3. Usia.
B. Persyaratan
© DEPDIKNAS 2006 39
6. Menyatakan secara tertulis bersedia mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
Pengawas Tipe A (Orientasi Pekerjaan Pengawas Sekolah).
7. Menyatakan secara tertulis bersedia ditempatkan di mana saja dalam
wilayah Kabupaten/Kota/ Provinsi tempat sekolah yang akan dibinanya.
8. Menyatakan secara tertulis bersedia berpartisipasi aktif dalam Organisasi
Profesi Pengawas (misalnya APSI).
9. Diusulkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan mendapat
rekomendasi dari Kepala Sekolah, setelah melalui proses pemilihan di
sekolah yang bersangkutan.
© DEPDIKNAS 2006 40
4. Mampu menyusun program kepengawasan untuk sekolah-sekolah
binaannya;
5. Memiliki prestasi, dedikasi dan loyalitas yang dibuktikan dengan DP3
PNS.
6. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
7. Lulus seleksi calon pengawas yang diselenggarakan secara khusus oleh
instansi yang ditunjuk dan dibuktikan dengan Surat Tanda Lulus (STL)
Calon Pengawas.
8. Menyusun dan menyerahkan karya tulis di bidang kepengawasan
9. Khusus untuk Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), selain
memenuhi persyaratan di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
10. Memiliki pengetahuan dan kemampuan membina guru dan tenaga
kependidikan dalam mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha
dan/atau dunia industri;
11. Memiliki pengetahuan, wawasan dan kemampuan mengembangkan
laboratorium/praktikum dan mengembangkan unit produksi pada SMK
yang dibinanya.
Persyaratan akademik di atas dapat dilihat dari hasil seleksi calon pengawas
selain dari persyaratan administratif di atas dan lampiran-lampirannya.
C. Rekruitmen
© DEPDIKNAS 2006 41
1. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi
kepada setiap UPTD dan setiap sekolah tentang adanya rekruitmen calon
pengawas TK/SD, SLB, rumpun mata pelajaran/mata pelajaran dan
pengawas Bimbingan Konseling disertai kualifikasi dan persaratannya.
Informasi dan sosialisasi ini diberi waktu sekurang-kurangnya satu bulan
agar semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di Kabupaten/Kota
mengetahuinya secara terbuka. Formulir pendaftaran beserta kualifikasi
dan persaratan calon pengawas dikirim ke setiap UPTD atau setiap sekolah
agar diketahui oleh guru dan kepala sekolah yang berminat.
2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menerima berkas pendaftaran
calon pengawas dari setiap UPTD atau Sekolah. Masa pendaftaran diberi
waktu minimal dua minggu. Berkas pendaftaran terdiri atas formulir yang
telah diisi lengkap disertai lampiran-lampirannya termasuk rekomendasi
dari atasan langsung calon. Formulir Pendaftaran calon Pengawas
disiapkan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan.
3. Kepala Dinas memeriksa dan menyeleksi kelengkapan berkas pendaftaran
yang terdiri atas persyaratan administratif dan lampiran-lampirannya untuk
menetapkan calon yang memenuhi persyaratan. Berkas pendaftaran calon
yang dinilai lengkap dikirimkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota
kepada Dinas Pendidikan Provinsi dan Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP). Berkas pendaftaran yang tidak lengkap segera
dikembalikan kepada calon untuk dilengkapi sebagaimana mestinya.
Waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan berkasi pendaftaran
paling lama satu bulan.
4. LPMP melakukan verifikasi data hasil pem,eriksaan Kepala Dinas
Pendidikan Kota/kabupaten dan melakukan seleksi administratif calon
pengawas. Berdasarkan hasil verifikasi dan seleksi tersebut selanjutnya
LPMP menetapkan dan mengirimkan calon pengawas yang memenuhi
syarat kepada Direktorat Tenaga Kependidikan. Kriteria yang digunakan
dalam seleksi administratif dilihat dari kualifikasi, persaratan administrtif
dan kelengkapan lampiran yang diminta dari calon pengawas (lihat seleksi
© DEPDIKNAS 2006 42
tahap I pada butir seleksi). Waktu yang disediakan untuk melakukan
verifikasi dan seleksi persaratan administratif paling lama dua minggu.
5. Kepada calon yang memenuhi semua persaratan administratif Direktorat
Tenaga Kependidikan mengirim surat pemberitahuan yang menyatakan
calon berhak mengikuti seleksi calon pengawas serta diminta membuat
karya tulis tentang kepengawasan dan menyerahkannya kepada Direktorat
Tenaga Kependidikan paling lama satu bulan setelah menerima
pemberitahuan. Dalam surat pemberitahuan tersebut dicantumkan waktu
dan tempat pelaksanaan seleksi. Sedangkan calon yang tidak memenuhi
persaratan dberitahu tidak memenuhi persaratan sebagai calon pengawas.
6. Seleksi calon pengawas dilaksanakan oleh Direktorat Tenaga
Kependidikan bekerja sama dengan LPMP yang pelaksanaannya bisa
diselenggarakan di tingkat provinsi atau di LPMP. Seleksi dilaksanakan
setahun satu kali yang waktunya diatur secara tersendiri. Berkas
pendaftaran calon yang memenuhi persaratan mengikuti seleksi harus
sudah di Direktorat Tenaga Kependidikan paling lambat satu bulan
sebelum seleksi dilaksanakan.
7. Penetapan calon yang lulus seleksi sepenuhnya menjadi kewenangan
Direktorat Tenaga Kependidikan. Pengumuman hasil seleksi paling lambat
satu bulan setelah seleksi dilaksanakan dan dikirimkan kepada Kepala
Dinas Kabupaten/ Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Pendidikan tingkat Propinsi dan LPMP.
8. Direktorat Tenaga Kependidikan mengajukan pengangkatan calon
pengawas yang telah lulus seleksi, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Status kepegawaian pengawas sekolah sebaiknya berstatus sebagai
pegawai pusat yang ditempatkan di LPMP.
© DEPDIKNAS 2006 43
D. Seleksi Calon Pengawas
Seleksi Tahap I: Seleksi tahapan ini dilaksanakan oleh LPMP bekerja sama
dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau Propinsi yang disesuaikan
dengan kepentingan daerah. Kriteria seleksi dilihat dari:
Seleksi Tahap II: Seleksi tahapan kedua dilaksanakan oleh LPMP dengan
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau Propinsi,
dengan menggunakan acuan dari Direktorat Tenaga Kependidikan. Seleksi
terdiri atas :
© DEPDIKNAS 2006 44
1. Tes tertulis yang telah distandarisasi meliputi:
- Test Potensi Akademik
- Tes Kecerdasan Emosi
-Tes Penguasaan substansi kepengawasan (kompetensi),
2. Tes Kepribadian
3. Tes Kreativitas.
4. Presentasi karya ilmiah yang dilengkapi dengan wawancara.
Batas kelulusan dapat dipilih salah satu dari dua pendekatan yakni pendekatan
acuan patokan (PAP) atau pendekatan acuan norma (PAN). Jika jumlah calon
yang lulus dengan pendekatan patokan melebihi jumlah pengawas yang
dibutuhkan, pendekatan acuan norma lebih tepat untuk diterapkan. Namun jika
peserta yang lulus dengan acuan patokan lebih sedikit dari yang dibutuhkan,
penetapan kelulusan bisa menggunakan acuan norma dengan syarat bagi calon
yang dibawah standar lulus tetapi diperlukan karena kebutuhan, perlu
mendapatkan perlakuan khusus (pendampingan intensif) sampai memenuhi
standar kelulusan. Pada tahap selanjutnya calon yang telah dinyatakan lulus
perlu mengikuti pendidikan profesi pengawas untuk mendapatkan sertifikat
pengawas dan mengikuti Diklat Pengawas Type A (Kompetensi dan Orientasi
Tugas Pokok dan Fungsi).
