Anda di halaman 1dari 124

Pengantar :

Tulisan ini merupakan naskah karya Prof. Dr. Nana Sudjana, dkk. (2006), yang
berjudul Standar Mutu Pengawas yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. Dalam naskah ini dibahas
tentang : (1) Pendahuluan; (2) Hakekat Pengawas dan Kepengawasan; (3) Tugas
Pokok dan Fungsi; (4) Kompetensi dan Sertifikasi; (5) Kualifikasi Rekruitmen
dan Seleksi; dan (6) Kinerja dan Hasil Kerja; (7) Pembinaan dan Pengembangan;
(8) Pendidikan dan latihan; (9) Penghargaan dan Perlindungan; (10)
Pemberhentian dan Pensiun dan (11) Penutup

Isi naskah bukanlah merupakan kebijakan formal tentang kepengawasan sekolah,


akan tetapi merupakan naskah akademik yang sudah diuji secara empiris dengan
melibatkan berbagai pihak, terutama pengawas sekolah, dinas pendidikan, kepala
sekolah dan pihak terkait lainnya.

Untuk kepentingan penyebaran pengetahuan, maka penulis berusaha


mempublikasikan naskah tersebut melalui forum ini.

Semoga bermanfaat.
STANDAR MUTU PENGAWAS

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
2006
STANDAR MUTU PENGAWAS

KELOMPOK KERJA PENGAWAS


Prof. Dr. Nana Sudjana (Ketua)
Dr. Nugroho, M.Psi. (Sekretaris)
Dr. Slameto, M.Pd. (Anggota)
Drs. Sofjan Salim, MM (Anggota)
Drs. Mudiyono, M.Pd. (Anggota)
Dra. Maria Widiani, MA (Anggota)
Ir. Oktavia Suwardana, M.Pd. (Anggota)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
2006

© DEPDIKNAS 2006
KATA PENGANTAR

Peningkatan mutu pendidikan telah menjadi komitmen Departemen Pendidikan


Nasional yang ditunjukkan dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Baru yakni
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PMPTK). Ada beberapa Direktorat di lingkungan Ditjen PMPTK, satu
diantaranya adalah Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat ini bertugas
meningkatkan mutu tenaga kependidikan yang terdiri atas tenaga pengawas
sekolah/satuan pendidikan, kepala sekolah, tata usaha, laboran/teknisi dan tenaga
perpustakaan. Berkaitan dengan itu maka program kerja dari Direktorat Tenaga
Kependidikan Ditjen PMPTK adalah menyiapkan berbagai rumusan kebijakan
yang terkait dengan upaya peningkatan mutu kelima tenaga kependidikan di atas.
Salah satu tenaga kependidikan yang dinilai strategik dan penting untuk
meningkatkan kualitas kinerja sekolah adalah tenaga pengawas sekolah/satuan
pendidikan atau supervisor yang bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan
di bidang akademik dan bidang manajerial. Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan mutu tenaga pengawas ditempuh melalui perbaikan dan penyem-
purnaan sejumlah komponen mulai dari rumusan; konsep-prinsip dan tugas pokok
pengawas, kompetensi dan sertifikasi, kualifikasi-rekruitmen dan seleksi, kinerja
dan hasil kerja, pembinaan dan pengembangan karir, pernghargaan dan
perlindungan sampai pada pemberhentian dan pensiun. Naskah ini berisi uraian
tentang komponen-komponen di atas dalam rangka meningkatkan mutu tenaga
pengawas sekolah/satuan pendidikan.
Naskah ini disiapkan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan dengan bantuan
kelompok kerja dari akademisi LPTK. Isi naskah sudah diuji secara empiris
melibatkan berbagai pihak terutama pengawas sekolah, dinas pendidikan, kepala
sekolah dan pihak terkait lainnya.
Pada akhirnya besar harapan kami peningkatan mutu tenaga pengawas
sebagaimana dikembangkan dalam naskah ini dapat dilaksanakan oleh berbagai
pihak dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan. Kepada semua pihak yang
berpartisipasi dalam penyusunan naskah ini kami ucapkan terima kasih dan
penghargaan tak terhingga, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahnya. Amien.
Jakarta Juni 2006
Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D


NIP. 130783511

© DEPDIKNAS 2006 i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
BAB II HAKIKAT KEPENGAWASAN....................................................... 5
A. Pengawas dan Kepengawasan ................................................... 5
B. Bidang Pengawasan ................................................................... 13
BAB III TUGAS POKOK DAN FUNGSI....................................................... 16
A. Tugas Pokok............................................................................... 16
B. Fungsi ....................................................................................... 21
C. Kewenangan dan Hak................................................................. 22
BAB IV KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI ............................................... 25
A. Kompetensi................................................................................. 25
B. Sertifikasi ................................................................................... 31
BAB V KUALIFIKASI REKRUITMEN DAN SELEKSI ........................... 37
A. Kualifikasi................................................................................... 37
B. Persyaratan ................................................................................. 38
C. Rekruitmen................................................................................. 41
D. Seleksi Calon Pengawas ............................................................ 44
BAB VI KINERJA DAN HASIL KERJA ..................................................... 46
A. Kinerja dan Penilaian KinerjaPengawas..................................... 46
B. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Pengawas...................... 48
C. Indikator Kinerja Pengawas ....................................................... 50
D. Instrumen Penilaian Kinerja....................................................... 52
E. Mekanisme Penilaian Kinerja .................................................... 54
BAB VII PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN ..................................... 59
A. Pentingnya Pembinaan dan Pengembangan Karir...................... 59
B. Tujuan Pembinaan...................................................................... 62
C. Pembinaan untuk Peningkatan Kualifikasi Pendidikan ............ 63
D. Pembinaan Kemampuan Profesional.......................................... 67
E. Pembinaan Karir......................................................................... 73
F. Sumber Daya Pembinaan............................................................ 75

© DEPDIKNAS 2006 ii
BAB VIII PENDIDIKAN DAN PELATIHAN .............................................. 78
A. Kebutuhan Diklat ....................................................................... 78
B. Tujuan dan Hasil Diklat.............................................................. 79
C. Diklat Jenjang Dasar................................................................... 80
D. Diklat Jenjang Lanjut.................................................................. 83
E. Diklat Jenjang Menengah........................................................... 82
F. Diklat Jenjang Tinggi................................................................. 88
G. Perencanaan dan Pelaksanaan Diklat.......................................... 88
H. Evaluasi Diklat............................................................................ 90
BAB IX PENGHARGAAN DAN PERLINDUNGAN.................................. 96
A. Konsep Penghargaan dan Perlindungan..................................... 96
B. Penghargaan dan Perlindungan serta Prestasi Kerja .................. 97
C. Tujuan Penghargaan .................................................................. 99
D. Prinsip Pemberian Penghargaan................................................. 100
E. Sasaran dan Ruang Lingkup Penghargaan ................................ 102
F. Jenis Penghargaan Pengawas...................................................... 102
G. Bentuk Penghargaan................................................................... 103
H. Kriteria Penghargaa.................................................................... 104
I. Mekanisme Penghargaan............................................................ 105
J. Perlindungan .............................................................................. 105
BAB X PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN ............................................. 107
1. Pemberhentian............................................................................. 107
2. Pensiun......................................................................................... 110
BAB IX PENUTUP......................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115

© DEPDIKNAS 2006 iii


BAB I
PENDAHULUAN

Masalah pokok pendidikan kita dewasa ini adalah peningkatan mutu pada setiap
jenis, jenjang dan jalur pendidikian. Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan
delapan standar nasional pendidikan yakni: (1) standar isi, (2) standar proses, (3)
standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)
standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan,
dan (8) standar penilaian pendidikan (PP. No. 19 Tahun 2005). Standar nasional
pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, pada hakekatnya menjadi arah dan
tujuan penyelenggaraan pendidikan. Dengan kata lain, standar nasional
pendidikan harus menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.

Salah satu standar yang dinilai paling langsung berkaitan dengan mutu lulusan
adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Untuk dapat mencapai mutu
pendidikan yang diinginkan, tenaga pendidik atau guru dituntut memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Kualifikasi
akademik ditunjukkan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan
dengan kualifikasi minimal sarjana (S1) pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Sedangkan kompetensi tenaga pendidik mencakup kompetensi pribadi,
pedagogik, sosial dan kompetensi professional.

Selain tenaga pendidik, peningkatan mutu pendidikan juga menuntut adanya


tenaga kependidikan yang memadai. Tenaga kependidikan yang ada dan
memerlukan pembinaan dan pengembangannya pada saat ini terdiri atas: (1)
tenaga kepala sekolah, (2) tenaga pengawas, (3) tenaga laboran/teknisi, (4) tenaga
perpustakaan dan (5) tenaga tata usaha. Tenaga kependidikan di atas terutama
tenaga laboran, tenaga perpustakaan dan tata usaha kurang mendapat perhatian
dalam hal pembinaan dan pengembangannya dibandingkan dengan tenaga
pendidik. Sedangkan tenaga kepala sekolah dan tenaga pengawas sudah ada dan

© DEPDIKNAS 2006 1
sudah berfungsi di setiap jenis dan jenjang pendidikan, walaupun pembinaan dan
pengembangan secara akademik masih belum terpola dan berkesinambungan.

Tenaga pengawas TK/SD, SMP, SMA dan SMK merupakan tenaga kependidikan
yang peranannya sangat penting dalam membina kemampuan profesional tenaga
pendidik dan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah. Pengawas
sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun
supervisor manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah
berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat
meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor
manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah agar mencapai
sekolah yang efektif. Pembinaan dan pengawasan kedua aspek tersebut hendaknya
menjadi tugas pokok pengawas sekolah. Oleh sebab itu tenaga pengawas harus
memiliki kualifikasi dan kompetensi yang lebih unggul dari guru dan kepala
sekolah. Peranan pengawas hendaknya menjadi konsultan pendidikan yang
senantiasa menjadi pendamping bagi guru dan kepala sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Lebih dari itu kehadiran pengawas harus menjadi
agen dan pelopor dalam inovasi pendidikan di sekolah binaannya. Kinerja
pengawas salah satunya harus dilihat dari kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh
sekolah binaannya. Dalam konteks itu maka mutu pendidikan di sekolah yang
dibinanya akan banyak tergantung kepada kemampuan profesional tenaga
pengawas.

Kondisi saat ini kualifikasi dan kompetensi pengawas belum sebagaimana yang
diharapkan. Di beberapa daerah para pengawas menyatakan bahwa wawasan
akademik dirinya berada di bawah guru dan kepala sekolah sebab mereka tidak
pernah disentuh dengan inovasi yang terjadi. Temuan di lapangan dari pengawas
yang hampir mewakili semua propinsi, menunjukkan tenaga pengawas kurang
diminati sebab rekruitmen pengawas bukan karena prestasi tetapi semacam
tenaga buangan dari kepala sekolah dan guru atau tenaga struktural yang
memperpanjang masa pensiun. Kualifikasi pendidikan para pengawas umumnya
sarjana (S1) namun masih ada yang belum sarjana terutama pengawas TK/SD,

© DEPDIKNAS 2006 2
dan yang berpendidikan sarjana pun bidang ilmunya masih ada yang kurang
relevan dengan bidang kepengawasannya. Usia rata-rata pengawas cukup tua
yakni 52 tahun dengan rata-rata masa kerja sebagai PNS 25 tahun. Sedangkan
masa kerja menjadi pengawas rata-rata 6 tahun. Jenjang karir pengawas masih
kurang jelas dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pembinaan dan
pengembangan kemampuan profesional tenaga pengawas boleh dikatakan tidak
ada baik berupa Diklat kepengawasan, penataran khusus pengawas, seminar,
lokakarya dan kegiatan ilmiah lainnya. Bahkan dalam kegiatan
penataran/pelatihan guru, pelatihan kepala sekolah dan kegiatan akademik lainnya
pengawas tidak pernah dilibatkan. Tugas pokok yang rancu bahkan di beberapa
daerah menempatkan pengawas bukan lagi sebagai supervisor akademik dan
manajerial. Selain itu daya dukung kurang menunjang untuk melaksanakan tugas
kepengawasan satuan pendidikan. Biaya operasional/rutin untuk melaksanakan
tugas kepengawasan tidak memadai terlebih lagi untuk pengawasan di daerah
terpencil. Pengawas juga kurang diberikan penghargaan sebagaimana tenaga
pendidik seperti adanya guru teladan dan penghargaan lainnya.

Atas dasar itu, maka Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMPTK sebagai
institusi baru di lingkungan Depdiknas menaruh perhatian terhadap pembinaan
dan pengembangan tenaga pengawas dalam kerangka peningkatan mutu
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pembinaan dan
pengembangan tenaga pengawas dimulai sejak rekruitmen dan seleksi, tugas
pokok dan fungsinya, kualifikasi dan kompetensi, pembinaan dan pengembangan
karir, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan serta aspek-aspek lainnya
sampai kepada pemberhentian dan hak pensiun. Pembinaan dan pengembangan
aspek di atas mutlak diperlukan agar dapat meingkatkan citra dan wibawa
akademik tenaga pengawas sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai supervisor akademik dan supervisor manajerial demi tercapainya
peningkatan mutu sekolah. Pada sisi lain Direktorat Tenaga Kependidikan
memandang perlu melakukan pemetaan tenaga pengawas saat ini serta kebutuhan
tenaga pengawas di masa mendatang. Dalam konteks inilah Direktorat Tenaga
Kependidikan meluncurkan sejumlah program dan kegiatan untuk meningkatkan

© DEPDIKNAS 2006 3
mutu tenaga pengawas satuan pendidikan/sekolah. Salah satu programnya
dituangkan dalam tulisan ini.

Isi tulisan ini menjelaskan program peningkatan standar mutu tenaga pengawas
sekolah/satuan pendidikan yang terdiri atas sebelas bab. Bab I pendahuluan yang
menguraikan kemengapaan peningkatan mutu tenaga pengawas dilakukan. Bab II
berisi hakekat kepengawasan yang menjelaskan arti pengawas dan pengawasan.
Bab III berisi tugas pokok dan fungsi. Bab IV berisi kualifikasi, rekruitmen dan
seleksi. Bab V berisi kompetensi dan sertifikasi. Bab VI berisi kinerja dan hasil
kerja. Bab VII berisi pembinaan dan pengembangan karir. Bab VIII berisi
Pendidikan dan Latihan. Bab IX berisi penghargaan dan perlindungan. Bab X
berisi pemberhentian dan pensiun. Bab XI penutup.

Naskah ini diharapkan menjadi bahan dan rujukan bagi siapapun yang tugasnya
berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya pada pendidikan dasar
dan menengah.

© DEPDIKNAS 2006 4
BAB II
HAKIKAT KEPENGAWASAN

A. Pengawas dan Pengawasan

Ketika perencanaan pendidikan dikerjakan dan struktur organisasi


persekolahannyapun disusun guna memfasilitasi perwujudan tujuan
pendidikan, serta para anggota organisasi, pegawai atau karyawan dipimpin
dan dimotivasi untuk mensukseskan pencapaian tujuan, tidak dijamin
selamanya bahwa semua kegiatan akan berlangsung sebagaimana yang
direncanakan. Pengawasan sekolah itu penting karena merupakan mata rantai
terakhir dan kunci dari proses manajemen. Kunci penting dari proses
manajemen sekolah yaitu nilai fungsi pengawasan sekolah terletak terutama
pada hubungannya terhadap perencanaan dan kegiatan-kegiatan yang
didelegasikan (Robbins 1997). Holmes (t. th.) menyatakan bahwa ‘School
Inspection is an extremely useful guide for all teachers facing an Ofsted
inspection. It answers many important questions about preparation for
inspection, the logistics of inspection itself and what is expected of schools
and teachers after the event’.

Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk


meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang
direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan
memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu
pencapaian tujuan (Robbins 1997). Pengawasan juga merupakan fungsi
manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-
unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah
yang dikehendaki (Wagner dan Hollenbeck dalam Mantja 2001).

Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan pendidikan adalah fungsi
manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi
manajemen lainnya (Mantja 2001). Berdasarkan konsep tersebut, maka proses
perencanaan yang mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan terlebih

© DEPDIKNAS 2006 5
dahulu. Perencanaan yang dimaksudkan mencakup perencanaan:
pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme, sehingga
perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan tujuan yang jelas.

Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak


terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah.
Sahertian (2000:19) menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi
pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder
pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara
kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Burhanuddin (1990:284) memperjelas hakikat pengawasan pendidikan pada
hakikat substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang dimaksud menunjuk
pada segenap upaya bantuan supervisor kepada stakeholder pendidikan
terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek
pembelajaran. Bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan
penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta
mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat.
Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses
dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar
tepat sasaran. Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan
mengembangkan situasi belajar mengajar.

Pengawas satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat fungsional yang


berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan
pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam
upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar/bimbingan untuk
mencapai tujuan pendidikan (Pandong, A. 2003). Dalam satu kabupaten/kota,
pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang koordinator
pengawas (Korwas) sekolah/ satuan pendidikan (Muid, 2003).

Aktivitas pengawas sekolah selanjutnya adalah menilai dan membina


penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah satuan pendidikan/sekolah
tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya.

© DEPDIKNAS 2006 6
Penilaian itu dilakukan untuk penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria
(tolak ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan,
saran dan bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998).

Dengan menyadari pentingnya upaya peningkatan mutu dan efektifitas


sekolah dapat (dan memang tepat) dilakukan melalui pengawasan. Atas dasar
itu maka kegiatan pengawasan harus difokuskan pada perilaku dan
perkembangan siswa sebagai bagian penting dari: kurikulum/mata pelajaran,
organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi, sistem
pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan dan
konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat (Law dan
Glover 2000). Lebih lanjut Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus
pengawasan sekolah meliputi: (1) standard dan prestasi yang diraih siswa, (2)
kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar mengajar, kualitas
program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa,
kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan manajemen sekolah.

Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa kepengawasan merupakan kegiatan


atau tindakan pengawasan dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab
dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau
lembaga yang dibinanya. Seseorang yang diberi tugas tersebut disebut
pengawas atau supervisor. Dalam bidang kependidikan dinamakan pengawas
sekolah atau pengawas satuan pendidikan. Pengawasan perlu dilakukan
dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berkesinambung-
an pada sekolah yang diawasinya.

Indikator peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap


komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas guru, kepala sekolah,
staf sekolah (Tenaga Administrasi, Laboran dan Teknisi, Tenaga
Perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan
sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan komponen-lainnya. Ini

© DEPDIKNAS 2006 7
berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya terhadap kinerja sekolah
dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Itulah sebabnya kehadiran
pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu
pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya
berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah
yang bersangkutan seoptimal mungkin sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.

Kiprah supervisor menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu


pendidikan di sekolah yang dimaksud dapat dijelaskan dalam visualisasi
Gambar 1 tentang Hakikat Pengawasan. Dari visualisasi Gambar 1. tersebut
tampak bahwa hakikat pengawasan memiliki empat dimensi: (1) Support, (2)
Trust, (3) Challenge, dan (4) Networking and Collaboration. Keempat
dimensi hakikat pengawasan itu masing-masing dijelaskan berikut ini.

Data Sekolah:
Komunikasi:
PRODUKTIVITAS,
EFEKTIVITAS dan EVALUASI DIRI
ANTAR EFISIENSI Sekolah
STAKEHOLDER Dialog:
NEGOSIASI, KOLABORASI
dan NETWORKING
Kerjasama:
PENGAWASAN
PENGEMBANGAN
SEKOLAH scr Profil Dinamik:
KOLABORATIF MASA DEPAN SEKOLAH

Gambar 1. Hakikat Pengawasan diadopsi dari Ofsted, 2003

© DEPDIKNAS 2006 8
Dimensi pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Support. Dimensi ini
menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor
itu harus mampu mendukung (support kepada) pihak sekolah untuk
mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor bersama
pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan potensi serta
peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu
pendidikan pada sekolah di masa yang akan datang.

Dimensi kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Trust. Dimensi ini
menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor
itu harus mampu membina kepercayaan (trust) stakeholder pendidikan dengan
penggambaran profil dinamika sekolah masa depan yang lebih baik dan lebih
menjanjikan.

Dimensi ketiga dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Challenge. Dimensi


ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh
supervisor itu harus mampu memberikan tantangan (challenge)
pengembangan sekolah kepada stakeholder pendidikan di sekolah. Tantangan
ini harus dibuat serealistik mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak
sekolah, berdasarkan pada situasi dan kondisi sekolah pada sat ini. Dengan
demikian stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara kolaboratif dalam
rangka pengembangan mutu sekolah.

Dimensi keempat dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Networking and


Collaboration. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang
dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring dan
berkolaborasi antar stakeholder pendidikan dalam rangka meningkatkan
produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah.

Fokus dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan dalam tiga
aktivitas utama pengawasan yaitu: negosiasi, kolaborasi dan networking.
Negosiasi dilakukan oleh supervisor terhadap stakeholder pendidikan dengan
fokus pada substansi apa yang dapat dan perlu dikembangkan atau
ditingkatkan serta bagaimana cara meningkatkannya. Kolaborasi merupakan

© DEPDIKNAS 2006 9
inti kegiatan supervisi yang harus selalu diadakan kegiatan bersama dengan
pihak stakeholder pendidikan di sekolah binaannya. Hal ini penting karena
muara untuk terjadinya peningkatan mutu pendidikan ada pada pihak sekolah.
Networking merupakan inti hakikat kegiatan supervisi yang prospektif untuk
dikembangkan terutama pada era globalisasi dan cybernet teknologi seperti
sekarang ini. Jejaring kerjasama dapat dilakukan baik secara horisontal
maupun vertikal. Jejaring kerjasama secara horisontal dilakukan dengan
sesama sekolah sejenis untuk saling bertukar informasi dan sharing
pengalaman pengembangan mutu sekolah, misalnya melalui MKP, MKKS,
MGBS, MGMP. Jejaring kerjasama secara vertikal dilakukan baik dengan
sekolah pada aras dibawahnya sebagai pemasok siswa barunya, maupun
dengan sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya sebagai lembaga yang
akan menerima para siswa lulusannya.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini pengawas sekolah atau pengawas
satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas,
tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah baik
pengawasan dalam bidang akademik (teknis pendidikan) maupun bidang
manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah jabatan fungsional
bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat sebagai
pengawas harus sudah berstatus tenaga pendidik/guru dan atau kepala
sekolah/wakil kepala sekolah, setidak-tidaknya pernah menjadi guru.

Berdasarkan rumusan di atas maka kepengawasan adalah aktivitas profesional


pengawas dalam rangka membantu sekolah binaannya melalui penilaian dan
pembinaan yang terencana dan berkesinambungan. Pembinaan diawali dengan
mengidentifikasi dan mengenali kelemahan sekolah binaannya, menganalisis
kekuatan/potensi dan prospek pengembangan sekolah sebagai bahan untuk
menyusun program pengembangan mutu dan kinerja sekolah binaannya.
Untuk itu maka pengawas harus mendampingi pelaksanaan dan
pengembangan program-program inovasi sekolah. Ada tiga langkah yang

© DEPDIKNAS 2006 10
harus ditempuh pengawas dalam menyusun program kerja pengawas agar
dapat membantu sekolah mengembangkan program inovasi sekolah. Ketiga
langkah tersebut adalah :

1. Menetapkan standar/kriteria pengukuran performansi sekolah


(berdasarkan evaluasi diri dari sekolah).
2. Membandingkan hasil tampilan performansi itu dengan ukuran dan
kriteria/benchmark yang telah direncanakan, guna menyusun program
pengembangan sekolah.
3. Melakukan tindakan pengawasan yang berupa pembinaan/pendampingan
untuk memperbaiki implementasi program pengembangan sekolah.
4. Dalam melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang dapat
dilaksanakan pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif.

Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Trust, artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan


kepercayaan antara pihak sekolah dengan pihak pengawas sekolah
sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya
2. Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan
berdasarkan data eksisting sekolah,
3. Utility, artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat
bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya,
4. Supporting, Networking dan Collaborating, artinya seluruh aktivitas
pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya
sekolah menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh
stakeholder,
5. Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu menggambarkan kondisi
kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun.

Prinsip-prinsip di atas digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas


pokoknya sebagai seorang pengawas/ supervisor pendidikan pada sekolah
yang dibinanya. Dengan demikian kehadiran pengawas di sekolah bukan
untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman akan tetapi

© DEPDIKNAS 2006 11
harus menjadi mitra sekolah dalam membina dan mengembangkan mutu
pendidikan di sekolah sehingga secara bertahap kinerja sekolah semakin
meningkat menuju tercapainya sekolah yang efektif.

Prinsip-prinsip kepengawasan itu harus dilaksanakan dengan tetap


memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang
dimaksud minimal berisi sembilan hal berikut ini.

1. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa


berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Pengawas satuan pendidikan senantiasa merasa bangga dalam mengemban
tugas sebagai pengawas.
3. Pengawas satuan pendidikan memiliki pengabdian yang tinggi dalam
menekuni tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas.
4. Pengawas satuan pendidikan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab
dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pengawas.
5. Pengawas satuan pendidikan menjaga citra dan nama baik profesi
pengawas.
6. Pengawas satuan pendidikan menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja
dalam melaksanakan tugas profresional pengawas.
7. Pengawas satuan pendidikan mampu menampilkan keberadaan dirinya
sebagai supervisor profesional dan tokoh yang diteladani.
8. Pengawas satuan pendidikan sigap dan terampil dalam menanggapi dan
membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi stakeholder
sekolah binaannya
9. Pengawas satuan pendidikan memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang
tinggi, baik terhadap stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap
koleganya.

© DEPDIKNAS 2006 12
B. Bidang Pengawasan

Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan dibedakan berdasarkan jalur,


jenjang dan jenis pendidikan. Berdasarkan jalur pendidikan, pendidikan
dibedakan ke dalam jalur: (1) pendidikan formal/sekolah, (2) pendidikan
nonformal dan (3) pendidikan informal. Berdasarkan jenjang pendidikan,
pendidikan dibedakan ke dalam jenjang: (1) pendidikan dasar, (2) pendidikan
menengah dan (3) pendidikan tinggi. Sedangkan berdasarkan jenis
pendidikan, pendidikan dibedakan ke dalam jenis: (1) pendidikan umum, (2)
pendidikan kejuruan, (3) pendidikan akademik, (4) pendidikan vokasi, (5)
pendidikan profesi, (6) pendidikan keagamaan dan (7) pendidikan khusus.
Jalur, jenjang dan jenis pendidikan di atas dapat diwujudkan dalam bentuk
satuan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau oleh
masyarakat.

Mengacu pada konsep di atas kepengawasan ada pada jalur pendidikan


formal/sekolah dan ada pada jalur pendidikan nonformal. Pada jalur
pendidikan formal disebut pengawas dan pada jalur pendidikan nonformal
disebut penilik. Keduanya mempunyai peran yang sama yakni sebagai
supervisor pendidikan. Dalam naskah ini kepengawasan dimaknai dalam
konteks pendidikan formal. Oleh sebab itu dibedakan menjadi: (1) pengawas
TK/SD (pendidikan dasar), (2) pengawas pendidikan menengah (SMP-SMA-
SMK). Mengingat pada pendidikan menengah diberlakukan guru mata
pelajaran dan atau bidang studi maka pengawas pada pendidikan menengah
dikaitkan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran.

Atas dasar itu, dalam peraturan yang ada sekarang ini, bidang pengawasan
dibedakan menjadi empat bidang pengawasan yakni: (1) Bidang pengawasan
TK/RA, SD/MI-LB, (2) Bidang pengawasan Rumpun Mata Pelajaran, (3)
Bidang pengawasan Pendidikan Luar Biasa dan (4) Bidang pengawasan
Bimbingan dan Konseling.

© DEPDIKNAS 2006 13
Gambaran di lapangan, terutama di beberapa daerah, pengawas rumpun mata
pelajaran sudah ditinggalkan dan beralih menjadi pengawas sekolah/satuan
pendidikan seperti halnya pengawas TK/SD. Dengan kata lain, di SMP-
SMA-SMK tidak lagi diberlakukan pengawas rumpun mata pelajaran tetapi
pengawas satuan pendidikan. Oleh karena itu, berkembang wacana perlu
adanya pengawas SMP, pengawas SMA dan pengawas SMK. Kecenderungan
ini disebabkan masih belum terpenuhinya pengawas yang memiliki keahlian
yang sesuai dengan jumlah rumpun/mata pelajaran di SMP/SMA/SMK dan
adanya ketidak sesuaian bidang keahlian pengawas rumpun dengan mata
pelajaran yang harus diawasi/dibinanya di pendidikan menengah. Selain itu,
hampir di semua kabupaten dan kota, pengawas rumpun mata pelajaran masih
sangat terbatas jumlahnya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk
setiap rumpun mata pelajaran, terlebih lagi untuk semua mata pelajaran.

Pengawas sekolah/satuan pendidikan berstatus sebagai pejabat fungsional


yang berkedudukan atau ditempatkan di tingkat propinsi, kabupaten/kota
bahkan di tingkat kecamatan untuk pengawas TK/SD. Seiring dengan
berlakunya otonomi daerah maka status kepegawaian pengawas adalah
pegawai negeri sipil daerah yang ditempatkan di kabupaten/kota atau propinsi.
Ada semacam harapan dari pengawas agar di masa depan status pengawas
adalah pegawai pusat yang bisa ditempatkan di LPMP atau di Dinas
Pendidikan Propinsi, Kabupaten dan Kota.

Setiap pengawas pada bidang manapun wajib melakukan pembinaan dan


pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah yang ditetapkan. Satu
pengawas membina 15 sekolah. Sekalipun ukuran ini bervariasi bergantung
kepada kondisi geografis daerahnya, besar atau jumlah kelas/guru di setiap
sekolah dan ukuran lainnya. Pengawas TK/SD tidak mengenal rumpun mata
pelajaran mengingat guru SD adalah guru kelas, sehingga pengawasan berlaku
untuk semua bidang studi/mata pelajaran yang ada di SD. Tidak
mengherankan apabila pengawas TK/SD tugasnya lebih berat, sebab mereka
harus menguasai semua bidang studi/mata pelajaran. Itulah sebabnya

© DEPDIKNAS 2006 14
kualifikasi pengawas TK/SD seharusnya minimal Sarjana Pendidikan
khususnya S1 PGSD bukan S1 Pendidikan bidang ilmu/mata pelajaran.
Demikian halnya untuk pengawas SLB berlaku sama dengan pengawas
TK/SD bahkan sulitnya mencari pengawas SLB yang profesional mengingat
terbatasnya Sarjana Pendidikan dengan keahlian pendidikan khusus/luar biasa.

Jika masih akan dipertahankan pengawas rumpun mata pelajaran, maka


pengawas pendidikan pada pendidikan menengah yakni SMP-SMA dan SMK
idealnya ditingkatkan menjadi pengawas mata pelajaran (SMP dan SMA) dan
pengawas mata Diklat (SMK). Mata pelajaran prioritas sekarang antara lain
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi dan
mata Diklat keahlian pada SMK. Dengan demikian pengangkatan pengawas
dalam mata pelajaran tersebut semakin diperlukan. Pada tahap berikutnya
baru diperluas dengan pengawas untuk mata-mata pelajaran lainnya. Keahlian
atau keilmuan pengawas mata pelajaran harus relevan dengan mata pelajaran
yang dibinanya sehingga pembinaan dan pengembangan mutu pendidikan
akan lebih optimal. Kenyataan di lapangan ada beberapa pengawas rumpun
mata pelajaran mengalami kesulitan karena keahlian/keilmuan pengawas tidak
sesuai dengan mata pelajaran yang harus dibinanya. Sama halnya dengan
bidang pengawasan Bimbingan Konseling. Pengawas Bimbingan Konseling
seharusnya minimal Sarjana Pendidikan jurusan/program studi Bimbingan
Konseling yang sekarang berstatus guru BK di sekolah.

Sulitnya mencari guru BK yang profesional menyebabkan langkanya


pengawas bidang ini padahal peranan bimbingan konseling di sekolah pada
masa sekarang ini sangat diperlukan. Tidak mengherankan kalau pengawas
BK yang ada sekarang ini sangat beragam keahliannya dan lebih parah lagi
mereka tidak dipersiapkan terlebih dahulu melalui pendidikan dan pelatihan
atau penataran yang terpola dan terprogram.

Berdasarkan gambaran dan kondisi obyektif di lapangan saat ini, sudah


saatnya dilakukan pembenahan tenaga pengawas mulai dari rekruitmen calon
pengawas, tugas pokok dan fungsinya, kompetensi yang dipersyaratkannya,

© DEPDIKNAS 2006 15
pembinaan dan pengembangannya serta penilaian kinerjanya dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan di sekolah yang menjadi binaannya.

BAB III
TUGAS POKOK DAN FUNGSI

1. Tugas Pokok

Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan


penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik
supervisi akademik maupun supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok
dan fungsi di atas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan
pengawas yakni:

1. Melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala


sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah,

2. Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta


pengembangannya,

3. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan


sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah.

Mengacu pada SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional
pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud nomor
03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor
38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas
serta Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis
pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, dapat
dikemukakan tentang tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah
yang meliputi:

1. Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai


dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA.

© DEPDIKNAS 2006 16
2. Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil
prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.

Tugas pokok yang pertama merujuk pada supervisi atau pengawasan


manajerial sedangkan tugas pokok yang kedua merujuk pada supervisi atau
pengawasan akademik. Pengawasan manajerial pada dasarnya memberikan
pembinaan, penilaian dan bantuan/bimbingan mulai dari rencana program,
proses, sampai dengan hasil. Bimbingan dan bantuan diberikan kepada kepala
sekolah dan seluruh staf sekolah dalam pengelolaan sekolah atau
penyelenggaraan pendidikan di sekolah untuk meningkatkan kinerja sekolah.
Pengawasan akademik berkaitan dengan membina dan membantu guru dalam
meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan kualitas hasil
belajar siswa.
Sedangkan wewenang yang diberikan kepada pengawas sekolah meliputi: (1)
memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal
dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik
profesi, (2) menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya yang diawasi
beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, (3) menentukan atau
mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan. Wewenang
tersebut menyiratkan adanya otonomi pengawas untuk menentukan langkah
dan strategi dalam menentukan prosedur kerja kepengawasan. Namun
demikian pengawas perlu berkolaborasi dengan kepala sekolah dan guru agar
dalam melaksanakan tugasnya sejalan dengan arah pengembangan sekolah
yang telah ditetapkan kepala sekolah.
Berdasarkan kedua tugas pokok di atas maka kegiatan yang dilakukan oleh
pengawas antara lain:
1. Menyusun program kerja kepengawasan untuk setiap semester dan setiap
tahunnya pada sekolah yang dibinanya.
2. Melaksanakan penilaian, pengolahan dan analisis data hasil
belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru.

© DEPDIKNAS 2006 17
3. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses
pembelajaran/bimbingan, lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap
perkembangan hasil belajar/bimbingan siswa.
4. Melaksanakan analisis komprehensif hasil analisis berbagai faktor sumber
daya pendidikan sebagai bahan untuk melakukan inovasi sekolah.
5. Memberikan arahan, bantuan dan bimbingan kepada guru tentang proses
pembelajaran/bimbingan yang bermutu untuk meningkatkan mutu proses
dan hasil belajar/ bimbingan siswa.
6. Melaksanakan penilaian dan monitoring penyelenggaran pendidikan di
sekolah binaannya mulai dari penerimaan siswa baru, pelaksanaan
pembelajaran, pelaksanaan ujian sampai kepada pelepasan
lulusan/pemberian ijazah.
7. Menyusun laporan hasil pengawasan di sekolah binaannya dan
melaporkannya kepada Dinas Pendidikan, Komite Sekolah dan
stakeholder lainnya.
8. Melaksanakan penilaian hasil pengawasan seluruh sekolah sebagai bahan
kajian untuk menetapkan program kepengawasan semester berikutnya.
9. Memberikan bahan penilaian kepada sekolah dalam rangka akreditasi
sekolah.
10. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak sekolah dalam
memecahkan masalah yang dihadapi sekolah berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas maka tugas pengawas mencakup: (1) inspecting


(mensupervisi), (2) advising (memberi advis atau nasehat), (3) monitoring
(memantau), (4) reporting (membuat laporan), (5) coordinating
(mengkoordinir) dan (6) performing leadership dalam arti memimpin dalam
melaksanakan kelima tugas pokok tersebut (Ofsted, 2003).

Tugas pokok inspecting (mensupervisi) meliputi tugas mensupervisi kinerja


kepala sekolah, kinerja guru, kinerja staf sekolah, pelaksanaan
kurikulum/mata pelajaran, pelaksanaan pembelajaran, ketersediaan dan

© DEPDIKNAS 2006 18
pemanfaatan sumberdaya, manajemen sekolah, dan aspek lainnya seperti:
keputusan moral, pendidikan moral, kerjasama dengan masyarakat.

Tugas pokok advising (memberi advis/nasehat) meliputi advis mengenai


sekolah sebagai sistem, memberi advis kepada guru tentang pembelajaran
yang efektif, memberi advis kepada kepala sekolah dalam mengelola
pendidikan, memberi advis kepada tim kerja dan staf sekolah dalam
meningkatkan kinerja sekolah, memberi advis kepada orang tua siswa dan
komite sekolah terutama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pendidikan.

Tugas pokok monitoring/pemantauan meliputi tugas: memantau penjaminan/


standard mutu pendidikan, memantau penerimaan siswa baru, memantau
proses dan hasil belajar siswa, memantau pelaksanaan ujian, memantau rapat
guru dan staf sekolah, memantau hubungan sekolah dengan masyarakat,
memantau data statistik kemajuan sekolah, memantau program-program
pengembangan sekolah.

Tugas pokok reporting meliputi tugas: melaporkan perkembangan dan hasil


pengawasan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Propinsi
dan/atau Nasional, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke
masyarakat publik, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke
sekolah binaannya.

Tugas pokok coordinating meliputi tugas: mengkoordinir sumber-sumber


daya sekolah baik sumber daya manusia, material, financial dll,
mengkoordinir kegiatan antar sekolah, mengkoordinir kegiatan preservice dan
in service training bagi Kepala Sekolah, guru dan staf sekolah lainnya,
mengkoordinir personil stakeholder yang lain, mengkoordinir pelaksanaan
kegiatan inovasi sekolah.

Tugas pokok performing leadership/memimpin meliputi tugas: memimpin


pengembangan kualitas SDM di sekolah binaannya, memimpin
pengembangan inovasi sekolah, partisipasi dalam meminpin kegiatan

© DEPDIKNAS 2006 19
manajerial pendidikan di Diknas yang bersangkutan, partisipasi pada
perencanaan pendidikan di kabupaten/kota, partisipasi pada seleksi calon
kepala sekolah/calon pengawas, partisipasi dalam akreditasi sekolah,
partisipasi dalam merekruit personal untuk proyek atau program-program
khusus pengembangan mutu sekolah, partisipasi dalam mengelola konflik di
sekolah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani pengaduan
baik dari internal sekolah maupun dari masyarakat. Itu semua dilakukan guna
mewujudkan kelima tugas pokok di atas.

Berdasarkan uraian tugas-tugas pengawas sebagaimana dikemukakan di atas,


maka pengawas satuan pendidikan banyak berperan sebagai: (1) penilai, (2)
peneliti, (3) pengembang, (4) pelopor/inovator, (5) motivator, (6) konsultan,
dan (7) kolaborator dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
binaannya. Dikaitkan dengan tugas pokok pengawas sebagai pengawas atau
supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan
pada aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor manajerial
yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek manajemen
sekolah dapat dimatrikkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. MATRIK TUGAS POKOK PENGAWAS

Rincian Pengawasan Akademik Pengawasan Manajerial


Tugas (Teknis Pendidikan/Pembelajaran) (Administrasi dan Manajemen Sekolah)
1. Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran
1. Pelaksanaan kurikulum sekolah
2. Proses pembelajaran/praktikum/ studi lapangan
2. Penyelenggaraan administrasi sekolah
A. Inspecting/ 3. Kegiatan ekstra kurikuler
3. Kinerja kepala sekolah dan staf sekolah
Pengawasan 4. Penggunaan media, alat bantu dan sumber belajar
4. Kemajuan pelaksanaan pendidikan di sekolah
5. Kemajuan belajar siswa
5. Kerjasama sekolah dengan masyarakat
6. Lingkungan belajar
1. Kepala sekolah di dalam mengelola
1. Menasehati guru dalam pembelajaran/bimbingan yang pendidikan
efektif 2. Kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi
2. Guru dalam meningkatkan kompetensi professional pendidikan
B. Advising/ 3. Guru dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil 3. Kepala sekolah dalam peningkatan
Menasehati belajar kemamapuan professional kepala sekolah
4. Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas 4. Menasehati staf sekolah dalam melaksanakan
5. Guru dalam meningkatkan kompetensi pribadi, sosial dan tugas administrasi sekolah
pedagogik 5. Kepala sekolah dan staf dalam kesejahteraan
sekolah
1. Penyelenggaraan kurikulum
1. Ketahanan pembelajaran 2. Administrasi sekolah
2. Pelaksanaan ujian mata pelajaran 3. Manajemen sekolah
C. Monitoring/
3. Standar mutu hasil belajar siswa 4. Kemajuan sekolah
Memantau
4. Pengembangan profesi guru 5. Pengembangan SDM sekolah
5. Pengadaan dan pemanfaatan sumber-sumber belajar 6. Penyelenggaraan ujian sekolah
7. Penyelenggaraan penerimaan siswa baru
D. Coordinating/ 1. Pelaksanaan inovasi pembelajaran 1. Mengkoordinir peningkatan mutu

© DEPDIKNAS 2006 20
SDMsekolah
2. Penyelenggaraan inovasi di sekolah
2. Pengadaan sumber-sumber belajar
mengkoordinir 3. Mengkoordinir akreditasi sekolah
3. Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru
4. Mengkoordinir kegiatan sumber daya
pendidikan
1. Kinerja kepala sekolah
1. Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran
2. Kinerja staf sekolah
E. Reporting 2. Kemajuan belajar siswa
3. Standar mutu pendidikan
3. Pelaksanaan tugas kepengawasan akademik
4. Inovasi pendidikan

4. Fungsi

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, pengawas sekolah melaksanakan


fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial.
Supervisi akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek
pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru dalam
meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah.