© DEPDIKNAS 2006 45
BAB VI
KINERJA PENGAWAS
© DEPDIKNAS 2006 46
Jadi kinerja pengawas diartikan sebagai unjuk kerja atau prestasi kerja
yang dicapai oleh pengawas yang tercermin dari pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya, kreativitas dan aktivitasnya dalam proses
kepengawasan, komitmen dalam melaksanakan tugas, karya tulis
ilmiah yang dihasilkan serta dampak kiprahnya terhadap peningkatan
prestasi sekolah yang menjadi binaannya.
© DEPDIKNAS 2006 47
B. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
© DEPDIKNAS 2006 48
kemampuannya rendah kemudian dapat ditentukan program
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
4. Penyesuaian Kompensasi, penilaian kinerja dapat membantu para
pejabat untuk mengambil keputusan dalam menentukan
penghargaan, subsidi, kompensasi gaji, bonus, dsb.
5. Keputusan-keputusan promosi dan demosi, hasil penilaian kerja
terhadap pengawas dapat digunakan untuk mengambil keputusan
dalam mempromosikan pengawas yang berprestasi dan
mendemosikan yang berprestasi rendah.
6. Kesalahan-kesalahan desain kerja, penilaian kinerja pengawas dapat
membantu mendiagnosis kesalahan-kesalahan desain kerja.
© DEPDIKNAS 2006 49
C. Indikator Kinerja Pengawas Sekolah
© DEPDIKNAS 2006 50
2. Dimensi Prestasi Kerja
© DEPDIKNAS 2006 51
c. Banyaknya manfaat langsung yang diperoleh komite sekolah dari
layanan pengawas sekolah dan peningkatan kinerja mereka.
d. Peningkatan jumlah siswa yang berhasil pada aspek non-akademik
pada setiap sekolah binaannya seperti porseni, keagamaan, ekstra
kurikuler.
© DEPDIKNAS 2006 52
antara hasil pekerjaan pengawas dengan kriteria yang telah
ditentukan berdasar justifikasi penilai yang bersangkutan.
b. Check list
Dalam chek list penilai hanya memilih pernyataan-pernyataan
yang tersedia. Cara ini dapat memberikan gambaran kinerja
yang akurat. Metode ini mudah digunakan, ekonomis dan
mudah mengadministrasikan, sedang kekurangannya faktor
sikap pengawas tidak tercermin dan tidak memungkinkan
adanya relatifitas penilaian. Biasanya disusun daftar check yang
terpisah bagi setiap pengawas yang berbeda.
c. Metode peninjauan lapangan
Metode ini dilakukan dengan cara para penilai terjun langsung
ke sekolah untuk menilai pengawas. Hal ini dapat dilakukan
dengan 2 cara. Cara pertama dapat dilakukan bersamaan dengan
kegiatan supervisi, cara kedua penilai mendatangi sekolah untuk
melakukan penilaian kinerja pengawas yang bersangkutan.
d. Tes prestasi kerja
Metode ini termasuk penilaian tidak langsung karena hanya
berbentuk tertulis dan tidak mencerminkan langsung kinerja
seseorang/pengawas.
© DEPDIKNAS 2006 53
b. Pendekatan “Manajement by Objective (MBO)”
Metode ini ditentukan bersama-sama antara penilai dengan
pengawas. Mereka bersama-sama menentukan tujuan dan
sasaran pelaksanaan kerja di waktu mendatang. Keunggulan
MBO adalah bahwa perhatian pimpinan dan pengawas
difokuskan pada hasil akhir tugas secara eksklusif.
Kelemahannya adalah MBO tidak membantu pimpinan dalam
mengamati dan menilai perilaku pengawasnya.
c. Penilaian psikologis
Metode ini dilakukan dengan mengadakan wawancara
mendalam, diskusi atau tes psikologi yang akan dinilai. Aspek-
aspek yang dinilai antara lain: intelektual, emosi, motivasi, dll.
Penilaian kinerja pengawas dilaksanakan setiap tahun satu kali yakni pada
akhir tahun akademik. Tujuan penilaian kinerja pengawas ini untuk
menentukan kualitas pengawas dalam rangka pembinaan dan pengembangan
karirnya. Mekanisme penilaian kinerja pengawas ditempuh melalui tiga
tahapan sebagai berikut:
© DEPDIKNAS 2006 54
3. Tahap 3: Menetapkan tindak lanjut hasil penilaian tahap 2, yaitu untuk
menetapkan pembinaan dan pengembangan karir pengawas. Bagi
pengawas yang termasuk kategori tidak layak perlu diberikan perlakuan
khusus agar kelak menjadi pengawas kategori layak. Bagi pengawas
termasuk kategori layak wajib diberi subsidi dan insentif agar dapat me-
ningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Bagi pengawas kategori
sangat layak diusulkan untuk mendapatkan penghargaan yang diatur
secara tersendiri pada bab penghargaan dan perlindungan.
© DEPDIKNAS 2006 55
5. Prasangka pribadi: Hal ini berakibat pada penilaian yang subyektif.
© DEPDIKNAS 2006 56
5. Indeks kinerja 4 (empat) berarti kinerjanya tinggi;
6. Indeks kinerja 5 (lima) berarti kinerjanya sangat tinggi atau cemerlang.
© DEPDIKNAS 2006 57
memberi penyegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi di
masyarakat agar tidak ketinggalan jaman.
2. Penataran peningkatan kualifikasi adalah usaha peningkatan
kemampuan pengawas sehingga mereka memperoleh kualifikasi
formal tertentu (sertifikasi) sesuai dengan standar yang ditentukan.
3. Diklat pengembangan profesionalisme pengawas secara gradual
adalah suatu usaha meningkatkan kemampuan dan kinerja
pengawas satuan pendidikan dalam bidang jenjang fungsional
pengawas sehingga memenuhi persyaratan suatu pangkat atau
jabatan tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.