Sasaran supervisi akademik antara lain membantu guru dalam: (1)


merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbingan, (2) melaksanakan
kegiatan pembelajaran/ bimbingan, (3) menilai proses dan hasil pembelajaran/
bimbingan, (4) memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan
pembelajaran/bimbingan, (5) memberikan umpan balik secara tepat dan
teratur dan terus menerus pada peserta didik, (6) melayani peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar, (7) memberikan bimbingan belajar pada peserta
didik, (8) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, (9)
mengembangkan dan memanfaatkan alat Bantu dan media pembelajaran dan
atau bimbingan, (10) memanfaatkan sumber-sumber belajar, (11) me-
ngembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik,
model, pendekatan dll.) yang tepat dan berdaya guna, (12) melakukan
penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan, dan (13)
mengembangkan inovasi pembelajaran/bimbingan.

Dalam melaksanakan fungsi supervisi akademik seperti di atas, pengawas


hendaknya berperan sebagai:

1. Mitra guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan
bimbingan di sekolah binaannya

© DEPDIKNAS 2006 21
2. Inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan
bimbingan di sekolah binaannya
3. Konsultan pendidikan di sekolah binaannya
4. Konselor bagi kepala sekolah, guru dan seluruh staf sekolah
5. Motivator untuk meningkatkan kinerja semua staf sekolah

Supervisi manajerial adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek


pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan
efektivitas sekolah yang mencakup: (1) perencanaan, (2) koordinasi, (3)
pelaksanaan, (3) penilaian, (5) pengembangan kompetensi SDM kependidikan
dan sumberdaya lainnya. Sasaran supervisi manajerial adalah membantu
kepala sekolah dan staf sekolah lainnya dalam mengelola administrasi
pendidikan seperti: (1) administrasi kurikulum, (2) administrasi keuangan, (3)
administrasi sarana prasarana/perlengkapan, (4) administrasi personal atau
ketenagaan, (5) administrasi kesiswaan, (6) administrasi hubungan sekolah
dan masyarakat, (7) administrasi budaya dan lingkungan sekolah, serta (8)
aspek-aspek administrasi lainnya dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas
hendaknya berperan sebagai:

1. Kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi,


pengembangan manajemen sekolah,
2. Asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi
sekolah binaannya
3. Pusat informasi pengembangan mutu pendidikan di sekolah binaannya
4. Evaluator/judgement terhadap pemaknaan hasil pengawasan

5. Kewenangan dan Hak Pengawas

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas


sekolah/satuan pendidikan, setiap pengawas memiliki kewenangan dan hak-
hak yang melekat pada jabatannya. Beberapa kewenangan yang ada pada
pengawas adalah kewenangan untuk:

© DEPDIKNAS 2006 22
4. Bersama pihak sekolah yang dibinanya, menentukan program peningkatan
mutu pendidikan di sekolah binaannya.
5. Menyusun program kerja/agenda kerja kepengawasan pada sekolah
binaannya dan membicarakannya dengan kepala sekolah yang
bersangkutan,
6. Menentukan metode kerja untuk pencapaian hasil optimal berdasarkan
program kerja yang telah disusun.
7. Menetapkan kinerja sekolah, kepala sekolah dan guru serta tenaga
kependidikan guna peningkatan kualitas diri dan layanan pengawas.

Hak yang seharusnya diperoleh pengawas sekolah yang profesional adalah :

1. Menerima gaji sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan pangkat dan
golongannya,
2. Memperoleh tunjangan fungsional sesuai dengan jabatan pengawas yang
dimilikinya,
3. Memperoleh biaya operasional/rutin untuk melaksanakan tugas-tugas
kepengawasan seperti; transportasi, akomodasi dan biaya untuk kegiatan
kepengawasan.
4. Memperoleh tunjangan profesi pengawas setelah memiliki sertifikasi
pengawas.
5. Menerima subsidi dan insentif untuk menunjang pelaksanaan tugas dan
pengembangan profesi pengawas.
6. Memperoleh tunjangan khusus bagi pengawas yang bertugas di daerah
terpencil, rawan kerusuhan dan atau daerah bencana alam.

Semua biaya hak di atas dibebankan pada Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sedangkan tunjangan kesejahteraan diharapkan diberikan oleh pemerintah
daerah. Besarnya tunjangan-tunjangan di atas disesuaikan dengan kemampuan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Subsidi dan
insentif untuk peningkatan profesionalitas pengawas diberikan sekali dalam
setahun oleh pemerintah melalui Direktorat Tenaga Kependidikan. Besarnya
subsidi dan insentif disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Subsidi

© DEPDIKNAS 2006 23
diberikan kepada pengawas melalui koordinator pengawas (korwas) yang ada
disetiap Kabupaten/Kota. Untuk itu setiap korwas perlu menyusun program
dan kegiatan peningkatan kemampuan profesionalisme pengawas di daerah-
nya.

Perlu adanya pemikiran lebih lanjut mengenai status kepegawaian pengawas


sekolah, apakah berstatus pegawai pusat yang ditempatkan di daerah. Ataukah
tetap sebagai pegawai daerah, baik di tingkat provinsi (pengawas SMA dan
SMK), di kabupaten (pengawas SLB dan SMP) dan di kecamatan (pengawas
TK/SD).

© DEPDIKNAS 2006 24
BAB IV
KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI

A. Kompetensi

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawas sebagaimana


yang dikemukakan di atas, setiap pengawas dituntut memiliki kemampuan
dasar tertentu yang berbeda dengan tenaga kependidikan lainnya.
Kemampuan dasar tersebut dinamakan kompetensi. Kompetensi adalah
pengetahuan, ketrampilan, kecakapan atau kapabilitas yang dicapai seseorang,
yang menjadi bagian dari keberadaannya sampai ia mampu mengkinerjakan
perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor tertentu secara optimal. Dengan kata
lain, kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak pada sebuah tugas/pekerjaan. Dapat juga dikatakan bahwa
kompetensi merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan,
sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang mendasari karakteristik
seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya
guna mencapai standar kualitas dalam pekerjaan nyata. Kompetensi juga
merujuk pada kecakapan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung-
jawab yang diamanatkan kepadanya dengan hasil baik dan piawai.

Atas dasar rumusan di atas kompetensi dapat dipilah menjadi tiga aspek,
yaitu:
1. Kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi
dan harapan yang menjadi ciri dan karakteristik seseorang dalam
menjalankan tugas,
2. Ciri dan karakteristik kompetensi yang digambarkan dalam aspek pertama
itu tampil nyata (manifest) dalam tindakan, tingkah laku dan unjuk
kerjanya.
3. Hasil unjuk kerjanya itu memenuhi suatu kriteria standard kualitas
tertentu.

© DEPDIKNAS 2006 25
Aspek pertama menunjuk pada kompetensi sebagai gambaran substansi/
materi ideal yang seharusnya dikuasai atau dipersyaratkan untuk dikuasai oleh
seseorang dalam menjalankan pekerjaan tertentu. Substansi/materi ideal yang
dimaksud meliputi: kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat,
pemahaman, apresiasi dan harapan-harapan penciri karakter dalam
menjalankan tugas. Dengan demikian seseorang dapat dipersiapkan atau
belajar untuk menguasai kompetensi tertentu sebagai bekal ia bekerja secara
profesional. Substansi apa yang dipersiapkan atau apa yang diajarkan adalah
materi-materi yang relevan dengan gambaran lingkup tugas dan tanggung
jawabnya dalam suatu pekerjaan.

Aspek kedua merujuk pada kompetensi sebagai gambaran unjuk kerja nyata
yang tampak dalam kualitas pola pikir, sikap dan tindakan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya secara piawai. Seseorang dapat saja berhasil
menguasai secara teoritik seluruh aspek material kompetensi yang
diajarkannya dan dipersyaratkan. Namun begitu jika dalam praktek sebagai
tindakan nyata saat menjalankan tugas atau pekerjaan tidak sesuai dengan
standard kualitas yang dipersyaratkannya maka ia tidak dapat dikatakan
sebagai seseorang yang berkompeten atau tidak piawai.

Aspek ketiga merujuk pada kompetensi sebagai hasil (output dan atau
outcome) dari unjuk kerja. Kompetensi seseorang mencirikan tindakan,
berlaku serta mahir dalam menjalankan tugas untuk menghasilkan tindakan
kerja yang efektif dan efisien. Hasil tindakan yang efektif dan efisien
merupakan produk dari kompetensi seseorang dalam menjalankan tugas dan
pekerjaannya. Keefektifan itu utamanya dari pihak di luar dirinya, sehingga
pihak lain dapat menilai seseorang apakah dalam menjalankan tugas dan
pekerjaan berkompeten dari unjuk hasil kinerjanya apakah efektif dan
terkesan profesional atau tidak.

Secara umum, kompetensi pengawas merupakan seperangkat kemampuan,


baik berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dituntut untuk jabatan

© DEPDIKNAS 2006 26
profesional sebagai pengawas. Seperangkat kemampuan yang harus dimiliki
pengawas tersebut searah dengan kebutuhan manajemen pendidikan di
sekolah, kurikulum, tuntutan masyarakat, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kompetensi pengawas berarti kesesuaian antara
kemampuan, kecakapan dan kepribadian pengawas dengan perilaku dan
tindakan atau kemampuan yang mumpuni dalam melaksanakan tugas
berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang menjadi tanggung-jawabnya sebagai
pengawas. Dengan demikian kompetensi pengawas merupakan himpunan
pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan yang dimiliki pengawas dan
ditampilkan dalam tindakannya untuk peningkatan mutu pendidikan/sekolah.
Lebih lanjut kompetensi tersebut berupa tingkah laku pengawas yang dapat
diamati. Tingkah laku yang dimaksud diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan sebelumnya.

Kompetensi pengawas satuan pendidikan mengacu pada standar kompetensi


tenaga kependidikan sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Kompetensi
inilah yang secara sederhana dipersyaratkan untuk dapat menjalankan tugas
sebagai pengawas profesional, dengan fokus pada kompetensi profesional.

Setiap dimensi kompetensi pengawas sekolah dijabarkan lebih lanjut menjadi


beberapa indikator sebagai dasar dalam menyusun instrumen untuk menguji
kompetensi dan menyusun materi pendidikan dan latihan bagi pengawas.
Berikut ini dijelaskan kompetensi pengawas sekolah mencakup 4 bidang
kompetensi di atas.

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik pengawas secara umum terdiri atas lima aspek


utama yakni:
a. Menguasai prosedur dan teknik supervisi akademik, supervisi
manajerial sekolah, nasihat/advising, monitoring, pelaporan,
koordinasi, leadership/kepemimpinan, pengelolaan sekolah efektif,

© DEPDIKNAS 2006 27
pengembangan SDM sekolah efektif, dan implementasi kebijakan
pendidikan.
b. Memahami masalah yang menyangkut tugas-tugas kepengawasan
dalam berbagai konteks/perspektif.
c. Mampu menganalisis permasalahan pendidikan dari kajian: filsafat
manusia dan pendidikan, psikologi perkembangan dan organisasi,
sosiologi, dan andragogi (pendidikan orang dewasa).
d. Mampu memperhitungkan implikasi jangka pendek maupun jangka
panjang atas tindakan pedagogik yang dilakukannya.
e. Mampu menciptakan dan mengembangkan pendekatan/
metode/teknik/cara-cara baru dalam kepengawasan.

2. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional pengawas sekolah secara umum mencakup tiga


dimensi yaitu dimensi: (a) Pembinaan/pengembangan kurikulum dan
pembelajaran, (b) Pembinaan dan pengembangan profesi kepengawasan,
(c) Penilaian, penelitian dan pengembangan pendidikan. Setiap dimensi
memiliki beberapa aspek atau indikator.

Dimensi pertama yaitu Pembinaan/Pengembangan Kurikulum dan


Pembelajaran terdiri atas delapan indikator yakni:

a. Menguasai bidang studi/rumpun mata pelajaran sesuai bidang


tugasnya
b. Mampu membina guru binaannya untuk mengembangkan rumpun
mata pelajaran
c. Mampu melaksanakan, membina, menilai dan mengembangkan
kurikulum sekolah termasuk kurikulum bidang ilmunya.
d. Responsif terhadap upaya perbaikan dan atau penyempurnaan
kurikulum dan pembelajaran/bimbingan
e. Mampu menilai kompetensi dan kinerja guru dan memanfaatkan hasil
penilaian bagi peningkatan layanan pembelajaran/bimbingan
f. Mampu memberikan bimbingan konseling dan atau bantuan belajar

© DEPDIKNAS 2006 28
g. Mampu mengembangkan berbagai inovasi dalam pembelajaran dan
bimbingan (model, strategi, metode, teknik)
h. Mampu menyusun dan mengembangkan kurikulum muatan lokal
sesuai kebutuhan masyarakat.

Dimensi kedua yaitu Pembinaan dan Pengembangan Profesi Pengawas


terdiri atas enam indikator yakni:

a. Menguasai teknologi informasi dan sistem informasi manajemen


berbasis komputer/TI dalam pendidikan
b. Mampu menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan pada
satuan pendidikan dan memanfaatkannya untuk kepengawasan
c. Mampu menulis artikel ilmiah yang terkait dengan masalah-masalah
kepengawasan
d. Mampu menulis buku atau bahan ajar kependidikan
e. Mampu melaksanakan berbagai inovasi pendidikan pada sekolah yang
dibinanya dan menularkannya kepada kepala sekolah, guru dan warga
sekolah lainnya.
f. Menguasai sistem pengembangan karir tenaga kependidikan.

Dimensi ketiga Penilaian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan


terdiri atas enam indikator yakni:

a. Menguasai sistem penilaian pendidikan mencakup penilaian konteks,


input, proses, output dan dampak pendidikan
b. Mampu mengolah dan menganalisis data hasil pengukuran dan
penilaian serta memanfaatkan hasil-hasilnya untuk peningkatan mutu
pendidikan
c. Menguasai sistem penilaian untuk akreditasi satuan pendidikan
d. Mampu melaksanakan penilaian tentang kinerja sekolah, kinerja guru,
kinerja kepala sekolah, kinerja staf sekolah serta memanfaatkan
hasilnya untuk peningkatan mutu sekolah binaannya
e. Menguasai metodologi penelitian pendidikan termasuk penelitian
tindakan kelas untuk perbaikan pembelajaran dan bimbingan

© DEPDIKNAS 2006 29
f. Mampu menggunakan dan memanfaatkan hasil-hasil penelitian untuk
peningkatan kualitas kepengawasan.

3. Kompetensi Personal

Kompetensi personal pengawas sekolah secara umum dijabarkan ke dalam


lima indikator berikut ini.

a. Memiliki kesadaran diri akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai


pengawas sekolah berdasarkan keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memiliki kreativitas dan imajinasi yang tinggi tentang prospek
perbaikan mutu pendidikan melalui peranannya sebagai pengawas.
c. Memiliki kebebasan dalam berpikir dan bertindak dengan tetap
mempertimbangkan lingkungan/konteks pekerjaannya.
d. Terbuka dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan hal-hal yang
baru.
e. Memiliki kesadaran akan pentingnya motivasi kerja baik bagi dirinya
maupun bagi stakeholder sekolah.

4. Kompetensi sosial

Kompetensi sosial pengawas sekolah secara umum dijabarkan menjadi


tujuh indikator berikut ini.

a. Memiliki kemampuan antisipatif terhadap hal-hal positif dan yang


negatif dalam kehidupan bermasyarakat
b. Mampu menunjukkan kepemimpinannya dalam mengendalikan situasi
sosial yang kurang menguntungkan bagi pendidikan
c. Mampu bekerja sama dengan profesi lain dalam mengembangkan
tugas profesinya
d. Memiliki kesadaran akan pentingnya berkerja sama dalam penyelesain
masalah terutama masalah pendidikan
e. Mampu mengelola konflik dan mencari solusi untuk mengatasinya

© DEPDIKNAS 2006 30
f. Berprakarsa dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti symposium,
seminar, diskusi dan sejenisnya
g. Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan organisasi profesi (seperti
APSI) baik pusat maupun daerah.

Semua komponen dan indikator yang dikemukakan di atas merupakan hasil


penyusunan dari berbagai sumber baik sumber resmi terbitan Direktorat
Tenaga Kependidikan maupun literatur lain dan hasil pengujin secara empirik
terhadap para pengawas dilapangan yang hampir mewakili seluruh daerah di
Indonesia. Selain itu juga telah mengokomodasi masukan dan penilaian dari
pejabat Diknas Kabupaten/Kota dan para kepala sekolah di hampir seluruh
kawasan Nusantara.

Untuk keperluan yang lebih jauh kompetensi dan indikator di atas dapat
dirinci lebih khusus lagi untuk semua bidang pengawasan. Penjabaran
kompetensi ini ke dalam kompetensi yang lebih khusus berdasarkan bidang
pengawasan dikerjakan tersendiri setelah disahkannya kompetensi pengawas
satuan pendidikan/sekolah.

B. Sertifikasi

Pengawas sekolah adalah jabatan profesional, oleh sebab itu jabatan pengawas
sekolah harus melalui program pendidikan profesi pengawas sekolah. Guna
mendapatkan pengawas yang profesional, diperlukan pendidikan profesi yang
secara khusus menyiapkan mereka menjadi pengawas satuan pendidikan/
sekolah. Pendidikan profesi pengawas dilaksanakan di LPTK Negeri atau
yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam hal ini Depdiknas. Pendidikan profesi
pengawas hanya diberlakukan pada calon-calon pengawas.

Sedangkan bagi pengawas yang sudah menjadi pengawas satuan


pendidikan/sekolah, pendidikan profesi pengawas dilakukan melalui Diklat
kepengawasan yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan
berkerjasama dengan Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) Pusat
(BNSP bab XIV pasal 89 ayat 5). Kepada mereka yang telah mengikuti diklat

© DEPDIKNAS 2006 31
ini dan dinyatakan lulus diberikan sertifikat dari APSI. Untuk itu APSI perlu
mempersiapkan program dan pengelenggaraan Diklat Serifikasi Pengawas
serta membentuk Lembaga Sertifikasi Mandiri di bawah organisasi profesi
(APSI). Progam Diklat Sertifikasi ini disetarakan dengan program Pendidikan
Profesi Pengawas yang diselenggarakan oleh LPTK.

Dengan demikian sertifikasi pengawas satuan pendidikan/sekolah diberikan


oleh LPTK bagi calon pengawas dan diberikan oleh APSI bagi yang telah
menjadi pengawas.

1. Sertifikat oleh LPTK untuk Calon Pengawas.

Kepada calon pengawas dapat diberikan sertifikat pengawas apabila telah


menempuh pendidikan profesi pengawas pada LPTK. Pendidikan profesi
pengawas dengan tagihan sekitar 36-40 Sks setelah lulus S1 atau S2,
selama dua semester. Bagi mereka yang lulus pendidikan profesi
pengawas termasuk lulus uji kompetensinya bisa diangkat menjadi
pengawas satuan pendidikan/sekolah. Pembinaan lebih lanjut bagi mereka
wajib mengikuti Diklat Pengawas. Setelah selesai mengikuti Diklat ini dan
dinyatakan berhasil barulah diterjunkan sebagai pengawas sesuai dengan
pangkat dan golongannya. Kepada mereka yang telah memiliki sertifikat
pengawas dapat diusulkan untuk memperoleh tunjangan profesi pengawas.

Kurikulum pendidikan profesi pengawas minimal berisi pengetahuan dan


kemampuan keahlian sebagai berikut:

a. Perencanaan Pendidikan (3 SKS),


b. Administrasi dan Manajemen Sekolah (3 SKS),
c. Evaluasi Pendidikan (3 SKS),
d. Penelitian Pendidikan/Kepengawasan (3 SKS),
e. Supervisi Pendidikan (3 SKS),
f. Program Pengembangan Kepengawasan (2 SKS),
g. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (2 SKS),
h. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (2 SKS),

© DEPDIKNAS 2006 32
i. Inovasi dan Kebijakan Pendidikan (3 SKS),
j. Pengembangan Profesi Pengawas (2 SKS)
k. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (3 SKS)
l. Teknologi Pembelajaran dan Bimbingan (3 SKS)
m. Studi Kasus dan Praktikum Kepengawasan (4 SKS)

Adapun deskripi tiap matakuliah minimal berisi materi kajian sebagaiman


dipaparkan pada tabel belikut ini.

No Matakuliah Deskripsi SKS


Konsep dasar perencanaan pendidikan; nilai pentingnya
perencanaan pendidikan; prinsip-prinsip, model, dan sistem
Perencanaan perencanaan pendidikan; prosedur penyusunan perencanaan
1. 3
Pendidikan pendidikan; latihan menyususun perencanaan pendidikan
dalam pengawasan dan pemanfaatannya dalam supervisi
manajerial bagi kepala sekolah; menilai hasil latihannya.
Konsep dasar administrasi dan kedudukan manajemen sekolah
dalam administrasi pendidikan; bidang-bidang manajemen
Administrasi dan
sekolah; peran stakeholder sekolah dalam manajemen sekolah;
2. Manajemen 3
pendekatan dan metode manajemen sekolah; kasus-kasus
Sekolah
manajemen sekolah dan peran serta tanggung jawab pengawas
dalam mengatasinya.
Konsep dasar evaluasi pendidikan dalam kepengawasan;
prosedur dan teknik evaluasi dalam pengawasan; jenis dan
pendekatan evaluasi dalam pengawasan (evaluasi input, proses,
Evaluasi output, outcome); nilai pentingnya evaluasi dalam pengawasan
3. 3
Pendidikan pendidikan; akreditasi sekolah; prosedur dan teknik evaluasi
dalam pengawasan; analisis hasil evaluasi dan pemanfaatannya
bagi program kepengawasan serta pemanfaatannya dalam
supervisi akademik bagi guru.
Konsep dasar penelitian pendidikan dalam kepengawasan;
masalah-masalah pendidikan dalam bidang kepengawasan
terutama difokuskan pada kinerja sekolah, komponen dan
Penelitian
faktor-faktor yang mempengaruhinya; pendekatan penelitian,
4. Pendidikan/ 3
prosedur dan teknik penelitian; latihan menyusun proposal
Kepengawasan
penelitian bidang kepengawasan; latihan menganalisis data
hasil penelitian; latihan menulis laporan penelitian dan
pemanfaatannya bagi program kepengawasan.
Konsep dasar dan hakikat supervisi pendidikan; hakikat
pengawas dan kepengawasan; tugas pokok dan fungsi
Supervisi
5. supervisi; kompetensi, kinerja dan pengembangan karir 3
Pendidikan
pengawas; menilai kinerja guru dan kepala sekolah; latihan
menerapkan teknik-teknik supervisi pendidikan.
Teori dan konsep dasar program pengembangan
Program kepengawasan; pendekatan, prosedur dan teknik penyusunan
6. Pengembangan program kepengawasan; latihan penyusunan program 2
Kepengawasan pengembangan kepengawasan; analisis hasil dan pelaporan
kepengawasan.

© DEPDIKNAS 2006 33
Konsep dasar dan hakikat SIM dalam supervisi pendidikan;
Sistem Informasi
nilai penting dari SIM dalam kepengawasan; pengenalan fungsi
7. Manajemen 2
SIM dalam kepengawasan; latihan menggunakan komputer dan
Pendidikan
teknologi infornasi dalam SIM pendidikan/kepengawasan.
Konsep dasar dan hakikat penjaminan mutu pendidikan;
penjaminan mutu pendidikan sebagai suatu sistem; peran
Sistem Penjaminan pengawas dalam penjaminan mutu sekolah; prosedur dan
8. 2
Mutu Pendidikan teknik penerapan sistem penjaminan mutu pendidikan; isu-isu
tentang mutu sekolah dan analisisnya, serta implikasinya bagi
kepengawasan.
Teori inovasi pendidikan; teori kebijakan pendidikan; faktor-
Inovasi dan faktor yang mempengaruhi inovasi dan kebijakan pendidikan;
9. Kebijakan berbagai inovasi pendidikan yang sedang berjalan/dilakukan; 3
Pendidikan menganalisis berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan yang
ada; peran pengawas sebagai inovator pendidikan.
Konsep dasar dan hakikat profesi pengawas; syarat-syarat
Pengembangan profesi pengawas: organisasi, standard kompetensi, dan kode
10. 2
Profesi Pengawas etik; jenjang dan prosedur pengembangan profesi; analisis
kasus aktual profesi pengawas.
Konsep dasar dan hakikat kurikulum; prosedur dan teknik
Pembinaan dan
pengembangan kurikulum, evaluasi kurikulum; pemanfaatan
11. Pengembangan 3
hasil evaluasi kurikulum untuk membina guru agar
Kurikulum
menggembangkan kurikulum.
Konsep dasar dan hakikat pembelajaran dan bimbingan; peran
teknologi dalam pembelajaran dan bimbingan; jenis-jenis
Teknologi
teknologi pembelajaran dan bimbingan; latihan membuat
12. Pembelajaran dan 3
media pembelajaran dan media bimbingan; latihan membina
Bimbingan
guru untuk mengembangkan media dalam pembelajaran dan
media bimbingan
Orientasi di tiga kategori sekolah (belum/tidak terakreditasi,
terakreditasi baik, dan sekolah unggul); mengususn program
Studi Kasus dan
kepengawasan berdasarkan hasil orientasi; simulasi/praktikum
13. Praktikum 4
implementasi program yang dibuat; mengevaluasi,
Kepengawasan
menganalisis hasil evaluasi, dan memanfaatkannya untuk
menyusun program lebih lanjut.

2. Sertifikasi Bagi Yang Telah Menjadi Pengawas

Bagi yang telah menjadi pengawas juga diberikan sertifikat pengawas


apabila telah mengikuti Diklat Profesi Pengawas dan lulus uji kompetensi
pengawas. Diklat Profesi Pengawas diselenggarakan oleh APSI Pusat
bekerja sama dengan Direktorat Tenaga Kependidikan. Diklat
dilaksanakan selama satu bulan dengan jumlah alokasi waktu 300 jam
setara dengan 20 SKS. Uji kompetensi Pengawas diselenggarakan oleh
Direktorat Tenaga Kependidikan melalui LPMP daerah. Apabila belum
lulus uji kompetensi diberi kesempatan mengulang satu kali lagi. Apabila

© DEPDIKNAS 2006 34
dalam ujian ulang masih belum lulus juga, pengawas yang bersangkutan
wajib mengikuti pendidikan profesi pengawas seperti yang diberlakukan
kepada calon pengawas dengan catatan ada beberapa pengetahuan dan
kemampuan praktis tentang kepengawasan yang dikonversikan setara
dengan mata kuliah sebagai berikut:

a. Perencanaan Pendidikan
b. Administrasi dan Manajemen Sekolah
c. Supervisi Pendidikan.
d. Praktikum Kepengawasan.
e. Teknologi Pembelajaran dan Bimbingan.

Kurikulum Diklat Profesi Pengawas yang diselenggarakan oleh APSI


bekerjasama dengan Direktur Tenaga Kependidikan minimal berisi
pengetahuan dan kemampuan keahlian sebagai berikut:

a. Monitoring dan Evaluasi Pendidikan (30 jam),


b. Kajian/Studi/Penelitian Kepengawasan (45 jam),
c. Pengembangan Program dan Profesi Kepengawasan (30 jam),
d. Pengembangan Teknologi Informasi Kepengawasan (45 jam),
e. Penjaminan Mutu Pendidikan (30 jam),
f. Inovasi dan Kebijakan Pendidikan (30 jam),
g. Pengembangan Kurikulum dan pembelajaran (45 jam)
h. Studi Kasus Kepengawasan (45 jam)

© DEPDIKNAS 2006 35
Adapun deskripi tiap matapelajaran Diaklat minimal berisi materi kajian
sebagaiman dipaparkan pada tabel berikut ini.

No Matakuliah Deskripsi Jam


Konsep dasar monitoring dan evaluasi pendidikan dalam
kepengawasan; prosedur dan teknik monitoring dan evaluasi
dalam pengawasan; jenis dan pendekatan monitoring dan evaluasi
Monitoring dan
dalam pengawasan (evaluasi input, proses, output, outcome);
1. Evaluasi 30
nilai pentingnya monitoring dan evaluasi dalam pengawasan
Pendidikan
pendidikan; prosedur dan teknik monitoring dan evaluasi dalam
pengawasan; analisis hasil monitoring dan evaluasi dan
pemanfaatannya bagi program kepengawasan.
Konsep dasar penelitian pendidikan dalam kepengawasan;
masalah-masalah pendidikan dalam bidang kepengawasan
Kajian/ terutama difokuskan pada kinerja sekolah, komponen dan faktor-
2. Studi/Penelitian faktor yang mempengaruhinya; pendekatan penelitian, prosedur 45
Kepengawasan dan teknik penelitian; latihan membahas hasil-hasil penelitian
kependidikan dan kepengawasan untuk dimanfaatkan dalam
kepengawasan.
Pengembangan Teori dan konsep dasar pengembangan program dan profesi
Program dan kepengawasan; pendekatan, prosedur dan teknik pengembangan
3. 30
Profesi program profesi kepengawasan; latihan penyusunan program
Kepengawasan pengembangan profesi pengawas.
Konsep dasar dan hakikat SIM dalam supervisi pendidikan; nilai
Pengembangan
penting dari SIM dalam kepengawasan; pengenalan fungsi SIM
Teknologi
4. dalam kepengawasan; latihan menggunakan komputer dan 45
Informasi
teknologi infornasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi
Kepengawasan
kepengawasan.
Konsep dasar dan hakikat penjaminan mutu pendidikan;
Penjaminan
penjaminan mutu pendidikan sebagai suatu sistem; peran
5. Mutu 30
pengawas dalam penjaminan mutu sekolah; prosedur, teknik dan
Pendidikan
latihan menerapkan sistem penjaminan mutu pendidikan.
Teori inovasi pendidikan; teori kebijakan pendidikan; faktor-
Inovasi dan faktor yang mempengaruhi inovasi dan kebijakan pendidikan;
6. Kebijakan berbagai inovasi pendidikan yang sedang berjalan/dilakukan; 30
Pendidikan menganalisis berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan yang
ada; simulasi peran pengawas sebagai inovator pendidikan.
Konsep dasar dan hakikat pengembangan kurikulum dan
Pengembangan pembelajaran; prosedur dan teknik pengembangan kurikulum dan
7. Kurikulum dan pembelajaran, evaluasi kurikulum dan pembelajaran; latihan 45
Pembelajaran membina guru untuk mengembangkan kurikulum dan
pembelajaran
Orientasi di tiga kategori sekolah (belum/tidak terakreditasi,
terakreditasi baik, dan sekolah unggul); mengususn program
kepengawasan berdasarkan hasil orientasi; simulasi/praktikum
Studi Kasus implementasi program yang dibuat di dalam kelas; implementasi
8. 45
Kepengawasan program kepengawasan dibuat; mengevaluasi, menganalisis hasil
evaluasi; menyusun laporan pelaksanaan dan hasilnya; presentasi
dan refleksi serta menyusun program tindak lanjut
kepengawasan..

© DEPDIKNAS 2006 36
BAB V
KUALIFIKASI REKRUITMEN DAN SELEKSI

A. Kualifikasi

Dengan asumsi jabatan pengawas di masa depan, lebih menarik bagi guru dan
tenaga kependidikan lainnya maka kualifikasi yang dituntut dari calon
pengawas bisa ditingkatkan. Kualifikasi calon pengawas bisa dilihat dari
beberapa aspek yakni; tingkat pendidikan dan keahlian/keilmuan,
pangkat/jabatan dan pengalaman kerja serta usia.

1. Tingkat Pendidikan dan Keahlian

Tingkat pendidikan dan keahlian atau keilmuan bagi pengawas dan calon
pengawas sekolah dibedakan antara pengawas TK/SD, SLB, rumpun/
mata pelajaran dan bimbingan konseling.
a. Kualifikasi untuk pengawas TK/SD hendaknya memiliki berlatar
belakang pendidikan minimal Sarjana (S1) atau D IV dengan keahlian
kependidikan, lebih diutamakan lagi berpendidikan S2 dalam
kependidikan seperti Administrasi Pendidikan, Teknologi Pendidikan
dan Pendidikan bidang ilmu seperti pendidikan Matematik, Pendidikan
Biologi, Pendidikan Bahasa Indonesia dan pendidikan bidang ilmu
lainnya.
b. Kualifikasi untuk pengawas SLB berpendidikan minimal S1
kependidikan dalam bidang Pendidikan Luar Biasa (pendidikan
khusus), diutamakan S2 kependidikan dan atau Psikologi.
c. Kualifikasi untuk pengawas rumpun mata pelajaran/matapelajaran,
berpendidikan minimal S1 kependidikan dan S1 non-kependidikan
dalam rumpun ilmu yang relevan dan memiliki Akta IV. Sangat
diutamakan yang berpendidikan S2-S3 kependidikan dan atau S2-S3
non-kependidikan yang memiliki Akta IV. Pengawas rumpun mata
pelajaran terutama di SMA dan SMK sebaiknya menjadi pengawas
mata pelajaran agar keahlian pengawas lebih relevan dengan mata-

© DEPDIKNAS 2006 37
mata pelajaran yang diberikan di SMA dan mata Diklat di SMK.
Mata-mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Fisika, Kimia, Biologi memerlukan pengawas dengan keahlian yang
sama. Demikian halnya untuk mata Diklat di SMK.
d. Kualifikasi untuk pengawas bimbingan konseling hendaknya
berpendidikan minimal S1 kependidikan khususnya jurusan/program
studi Bimbingan Konseling diutamakan yang berpendidikan S2-S3
Kependidikan terlebih lagi Jurusan Bimbingan Konseling. Calon
pengawas untuk semua kualifikasi di atas dipersyaratkan lulus
Pendidikan Profesi Pengawas (30-36 Sks) pada LPTK Negeri yang
telah ditunjuk pemerintah dan mengikuti Diklat Pengawas.

2. Jabatan/Pangkat dan Pengalaman Kerja.

Berdasarkan jabatan/pangkat dan pengalaman kerja, yang bisa diangkat


sebagai calon pengawas adalah yang sedang menjadi dan atau pernah
menjadi guru dan Kepala Sekolah/Wakil Kepala Sekolah, berstatus
jabatan fungsional dengan pangkat serendah-rendahnya III/b untuk guru
dan III/d untuk Kepala Sekolah/Wakil Kepala Sekolah. Sedangkan
pengalaman kerja yang dipersaratkan adalah 8 tahun bagi yang sedang
menjadi guru dan 4 tahun bagi yang sedang menjadi Kepala Sekolah.
Idealnya calon pengawas berasal dari Kepala Sekolah atau minimal Wakil
Kepala Sekolah yang pernah menjadi guru agar ada jenjang karir yang
jelas dari guru - wakil kepala sekolah - kepala sekolah - pengawas.
Persyaratan di atas menunjukkan bahwa yang menjadi pengawas harus
berstatus pegawai negeri sipil. Jika dimungkinkan calon pengawas bisa
diangkat dari Kepala Sekolah non-PNS berpendidikan S2 Kependidikan.
Setelah menempuh pendidikan profesi pengawas dan Diklat pengawas,
mereka bisa diangkat sebagai PNS dengan jabatan pengawas pratama atau
muda. Jika mereka diberi kesempatan menjadi pengawas nampaknya tidak
akan mengalami kesulitan dalam merekrut pengawas pada masa sekarang.

© DEPDIKNAS 2006 38
3. Usia.

Dari hasil studi empirik ditemukan usia pengawas rata-rata 52 tahun


dengan pengalaman kerja sebagai PNS sekitar 26 tahun dan masa kerja
sebagai pengawas rata-rata 6,5 tahun. Data di atas terlihat bahwa usia dan
masa kerja pengawas sebagai PNS cukup tinggi sehingga masa kerja
mereka tinggal beberapa tahun lagi sehingga kecenderunagn untuk
berprestasi di masa tua menjadi agak menurun terlebih lagi citra pengawas
saat ini kurang menguntungkan. Oleh sebab itu rekruitmen pengawas
perlu peremajaan dengan mengangkat tenaga pengawas pada usia
sekurang-kurangnya 35 tahun dan setinggi-tingginya 45 tahun, sehingga
dimungkinkan punya masa bakti cukup lama dan bisa diberikan
pembinaan yang bersinambungan.

B. Persyaratan

Selain kualifikasi sebagaimana dikemukakan di atas diberlakukan pula


sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pengawas. Ada dua
kategori persyaratan calon pengawas sekolah yakni persyaratan administrasi
dan persyaratan akademik. Berdasarkan kualifikasi di atas maka persyaratan
administratif calon pengawas adalah:
1. Berpengalaman sebagai guru minimal 8 tahun secara terus menerus, wakil
kepala sekolah dan atau kepala sekolah minimal berpengalaman 4 tahun
dan menunjukkan prestasi selama ia menjadi guru, wakil kepala sekolah
atau kepala sekolah.
2. Memiliki sertifikat Pendidikan Profesi Pengawas dari LPTK Negeri.
3. Pangkat/golongan sekurang-kurangnya golongan III/b yang dibuktikan
dengan SK kepangkatan
4. Sehat jasmani dan rohani, dibuktikan dengan Surat Keterangan Dokter
dari Rumah Sakit yang ditunjuk.
5. Tidak sedang terkena hukuman pelanggaran disiplin kategori sedang atau
berat.

© DEPDIKNAS 2006 39
6. Menyatakan secara tertulis bersedia mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
Pengawas Tipe A (Orientasi Pekerjaan Pengawas Sekolah).
7. Menyatakan secara tertulis bersedia ditempatkan di mana saja dalam
wilayah Kabupaten/Kota/ Provinsi tempat sekolah yang akan dibinanya.
8. Menyatakan secara tertulis bersedia berpartisipasi aktif dalam Organisasi
Profesi Pengawas (misalnya APSI).
9. Diusulkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan mendapat
rekomendasi dari Kepala Sekolah, setelah melalui proses pemilihan di
sekolah yang bersangkutan.

Persyaratan di atas dituangkan dalam formulir pendaftaran calon pengawas


disertai lampiran-lampirannya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Selain kelengkapan administrasi tersebut di atas, calon pengawas dapat
menyerahkan bukti prestasi seperti:

1. Pernah menjadi guru teladan/berprestasi yang dibuktikan dengan foto copy


surat keterangan/piagam
2. Pernah menjadi guru inti atau instruktur peningkatan mutu guru, menjadi
ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau yang sejenis,
dibuktikan dengan foto copy surat penetapan/keterangan/ piagam
3. Pernah berprestasi dalam melaksanakan tugas sebagai kepala
sekolah/wakil kepala sekolah yang dibuktikan dengan foto copy surat
penetapannya.
Sedangkan Persyaratan akademik calon pengawas sekolah adalah sebagai
berikut :
1. Memiliki pengetahuan yang luas tentang pendidikan dan wawasan Wiyata
Mandala;
2. Memiliki keahlian keilmuan yang relevan dengan bidang kepengawasan
yang dibuktikan dengan fotocopi ijazah S1 dan atau S2 yang telah
dilegalisir oleh yang berwewenang.
3. Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas
kepengawasan;

© DEPDIKNAS 2006 40
4. Mampu menyusun program kepengawasan untuk sekolah-sekolah
binaannya;
5. Memiliki prestasi, dedikasi dan loyalitas yang dibuktikan dengan DP3
PNS.
6. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
7. Lulus seleksi calon pengawas yang diselenggarakan secara khusus oleh
instansi yang ditunjuk dan dibuktikan dengan Surat Tanda Lulus (STL)
Calon Pengawas.
8. Menyusun dan menyerahkan karya tulis di bidang kepengawasan
9. Khusus untuk Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), selain
memenuhi persyaratan di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
10. Memiliki pengetahuan dan kemampuan membina guru dan tenaga
kependidikan dalam mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha
dan/atau dunia industri;
11. Memiliki pengetahuan, wawasan dan kemampuan mengembangkan
laboratorium/praktikum dan mengembangkan unit produksi pada SMK
yang dibinanya.
Persyaratan akademik di atas dapat dilihat dari hasil seleksi calon pengawas
selain dari persyaratan administratif di atas dan lampiran-lampirannya.

C. Rekruitmen

Mekanisme dan prosedur rekruitmen calon pengawas satuan pendidikan


dilakukan secara transparan, akuntabel, terbuka dan adil serta kompetitif.
Rekruitmen diawali dengan analisis kebutuhan tenaga pengawas oleh Dinas
Pendidikan Kota/Kabupaten agar diketahui pengawas bidang apa yang
diperlukan dan berapa banyak dibutuhkan. Berdasarkan kebutuhan tersebut
rekruitmen calon pengawas dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota melalui
pendaftaran calon pengawas kepada Kepala Dinas Pendidikan setempat.
Beberapa tahapan yang ditempuh adalah sebagai berikut

© DEPDIKNAS 2006 41
1. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi
kepada setiap UPTD dan setiap sekolah tentang adanya rekruitmen calon
pengawas TK/SD, SLB, rumpun mata pelajaran/mata pelajaran dan
pengawas Bimbingan Konseling disertai kualifikasi dan persaratannya.
Informasi dan sosialisasi ini diberi waktu sekurang-kurangnya satu bulan
agar semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di Kabupaten/Kota
mengetahuinya secara terbuka. Formulir pendaftaran beserta kualifikasi
dan persaratan calon pengawas dikirim ke setiap UPTD atau setiap sekolah
agar diketahui oleh guru dan kepala sekolah yang berminat.
2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menerima berkas pendaftaran
calon pengawas dari setiap UPTD atau Sekolah. Masa pendaftaran diberi
waktu minimal dua minggu. Berkas pendaftaran terdiri atas formulir yang
telah diisi lengkap disertai lampiran-lampirannya termasuk rekomendasi
dari atasan langsung calon. Formulir Pendaftaran calon Pengawas
disiapkan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan.
3. Kepala Dinas memeriksa dan menyeleksi kelengkapan berkas pendaftaran
yang terdiri atas persyaratan administratif dan lampiran-lampirannya untuk
menetapkan calon yang memenuhi persyaratan. Berkas pendaftaran calon
yang dinilai lengkap dikirimkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota
kepada Dinas Pendidikan Provinsi dan Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP). Berkas pendaftaran yang tidak lengkap segera
dikembalikan kepada calon untuk dilengkapi sebagaimana mestinya.
Waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan berkasi pendaftaran
paling lama satu bulan.
4. LPMP melakukan verifikasi data hasil pem,eriksaan Kepala Dinas
Pendidikan Kota/kabupaten dan melakukan seleksi administratif calon
pengawas. Berdasarkan hasil verifikasi dan seleksi tersebut selanjutnya
LPMP menetapkan dan mengirimkan calon pengawas yang memenuhi
syarat kepada Direktorat Tenaga Kependidikan. Kriteria yang digunakan
dalam seleksi administratif dilihat dari kualifikasi, persaratan administrtif
dan kelengkapan lampiran yang diminta dari calon pengawas (lihat seleksi

© DEPDIKNAS 2006 42
tahap I pada butir seleksi). Waktu yang disediakan untuk melakukan
verifikasi dan seleksi persaratan administratif paling lama dua minggu.
5. Kepada calon yang memenuhi semua persaratan administratif Direktorat
Tenaga Kependidikan mengirim surat pemberitahuan yang menyatakan
calon berhak mengikuti seleksi calon pengawas serta diminta membuat
karya tulis tentang kepengawasan dan menyerahkannya kepada Direktorat
Tenaga Kependidikan paling lama satu bulan setelah menerima
pemberitahuan. Dalam surat pemberitahuan tersebut dicantumkan waktu
dan tempat pelaksanaan seleksi. Sedangkan calon yang tidak memenuhi
persaratan dberitahu tidak memenuhi persaratan sebagai calon pengawas.
6. Seleksi calon pengawas dilaksanakan oleh Direktorat Tenaga
Kependidikan bekerja sama dengan LPMP yang pelaksanaannya bisa
diselenggarakan di tingkat provinsi atau di LPMP. Seleksi dilaksanakan
setahun satu kali yang waktunya diatur secara tersendiri. Berkas
pendaftaran calon yang memenuhi persaratan mengikuti seleksi harus
sudah di Direktorat Tenaga Kependidikan paling lambat satu bulan
sebelum seleksi dilaksanakan.
7. Penetapan calon yang lulus seleksi sepenuhnya menjadi kewenangan
Direktorat Tenaga Kependidikan. Pengumuman hasil seleksi paling lambat
satu bulan setelah seleksi dilaksanakan dan dikirimkan kepada Kepala
Dinas Kabupaten/ Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Pendidikan tingkat Propinsi dan LPMP.
8. Direktorat Tenaga Kependidikan mengajukan pengangkatan calon
pengawas yang telah lulus seleksi, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Status kepegawaian pengawas sekolah sebaiknya berstatus sebagai
pegawai pusat yang ditempatkan di LPMP.