© DEPDIKNAS 2006 58
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR
© DEPDIKNAS 2006 59
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah pengawas dari seluruh propinsi
ternyata pembinaan terhadap para pengawas satuan pendidikan dalam rangka
meningkatkan kemampuan profesionalnya boleh dikatakan belum berjalan
sebagaimana mestinya. Pengawas sekolah berjalan apa adanya dengan tugas pokok dan
fungsinya melakukan pengawasan dengan berbekal kemampuan yang telah
dimilikinya. Pengawas juga membuat laporan kepada Kepala Dinas Pendidikan tentang
apa yang telah dilakukannya sesuai dengan tupoksinya namun laporan tersebut belum
dijadikan dasar bagi upaya pembinaan para pengawas. Kalaupun ada pembinaan
terbatas pada arahan dan penjelasan Kepala Dinas Pendidikan tentang berbagai
kebijakan pendidikan dalam rapat-rapat khusus dengan para pengawas dan pejabat
lainnya. Pembinaan para pengawas yang dilaksanakan secara terencana dan
bersinambungan yang mengarah pada kemampuan profesional para pengawas dan
pengembangan karirnya sebagai tenaga fungsional belum banyak dilaksanakan.
Pada sisi lain, hasil kerja yang dicapai para pengawas dari pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya belum begitu signifikan terhadap kemajuan-kemajuan sekolah
binaannya. Oleh karena itu, posisi, peran dan eksisteni pengawas kurang mendapat
perhatian dibandingkan dengan guru dan kepala sekolah.
Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan sejalan dengan PP No. 19 Tahun 2005
tentang standar mutu pendidikan, peranan pengawas satuan pendidikan/sekolah sangat
penting dalam meningkatkan mutu pendidikan pada satuan pendidikan binaannya.
Oleh sebab itu, pembinaan pengawas agar dapat melaksanakan tugas kepengawasan
akademik dan manajerial mutlak diperlukan.
Selain dari itu, posisi, peran dan eksistensi pengawas harus dibina agar citra pengawas
satuan pendidikan/sekolah lebih meningkat sebagaimana yang kita harapkan. Pengawas
© DEPDIKNAS 2006 60
harus mempunyai nilai lebih dari guru dan kepala sekolah baik dari segi kualifikasi,
kemampuan, kompetensi, finansial dan dimensi lainnya agar kehadirannya di sekolah
betul-betul didambakan stakeholder sekolah.
Pembinaan pengawas satuan pendidikan atau pengawas sekolah harus dirancang dan
dikembangkan secara terpola dan bersinambungan agar kemampuan profesional dan
karir pengawas satuan pendidikan mendorong peningkatan kinerjanya. Pembinaan
dilaksanakan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan dan oleh Kepala Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten dan atau Dinas Pendidikan tingkat propinsi melalui program-program
yang jelas, terarah serta dievaluasi secara terencana.
© DEPDIKNAS 2006 61
dan jabatan pengawas sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui
pengumpulan angka kredit. Jenjang jabatan pengawas mulai dari pengawas
pratama sampai pada pengawas utama.
B. Tujuan Pembinan
© DEPDIKNAS 2006 62
Hasil yang diharapkan dari pembinaan dan pengembangan karir pengawas satuan
pendidikan/sekolah adalah diperolehnya pengawas yang profesional sehingga dapat
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah binaannnya.
Dari studi yang dilakukan di setiap kabupaten dan kota di seluruh propinsi
masih adanya pengawas satuan pendidikan/sekolah yang belum memiliki
kualifikasi sarjana (S1) terutama pengawas TK/SD. Mengacu pada PP No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pengawas satuan
pendidikan minimal berpendidikan S1 bahkan diutamakan berpendidikan S2.
Untuk itu, maka pembinaan pengawas satuan pendidikan untuk meningkatkan
kualifikasi pendidikan dapat ditempuh melalui program sebagai berikut:
© DEPDIKNAS 2006 63
1. Beasiswa Pemerintah Pusat untuk mengikuti pendidikan program sarjana
pada LPTK Negeri atau LPTK Swasta yang terakreditasi minimal B
program studi PGSD/PGTK. Beasiswa diperioritaskan kepada pengawas
satuan pendidikan yang berpendidikan Diploma terutama pengawas
TK/SD agar mencapai kualifikasi Sarjana (S1). Program beassiswa
dilaksanakan secara bertahap, sehingga dalam kurun waktu 5 tahun ke
depan semua pengawas yang belum sarjana bisa menempuh pendidikian
program sarjana. Pada tahap pertama pengawas yang diberikan beasiswa
adalah pengawas yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Berusia maksimal 48 tahun.
b. Telah berpengalaman sebagai pengawas satuan pendidikan minimal 3
tahun.
c. Berpendidikan minimal Diploma.
d. Menyatakan sanggup menyelesaikan program sarjana maksimal 5
semester.
e. Diperioritaskan yang bertugas di daerah terpencil atau daerah
perbatasan, atau daerah konflik/rawan keamanan atau daerah bencana.
f. Menunjukkan kemauan dan motivasi untuk mengikuti pendidikan.
g. Pangkat dan golongan minimal III/b dan maksimal IV/a.
© DEPDIKNAS 2006 64
a. Pengawas berperestasi dalam melaksanakan tugas kepengawasan,
yakni memperoleh indeks kinerja 4 dan 5.
b. Berpengalaman sebagai pengawas satuan pendidikan berturut-turut
selama minimal 5 tahun.
c. Bersedia untuk tetap menjadi tenaga pengawas satuan pendidikan
sampai masa pensiun.
d. Pangkat/Golongan minimal III/d.
© DEPDIKNAS 2006 65
tinggal. Demikian halnya pendataan pengawas satuan pendidikan yang
berminat melanjutkan pendidikan pada program pascasarjana.
2. Dari pemetaan dan pendatan tersebut akan diperoleh jumlah pengawas
yang belum memiliki kualifikasi sarajana dan data pengawas yang mau
melanjutkan studi pada program pascasarjana. Dari jumlah tersebut secara
bertahap Kepala Dinas Pendidikan mengajukan nama-nama Pengawas
Satuan Pendidikan kepada Direktorat Tenaga Kependidikan atau kepada
Pemda setempat untuk diusulkan mendapatkan (1) Beasiswa Pendidikan
Program Sarjana dan (2) Bantuan Biaya Pendidikan baik untuk Program
Sarjana maupun Program pascasarjana.
3. Direktorat Tenaga Kependidikan dan atau Kepala Dinas Pendidikan
mengadakan kerjasama dengan LPTK agar proses pendidikan bagi para
pengawas satuan pendidikan yang diberikan beasiswa pemerintah pusat
dapat dilaksanakan secara efektif. Lebih dari itu Direktorat dan atau Dinas
Pendidikan bisa mengusulkan kepada LPTK agar diberikan mata-mata
kuliah yang sangat diperlukan oleh profesi kepengawasan antara lain:
Supervisi Pendidikan, Strategi Pembelajaran Efektif, Penelitian Tindakan
Kelas. Mata-mata kuliah di atas sangat diperlukan terutama untuk
pengawas yang mengambil program studi di luar program studi
Manajemen Pendidikan, Teknologi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan
baik program sarjana maupun pascasarjana.
© DEPDIKNAS 2006 66
D. Pembinaan Kemampuan Profesional
© DEPDIKNAS 2006 67
melaksanakan program pengawasan serta menilai keberhasilan tugas
kepengawasan. Program pendampingan ini mirip dengan program magang
yang selama ini dilaksanakan.