© DEPDIKNAS 2006 43
D. Seleksi Calon Pengawas

Calon pengawas yang telah memenuhi kualifikasi dan persaratan


sebagaimana dikemukakan di atas berhak mengikuti seleksi calon pengawas.
Seleksi dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama seleksi administrasi yang
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan LPMP sebagaimana
telah dijelaskan di atas. Tahap kedua seleksi akademik yang dilaksanakan oleh
Direktorat Tenaga Kependidikan bekerjasama dengan LPMP.

Seleksi Tahap I: Seleksi tahapan ini dilaksanakan oleh LPMP bekerja sama
dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau Propinsi yang disesuaikan
dengan kepentingan daerah. Kriteria seleksi dilihat dari:

1. Surat Keterangan Dokter yang menyatakan sehat jasmani dan rohani,


2. Daftar Riwayat Hidup yang memuat identitas diri, pekerjaan sekarang,
pengalaman kerja, tingkat pendidikan, pangkat dan golongan, usia, prestasi
yang pernah dicapai dll.
3. Surat keterangan aktif mengajar atau membimbing dari atasan langsung,
4. Daftar penilaian pekerjaan pegawai (DP3) dua tahun terakhir,
5. Foto copy ijazah yang telah dilegalisir sesuai dengan kualifikasi yang
ditetapkan
6. Makalah atau karya tulis yang berkaitan dengan kepengawasan dari salah
satu tema (boleh dipilih) di bawah ini:
a. Pengelolaan kepengawasan sekolah yang efektif dan efisien
b. Pengembangan Kurikulum sekolah yang akan dibinanya
c. Strategi pengembangan sekolah berbasis Iptek
d. Inovasi dalam meningkatkan kinerja sekolah
e. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

Seleksi Tahap II: Seleksi tahapan kedua dilaksanakan oleh LPMP dengan
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau Propinsi,
dengan menggunakan acuan dari Direktorat Tenaga Kependidikan. Seleksi
terdiri atas :

© DEPDIKNAS 2006 44
1. Tes tertulis yang telah distandarisasi meliputi:
- Test Potensi Akademik
- Tes Kecerdasan Emosi
-Tes Penguasaan substansi kepengawasan (kompetensi),
2. Tes Kepribadian
3. Tes Kreativitas.
4. Presentasi karya ilmiah yang dilengkapi dengan wawancara.

Materi dasar yang dijadikan kriteria seleksi terdiri atas:

1. Potensi Akademik (kemampuan verbal, numerical, penalaran dan persepsi


ruang), Penguasaan kompetensi pengawas yang mencakup semua dimensi
dan indikatornya,
2. Penguasaan ilmu dalam bidang yang relevan, dengan bidang kepengawas-
annya (TK/SD, Rumpun Mata pelajaran/mata pelajaran, Pendidikan luar
biasa dan bimbingan konseling.
3. Kepribadian yang meliputi: sikap, motivasi, kerjasama, inisiatif dan
kreativitas.

Batas kelulusan dapat dipilih salah satu dari dua pendekatan yakni pendekatan
acuan patokan (PAP) atau pendekatan acuan norma (PAN). Jika jumlah calon
yang lulus dengan pendekatan patokan melebihi jumlah pengawas yang
dibutuhkan, pendekatan acuan norma lebih tepat untuk diterapkan. Namun jika
peserta yang lulus dengan acuan patokan lebih sedikit dari yang dibutuhkan,
penetapan kelulusan bisa menggunakan acuan norma dengan syarat bagi calon
yang dibawah standar lulus tetapi diperlukan karena kebutuhan, perlu
mendapatkan perlakuan khusus (pendampingan intensif) sampai memenuhi
standar kelulusan. Pada tahap selanjutnya calon yang telah dinyatakan lulus
perlu mengikuti pendidikan profesi pengawas untuk mendapatkan sertifikat
pengawas dan mengikuti Diklat Pengawas Type A (Kompetensi dan Orientasi
Tugas Pokok dan Fungsi).

© DEPDIKNAS 2006 45
BAB VI
KINERJA PENGAWAS

A. Kinerja dan Penilaian Kinerja Pengawas

Rekruitmen dan seleksi calon pengawas satuan pendidikan/sekolah


diperlukan untuk menghasilkan sumber daya pengawas yang bermutu,
yaitu calon pengawas yang berkualifikasi sebagai pengawas
profesional. Dengan adanya pengawas yang profesional diharapkan
kinerja pengawas di masa mendatang semakin membaik dan
profesional.

Kinerja pengawas satuan pendidikan yang profesional tampak dari


unjuk kerjanya sebagai pengawas dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya menampilkan prestasi kerja atau performance hasil kerja
yang baik, serta berdampak pada peningkatan prestasi dan mutu
sekolah binaannya. Dalam MBS misalnya, kinerja pengawas tentunya
juga akan nampak secara tidak langsung dalam mengupayakan
bagaimana Kepala Sekolah: memiliki peran yang kuat dalam meng-
koordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya
pendidikan yang tersedia, terwujudkannya visi, misi, tujuan dan
sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara
terencana dan bertahap. Bagaimana kemampuan manajemen dan
kepemimpinan kepala sekolah mampu mengambil inisiatif/prakarsa
untuk meningkatkan mutu sekolah.

Kinerja pengawas satuan pendidikan juga tampak dampaknya pada


bagaimana guru menerapkan PAKEM (pembelajaran siswa yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan), bagaimana pemahaman guru
tentang implikasi dari implementasi MBS, penilaian portofolio dalam
penilaian (Masdjudi, 2002). Selain itu kinerja pengawas satuan
pendidikan juga berkaitan dengan kiprah dan keberadaan komite
sekolah dan peran serta orang tua dan masyarakat dalam pendidikan.

© DEPDIKNAS 2006 46
Jadi kinerja pengawas diartikan sebagai unjuk kerja atau prestasi kerja
yang dicapai oleh pengawas yang tercermin dari pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya, kreativitas dan aktivitasnya dalam proses
kepengawasan, komitmen dalam melaksanakan tugas, karya tulis
ilmiah yang dihasilkan serta dampak kiprahnya terhadap peningkatan
prestasi sekolah yang menjadi binaannya.

Harapan yang demikian itu didasari adanya kenyataan pengawas di lapang


menunjukkan kinerja sebagaimana dilaporkan Subijanto (2003) bahwa
dalam pelaksanaan supervisi, sebagain besar pengawas satuan
pendidikan tidak melakukan supervisi kelas. Namun sebaliknya,
pengawas satuan pendidikan cenderung melakukan supervisi dalam
hal-hal yang berkaitan dengan kelengkapan administrasi proses belajar-
mengajar.  Pelaksanaan supervisi semacam inipun hanya dilakukan di
ruang kepala sekolah dan atau di ruang KKG. Hal ini terjadi karena
pengawas satuan pendidikan tidak menguasai substansi (materi yang
berkaitan dengan TK, SD, dan SDLB).  Selanjutnya fakta
menunjukkan bahwa supervisi kelas oleh pengawas satuan pendidikan
ke sekolah: Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB) tidak pernah dilakukan. Sehingga wajar jika saran dan
keberadaan pengawas satuan pendidikan kurang dipertimbangkan oleh
pihak Cabang Dinas Pendidikan kecamatan dan Dinas Pendidikan
kabupaten.  Padahal hasil penilaian yang dibuat oleh pengawas satuan
pendidikan sebagai bagian dari tugas pokok dan fungsinya dapat
memberikan informasi yang dapat digunakan untuk memberi masukan
terhadap keseluruhan sistem dengan seluruh komponen yang saling
terkait secara sistematis satu dengan lainnya, yaitu komponen input,
proses, output dan outcome serta konteks sekolah (Abutarya, E. 2003).

© DEPDIKNAS 2006 47
B. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan bagian penting dari seluruh proses


pengembangan pengawas yang bersangkutan. Nilai penting penilaian
kinerja itu terletak pada kegunaannya sebagai sarana umpan balik
tentang dirinya dan akan berguna untuk menentukan: tujuan, jalur,
rancangan, dan pengembangan kariernya. Bagi Dinas Pendidikan, hasil
penilaian kinerja itu berguna untuk membuat keputusan, misalnya
tentang jabatan, gaji, subsidi, penghargaan, dll. Dari sudut pandang
manajemen organisasi, penilaian kinerja pengawas satuan pendidikan
mempunyai empat tujuan:

1. Untuk memperoleh dasar untuk pengambilan keputusan, promosi, transfer


demosi/penurunan pangkat, PHK.
2. Sebagai kriteria bagi kesahihan/kevaliditasan sarana-sarana seleksi dan
program-program pendidikan dan pelatihan.
3. Untuk mengalokasikan dana guna pemberian penghargaan, insentif,
subsidi, dan lain-lain bagi staf.
4. Untuk meyakinkan umpan balik bagi staf yang dapat menunjang
pengembangan diri dan karyanya.

Adapun manfaat penilaian kinerja pengawas satuan pendidikan dapat


dirinci berikut ini.

1. Peningkatan prestasi kerja pengawas, dengan dilakukan penilaian


kinerja, pihak Dinas Pendidikan memperoleh umpan balik, dan
pengawas yang bersangkutan dapat memperbaiki pekerjaan mereka.
2. Kesempatan kerja yang adil, dengan adanya penilaian kinerja yang
akurat maka akan menjamin setiap pengawas memperoleh
kesempatan menempati posisi jabatan fungsional maupun
profesional sesuai dengan kemampuannya.
3. Kebutuhan-kebutuhan pelatihan / pengembangan, dengan adanya
penilaian kinerja pengawas, akan terdeteksi pengawas yang

© DEPDIKNAS 2006 48
kemampuannya rendah kemudian dapat ditentukan program
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
4. Penyesuaian Kompensasi, penilaian kinerja dapat membantu para
pejabat untuk mengambil keputusan dalam menentukan
penghargaan, subsidi, kompensasi gaji, bonus, dsb.
5. Keputusan-keputusan promosi dan demosi, hasil penilaian kerja
terhadap pengawas dapat digunakan untuk mengambil keputusan
dalam mempromosikan pengawas yang berprestasi dan
mendemosikan yang berprestasi rendah.
6. Kesalahan-kesalahan desain kerja, penilaian kinerja pengawas dapat
membantu mendiagnosis kesalahan-kesalahan desain kerja.

Di dalam menilai kinerja pengawas agar bermanfaat seperti tersebut di


atas, minimal ada empat prinsip yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Penilaian kinerja harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan/


tugas pokok dan fungsi pengawas.
2. Sistem penilaian kinerja benar-benar menilai perilaku atau kerja
yang mendukung kegiatan pengembangan mutu sekolah binaan dan
kualitas Dinas Pendidikan di mana pengawas bekerja.
3. Adanya standard pelaksanaan tugas pengawas. Standar pelaksanaan
tugas pengawas adalah ukuran yang dipakai untuk menilai kinerja
tersebut. Standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil
yang diharapkan, supaya penilaian itu berjalan dengan efektif,
dengan alat ukur yang baik yaitu yang validit dan reliabel.
4. Praktis, sistem penilaian yang praktis yaitu mudah dipahami dan
dimengerti serta digunakan, baik oleh penilai maupun pengawas.

© DEPDIKNAS 2006 49
C. Indikator Kinerja Pengawas Sekolah

Indikator kinerja pengawas sekolah meliputi 4 dimensi yakni: 1). pelaksanaan


pengawasan, 2). prestasi kerja, 3). Pengembangan profesi dan 4). dampaknya
terhadap pengembangan mutu sekolah.

1. Dimensi Pelaksanaan Pengawasan

a. Kualitas program pengawasan, pelaksanaan program, serta laporan


pelaksanaan program
b. Kreativitas, inovasi, dalam penyusunan program dan
aktivitas/kedisiplinan pengawas selama proses pelaksanaan
pengawasan
c. Komitmen pengawas dalam menjalankan tugas, kepekaannya terhadap
masalah serta kejituannya dalam mengatasi masalah
d. Keharmonisan hubungan pengawas dengan anggota komite sekolah
dan kebanggaan anggota komite sekolah terhadap pengawas
e. Terobosan baru dalam penerapkan strategi/langkah pembinaan
peningkatan mutu sekolah
f. Kualitas hubungan antar pribadi pengawas dengan guru dan
bannyaknya manfaat langsung dalam pengembangan profesi yang
diperoleh guru dari layanan pengawas
g. Kualitas hubungan pribadi pengawas dengan kepala sekolah dan
tingkat kepatuhan para kepala sekolah dalam melaksanakan
saran/nasehat pengawas
h. Respons atau reaksi pihak Dinas Pendidikan setelah menerima laporan
pelaksanaan program pengawasan
i. Kegigihan pengawas mempengaruhi stakeholder yang dibina dalam
meningkatkan mutu sekolah dan peningkatan kinerja sekolah binaan

© DEPDIKNAS 2006 50
2. Dimensi Prestasi Kerja

a. Peningkatan kinerja para kepala sekolah.


b. Kebanggaan para kepala sekolah terhadap proses dan hasil
pengawasan serta terhadap performance pengawas.
c. Tingkat kepatuhan guru-guru dalam menjalankan saran/nasehat
pengawas dan manfaat langsung dalam pengembangan pembelajaran
yang diperolehnya.
d. Peningkatan kinerja guru-guru dalam mempertinggi mutu
pembelajarannya.
e. Kebanggaan guru-guru terhadap proses dan hasil pengawasan,
performance pengawas, serta terhadap pengawas yang bersangkutan.
f. Manfaat langsung yang diperoleh sekolah dari layanan pengawas
dalam meningkatkan mutu sekolah.
g. Peningkatan rata-rata prestasi belajar siswa yang signifikan pada setiap
sekolah binaannya.

3. Dimensi Pengembangan Profesi

a. Jumlah karya ilmiah yang dihasilkan.


b. Jumlah penyajian karya tulis dalam seminar atau sejenisnya atas
permintaan (diluar tugas dinas pengawas).
c. Jumlah karya ilmiah yang terpublikasikan.
d. Jumlah karya inovatif bidang kepengawasan yang ditemukan.
e. Jumlah penyajian karya tulis dalam lokakarya, penataran atau
sejenisnya atas permintaan (di luar tugas dinasnya).

4. Dimensi Dampak Terhadap Mutu Sekolah

a. Penurunan jumlah dan frekuensi pelanggaran disiplin siswa pada setiap


sekolah yang dibina.
b. Keberhasilan sekolah-sekolah binaan dalam menggalang partisipasi
orang tua, dunia usaha dan industri untuk meningkatkan mutu sekolah.

© DEPDIKNAS 2006 51
c. Banyaknya manfaat langsung yang diperoleh komite sekolah dari
layanan pengawas sekolah dan peningkatan kinerja mereka.
d. Peningkatan jumlah siswa yang berhasil pada aspek non-akademik
pada setiap sekolah binaannya seperti porseni, keagamaan, ekstra
kurikuler.

D. Instrumen Penilaian Kinerja Pengawas

Kinerja pengawas satuan pendidikan dinilai oleh Kepala Dinas


Pendidikan Kabupaten/Kota melalui tim independen yang ditunjuk oleh
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Tim independen ini terdiri dari
pejabat struktural Dinas Pendidikan, organisasi profesi (misalnya APSI, PGRI,
ISPI), akademisi dan Dewan Pendidikan yang jumlahnya 5 orang. Aspek yang
dinilai mencakup aspek-aspek yang terdapat dalam Daftar Penilaian Prestasi
Pegawai (DP3) ditambah dengan penilaian kompetensi dan prestasi
pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya serta dedikasinya. Keberhasilan
kinerja pengawas satuan pendidikan diukur dari:

1. Pelaporan hasil kerja setiap semester


2. Peningkatan prestasi dan atau kinerja sekolah yang menjadi binaannya
3. Derajat kreativitas dan aktivitasnya dalam proses kepengawasan
4. Jumlah dan kualitas hasil karya tulis ilmiah yang dipublikasikan
5. Dedikasi dalam melaksanakan tugas terutama di daerah terpencil, daerah
kerusuhan/konflik dan di daerah bencana.

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Waktu yang Lalu

Pada umumnya penilaian kinerja berorientasi pada masa lalu,


artinya penilaian kinerja pengawas berdasarkan hasil yang telah
dicapai selama ini. Teknik-teknik penilaian ini antara lain:
a. Rating Scale
Dalam hal ini penilai melakukan penilaian subyektif terhadap
kinerja pengawas dengan skala tertentu. Penilai memberikan
tanda pada skala yang sudah ada dengan cara membandingkan

© DEPDIKNAS 2006 52
antara hasil pekerjaan pengawas dengan kriteria yang telah
ditentukan berdasar justifikasi penilai yang bersangkutan.
b. Check list
Dalam chek list penilai hanya memilih pernyataan-pernyataan
yang tersedia. Cara ini dapat memberikan gambaran kinerja
yang akurat. Metode ini mudah digunakan, ekonomis dan
mudah mengadministrasikan, sedang kekurangannya faktor
sikap pengawas tidak tercermin dan tidak memungkinkan
adanya relatifitas penilaian. Biasanya disusun daftar check yang
terpisah bagi setiap pengawas yang berbeda.
c. Metode peninjauan lapangan
Metode ini dilakukan dengan cara para penilai terjun langsung
ke sekolah untuk menilai pengawas. Hal ini dapat dilakukan
dengan 2 cara. Cara pertama dapat dilakukan bersamaan dengan
kegiatan supervisi, cara kedua penilai mendatangi sekolah untuk
melakukan penilaian kinerja pengawas yang bersangkutan.
d. Tes prestasi kerja
Metode ini termasuk penilaian tidak langsung karena hanya
berbentuk tertulis dan tidak mencerminkan langsung kinerja
seseorang/pengawas.

2. Penilaian kinerja pengawas yang berorientasi waktu yang akan


datang

Metode penilaian ini memusatkan prestasi kerja pengawas saat ini


serta penerapan sasaran prestasi kerja dimasa yang akan datang.
Teknik-teknik yang dapat digunakan antara lain:
a. Penilaian diri (self appraisals)
Metode penilaian ini menekankan bahwa penilaian itu dinilai
oleh pengawas sendiri. Tujuannya adalah pengembangan diri
pengawas dalam rangka pengembangan profesi dan mutu
sekolah sebagai organisasi belajar.

© DEPDIKNAS 2006 53
b. Pendekatan “Manajement by Objective (MBO)”
Metode ini ditentukan bersama-sama antara penilai dengan
pengawas. Mereka bersama-sama menentukan tujuan dan
sasaran pelaksanaan kerja di waktu mendatang. Keunggulan
MBO adalah bahwa perhatian pimpinan dan pengawas
difokuskan pada hasil akhir tugas secara eksklusif.
Kelemahannya adalah MBO tidak membantu pimpinan dalam
mengamati dan menilai perilaku pengawasnya.
c. Penilaian psikologis
Metode ini dilakukan dengan mengadakan wawancara
mendalam, diskusi atau tes psikologi yang akan dinilai. Aspek-
aspek yang dinilai antara lain: intelektual, emosi, motivasi, dll.

Instrumen uji kinerja pengawas satuan pendidikan merupakan instrumen


khusus yang sudah divalidasi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
naskah akademik ini.

E. Mekanisme Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja pengawas dilaksanakan setiap tahun satu kali yakni pada
akhir tahun akademik. Tujuan penilaian kinerja pengawas ini untuk
menentukan kualitas pengawas dalam rangka pembinaan dan pengembangan
karirnya. Mekanisme penilaian kinerja pengawas ditempuh melalui tiga
tahapan sebagai berikut:

1. Tahap 1: Uji kinerja dengan inventori untuk menentukan indeks kinerja


pengawas,
2. Tahap 2: Penilaian kinerja dengan tes tertulis: analisis kasus nyata
kepengawasan, penguasaan bidang kepengawasan, dan tes performance
dalam bentuk presentasi hasil karya tulis ilmiah dalam forum seminar.
Kemudian ditetapkan kategori kinerja pengawas atas dasar hasil tahap 1
dan tahap 2 yang hasilnya dibedakan menjadi tiga kategori yakni: tidak
layak (berindeks 0), layak (berindeks 1-3), dan sangat layak (berindeks 4
dan 5).

© DEPDIKNAS 2006 54
3. Tahap 3: Menetapkan tindak lanjut hasil penilaian tahap 2, yaitu untuk
menetapkan pembinaan dan pengembangan karir pengawas. Bagi
pengawas yang termasuk kategori tidak layak perlu diberikan perlakuan
khusus agar kelak menjadi pengawas kategori layak. Bagi pengawas
termasuk kategori layak wajib diberi subsidi dan insentif agar dapat me-
ningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Bagi pengawas kategori
sangat layak diusulkan untuk mendapatkan penghargaan yang diatur
secara tersendiri pada bab penghargaan dan perlindungan.

Penilaian kinerja pengawas sebaiknya dilaksanakan oleh Tim Independen


yang diangkat oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten. Tim terdiri atas
seorang dari Pejabat Dinas Pendidikan, seorang dari Asosiasi Pengawas,
seorang dari Akademisi, dan seorang dari Anggota Dewan Pendidikan. Tim
bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota/ Kabupaten.

Untuk melaksanakan penilaian kinerja pengawas satuan pendidikan


seperti langkah-langkah tersebut dimungkinkan akan ada masalah-
masalah berikut ini.

1. Hallo Efect: yang dimaksudkan adalah bahwa opini seseorang


mengenai orang lain berpengaruh terhadap penilaian yang
dilakukannya baik dalam arti yang positif ataupun negatif.
2. Menghindari nilai yang ekstrim: Penilaian demikian sering
dihindari karena harus dijelaskan kepada fihak yang mengelola
SDM pembenaran dari sistem itu. Agar tidak harus menjelaskan
sistem peringkat yang digunakan penilai cenderung mengambil
jalan tengah, yaitu dengan memberikan nilai yang akan merata.
3. Bersikap lunak dan murah hati: Hal ini biasanya dilakukan dengan
memberikan nilai yang tinggi kepada semua pengawas. Biasanya
ini digunakan oleh penilai yang ingin mencari popularitas.
4. Bersikap pelit dan keras: Hal ini dilakukan dengan memberikan
nilai yang rendah kepada pengawas, walaupun mungkin ada yang
berprestasi memuaskan dan sebagian lagi kurang memuaskan.

© DEPDIKNAS 2006 55
5. Prasangka pribadi: Hal ini berakibat pada penilaian yang subyektif.

Selanjutnya hasil penilaian kinerja pengawas disampaikan oleh tin


penilai independen kepada Kepala Dinas Pendidikan. Selanjutnya
Kepala Dinas Pendidikan menetapkan hasil penilaian melalui surat
keputusan tentang kinerja pengawas. Ada tiga jenis keputusan
penilaian kinerja pengawas yakni:

1. Bagi pengawas yang tidak layak diputuskan wajib mengikuti pembinaan/


perlakuan khusus seperti pelatihan khusus, pendampingan, penugasan, dan
lain-lain.
2. Bagi pengawas yang layak diputuskan untuk melaksanakan tugas
kepengawasan secara mandiri, promosi kenaikan jabatan fungsional
setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, promosi kenaikan jabatan
karir pengawas (pengawas pratama, muda, madya, utama) setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
3. Bagi pengawas yang sangat layak diputuskan untuk melaksanakan tugas
membina pengawas baru (pratama), mendampingi pengawas yang
termasuk kategori tidak layak, diusulkan menjadi pengawas samapta, serta
diusulkan mengikuti seleksi pengawas terbaik tingkat kabupaten/kota,
provinsi dan atau nasional dalam rangka pemberian penghargaan.

Berdasarkan hasil penilaian kinerja pengawas itu perlu tindak lanjut


dalam bentuk: (1) penetapan indeks kinerja pengawas dan (2)
pengembangan profesi pengawas.

Penetapan indeks kinerja pengawas diperoleh dari penghitungan hasil uji


kinerja yang berbentuk angka dengan rentang nilai antara 0 – 5. Indeks kinerja
pengawas satuan pendidikan terdiri dari jenjang yaitu:

1. Indeks kinerja 0 (nol) berarti tidak berprestasi;


2. Indeks kinerja 1 (satu) berarti sangat rendah;
3. Indeks kinerja 2 (dua) berarti kinerjanya rendah;
4. Indeks kinerja 3 (tiga) berarti kinerjanya cukup;

© DEPDIKNAS 2006 56
5. Indeks kinerja 4 (empat) berarti kinerjanya tinggi;
6. Indeks kinerja 5 (lima) berarti kinerjanya sangat tinggi atau cemerlang.

Adapun bentuk pengembangan profesi pengawas sebagai lebih lanjut


dari kinerja pengawas ada tiga program yakni: (1) program pre-service
education, (2) program in-service education dan (3) program in-service
training.

Program pre-service education adalah program pendidikan yang


dilakukan pada pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat
tugas tertentu dalam suatu jabatan. Lembaga penyelenggaraan program
pre-service education adalah pendidikan tinggi. Pada bidang ilmu
pendidikan program in-service education diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) baik non gelar
maupun yang bergelar.

Program in-service education adalah program pendidikan yang


mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional sesudah
peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. Bagi mereka
yang sudah memiliki jabatan pengawas dapat berusaha meningkatkan
kinerjanya melalui pendidikan lanjut yang berijasah S-1, ke S-2 dan
S-3 pada jurusan tertentu yang relevan.

Program in-service training adalah suatu usaha pelatihan yang memberi


kesempatan kepada pengawas, untuk mendapat pengembangan kinerja.
Pada umumnya yang paling banyak dilakukan dalam program in-
service training adalah melalui: (1) penataran penyegaran, (2)
penataran peningkatan kualifikasi, dan (3) Diklat pengembangan
profesionalisme pengawas satuan pendidikan secara gradual.

1. Penataran penyegaran yaitu usaha pengembangan profesi atau


kompetensi pengawas agar sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, serta menetapkan kinerja pengawas agar
dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Sifat penataran ini

© DEPDIKNAS 2006 57
memberi penyegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi di
masyarakat agar tidak ketinggalan jaman.
2. Penataran peningkatan kualifikasi adalah usaha peningkatan
kemampuan pengawas sehingga mereka memperoleh kualifikasi
formal tertentu (sertifikasi) sesuai dengan standar yang ditentukan.
3. Diklat pengembangan profesionalisme pengawas secara gradual
adalah suatu usaha meningkatkan kemampuan dan kinerja
pengawas satuan pendidikan dalam bidang jenjang fungsional
pengawas sehingga memenuhi persyaratan suatu pangkat atau
jabatan tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.

© DEPDIKNAS 2006 58
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR

A. Pentingnya Pembinaan dan Pengembangan Karir

Pengawas satuan pendidikan diangkat dengan tugas melakukan pembinaan dan


pengawasan pendidikan pada satuan pendidikan atau sekolah yang menjadi binaannya.
Pengawasan satuan pendidikan meliputi pengawasan akademik dan pengawasan
manajerial. Pengawasan akademik bertujuan membantu atau membina guru dalam
meningkatkan mutu proses pembelajaran agar diperoleh hasil belajar siswa yang lebih
optimal. Sedangkan pengawasan manajerial bertujuan membantu dan membina kepala
sekolah dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi kinerja
sekolah. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengawas satuan
pendidikan/sekolah, diperlukan kemampuan-kemampuan dasar yang dipersyaratkan
sebagai pengawas professional. Oleh sebab itu, kompetensi pengawas sekolah perlu
ditingkatkan dan dikembangkan secara bekelanjutan. Tanpa memiliki kompetensi
profesional dalam hal kepengawasan, para pengawas akan sulit meningkatkan
kinerjanya sehingga langsung maupun tidak langsung tidak akan berdampak terhadap
mutu kinerja sekolah atau satuan pendidikan yang dibinanya.

Pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional pengawas satuan pendidikan


harus terus dilakukan agar mereka dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai pengawas satuan pendidikan. Pembinaan menjadi tanggung jawab Kepala
Dinas Pendidikan setempat.

Pembinaan pengawas satuan pendidikan mencakup pembinaan profesi dan pembinaan


karir. Pembinaan profesi diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan profesionalnya agar dapat melaksanakan fungsi kepengawasan baik
pengawasan akademik maupun pengawasan manajerial. Sedangkan pembinaan karir
pengawas diarahkan untuk meningkatkan pangkat dan jabatan fungsionalnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

© DEPDIKNAS 2006 59
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah pengawas dari seluruh propinsi
ternyata pembinaan terhadap para pengawas satuan pendidikan dalam rangka
meningkatkan kemampuan profesionalnya boleh dikatakan belum berjalan
sebagaimana mestinya. Pengawas sekolah berjalan apa adanya dengan tugas pokok dan
fungsinya melakukan pengawasan dengan berbekal kemampuan yang telah
dimilikinya. Pengawas juga membuat laporan kepada Kepala Dinas Pendidikan tentang
apa yang telah dilakukannya sesuai dengan tupoksinya namun laporan tersebut belum
dijadikan dasar bagi upaya pembinaan para pengawas. Kalaupun ada pembinaan
terbatas pada arahan dan penjelasan Kepala Dinas Pendidikan tentang berbagai
kebijakan pendidikan dalam rapat-rapat khusus dengan para pengawas dan pejabat
lainnya. Pembinaan para pengawas yang dilaksanakan secara terencana dan
bersinambungan yang mengarah pada kemampuan profesional para pengawas dan
pengembangan karirnya sebagai tenaga fungsional belum banyak dilaksanakan.

Lemahnya pembinaan para pengawas diduga berkaitan dengan sumberdaya yang


terbatas pada setiap dinas pendidikan, baik sumber daya manusia, sumber daya
keuangan maupun sumber daya informasi. Selain itu komitmen dinas pendidikan
terhadap pentingnya peran pengawas dalam meningkatkan mutu pendidikan terkesan
kurang optimal, sehingga program pembinaan bagi para pengawas belum menjadi
prioritas.

Pada sisi lain, hasil kerja yang dicapai para pengawas dari pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya belum begitu signifikan terhadap kemajuan-kemajuan sekolah
binaannya. Oleh karena itu, posisi, peran dan eksisteni pengawas kurang mendapat
perhatian dibandingkan dengan guru dan kepala sekolah.

Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan sejalan dengan PP No. 19 Tahun 2005
tentang standar mutu pendidikan, peranan pengawas satuan pendidikan/sekolah sangat
penting dalam meningkatkan mutu pendidikan pada satuan pendidikan binaannya.
Oleh sebab itu, pembinaan pengawas agar dapat melaksanakan tugas kepengawasan
akademik dan manajerial mutlak diperlukan.

Selain dari itu, posisi, peran dan eksistensi pengawas harus dibina agar citra pengawas
satuan pendidikan/sekolah lebih meningkat sebagaimana yang kita harapkan. Pengawas

© DEPDIKNAS 2006 60
harus mempunyai nilai lebih dari guru dan kepala sekolah baik dari segi kualifikasi,
kemampuan, kompetensi, finansial dan dimensi lainnya agar kehadirannya di sekolah
betul-betul didambakan stakeholder sekolah.

Pembinaan pengawas satuan pendidikan atau pengawas sekolah harus dirancang dan
dikembangkan secara terpola dan bersinambungan agar kemampuan profesional dan
karir pengawas satuan pendidikan mendorong peningkatan kinerjanya. Pembinaan
dilaksanakan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan dan oleh Kepala Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten dan atau Dinas Pendidikan tingkat propinsi melalui program-program
yang jelas, terarah serta dievaluasi secara terencana.

Penempatan tugas pengawas satuan pendidikan menjadi tanggung jawab


Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan tipe dan kondisi geografis letak sekolah selaras dengan
bidang dan jenjang jabatan pengawas. Selanjutnya pembinaan dan
pengembangan pengawas satuan pendidikan dilaksanakan secara
berkelanjutan agar kemampuan profesional serta karirnya sebagai pengawas
satuan pendidikan meningkat sejalan dengan prestasi yang dicapainya. Dengan
kata lain pembinaan dan pengembangan pengawas diarahkan untuk
memelihara, mempertahankan serta mempertinggi kinerjanya sehingga
berdampak pada peningkatan mutu sekolah binaannya. Pembinaan pengawas
dimaksudkan sebagai upaya yang terencana dalam memelihara dan
meningkatkan kemampuan profesi dan karirnya sehingga mempertinggi
kinerjanya sebagai pengawas satuan pendidikan yang professional.

Ruang lingkup pembinaan mencakup pembinaan kualifikasi, profesi dan


pembinaan karir. Pembinaan kualifikasi ditujukan agar para pengawas dapat
meningkatkan tingkat pendidikan formal sampai minimal berpendidikan
Sarjana (SI) bagi yang berpendidikan diploma, dan berpendidikan S2 bagi
pengawas yang berpendidikan S1. Pengembangan profesi diarahkan pada
peningkatan kompetensi pengawas mencakup kompetensi pribadi, kompetensi
sosial, kompetensi pedagogik dan kompetensi professional. Sedangkan
pembinaan karir pengawas diarahkan untuk mempercepat kenaikan pangkat

© DEPDIKNAS 2006 61
dan jabatan pengawas sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui
pengumpulan angka kredit. Jenjang jabatan pengawas mulai dari pengawas
pratama sampai pada pengawas utama.

B. Tujuan Pembinan

Tujuan umum dari pembinaan dan pengembangan karir pengawas satuan


pendidikan/sekolah adalah meningkatnya kemampuan dan karir pengawas sehingga
dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas satuan
pendidikan/sekolah yang profesional. Tujuan tersebut mengimplikasikan pentingnya
pembinaan kualifikasi, kompetensi dan peningkatan karir pengawas sebagai jabatan
fungsional. Kualifikasi dan kompetensi profesional diharapkan berdampak terhadap
peningkatan kinerja dan hasil kerjanya. Sedangkan pengembangan karir diharapkan
berdampak terhadap kesejahteraannya.

Tujuan umum pembinaan dan pengembangan karir pengawas satuan pendidikan


sebagaimana dikemukakan di atas perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi tujuan-tujuan
yang lebih khusus agar memudahkan dalam menetapkan program pembinaan. Adapun
tujuan khusus pembinaan pengawas satuan pendidikan adalah agar para pengawas
satuan pendidikan/sekolah:

1. Mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pengawasan


akademik dan pengawasan manajerial pada satuan pendidikan yang dibinanya.
2. Meningkatnya kompetensi pribadi, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional sehingga dapat mempertinggi kinerjanya.
3. Mampu bekerjasama dengan guru, kepala sekolah, staf sekolah dan komite sekolah
dalam meningkatkan kinerja satuan pendidikan/sekolah binaannya.
4. Mampu melakukan berbagai inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah binaannya.
5. Berjalannya jenjang karir jabatan pengawas melalui angka kredit jabatan
fungsional.

© DEPDIKNAS 2006 62
Hasil yang diharapkan dari pembinaan dan pengembangan karir pengawas satuan
pendidikan/sekolah adalah diperolehnya pengawas yang profesional sehingga dapat
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah binaannnya.

Keberhasilannya pembinaan dan pengembangan karir pengawas satuan


pendidikan/sekolah harus terlihat dalam indikator-indikator sebagai berikut :

1. Meningkatnya kualifikasi pengawas minimal berpendidikan sarjana (SI)


terutama bagi pengawas yang berpendidikan Diploma.
2. Meningkatnya motivasi kerja para pengawas dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya sebagai pengawas profesional.
3. Meningkatnya kinerja dan hasil kerja pengawas yang ditunjukkan oleh
kamjuan-kemajuan mutu pendidikan pada sekolah binaannya.
4. Meningkatnya pangkat dan jabatan pengawas setelah memenuhi angka
kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta kesejahteraan materil
dan non-material sesuai dengan jabatan dan prestasi yang dicapainya.
5. Meningkatnya citra positif para pengawas satuan pendidikan dikalangan
stakeholder sekolah.
6. Meningkatnya kemauan pengawas untuk studi lanjut dan atau
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sebagai pengawas
profesional.

C. Pembinaan untuk Peningkatan Kualifikasi Pendidikan

Dari studi yang dilakukan di setiap kabupaten dan kota di seluruh propinsi
masih adanya pengawas satuan pendidikan/sekolah yang belum memiliki
kualifikasi sarjana (S1) terutama pengawas TK/SD. Mengacu pada PP No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pengawas satuan
pendidikan minimal berpendidikan S1 bahkan diutamakan berpendidikan S2.
Untuk itu, maka pembinaan pengawas satuan pendidikan untuk meningkatkan
kualifikasi pendidikan dapat ditempuh melalui program sebagai berikut:

© DEPDIKNAS 2006 63
1. Beasiswa Pemerintah Pusat untuk mengikuti pendidikan program sarjana
pada LPTK Negeri atau LPTK Swasta yang terakreditasi minimal B
program studi PGSD/PGTK. Beasiswa diperioritaskan kepada pengawas
satuan pendidikan yang berpendidikan Diploma terutama pengawas
TK/SD agar mencapai kualifikasi Sarjana (S1). Program beassiswa
dilaksanakan secara bertahap, sehingga dalam kurun waktu 5 tahun ke
depan semua pengawas yang belum sarjana bisa menempuh pendidikian
program sarjana. Pada tahap pertama pengawas yang diberikan beasiswa
adalah pengawas yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Berusia maksimal 48 tahun.
b. Telah berpengalaman sebagai pengawas satuan pendidikan minimal 3
tahun.
c. Berpendidikan minimal Diploma.
d. Menyatakan sanggup menyelesaikan program sarjana maksimal 5
semester.
e. Diperioritaskan yang bertugas di daerah terpencil atau daerah
perbatasan, atau daerah konflik/rawan keamanan atau daerah bencana.
f. Menunjukkan kemauan dan motivasi untuk mengikuti pendidikan.
g. Pangkat dan golongan minimal III/b dan maksimal IV/a.

2. Bantuan Biaya Pendidikan. Bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah


Pusat dan atau dari Pemerintah Daerah untuk mengikuti pendidikan
program sarjana pada LPTK Negeri dan atau Swasta terakreditasi minimal
B dengan program Studi PGSD/PGTK (khusus untuk pengawas TK/SD).
Bantuan biaya pendidikan bisa digunakan untuk biaya SPP, bantuan untuk
penulisan skripsi, bantuan untuk membeli buku. Besarnya bantuan
maksimum yang diterimakan tiap tahun selama maksimal tiga tahun
sebesar gaji pokok PNS golongan IV/a. Bantuan biaya pendidikan bisa
diberikan kepada pengawas yang melanjutkan studi pada program sarjana
dan yang melanjutkan studi pada program pascasarjana baik S2 maupun
S3. Kriteria pemberian bantuan biaya pendidikan adalah sebagai berikut :

© DEPDIKNAS 2006 64
a. Pengawas berperestasi dalam melaksanakan tugas kepengawasan,
yakni memperoleh indeks kinerja 4 dan 5.
b. Berpengalaman sebagai pengawas satuan pendidikan berturut-turut
selama minimal 5 tahun.
c. Bersedia untuk tetap menjadi tenaga pengawas satuan pendidikan
sampai masa pensiun.
d. Pangkat/Golongan minimal III/d.

3. Izin Belajar untuk Pendidikan Lanjutan baik untuk program sarjana


maupun program pascasarjana. Izin belajar dikeluarkan oleh Dinas
Pendidikian setempat. Fasilitas yang diberikan kepada yang memperoloeh
izin belajar adalah penggunaan waktu untuk belajar sehingga dapat
meninggalkan tugas paling lama tiga hari dalam seminggu. Bagi
pengawas satuan pendidikan yang memperoleh izin belajar semua
pembiayaan ditanggung oleh pengawas yang bersangkutan. Bagi
pengawas TK/SD disarankan mengambil S1 program studi PGSD/PGTK,
bagi pengawas rumpun mata pelajaran di SMP-SMA-SMK disarankan
mengambil program sarjana atau pascasarjana bidang kependidikan untuk
program studi yang relevan dengan bidang tugasnya, atau program studi:
Manajemen Pendidikan, Teknologi Pendidikan, Evaluasi Pendidikan,
Pendidikan Usia Dini, Pengembangan Kurikulum, Bimbingan Konseling,
Pendidikan Khusus (PLB).