© DEPDIKNAS 2006 68
Forum ilmiah membahas tentang: (a) berbagai inovasi pendidikan dan
kepengawasan serta, (b) penyusunan karya tulis ilmiah dalam rangka
pengumpulan angka kredit untuk kenaikan jabatan pengawas. Topik-topik
bahasan yang berkaitan dengan inovasi pendidikan antara lain: (a)
berbagai inovasi dalam pembelajaran dan bimbingan, (b) berbagai inovasi
dalam sistem penilaian, (c) pengembangan kurikulum, (d) manajemen
pendidikan, (e) sistem informasi manajemen, (f) supervisi akademik, (g)
supervisi klinis, (h) supervisi manajerial dan (ii) topik-topik lain yang
diperlukan untuk peningkatan kemampuan tugas pokok pengawas satuan
pendidikan.
Sedangkan topik bahasan yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah antara
lain: (a) penyusunan makalah, (b) penulisan artikel, (c) penelitian
pendidikan dengan tema kepengawasan, (4) teknik penyusunan karya tulis
ilmiah, (e) teknik penyusunan proposal, (f) penelitian tindakan
kepengawasan, (g) statistik terapan dan (h) angka kredit jabatan
fungsional. Dalam forum ilmiah bisa mengundang orang luar dari
perguruan tinggi (akademisi), pakar pendidikan, pejabat pendidikan dari
Dinas Pendidikan dan atau dari Direktorat Tenaga Kependidikan, Balibang
Diknas, LPMP, dan intansi terkait lainnya. Forum ilmiah bisa
dilaksanakan minimal satu kali dalam satu semester. Blok grand yang
diberikan oleh Ditendik kepada APSI setiap tahunnya dapat digunakan
untuk kegiatan ini. Forum ilmiah dapat dilaksanakan dalam bentuk:
seminar, workshop, lokakarya, simposium, diskusi panel, dan kegiatan
sejenis lainnya.
© DEPDIKNAS 2006 69
Hasil-hasil monitoring dan evaluasi dijadikan bahan guna melakukan
pembinaan lebih lanjut. Monitoring dan evaluasi minimal mencakup tiga
komponen yakni: (a) kegiatan yang dilakukan pengawas pada saat
melakukan pembinan dan pengawasan, (b) kinerja dan hasil kerja
pengawas, (c) keberhasilan dan kemajuan pendidikan pada sekolah
binaannya.
Alat evaluasi menggunakan kuesioner yang harus diisi oleh guru dan
kepala sekolah mengungkap kegiatan pengawas, kinerja dan hasil kerja
pengawas, kemajuan sekolah setelah mendapat pembinaan oleh pengawas.
Untuk memudahkan pengolahan data hasil monitoring dan evaluasi
sebaiknya menggunakan kuesioner terstruktur yakni daftar pertanyaan
yang telah disertai kemungkinan jawabannya sehingga responden tinggal
memilih salah satu jawaban yang dinilai paling tepat. Untuk itu, Kepala
Dinas Pendidikan harus menyiapkan kuesioner monitoring dan evaluasi
pengawas yang mengungkap ketiga komponen tersebut. Monitoring dan
evaluasi dilaksanakan setiap akhir semester. Hasil monitoring dan evaluasi
dijadikan dasar bagi penilaian kinerja pengawas serta landasan untuk
melakukan pembinaan lebih lanjut.
© DEPDIKNAS 2006 70
inovasi-inovasi pendidikan yang sedang berlangsung. Hal yang sama
mengikutsertakan dan memfasilitasi pengawas untuk mengikuti kegiatan
penataran dan lokakarya yang diselengarakan bagi guru dan atau kepala
sekolah. Melalui kegiatan ini wawasan pengawas tidak ketinggalan oleh
guru dan kepala sekolah. Manfaat lain dari kegiatan ini adalah
diperolehnya penghargaan berupa sertifikat yang dapat digunakan untuk
pengumpulan angka kredit jabatan fungsional.
© DEPDIKNAS 2006 71
Pendidikan dan Para pengawasnya, kunjungan ke beberapa sekolah yang
dinilai berhasil, simulasi dan observasi serta berdiskusi atau bertukar
pengalaman dengan kepala sekolah dan guru yang ada di sekolah tersebut.
Diskusi dengan para pengawas dari daerah yang dikunjungi serta
kunjungan ke sekolah yang dinilai baik menjadi fakus utama studi banding
agar diperoleh wawasan dan pengalaman baru dalam melaksanakan tugas
kepengawasan. Kegaitan studi banding ke luar negeri pada dasarnya sama
yakni melakukan diskusi tentang kepengawasan dan melakukan kunjungan
ke beberapa sekolah yang dinilai berprestasi di negaranya. Laporan studi
banding dibuat secara tertulis dan dilaporkan kepada Kepala Dinas
Pendidikan. Setiap pengawas yang mengikuti studi banding juga
diwajibkan menulis makalah dengan tema atau topik yang berkaitan
dengan penemuannya dari kegiatan studi banding tersebut dan diserahkan
kepada Dinas Pendidikan dan Direktorat Tenaga Kependidikan.
Semua temuan yang diperoleh dari studi banding harus dipaparkan dan
ditularkan kepada pengawas satuan pendidikan yang tidak mengikuti studi
banding dalam satu kegiatan khusus yang dikordinir oleh Kepala Dinas
Pendidikan setempat. Sudah barang tentu temuan-temuan yang dinilai
penting dan baru harus diterapkan dalam melaksanakan tugas
kepengawasannya.
© DEPDIKNAS 2006 72
evaluasi analisis tersebut, (d) menyusun dan membuat instrumen supervisi
yang baru sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang baru dan mendasarkan
hasil revisi terhadap instrumen yang lama, (e) sosialisasi kebijakan-
kebijakan baru dalam bidang pendidikan, (f) pemaparan makalah dari
Korwas atau pengawas senior yang ditunjuk dengan moderator pengawas
setingkat di bawahnya, (g) koordinasi lintas bidang serta pembagian tugas
kepengawasan pada sekolah binaannya masing-masing, (h) pemetaan
ketenagaan pengawas yang baru dan yang akan memasuki usia pensiun, (i)
membahas persiapan penetapan kandidat pengawas berprestasi untuk
memperoleh penghargaan, (j) menyusun standard pelayanan minimal
(SPM) dan standard prosedur operasional (SPO) kepengawasan, (k)
analisis kebutuhan pengawas satuan pendidikan, termasuk pergantian antar
waktu Korwas. Rakor dilaksanakan dan dibiayai oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten/ Kota setempat serta diikuti oleh seluruh pengawas dan pejabat
struktural terkait. Hasil Rakor dijadikan landasan atau acuan dalam
meningkatkan tugas-tugas kepengawasan. Penjabaran hasil-hasil Rakor
ditindaklanjuti dalam rapat-rapat rutin para pengawas secara berkala.
E. Pembinaan Karir
Pangkat dan jabatan pengawas mengacu pada Keputusan Menteri PAN nomor
118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka
kreditnya. Berdasarkan keputusan tersebut jabatan fungsional pengawas
bergradasi mulai dari: (1) Pengawas Sekolah Pratama golongan III/a – III/b,
© DEPDIKNAS 2006 73
(2) Pengawas Sekolah Muda golongan III/c – III/d, (3) Pengawas Sekolah
Madya golongan IV/a – IV/c, (4) Pengawas Sekolah Utama golongan IV/d –
IV/e dengan perhitungan angka kredit. Seiring dengan berlakunya PP No 19
tahun 2005, maka ke depan jabatan pengawas bisa disederhanakan menjadi
tiga kategori yakni: (1) pengawas muda, (2) pengawas madya dan (3)
pengawas utama. Pengawas pratama tidak diperlukan mengingat semua
pengawas yang diangkat dengan kualifikasi sarjana, diprediksi sudah
menduduki pangkat/jabatan minimal III/c. Pembinaan dilakukan agar
kenaikan pangkat dan jabatan pengawas bisa tepat waktu. Artinya Kepala
Dinas Pendidikan harus memotivasi para pengawas agar secara terencana
mendesain program kerjanya sehingga setiap pengawas memperoleh
kesempatan untuk mengumpulkan bahan-bahan yang mempunyai nilai kredit
untuk kenaikan pangkat dan jabatannya. Program-program pembinaan yang
dijelaskan pada berbagai macam program pembinaan profesi di atas, hampir
seluruhnya mempunyai nilai angka kredit. Artinya pembinaan kemampuan
profesional seperti dijelaskan di atas pada dasarnya berdampak terhadap
peingkatan karir pengawas.
© DEPDIKNAS 2006 74
pangkat IV/a dan IV/b. Namun demikian tidak berarti pengawas dangan
jabatan/pangkat lainnya dikesampingkan.
© DEPDIKNAS 2006 75
1. Monitoring dan evaluasi kinerja pengawas satuan pendidikan/sekolah
untuk setiap bidang pengawasan.
Anggaran pembinaan dan pengembangan profesi dan karir pengawas baik dari
Dinas Pendidikan maupun dari Direktorat Tenaga Kependidikan sebaiknya
disalurkan melalui Koordinator Pengawas. Untuk itu setiap Korwas harus
mengajukan proposal kegiatannya kepada Kepala Dinas Pendidikan dan
kepada Direktorat Tenaga Kependidikan yang diketahui oleh Kepala Dinas
Pendidikan. Proposal kegiatan Korwas berisi: (1) Pendahuluan yang bersisi
uraian tentang pentingnya kegiatan untuk meningkatkan kemampuan
profesional pengawas satuan pendidikan, (2) Tujuan dan manfaat kegiatan, (3)
Hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut, (4) Materi yang dibahas dalam
kegiatan, (5) Proses pelaksanaan kegiatan, (7) Jadwal waktu kegiatan, (8)
Peserta yang terlibat dan nara sumber, (9) Anggaran biaya dan fasilitas yang
diperlukan, (10) Tindak lanjut kegiatan.
Setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pembinaan karir dan profesi
pengawas satuan pendidikan harus dilaporkan baik prosesnya maupun hasil-
hasilnya termasuk laporan pertanggungjawaban keuangan. Laporan
© DEPDIKNAS 2006 76
disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Direktur Tenaga
Kependidikan Depdiknas jika pendanaannya bersumber dari Direktorat
Tenaga Kependidikan.
© DEPDIKNAS 2006 77
BAB VIII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
A. Kebutuhan Diklat
Diklat pengawas pada hakekatnya berlaku bagi calon pengawas maupun bagi
yang telah menjadi pengawas walaupun telah melalui pendidikan profesi
pengawas di LPTK. Pendidikan dan pelatihan merupakan suatu kebutuhan
bagi tenaga pengawas bukan sekedar untuk mencapai kompetensi profesional
semata melainkan karena adanya tuntutan dan kebutuhan pengawas dalam
rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya secara berkelanjutan. Adanya
perubahan kebijakan pendidikan, perkembangan iptek serta berbagai inovasi
© DEPDIKNAS 2006 78
pendidikan yang terjadi dan akan terjadi di masa mendatang, pendidikan dan
pelatihan merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Adanya
jenjang jabatan pengawas yang berlaku saat ini yakni jabatan pengawas
pratama, pengawas muda, pengawas madya dan pengawas utama tidak hanya
dilihat dari golongan dan kepangkatan sesuai dengan aturan yang ada tetapi
juga harus mengimplikasikan kemampuan profesionalnya. Kemampuan
profesional tersebut salah satu diantaranya dibekali dengan pendidikan dan
pelatihan yang terpola dan berjenjang. Hal ini menunjukkan perlu adanya
jenjang atau tingkat Diklat untuk pengawas. Jika ini bisa dilaksanakan maka
pembinaan dan pengembangan karir pengawas sesuai dengan jabatannya serta
peningkatan kompetensi profesional pengawas akan berjalan sebagaimana
harusnya.
Pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang diberikan kepada pengawas dan calon
pengawas satuan pendidikan/sekolah dibagi menjadi empat jenjang secara
gradual. Keempat jenjang tersebut adalah: (1) Diklat Jenjang Dasar, (2)
Diklat Jenjang Lanjut, (3) Diklat Jenjang Menengah dan (4) Diklat
Jenjang Tinggi.
Diklat Jenjang Tinggi diberikan kepada pengawas yang telah mengikuti Diklat
Jenjang Menengah. Diklat Jenjang menengah diberikan kepada pengawas
yang telah mengikuti Diklat Jenjang Lanjut. Diklat Jenjang lanjut diberikan
kepada pengawas yang telah mengikuti Diklat Jenjang Dasar. Semua jenjang
Diklat dilaksanakan selama satu minggu dengan tagihan waktu 60-70 jam.
Satu jam dihitung 45 menit. Materi Diklat untuk semua jenjang terdiri tiga
kategori yakni: materi umum sekitar 10%, materi inti/pokok sekitar 75%, dan
materi penunjang sekitar 15%.
© DEPDIKNAS 2006 79
penyelenggaraan pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Oleh sebab itu
muara dari tujuan diklat pengawas, secara umum adalah meningkatnya mutu
pendidikan pada sekolah-sekolah yang menjadi binaannya. Tujuan umum
Diklat pengawas satuan pendidikan dijabarkan lebih lanjut kedalam tujuan-
tujuan khusus Diklat sesuai dengan jenjang Diklat. Sedangkan hasil yang
diharapkan dari Diklat pengawas ini adalah diperolehnya tenaga pengawas
yang memiliki kompetensi profesional, yang ditunjukkan dengan optimalnya
kinerja pengawas dalam melaksanakan tugas kepengawasan baik pengawasan
akademik maupun pengawasan manajerial.
Bagi pengawas sekolah yang sudah aktif tetapi belum memiliki Sertifikat
Pendidikan Profesi Pengawas, tanda lulus Diklat Jenjang dasar dan jenjang
lanjut diakui dan dihargai untuk pendidikan profesi pengawas, maksimal
setara 10 SKS. Peserta yang gagal dalam setiap tipe Diklat pengawas, wajib
menempuh ulang satu kali dengan harapan berhasil. Jika tetap gagal maka
dinyatakan tidak layak menjadi pengawas. Pengawas yang tidak layak
dikembalikan fungsinya ke jabatan semula, atau pensiun dini atau alih tugas
pada jabatan/pekerjaan lain.