Agar program peningkatan kualifikasi pendidikan ini berjalan efektif beberapa


langkah yang bisa ditempuh oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten dan
Kota adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pemetaan tenaga pengawas yang belum berpendidikan sarjana


pada setiap UPTD yang ada di wilayahnya. Pemetaan dilakukan untuk
memperoleh gambaran karakteristik pengawas yang mencakup ;
pendidikan terahir, pangkat dan golongan, usia, pengalaman kerja sebagai
pengawas, jenis kelamin, jumlah sekolah binaannya, alamat tempat

© DEPDIKNAS 2006 65
tinggal. Demikian halnya pendataan pengawas satuan pendidikan yang
berminat melanjutkan pendidikan pada program pascasarjana.
2. Dari pemetaan dan pendatan tersebut akan diperoleh jumlah pengawas
yang belum memiliki kualifikasi sarajana dan data pengawas yang mau
melanjutkan studi pada program pascasarjana. Dari jumlah tersebut secara
bertahap Kepala Dinas Pendidikan mengajukan nama-nama Pengawas
Satuan Pendidikan kepada Direktorat Tenaga Kependidikan atau kepada
Pemda setempat untuk diusulkan mendapatkan (1) Beasiswa Pendidikan
Program Sarjana dan (2) Bantuan Biaya Pendidikan baik untuk Program
Sarjana maupun Program pascasarjana.
3. Direktorat Tenaga Kependidikan dan atau Kepala Dinas Pendidikan
mengadakan kerjasama dengan LPTK agar proses pendidikan bagi para
pengawas satuan pendidikan yang diberikan beasiswa pemerintah pusat
dapat dilaksanakan secara efektif. Lebih dari itu Direktorat dan atau Dinas
Pendidikan bisa mengusulkan kepada LPTK agar diberikan mata-mata
kuliah yang sangat diperlukan oleh profesi kepengawasan antara lain:
Supervisi Pendidikan, Strategi Pembelajaran Efektif, Penelitian Tindakan
Kelas. Mata-mata kuliah di atas sangat diperlukan terutama untuk
pengawas yang mengambil program studi di luar program studi
Manajemen Pendidikan, Teknologi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan
baik program sarjana maupun pascasarjana.

Selama pengawas satuan pendidikan mengikuti studi lanjut dengan beasiswa


maupun bantuan biaya pendidikan dari pemerintah pusat dan atau pemerintah
daerah, Kepala Dinas Pendidikian meminta laporan kemajuan studi pengawas
satuan pendidikan pada setiap semester kepada pimpinan LPTK. Jika tidak
menunjukkan kemajuan diberikan peringatan lisan dan atau tertulis.

© DEPDIKNAS 2006 66
D. Pembinaan Kemampuan Profesional

Pembinaan kemampuan profesional pengawas satuan pendidikan bertujuan


untuk meningkatkan kompetensi pengawas baik kompetensi pribadi,
kompetensi sosial, kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional.
Dengan meningkatnya kompetensi pengawas diharapkan terjadi peningkatan
kinerjanya sehingga berdampak terhadap mutu pendidikan pada satuan
pendidikan yang dibinanya. Pembinaan diberikan kepada para pengawas
satuan pendidikan untuk semua kategori jabatan pengawas yakni pengawas
pratama, pengawas muda, pengawas madya dan pengawas utama. Program
pembinaan yang dilakukan antara lain adalah sbb :

1. Program Pendampingan Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas

Program Pendampingan Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas ditujukan bagi


pengawas pratama dan atau pengawas muda kurang dari 3 tahun.
Pendampingan dilaksanakan oleh pengawas utama atau pengawas Samapta
(Golongan IV/d atau IV/e), dan bila tidak ada maka dibina oleh pengawas
yang Golongannya berada setingkat di bawahnya.

Pendampingan terutama difokuskan pada pelaksanaan tugas


kepengawasan di sekolah binaannya. Melalui pendampingan diharapkan
pengawas pratama dan pengawas muda memperoleh keterampilan dan
kemampuan melaksanakan tugas pokok kepengawasan. Pendampingan
pengawas dilaksanakan dengan melaksanakan tugas kepengawasan di
satuan pendidikan/sekolah binaannya minimal satu semester.

Pengawas utama selain mengarahkan tugas-tugas pokok pengawas satuan


pendidikan yang menjadi bimbingannya juga memberikan penilaian
terhadap kemajuan dan prestasi pengawas yang didampinginya. Kelebihan
dan kekurangan pengawas bimbingannya didiskusikan dan dipecahkan
bersama-sama. Pengawas pratama dan pengawas muda dilatih dan
dimbimbing membuat program kerja kepengawasan, metode dan tehnik

© DEPDIKNAS 2006 67
melaksanakan program pengawasan serta menilai keberhasilan tugas
kepengawasan. Program pendampingan ini mirip dengan program magang
yang selama ini dilaksanakan.

Pendamping diangkat melalui SK Kepala Dinas Pendidikan. Tugas


melaksanakan program pendampingan ini merupakan salahsatu
pelaksanaan Tupoksi Pengawas Samapta.

2. Diskusi Terprogram. Diskusi terprogram antar pengawas dilakukan


secara berkala minimal dua kali setiap semester. Diskusi dikoordinir oleh
Korwas. Tujuan diskusi terprogram adalah meningkatkan kemampuan
profesional di bidang kepengawasan agar para pengawas satuan
pendidikan dapat mempertinggi kinerjanya di bidang kepengawasan.
Materi yang dibahas berkisar pada: (a) peningkatan kompetensi pengawas,
(b) tugas pokok dan fungsi pengawas, (c) kinerja dan hasil kerja
pengawas, (d) penyusunan program kerja pengawas, (e) pelaporan hasil
kerja, (g) inovasi pendidikan dan pembelajaran/bimbingan, (h) sistem
evaluasi, (i) pengembangan kurikulum, (j) manajemen sekolah, (k)
administrasi sekolah dan (l) kegiatan akademik lainnya sesuai dengan
kebutuhan. Setiap pengawas bisa bertukar pikiran berdasarkan
pengalamannya masing-masing. Hasil-hasil diskusi dicatat dan
didesiminasikan kepada seluruh pengawas. Direktorat Tenaga
Kependidikan dan Dinas Pendidikan memfasilitasi dan memberikan
dukungan sumberdaya untuk terselenggaranya kegiatan diskusi
terprogram. Fasilitas dan dukungan yang diberikan meliputi: (a) dana, (b)
alat tulis, dan (c) fasilitas kerja serta (d) sumberdaya lainnya yang
diperlukan.

3. Forum Ilmiah. Forum ilmiah diikuti oleh semua pengawas dan


dikoordinir oleh Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) Kabupaten
dan Kota. Tujuan forum ilmiah adalah meningkatkan wawasan dan
kemampuan profesional pengawas satuan pendidikan termasuk
kemampuan dalam menulis karya ilmiah.

© DEPDIKNAS 2006 68
Forum ilmiah membahas tentang: (a) berbagai inovasi pendidikan dan
kepengawasan serta, (b) penyusunan karya tulis ilmiah dalam rangka
pengumpulan angka kredit untuk kenaikan jabatan pengawas. Topik-topik
bahasan yang berkaitan dengan inovasi pendidikan antara lain: (a)
berbagai inovasi dalam pembelajaran dan bimbingan, (b) berbagai inovasi
dalam sistem penilaian, (c) pengembangan kurikulum, (d) manajemen
pendidikan, (e) sistem informasi manajemen, (f) supervisi akademik, (g)
supervisi klinis, (h) supervisi manajerial dan (ii) topik-topik lain yang
diperlukan untuk peningkatan kemampuan tugas pokok pengawas satuan
pendidikan.

Sedangkan topik bahasan yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah antara
lain: (a) penyusunan makalah, (b) penulisan artikel, (c) penelitian
pendidikan dengan tema kepengawasan, (4) teknik penyusunan karya tulis
ilmiah, (e) teknik penyusunan proposal, (f) penelitian tindakan
kepengawasan, (g) statistik terapan dan (h) angka kredit jabatan
fungsional. Dalam forum ilmiah bisa mengundang orang luar dari
perguruan tinggi (akademisi), pakar pendidikan, pejabat pendidikan dari
Dinas Pendidikan dan atau dari Direktorat Tenaga Kependidikan, Balibang
Diknas, LPMP, dan intansi terkait lainnya. Forum ilmiah bisa
dilaksanakan minimal satu kali dalam satu semester. Blok grand yang
diberikan oleh Ditendik kepada APSI setiap tahunnya dapat digunakan
untuk kegiatan ini. Forum ilmiah dapat dilaksanakan dalam bentuk:
seminar, workshop, lokakarya, simposium, diskusi panel, dan kegiatan
sejenis lainnya.

4. Monitoring dan Evaluasi. Pembinaan dan pengembangan kemampuan


professional pengawas satuan pendidikan/ sekolah ditangani langsung oleh
Kepala Dinas Pendidikan melalui monitoring dan evaluasi secara berkala.
Tujuan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk melihat pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab pengawas satuan pendidikan/ sekolah dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan pada sekolah yang dibinanya.

© DEPDIKNAS 2006 69
Hasil-hasil monitoring dan evaluasi dijadikan bahan guna melakukan
pembinaan lebih lanjut. Monitoring dan evaluasi minimal mencakup tiga
komponen yakni: (a) kegiatan yang dilakukan pengawas pada saat
melakukan pembinan dan pengawasan, (b) kinerja dan hasil kerja
pengawas, (c) keberhasilan dan kemajuan pendidikan pada sekolah
binaannya.

Alat evaluasi menggunakan kuesioner yang harus diisi oleh guru dan
kepala sekolah mengungkap kegiatan pengawas, kinerja dan hasil kerja
pengawas, kemajuan sekolah setelah mendapat pembinaan oleh pengawas.
Untuk memudahkan pengolahan data hasil monitoring dan evaluasi
sebaiknya menggunakan kuesioner terstruktur yakni daftar pertanyaan
yang telah disertai kemungkinan jawabannya sehingga responden tinggal
memilih salah satu jawaban yang dinilai paling tepat. Untuk itu, Kepala
Dinas Pendidikan harus menyiapkan kuesioner monitoring dan evaluasi
pengawas yang mengungkap ketiga komponen tersebut. Monitoring dan
evaluasi dilaksanakan setiap akhir semester. Hasil monitoring dan evaluasi
dijadikan dasar bagi penilaian kinerja pengawas serta landasan untuk
melakukan pembinaan lebih lanjut.

5. Partisipasi Dalam Kegiatan Ilmiah. Upaya lain yang dapat dilakukan


Kepala Dinas Pendidikan dalam membina dan mengembangkan
kemampuan profesional pengawas dapat dilakukan dengan memfasilitasi
pengawas untuk berpartisipasi dalam kegiatan seminar, lokakarya, diskusi
panel, simposisum dan kegiatan ilmiah lainnya. Kegiatan ilmiah tersebut
dapat diselenggarakan baik oleh pihak luar misalnya: Perguruan Tinggi,
Pemda, Organisasi Profesi, dan pihak terkait lainnya, maupun yang
diselenggarakan oleh pihak Dinas Pendidikan itu sendiri. Tema seminar
terutama yang membahas berbagai masalah tentang pendidikan dan atau
tugas-tugas kepengawasan. Kegiatan ilmiah ini akan bermanfaat bagi
pengawas dalam meningkatkan pengetahuan dan wawasan baru tentang
pendidikan dan kepengawasan, agar mereka tidak ketinggalan dengan

© DEPDIKNAS 2006 70
inovasi-inovasi pendidikan yang sedang berlangsung. Hal yang sama
mengikutsertakan dan memfasilitasi pengawas untuk mengikuti kegiatan
penataran dan lokakarya yang diselengarakan bagi guru dan atau kepala
sekolah. Melalui kegiatan ini wawasan pengawas tidak ketinggalan oleh
guru dan kepala sekolah. Manfaat lain dari kegiatan ini adalah
diperolehnya penghargaan berupa sertifikat yang dapat digunakan untuk
pengumpulan angka kredit jabatan fungsional.

6. Studi Banding. Studi banding pengawas satuan pendidikan/sekolah ke


daerah kabupaten/kota lain yang dinilai telah maju pendidikannya akan
sangat membantu menambah wawasan, dan pengalaman para pengawas
dalam melaksanakan tugas-tugas kepengawasan. Mereka akan
memerpoleh tambahan informasi yang dapat dijadikan bekal dan bahan
untuk diterapkan di temapt tugasnya. Untuk keperluan studi banding
Pemerintah pusat melalui Direktorat Tenaga Kependidikan dan atau
Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan perlu memfasilitasinya
terutama dana atau pembiayaannya. Sudah barang tentu studi banding
diberikan kepada pengawas yang berprestasi sebagai reward atas
prestasinya. Studi banding bisa dilaksanakan di dalam daerah satu
propinsi, antar propinsi atau ke luar negeri. Studi banding di kabupaten
kota di dalam satu propinsi yang sama sebaiknya diselenggarakan oleh
Dinas Pendidikan setempat dengan biayai oleh pemerintah daerahnya.
Studi banding antar propinsi sebaiknya diselenggarakan dan dibiayai oleh
Dinas Pendidikan Propinsi. Sedangkan studi banding ke luar negeri
dilaksanakan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan dengan biaya dari
pusat.

Pengawas satuan pendidikan yang diikutsertakan untuk studi banding ke


luar negeri adalah pengawas satuan pendidikan yang paling berprestasi
dari setiap propinsi atau kabupaten/kota. Program studi banding ke luar
negeri disusun dan dipersiapkan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan.
Kegiatan studi banding di dalam negeri antara lain: diskusi dengan Dinas

© DEPDIKNAS 2006 71
Pendidikan dan Para pengawasnya, kunjungan ke beberapa sekolah yang
dinilai berhasil, simulasi dan observasi serta berdiskusi atau bertukar
pengalaman dengan kepala sekolah dan guru yang ada di sekolah tersebut.
Diskusi dengan para pengawas dari daerah yang dikunjungi serta
kunjungan ke sekolah yang dinilai baik menjadi fakus utama studi banding
agar diperoleh wawasan dan pengalaman baru dalam melaksanakan tugas
kepengawasan. Kegaitan studi banding ke luar negeri pada dasarnya sama
yakni melakukan diskusi tentang kepengawasan dan melakukan kunjungan
ke beberapa sekolah yang dinilai berprestasi di negaranya. Laporan studi
banding dibuat secara tertulis dan dilaporkan kepada Kepala Dinas
Pendidikan. Setiap pengawas yang mengikuti studi banding juga
diwajibkan menulis makalah dengan tema atau topik yang berkaitan
dengan penemuannya dari kegiatan studi banding tersebut dan diserahkan
kepada Dinas Pendidikan dan Direktorat Tenaga Kependidikan.

Semua temuan yang diperoleh dari studi banding harus dipaparkan dan
ditularkan kepada pengawas satuan pendidikan yang tidak mengikuti studi
banding dalam satu kegiatan khusus yang dikordinir oleh Kepala Dinas
Pendidikan setempat. Sudah barang tentu temuan-temuan yang dinilai
penting dan baru harus diterapkan dalam melaksanakan tugas
kepengawasannya.

7. Rakor Pengawas. Rapat Koordinasi pengawas satuan pendidikan/sekolah


dilaksanakan pada tiap awal tahun ajaran baru di setiap daerah
kabupaten/kota lain. Rakor pengawas bertujuan untuk: (a) meningkatkan
pemahaman pengawas satuan pendidikan mengenai berbagai kebijakan
dinas pendidikan, (b) membahas laporan hasil kepengawasan tahun lalu,
(c) mengevaluasi dan menganalisis hasil kepengawasan, (d) menyusun
program pengawasan tahun yang akan datang. Kegiatan Rakor pengawas
adalah: (a) mengevaluasi ketercapaian program kerja tahun sebelumnya,
(b) menganalisis kendala-kendala/masalah dan temuan, (c) menyusun
program kerja dan anggaran satu tahun yang akan datang berdasarkan hasil

© DEPDIKNAS 2006 72
evaluasi analisis tersebut, (d) menyusun dan membuat instrumen supervisi
yang baru sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang baru dan mendasarkan
hasil revisi terhadap instrumen yang lama, (e) sosialisasi kebijakan-
kebijakan baru dalam bidang pendidikan, (f) pemaparan makalah dari
Korwas atau pengawas senior yang ditunjuk dengan moderator pengawas
setingkat di bawahnya, (g) koordinasi lintas bidang serta pembagian tugas
kepengawasan pada sekolah binaannya masing-masing, (h) pemetaan
ketenagaan pengawas yang baru dan yang akan memasuki usia pensiun, (i)
membahas persiapan penetapan kandidat pengawas berprestasi untuk
memperoleh penghargaan, (j) menyusun standard pelayanan minimal
(SPM) dan standard prosedur operasional (SPO) kepengawasan, (k)
analisis kebutuhan pengawas satuan pendidikan, termasuk pergantian antar
waktu Korwas. Rakor dilaksanakan dan dibiayai oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten/ Kota setempat serta diikuti oleh seluruh pengawas dan pejabat
struktural terkait. Hasil Rakor dijadikan landasan atau acuan dalam
meningkatkan tugas-tugas kepengawasan. Penjabaran hasil-hasil Rakor
ditindaklanjuti dalam rapat-rapat rutin para pengawas secara berkala.

E. Pembinaan Karir

Pembinaan dan pengembangan karir pengawas dilaksanakan dalam rangka


kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya yang di dalamnya melekat
kemampuan professional dan penampilan kinerjanya. Oleh sebab itu,
pembinaan dan pengembangan karir pengawas adalah upaya terencana untuk
membantu para pengawas dalam kenaikan pangkat dan jabatannya melalui
pengumpulan angka kredit jabatan fungsional. Kenaikan pangkat dan
jabatannya harus mengindikasikan meningkatnya kemampuan professional
dan kinerjanya sebagai pengawas profesional.

Pangkat dan jabatan pengawas mengacu pada Keputusan Menteri PAN nomor
118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka
kreditnya. Berdasarkan keputusan tersebut jabatan fungsional pengawas
bergradasi mulai dari: (1) Pengawas Sekolah Pratama golongan III/a – III/b,

© DEPDIKNAS 2006 73
(2) Pengawas Sekolah Muda golongan III/c – III/d, (3) Pengawas Sekolah
Madya golongan IV/a – IV/c, (4) Pengawas Sekolah Utama golongan IV/d –
IV/e dengan perhitungan angka kredit. Seiring dengan berlakunya PP No 19
tahun 2005, maka ke depan jabatan pengawas bisa disederhanakan menjadi
tiga kategori yakni: (1) pengawas muda, (2) pengawas madya dan (3)
pengawas utama. Pengawas pratama tidak diperlukan mengingat semua
pengawas yang diangkat dengan kualifikasi sarjana, diprediksi sudah
menduduki pangkat/jabatan minimal III/c. Pembinaan dilakukan agar
kenaikan pangkat dan jabatan pengawas bisa tepat waktu. Artinya Kepala
Dinas Pendidikan harus memotivasi para pengawas agar secara terencana
mendesain program kerjanya sehingga setiap pengawas memperoleh
kesempatan untuk mengumpulkan bahan-bahan yang mempunyai nilai kredit
untuk kenaikan pangkat dan jabatannya. Program-program pembinaan yang
dijelaskan pada berbagai macam program pembinaan profesi di atas, hampir
seluruhnya mempunyai nilai angka kredit. Artinya pembinaan kemampuan
profesional seperti dijelaskan di atas pada dasarnya berdampak terhadap
peingkatan karir pengawas.

Program lain yang bisa dikembangkan adalah memfasilitasi pengawas satuan


pendidikan untuk melakukan kegiatan penelitian/kajian/studi tentang
kepengawasan. Hasil kajian/penelitian/studi tersebut ditulis dalam bentuk
laporan penelitian berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
penulisan karya ilmiah. Untuk itu para pengawas harus memiliki kemampuan
dalam bidang penelitian dan penulisan karya ilmiah. Kemampuan tersebut bisa
diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) khusus tentang penelitian
pendidikan dan penulisan karya ilmiah.

Kenyataan di lapangan banyak pengawas yang berpangkat/golongan IV/a dan


IV/b sulit naik ke jenjang berikutnya disebabkan kurangnya angka kredit yang
dimilikinya terutama bidang karya tulis. Oleh sebab itu, perioritas pembinaan
karir pengawas ada pada pengawas madya yakni pengawas yang menduduki

© DEPDIKNAS 2006 74
pangkat IV/a dan IV/b. Namun demikian tidak berarti pengawas dangan
jabatan/pangkat lainnya dikesampingkan.

Dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan profesi pengawas


peranan Korwas dan Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) sangat
diperlukan. Untuk itu pemerintah pusat dan daerah perlu memfasilitasi
Korwas dan APSI baik dalam hal dana/anggaran maupun daya dukung
lainnya. Tidak berlebihan apabila kepada Koordinator Pengawas diberikan
tunjangan khusus selain anggaran rutin untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan karir pengawas.

Adanya blockgrant atau bantuan lainnya untuk pengawas sebaiknya


disalurkan melalui Koordinator Pengawas (Korwas) dan APSI secara langsung
sehingga pembinaan dan pengembangan profesi pengawas bisa berjalan
sebagaimana yang diharapkan.

F. Sumber Daya Pembinaan

Pembinaan dan pengembangan profesi dan karir pengawas menjadi


tanggungjawab Direktorat Tenaga Kependidikan dan Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau Propinsi. Dalam melaksanakan
pembinaan dan pengembangan profesi dan karir tersebut Kepala Dinas
Pendidikan bisa bekerjasama dengan Asosiasi Pengawas (APSI), LPMP,
Akademisi dari Perguruan Tinggi Kependidikan serta memberdayakan fungsi
dan peran dari Koordinator Pengawas yang ada di setiap Kabupaten/Kota.