Diklat jenjang Dasar diberikan kepada: (1) calon pengawas yang sudah selesai
mengikuti pendidikan profesi pengawas dan akan diangkat sebagai pengawas
pratama atau pengawas muda, dan (2) pengawas yang telah jadi (sudah
bekerja sebagai) pengawas dengan masa kerja pengawas kurang dari 3 tahun
dan belum lulus uji kompetensi pengawas, sehingga belum memperoleh
sertifikat pengawas.
© DEPDIKNAS 2006 80
pengawas dan kepengawasan. Alokasi waktu Diklat Jenjang Dasar selama 7
hari efektif dengan alokasi waktu berkisar antara 60-70 jam.
Materi Diklat Dasar diberikan dalam bentuk teori dan praktek dengan
perbandingan 60 persen teori dan 40 persen praktek. Diklat Jenjang Dasar
diselenggarakan di tingkat Kabupaten/Kota dan dilaksanakan oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten dan Kota bekerjasama dengan LPMP setempat.
Bagi peserta yang statusnya telah menjadi pengawas dan telah dinyatakan
lulus Diklat Jenjang Dasar diberikan surat tanda lulus Diklat (STL). Demikian
juga bagi calon pengawas yang telah selesai dan lulus mengikuti pendidikan
profesi pengawas di LPTK dan dinyatakan lulus Diklat Jenjang Dasar
diberikan STL. Mereka itu berhak menyandang jabatan pengawas pratama
atau pengawas muda sesuai dengan pangkat dan golongannya.
Materi Diklat Jenjang Dasar adalah materi Diklat yang dapat membekali
pengawas satuan pendidikan agar dapat melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai pengawas professional. Ada dua bidang pengawasan yakni
pengawasan bidang akademik dan pengawasan bidang manajerial.
Pengawasan akademik berkaitan dengan pembinaan guru dalam mempertinggi
kualitas proses dan hasil belajar. Sedangkan pengawasan manajerial berkaitan
dengan pembinaan kepala sekolah dan stakeholder lainnya dalam rangka
mempertinggi kinerja sekolah. Berikut ini adalah materi atau bahan Diklat
yang diberikan pada Diklat Jenjang Dasar.
© DEPDIKNAS 2006 81
Materi Umum Diklat Jenjang Dasar
© DEPDIKNAS 2006 82
kerja sekolah, strategi pelaksanaan program kerja kepengawasan, penilaian
dan umpan balik, praktek penyusunan program kerja kepengawasan.
5. Angka Kredit Jabatan Pengawas (4 jam)
Bahan kajian terdiri atas: pengertian jabatan fungsional, jenjang dan
pangkat, rincian tugas pengawas dan angka kreditnya, bidang dan unsur
kegiatan serta angka kreditnya, penilaian dan penetapan angka kredit,
mekanisme penilaian
6. Praktek Kepengawasan di Sekolah (20 jam)
Praktek pelaksanaan supervisi akademik dan supervisi manajerial di
sekolah, analisis hasil praktek lapangan di sekolah, masalah dan kendala
yang dihadapi serta alternative pemecahannya, menyusun laporan
pelaksanaan supervisi, mempresentasikan hasil laporannya.
© DEPDIKNAS 2006 83
kemampuan professional guru dan kepala sekolah binaannya. Alokasi waktu
pelaksanaan Diklat Jenjang Lanjut sekitar 70-80 jam atau sekitar satu minggu.
Diklat Jenjang Lanjut diselenggarakan di tingkat propinsi, dilaksanakan oleh
LPMP bekerjasasama dengan Dinas Pendidikan Tingkat Propinsi. Tempat
penyelenggaraan Diklat di gedung LPMP atau di tempat lain pada tingkat
propinsi. Bagi pengawas yang telah mengikuti Diklat Jenjang Lanjut dan
dinyatakan lulus diberikan STL Diklat Jenjang Lanjut dan berhak mengikuti
Diklat Jenjang Menengah secaara kompetitif apabila calon peserta Diklat
jumlahnya melebihi quota yang tersedia. Materi/mata Diklat terdiri atas dua
bidang yakni (1) materi yang berkaitan dengan berbagai aspek yang
menunjang pengembangan teknis edukatif/ pengawasan akademik dan (2)
materi yang berkaitan berbagai aspek yang menunjang pengembangan
kepeminpinan pendidikan/pengawasan manajerial. Materi/mata Diklat yang
diberikan kepada peserta terdiri atas teori dan praktrek dengan perbandingan
50 persen teori dan 50 persen praktek. Materi/mata Diklat adalah sebagai
berikut :
© DEPDIKNAS 2006 84
expository, model pembelajaran kolaboratif, model pembelajaran inquiry,
model pembelajaran deduktif, model pembelajaran induktif, model
pembelajaran konstruktivisme, model pembelajaran interaksi social, model
pembelajaran analisis tugas, evaluasi pembelajaran.
2. Bimbingan Konseling di Sekolah (4 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas: pengertian bimbingan konseling, azas-
azas bimbingan konseling, teknik pemahaman individu, metode dan teknik
konseling, analisisi kasus, bimbingan pribadi, bimbingan sosial,
bimbingan belajar, bimbingan karir, penyusunan program bimbingan
konseling di sekolah, penilaian program bimbingan konseling.
3. Penilaian Proses dan Hasil Belajar ( 6 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas; pengertian dan fungsi penilaian, jenis-
jenis penilaian, penilaian proses belajar, penilaian hasil belajar, alat
penilaian, penulisan butir soal, analisis butir soal, sistem penilaian,
pemanfaatan hasil penilaian, praktek penyusunan alat penilaian.
4. Kurikulum Berbasis Kompetensi ( 4 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas ; pengertian dan fungsi kurikulum,
komponen kurikulum, landasan kurikulum, konsep kompetensi dalam
kurikulum, pengembangan kurikulum/silabus mata pelajaran, kompetensi
lintas kurikulum, kompetensi mata pelajaran, kurikulum dan hasil belajar.
5. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (8 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas: Pengertian mutu pendidikan, konsep
manajemen pendidikan, konsep dasar MPMBS, karakteristik MPMBS,
desentralisasi sekolah, konsep pelaksanaan MPMBS, monitoring dan
evaluasi.
6. Praktek Pengawasan Akademik dan Pengawasan Manajerial (20 jam)
Praktek pengawasan akademik dan pengawasan manajerial di sekolah,
seminar hasil praktek lapangan, uimpan balik dan tindak lanjut.
© DEPDIKNAS 2006 85
Materi Penunjang Diklat Jenjang Lanjut
Diklat Jenjang Menengah diberikan kepada pengawas madya dan utama yang
telah menempuh dan lulus Diklat Jenjang Lanjut. Tujuan Diklat Jenjang
Menengah adalah mempersiapkan pengawas satuan pendidikan agar memiliki
kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian pendidikan
khususnya kepengawasan serta mampu menyusun karya tulis ilmiah untuk
pengumpulan angka kredit jabatan fungsioanl pengawas satuan pendidikan.
Diklat Jenjang Menengah dilaksanakan di tingkat propinsi oleh LPMP
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Propinsi dengan bimbingan Direktorat
Tenaga Kependidikan. Alokasi waktu untuk pelaksanaan Diklat ini berkisar
antara 60-70 jam atau sekitar satu minggu. Materi Diklat diberikan dalam
bentuk teori dan praktek dengan perbandingan 40 persen teori dan 60 persen
praktek. Materi Diklat terdiri atas :
© DEPDIKNAS 2006 86
2. Kebijakan Direktorat Jenderal PMPTK ( 3 jam)
Bahan kajian terdiri atas: visi, misi, dan tujuan Ditjen PMPTK, program-
program Ditjen PMPTK, peningkatan mutu tenaga pendidik, peningkatan
mutu Tenaga Kependidikan, program dan kegiatan Direktorat Tenaga
Kependidikan serta implikasinya bagi pengawas.
© DEPDIKNAS 2006 87
Materi Penunjang Diklat Jenjang Menengah
© DEPDIKNAS 2006 88
mutu tenaga Kependidikan, program dan kegiatan Direktorat Tenaga
Kependidikan serta implikasinya bagi pengawas.
© DEPDIKNAS 2006 89
6. Studi Banding/Studi lapangan (20 jam)
Studi banding ke Sekolah Nasional Bertaraf Internasional di Jakarta dan
kota lainnya di Nusantara selama dua hari penuh.
Materi Penunjang
1. Perencanaan Diklat.
© DEPDIKNAS 2006 90
diharapkan setelah Diklat selesai, kegiatan pembelajaran selama Diklat
berlangsung, penilaian keberhasilan Diklat dan aspek akademik lainnya.
Perencanan Diklat dibuat bersama oleh Panitia Diklat (pantia pengarah dan
panitia pelaksana). Perencanaan dituangkan dalam bentuk proposal atau
pedoman/program Diklat dan atau sebutan lain sesuai dengan kebutuhan
(biasanya harus sesuai dengan Dipa). Isi proposal/perencanaan Diklat
sekurang-kurangnya memuat:
© DEPDIKNAS 2006 91
f. Peserta pelatihan. Peserta pelatihan memperhatikan persyaratan peserta
dari setiap jenjang Diklat. Selain itu dipertimbangkan tentang jumlah
peserta, kualifikasi akademik, pengalaman kerja sebagai pengawas,
prestasi kerja dan faktor lain sesuai dengan persyaratan dan tujuan
Jenjang Diklat.
g. Tempat dan waktu pelaksanaan Diklat, kemukakan alamat lengkap
tempat pelatihan secara jelas dengan nomor telpon dan fax. Demikian
juga waktu pelaksanaan Diklat: berapa hari pelaksanaan, kapan
dimulai/dibuka dan kapan berakhir/ditutup.
h. Jadwal kegiatan pelatihan. Jadwal kegiatan berisi: hari dan tanggal,
jam belajar, topik dan kegiatan yang dibahas untuk setiap jam belajar,
pembicara dan moderator, termasuk acara pembukaan dan penutupan
Diklat. Jadwal kegiatan bisa dimasukkan dalam isi proposal, bisa pula
dilampirkan dalam proposal.
i. Anggaran biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Diklat. Anggaran
biaya yang diajukan mulai dari: persiapan, pelaksanaan dan tindak
lanjut Diklat. Rincian anggaran minimal memuat untuk keperluan: (a)
rapat-rapat persiapan, (b) alat tulis, (c) akomodasi, (d) transfortasi, (e)
perlengkapan peserta, (f) honor panitia, pelatih dan nara sumber, (g)
penggandaan bahan dan makalah, (h) studi lapangan (kalau ada), (i)
penyadiaan fasilitas pelatihan, (j) penulisan laporan Diklat, dll. sesuai
kebutuhan. Besarnya anggaran disesuaikan dengan mata anggaran
yang tersedia.
j. Organisasi pelaksana Diklat. Organisasi pelaksanaan Diklat memuat
susunan kepanitiaan beserta nama-namanya dan jika perlu dengan job
deskripsinya.
k. Tata tertib Diklat, baik untuk peserta, panitia dan pembicara/nara
sumber. Tata tertib menjelaskan hak dan kewajiban peserta, panitia,
pembicara/fasilitator selama berlangsungnya Diklat.
© DEPDIKNAS 2006 92
Proposal Diklat yang telah dibuat oleh panitia setelah dibahas dan
disiskusikan serta disetujui oleh semua anggota panita Diklat diajukan
kepada pimpinan kelembagaan penyelenggara Diklat untuk pengesahan-
nya sebelum Diklat dilaksanakan. Proposal yang telah disetujui
digandakan dan dibagikan kepada peserta pada saat peserta datang dan
mencatatkan dirinya pada petugas/panitia di tempat pelaksanaan Diklat.
2. Pelaksanaan Diklat
3. Evaluasi Diklat
© DEPDIKNAS 2006 93
Penilaian pelaksanaan Diklat atau penilaian formatif dilaksanakan pada
saat berlangsungnya kegiatan Diklat. Aspek yang dinilai adalah:
kedisiplinan (peserta, pelatih, fasilitator, penitia pelaksana), keterlibatan
peserta dalam kegiatan belajar/pelatihan, sikap dan motivasi peserta,
tanggung jawab sebagai peserta diklat, proses pembelajaran selama Diklat
berlangsung, kemampuan pelatih dan fasilitator/nara sumber, fasilitas yang
tersedia, waktu pelaksanaan, tempat dan akomodasi, dll. Alat evaluasi
yang digunakan antara lain: kuesioner terstruktur, observasi terstruktur dan
wawancara. Hasil penilaian formatif ini dijadikan dasar atau bahan bagi
perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan Diklat selanjutnya.
© DEPDIKNAS 2006 94
juga dijadikan bahan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
program/kurikulum Diklat di masa mendatang.
© DEPDIKNAS 2006 95
BAB IX
PENGHARGAAAN DAN PERLINDUNGAN
© DEPDIKNAS 2006 96
penghargaan. Di sisi lain, penghargaan juga diberikan dalam bentuk sertifikat
semacam Satyalencana, Bintang Maha Putera dan sejenisnya. Sekarang ini
umumnya penghargaan juga diberikan dalam bentuk penghargaan finansiil
seperti: pemberian hadiah tabungan, hadiah beasiswa dan sejenisnya.
Ringkasnya semakin jelas penghargaan yang diberikan kepada karyawan akan
semakin besar dampaknya terhadap motivasi dan kinerja karyawan tersebut.
Semua pakar psikologi motivasi, menampilkan betapa penting peran
penghargaan bagi tumbuhkembangnya motivasi kerja karyawan. Berikut ini
disajikan diagram Mainspring Of Motivation yang menampilkan urgensi
pemberian penghargaan untuk memotivasi kinerja karyawan:
Perlindungan dan rasa aman psikologis menjadi syarat agar pengawas merasa
aman dan nyaman dalam bekerja. Rasa aman dalam bekerja berpengaruh pada
daya konsentrasi kerja, kesungguhan dan totalitas kerja. Hal ini sangat penting
karena konsentrasi menjadi basis kecermatan, ketepatan dan efesiensi serta
efektivitas kerja. Konsentrasi dan totalitas kerja akan menjadi elemen penting
dalam melaksanakan tugas. Tanpa adanya jaminan perlindungan kerja yang
komprehensif pengawas satuan pendidikan akan bekerja dengan penuh
keraguan, kurang totalitas kerja. Dalam kondisi semacam itu, pengawas
© DEPDIKNAS 2006 97
satuan pendidikan akan sulit mengambil keputusan yang tepat terkait dengan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas profesional.
Rollomay (1989) menyatakan bahwa ada dua hal yang harus dikembangkan
untuk mendorong tumbuhkembangnya kreativitas dan produktivitas kerja.
Pertama, rasa aman psikologis (psychological safety). Kedua, kebebasan
psikologis (psychological freedom).
© DEPDIKNAS 2006 98
melainkan justru kebebasan yang terbatas pada koridor hukum dan
perundang-undangan yang menjadi acuan.
Kebebasan dan rasa aman psikologis ini menjadi modal utama dalam
meningkatkan kreativitas, inovasi dan produktivitas kerja pengawas satuan
pendidikan. Dengan rasa aman dan kebebasan psikologis itu memungkinkan
setiap pengawas satuan pendidikan dapat bekerja dengan penuh dedikasi,
tidak cemas, tidak diliputi rasa takut, dan was-wqas sehingga mampu
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif dan efisien.
Dampak lain dari rasa aman dan kebebasan psikologis adalah berkembangnya
budaya kerja yang sehat, disiplin dan produktif. Bekerja dengan rasa aman
dan bebas dapat menumbuhkan berbagai ide kreatif dan inovasi produk dalam
memberikan layanan pada stakeholder pendidikan. Hal inilah yang
menjadikan perlunya implementasi kebijakan Harlindung bagi pengawas
satuan pendidikan untuk dilakukan secara optimal.
C. Tujuan Penghargaan
1. Tujuan Umum:
Meningkatkan self esteem dan motivasi kerja pengawas satuan pendidikan
yang pada perkembangannya diharapkan memiliki dampak positif
terhadap dedikasi kerja, produktivitas kerja dan daya inovasi dalam
melaksanakan Tupoksinya secara profesional.
2. Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan harkat dan martabat pengawas satuan pendidikan
sebagai pengawas satuan pendidikan yang profesional.
b. Meningkatkan self esteem dan self confidence pengawas satuan
pendidikan dalam mengemban tanggungjawab tugas pokok dan
fungsinya sebagai pengawas profesional.
c. Meningkatkan dedikasi kerja, loyalitas dan kinerja pengawas satuan
pendidikan.
© DEPDIKNAS 2006 99
d. Membangun civil effect bagi masyarakat luas, utamanya stakeholder
pendidikan agar lebih apresiatif terhadap keberadaan pengawas satuan
pendidikan.
e. Membangun tradisi kultural untuk selalu dapat menghargai prestasi
kerja setiap pengawas satuan pendidikan sehingga menumbuhkan
iklim dan budaya kerja yang berorientasi pada dedikasi dan prestasi.
1. Sasaran
Sasaran pemberian penghargaan adalah:
a. Pengawas satuan pendidikan dari semua bidang pengawasan, baik
pengawas TK/SD, SMP, SMA, SMK maupun SLB.
b. Pengawas satuan pendidikan di semua jabatan pengawas yang
mencakup pengawas muda, pengawas madya, pengawas
utama/samapta.
2. Ruang Lingkup
Aspek penilaian yang dijadikan landasan pemilihan pengawas yang akan
mendapat penghargaan mencakup ruang lingkup: kualitas kepribadian,
profesionalisme dalam mengimplementasikan kompetensi kepengawasan,
hubungan dan keterampilan sosial/kemasyarakatan, prestasi, dedikasi,
disiplin, loyalitas, inisiatif dan kreatifitas dalam melaksanakan tugas
kepengawasan. Informasi mengenai aspek penilaian dapat diperoleh dari
guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya, sejawat/korwas, dan Kepala
Dinas Pendidikan setempat.
G. Bentuk Penghargaan
H. Kriteria Penghargaan
I. Mekanisme Penghargaan
J. Perlindungan
A. Pemberhentian
B. Pensiun
Pensiun bagi pengawas satuan pendidikan dapat diberikan karena: (1) batas
usia pensiun (BUP), dan (2) non batas usia pensiun (Non BUP) yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979. Batas usia pensiun
normal bagi pengawas satuan pendidikan sebagai PNS adalah 56 tahun.
Namun atas pertimbangan kebutuhan tenaga pengawas maka batas usia
pensiun bagi para pengawas satuan pendidikan dapat diperpanjang sampai
dengan 60 tahun. Khusus untuk pengawas satuan pendidikan yang telah
menduduki jabatan Pengawas Utama (Samapta) dapat diperpanjang batas usia
pensiunnya sampai dengan mencapai usia 65 tahun, dengan ketentuan:
Perhitungan besarnya uang pensiun yang diterimakan tiap bulan diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
Standar Mutu Pengawas Sekolah yang dijelaskan dalam naskah ini berisi
program dan kegiatan yang akan dilaksanakan Direktorat Tenaga Kependidikan
Ditjen PMPTK dalam rangka meningkatkan mutu tenaga kependidikan khususnya
tenaga pengawas satuan pendidikan/sekolah. Ada beberapa komponen utama yang
menjadi fokus perhatian dalam peningkatan mutu tenaga pengawas satuan
pendidikan. Komponen tersebut adalah hakekat kepengawasan, tugas pokok dan
fungsi, kualifikasi rekruitmen dan seleksi, kompetensi dan sertifikasi, kinerja dan
hasil kerja, pembinaan karir, pendidikan dan latihan, penghargaan dan
perlindungan serta pemberhentian dan pensiun.
Walaupun isi naskah ini ditulis berdasarkan data dan informasi yang dijaring
dari lapangan melalui pengawas sekolah di enam kabupaten/kota di pulau Jawa
dan dari wakil-wakil APSI seluruh propinsi di Indonesia, masih dimungkinkan
adanya penyempurnaan dan perbaikan agar naskah ini lebih sahih dan
komprehensif. Untuk itu kepada berbagai pihak yang menaruh perhatian terhadap
standar mutu tenaga pengawas diharapkan bisa memberikan masukkan, saran dan
koreksinya guna penyempurnaannya. Selain itu naskah ini masih memerlukan
pengujian lebih lanjut secara empiris untuk mengetahui keterandalannya sehingga
program peningkatan standar mutu pengawas bisa dilaksanakan tanpa kendala
yang berarti.
Brown, S., Raleigh, M., & Shippam. (2005). The New Inspection Arrangements.
London: Ofsted.
Crown. (2005). Every Child Matters: Frame work for the Inspection of Schools in
England From September 2005. London: Ofsted.
Departement for Education and Skills. (2005). A New Relationship with Schools.
London: Ofsted.
Hoy, W. K., & Forsyth, P. B. (1986). Effective supervision: Theory into practice.
New York: Random House.
Muid, F. (2003). Standar Pelayanan Pendidikan. Badan Diklat Depdagri & Diklat
Depdiknas.
Pandong, A. (2003a). Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas. Badan Diklat Depdagri
& Diklat Depdiknas.
Sahertian, P.A. (2000). Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Bineka Cipta.