Untuk itu, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setiap tahun anggaran harus


menyusun dan mengajukan anggaran pembinaan dan pengembangan
pengawas kepada (1) Depdiknas dalam hal ini Direktorat Tenaga
Kependidikan dan atau (2) Pemerintah daerah setempat. Mekanisme
pengajuan anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Mata anggaran untuk pembinaan dan pengembangan karir pengawas


sekurang-kurangnya terdiri atas beberapa kegiatan antara lain kegiatan :

© DEPDIKNAS 2006 75
1. Monitoring dan evaluasi kinerja pengawas satuan pendidikan/sekolah
untuk setiap bidang pengawasan.

2. Forum kegiatan ilmiah untuk pengembangan kompetensi pengawas satuan


pendidikan/sekolah yang dilaksanakan oleh Korwas dan atau APSI
setempat.

3. Penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan oleh para pengawas


sekolah yang menunjang tugas pokok profesinya (kepengawasan).

4. Keterlibatan dalam kegiatan ilmiah yang dilaksanakan oleh lembaga lain


seperti oleh perguruan tinggi, Departemen Pendidikan dan lembaga lain
yang relevan.

5. Studi lanjut/pelatihan/pendampingan dan studi banding dalam rangka


meningkatkan kinerja pengawas sekolah.

6. Penyusunan laporan kegiatan kepengawasan serta tindak lanjut hasil-hasil


pengawasan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaannya.

Anggaran pembinaan dan pengembangan profesi dan karir pengawas baik dari
Dinas Pendidikan maupun dari Direktorat Tenaga Kependidikan sebaiknya
disalurkan melalui Koordinator Pengawas. Untuk itu setiap Korwas harus
mengajukan proposal kegiatannya kepada Kepala Dinas Pendidikan dan
kepada Direktorat Tenaga Kependidikan yang diketahui oleh Kepala Dinas
Pendidikan. Proposal kegiatan Korwas berisi: (1) Pendahuluan yang bersisi
uraian tentang pentingnya kegiatan untuk meningkatkan kemampuan
profesional pengawas satuan pendidikan, (2) Tujuan dan manfaat kegiatan, (3)
Hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut, (4) Materi yang dibahas dalam
kegiatan, (5) Proses pelaksanaan kegiatan, (7) Jadwal waktu kegiatan, (8)
Peserta yang terlibat dan nara sumber, (9) Anggaran biaya dan fasilitas yang
diperlukan, (10) Tindak lanjut kegiatan.

Setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pembinaan karir dan profesi
pengawas satuan pendidikan harus dilaporkan baik prosesnya maupun hasil-
hasilnya termasuk laporan pertanggungjawaban keuangan. Laporan

© DEPDIKNAS 2006 76
disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Direktur Tenaga
Kependidikan Depdiknas jika pendanaannya bersumber dari Direktorat
Tenaga Kependidikan.

Direktorat Tenaga Kependidikan dan Kepala Dinas Pendidikan melaksanakan


monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan pembinaan dan pengembangan
pengawas yang dilaksanakan baik oleh Korwas maupun oleh APSI setempat.

© DEPDIKNAS 2006 77
BAB VIII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

A. Kebutuhan Diklat

Gambaran obyektif di lapangan menunjukkan bahwa kualifikasi dan


kompetensi tenaga pengawas masih perlu ada peningkatan disebabkan adanya
tuntutan peningkatan mutu pendidikan dan belum adanya pembinaan tenaga
pengawas yang terpola dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Pentingnya pendidikan profesi pengawas agar memiliki kompetensi pengawas
yang profesional hanya bisa dilakukan pada calon-calon pengawas di masa
mendatang. Namun bagi pengawas yang telah ada dalam pengertian telah
menjadi pengawas, pendidikan profesi pengawas akan menjadi beban
tersendiri apalagi bagi pengawas yang telah berusia 50 tahun.

Sungguhpun demikian kompetensi pengawas yang telah ada perlu


ditingkatkan seiring dengan pembinaan karir mereka sebagai pengawas
profesional. Adanya sertifikasi pengawas seperti halnya bagi tenaga pendidik
dalam kaitannya dengan tunjangan profesinya dan uji kompetensi bagi
pengawas tidak bisa dihindarkan lagi. Hanya pengawas yang memiliki standar
kompetensi yang patut diberikan sertifikat sehingga jabatan pengawas bisa
melekat pada dirinya. Oleh sebab itu upaya meningkatkan kemampuan
profesional pengawas yang telah ada melalui uji kompetensi agar mereka bisa
memenuhi standar yang ditentukan mutlak diperlukan. Salah satu upaya yang
bisa dilakukan adalah melalui pendidikan dan pelatihan atau Diklat Pengawas.

Diklat pengawas pada hakekatnya berlaku bagi calon pengawas maupun bagi
yang telah menjadi pengawas walaupun telah melalui pendidikan profesi
pengawas di LPTK. Pendidikan dan pelatihan merupakan suatu kebutuhan
bagi tenaga pengawas bukan sekedar untuk mencapai kompetensi profesional
semata melainkan karena adanya tuntutan dan kebutuhan pengawas dalam
rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya secara berkelanjutan. Adanya
perubahan kebijakan pendidikan, perkembangan iptek serta berbagai inovasi

© DEPDIKNAS 2006 78
pendidikan yang terjadi dan akan terjadi di masa mendatang, pendidikan dan
pelatihan merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Adanya
jenjang jabatan pengawas yang berlaku saat ini yakni jabatan pengawas
pratama, pengawas muda, pengawas madya dan pengawas utama tidak hanya
dilihat dari golongan dan kepangkatan sesuai dengan aturan yang ada tetapi
juga harus mengimplikasikan kemampuan profesionalnya. Kemampuan
profesional tersebut salah satu diantaranya dibekali dengan pendidikan dan
pelatihan yang terpola dan berjenjang. Hal ini menunjukkan perlu adanya
jenjang atau tingkat Diklat untuk pengawas. Jika ini bisa dilaksanakan maka
pembinaan dan pengembangan karir pengawas sesuai dengan jabatannya serta
peningkatan kompetensi profesional pengawas akan berjalan sebagaimana
harusnya.

Pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang diberikan kepada pengawas dan calon
pengawas satuan pendidikan/sekolah dibagi menjadi empat jenjang secara
gradual. Keempat jenjang tersebut adalah: (1) Diklat Jenjang Dasar, (2)
Diklat Jenjang Lanjut, (3) Diklat Jenjang Menengah dan (4) Diklat
Jenjang Tinggi.

Diklat Jenjang Tinggi diberikan kepada pengawas yang telah mengikuti Diklat
Jenjang Menengah. Diklat Jenjang menengah diberikan kepada pengawas
yang telah mengikuti Diklat Jenjang Lanjut. Diklat Jenjang lanjut diberikan
kepada pengawas yang telah mengikuti Diklat Jenjang Dasar. Semua jenjang
Diklat dilaksanakan selama satu minggu dengan tagihan waktu 60-70 jam.
Satu jam dihitung 45 menit. Materi Diklat untuk semua jenjang terdiri tiga
kategori yakni: materi umum sekitar 10%, materi inti/pokok sekitar 75%, dan
materi penunjang sekitar 15%.

B. Tujuan dan Hasil Diklat

Pendidikan dan pelatihan (Diklat) Pengawas secara umum bertujuan untuk


membina dan mengembangkan kemampuan profesional tenaga pengawas
sehingga dapat meningkatkan kinerja pengawas sesuai dengan tugas dan
tanggungjawabnya. Kinerja pengawas dapat dilihat dari peningkatan mutu

© DEPDIKNAS 2006 79
penyelenggaraan pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Oleh sebab itu
muara dari tujuan diklat pengawas, secara umum adalah meningkatnya mutu
pendidikan pada sekolah-sekolah yang menjadi binaannya. Tujuan umum
Diklat pengawas satuan pendidikan dijabarkan lebih lanjut kedalam tujuan-
tujuan khusus Diklat sesuai dengan jenjang Diklat. Sedangkan hasil yang
diharapkan dari Diklat pengawas ini adalah diperolehnya tenaga pengawas
yang memiliki kompetensi profesional, yang ditunjukkan dengan optimalnya
kinerja pengawas dalam melaksanakan tugas kepengawasan baik pengawasan
akademik maupun pengawasan manajerial.

Bagi pengawas sekolah yang sudah aktif tetapi belum memiliki Sertifikat
Pendidikan Profesi Pengawas, tanda lulus Diklat Jenjang dasar dan jenjang
lanjut diakui dan dihargai untuk pendidikan profesi pengawas, maksimal
setara 10 SKS. Peserta yang gagal dalam setiap tipe Diklat pengawas, wajib
menempuh ulang satu kali dengan harapan berhasil. Jika tetap gagal maka
dinyatakan tidak layak menjadi pengawas. Pengawas yang tidak layak
dikembalikan fungsinya ke jabatan semula, atau pensiun dini atau alih tugas
pada jabatan/pekerjaan lain.

C. Diklat Jenjang Dasar

Diklat jenjang Dasar diberikan kepada: (1) calon pengawas yang sudah selesai
mengikuti pendidikan profesi pengawas dan akan diangkat sebagai pengawas
pratama atau pengawas muda, dan (2) pengawas yang telah jadi (sudah
bekerja sebagai) pengawas dengan masa kerja pengawas kurang dari 3 tahun
dan belum lulus uji kompetensi pengawas, sehingga belum memperoleh
sertifikat pengawas.

Tujuan Diklat Jenjang Dasar adalah mempersiapkan pengawas dan calon


pengawas agar memiliki kompetensi profesional sebagai pengawas satuan
pendidikan sehingga dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi
kepengawasan baik pengawasan akademik maupun pengawasan manajerial.
Dengan kata lain, Diklat Jenjang Dasar diarahkan kepada orientasi kerja

© DEPDIKNAS 2006 80
pengawas dan kepengawasan. Alokasi waktu Diklat Jenjang Dasar selama 7
hari efektif dengan alokasi waktu berkisar antara 60-70 jam.

Materi Diklat Dasar diberikan dalam bentuk teori dan praktek dengan
perbandingan 60 persen teori dan 40 persen praktek. Diklat Jenjang Dasar
diselenggarakan di tingkat Kabupaten/Kota dan dilaksanakan oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten dan Kota bekerjasama dengan LPMP setempat.

Bagi peserta yang statusnya telah menjadi pengawas dan telah dinyatakan
lulus Diklat Jenjang Dasar diberikan surat tanda lulus Diklat (STL). Demikian
juga bagi calon pengawas yang telah selesai dan lulus mengikuti pendidikan
profesi pengawas di LPTK dan dinyatakan lulus Diklat Jenjang Dasar
diberikan STL. Mereka itu berhak menyandang jabatan pengawas pratama
atau pengawas muda sesuai dengan pangkat dan golongannya.

Pengawas satuan pendidikan yang telah mengikuti Diklat ini


ditempatkan/diterjunkan sebagai pengawas satuan pendidikan/ sekolah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Semua pengawas yang telah memperoleh STL
Diklat Jenjang Dasar berhak untuk mengikuti Diklat Jenjang Lanjut setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Materi Diklat Jenjang Dasar adalah materi Diklat yang dapat membekali
pengawas satuan pendidikan agar dapat melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai pengawas professional. Ada dua bidang pengawasan yakni
pengawasan bidang akademik dan pengawasan bidang manajerial.
Pengawasan akademik berkaitan dengan pembinaan guru dalam mempertinggi
kualitas proses dan hasil belajar. Sedangkan pengawasan manajerial berkaitan
dengan pembinaan kepala sekolah dan stakeholder lainnya dalam rangka
mempertinggi kinerja sekolah. Berikut ini adalah materi atau bahan Diklat
yang diberikan pada Diklat Jenjang Dasar.

© DEPDIKNAS 2006 81
Materi Umum Diklat Jenjang Dasar

1. Kebijakan Pendidikan Nasional (3 jam)


Bahan kajian terdiri atas: peraturan perundang-undangan pendidikan, arah
dan tujuan pendidikan nasional (Renstra Depdiknas), delapan standar
nasional pendidikan, struktur organisasi departemen pendidikan.
2. Kebijakan Direktorat Jenderal PMPTK ( 3 jam)
Bahan kajian terdiri atas: visi, misi, dan tujuan Ditjen PMPTK, program-
program Ditjen PMPTK, peningkatan mutu tenaga pendidik, peningkatan
mutu tenaga Kependidikan, program dan kegiatan Direktorat Tenaga
Kependidikan serta implikasinya bagi pengawas.

Materi Inti Diklat Jenjang Dasar

1. Kepengawasan/Supervisi Pendidikan (6 jam)


Bahan kajian terdiri atas: konsep pengawas dan kepengawasan, bidang
pengawasan, tugas pokok dan fungsi pengawas, prinsip-prinsip
pengawasan, teknik-teknik supervisi/pengawasan, pengawasan akademik,
pengawasan manajerial, kinerja, hasil kerja dan tindak lanjut pengawasan,
indikator keberhasilan pengawasan.
2. Kompetensi Pengawas Satuan Pendidikan (8 jam)
Bahan kajian terdiri atas: arti dan ciri kompetensi, kompetensi pribadi,
kompetensi social, kompetensi pedagogic, kompetensi professional, uji
kompetensi, simulasi uji kompetensi, analisis hasil uji kompetensi,
kompetensi dan profesionalisme pengawas.
3. Kinerja Pengawas Satuan Pendidikan (6 jam)
Bahan kajian terdiri atas: pengertian kinerja dan hasil kerja, indikator
keberhasilan kinerja, indeks kinerja pengawas, prosedur dan tehnik
penilaian kinerja, analisisi SWOT, pelaporan hasil kerja.
4. Program Kerja Pengawas ( 8 jam)
Bahan kajian terdiri atas: pengertian dan ruang lingkup program kerja,
langkah dan prosedur penyusunan program kerja kepengawasan, program

© DEPDIKNAS 2006 82
kerja sekolah, strategi pelaksanaan program kerja kepengawasan, penilaian
dan umpan balik, praktek penyusunan program kerja kepengawasan.
5. Angka Kredit Jabatan Pengawas (4 jam)
Bahan kajian terdiri atas: pengertian jabatan fungsional, jenjang dan
pangkat, rincian tugas pengawas dan angka kreditnya, bidang dan unsur
kegiatan serta angka kreditnya, penilaian dan penetapan angka kredit,
mekanisme penilaian
6. Praktek Kepengawasan di Sekolah (20 jam)
Praktek pelaksanaan supervisi akademik dan supervisi manajerial di
sekolah, analisis hasil praktek lapangan di sekolah, masalah dan kendala
yang dihadapi serta alternative pemecahannya, menyusun laporan
pelaksanaan supervisi, mempresentasikan hasil laporannya.

Materi Penunjang Diklat Jenjang Dasar

1. Evaluasi Pendidikan (4 jam)


Bahan kajian terdiri atas: pengertian dan ruang lingkup penilaian
pendidikan, model-model penilaian pendidikan, penilaian program
pendidikan, penilaian proses pembelajaran, penilaian hasil belajar,
instrument/alat penilaian, pemanfaatan hasil penilaian
2. Penelitian Tindakan (5 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas; pengertian penelitian tindakan kelas
(PTK), karakteristik PTK, prinsip-prinsip PTK, tujuan dan manfaat PTK,
prosedur pelaksanaan PTK, penyusunan proposal PTK, penulisan laporan
PTK.

D. Diklat Jenjang Lanjut

Diklat Jenjang Lanjut diberikan kepada pengawas satuan pendidikan yang


telah mengikuti dan memperoleh STL Diklat Jenjang Dasar. Tujuan Diklat
Jenjang Lanjut adalah membina para pengawas agar memiliki kemampuan
untuk mengembangkan kemampuan professionalnya sebagai pengawas satuan
pendidikan. Dengan kata lain Diklat ini berorientasi pada pengembangan diri
pengawas satuan pendidikan/sekolah dalam membina dan mengembangkan

© DEPDIKNAS 2006 83
kemampuan professional guru dan kepala sekolah binaannya. Alokasi waktu
pelaksanaan Diklat Jenjang Lanjut sekitar 70-80 jam atau sekitar satu minggu.
Diklat Jenjang Lanjut diselenggarakan di tingkat propinsi, dilaksanakan oleh
LPMP bekerjasasama dengan Dinas Pendidikan Tingkat Propinsi. Tempat
penyelenggaraan Diklat di gedung LPMP atau di tempat lain pada tingkat
propinsi. Bagi pengawas yang telah mengikuti Diklat Jenjang Lanjut dan
dinyatakan lulus diberikan STL Diklat Jenjang Lanjut dan berhak mengikuti
Diklat Jenjang Menengah secaara kompetitif apabila calon peserta Diklat
jumlahnya melebihi quota yang tersedia. Materi/mata Diklat terdiri atas dua
bidang yakni (1) materi yang berkaitan dengan berbagai aspek yang
menunjang pengembangan teknis edukatif/ pengawasan akademik dan (2)
materi yang berkaitan berbagai aspek yang menunjang pengembangan
kepeminpinan pendidikan/pengawasan manajerial. Materi/mata Diklat yang
diberikan kepada peserta terdiri atas teori dan praktrek dengan perbandingan
50 persen teori dan 50 persen praktek. Materi/mata Diklat adalah sebagai
berikut :

Materi Umum Diklat Jenjang Lanjut

1. Kebijakan Pendidikan Nasional (3 jam)


Bahan kajian terdiri atas: peraturan perundang-undangan pendidikan, arah
dan tujuan pendidikan nasional (Renstra Depdiknas), delapan standar
nasional pendidikan, struktur organisasi departemen pendidikan.
2. Kebijakan Direktorat Jenderal PMPTK ( 3 jam)
Bahan kajian terdiri atas: visi, misi, dan tujuan Ditjen PMPTK, program-
program Ditjen PMPTK, peningkatan mutu tenaga pendidik, peningkatan
mutu tenaga Kependidikan, program dan kegiatan Direktorat Tenaga
Kependidikan serta implikasinya bagi pengawas.

Materi Inti/Pokok Diklat Jenjang Lanjut

1. Model-model Pembelajaran (6 jam)


Bahan kajian Diklat terdiri atas: hakekat belajar dan pembelajaran, teori
belajar dan pembelajaran, desain pembelajaran, model pembelajaran

© DEPDIKNAS 2006 84
expository, model pembelajaran kolaboratif, model pembelajaran inquiry,
model pembelajaran deduktif, model pembelajaran induktif, model
pembelajaran konstruktivisme, model pembelajaran interaksi social, model
pembelajaran analisis tugas, evaluasi pembelajaran.
2. Bimbingan Konseling di Sekolah (4 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas: pengertian bimbingan konseling, azas-
azas bimbingan konseling, teknik pemahaman individu, metode dan teknik
konseling, analisisi kasus, bimbingan pribadi, bimbingan sosial,
bimbingan belajar, bimbingan karir, penyusunan program bimbingan
konseling di sekolah, penilaian program bimbingan konseling.
3. Penilaian Proses dan Hasil Belajar ( 6 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas; pengertian dan fungsi penilaian, jenis-
jenis penilaian, penilaian proses belajar, penilaian hasil belajar, alat
penilaian, penulisan butir soal, analisis butir soal, sistem penilaian,
pemanfaatan hasil penilaian, praktek penyusunan alat penilaian.
4. Kurikulum Berbasis Kompetensi ( 4 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas ; pengertian dan fungsi kurikulum,
komponen kurikulum, landasan kurikulum, konsep kompetensi dalam
kurikulum, pengembangan kurikulum/silabus mata pelajaran, kompetensi
lintas kurikulum, kompetensi mata pelajaran, kurikulum dan hasil belajar.
5. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (8 jam)
Bahan kajian Diklat terdiri atas: Pengertian mutu pendidikan, konsep
manajemen pendidikan, konsep dasar MPMBS, karakteristik MPMBS,
desentralisasi sekolah, konsep pelaksanaan MPMBS, monitoring dan
evaluasi.
6. Praktek Pengawasan Akademik dan Pengawasan Manajerial (20 jam)
Praktek pengawasan akademik dan pengawasan manajerial di sekolah,
seminar hasil praktek lapangan, uimpan balik dan tindak lanjut.

© DEPDIKNAS 2006 85
Materi Penunjang Diklat Jenjang Lanjut

1. Profesionalisme Guru ( 3 jam)


Bahan kajian terdiri atas: Pengertian profesi, konsep profesionaliosme
guru, kompetensi professional guru, kinerja guru, pengembangan
kemampuan professional guru, kemampuan professional guru dan
peningkatan mutu pendidikan.
2. Angka kredit jabatan fungsional Guru (3 jam)
Bahan kajian terdiri atas ; jabatan fungsional guru, jenjang jabatan dan
pangkat, rincian tugas dan unsur kegiatan serta angka kreditnya, bidang
dan unsur kegiatan dan angka kerditnya, penetapan angka kredit,
mekanisme penilaian angka kredit jabatan guru.

E. Diklat Jenjang Menengah

Diklat Jenjang Menengah diberikan kepada pengawas madya dan utama yang
telah menempuh dan lulus Diklat Jenjang Lanjut. Tujuan Diklat Jenjang
Menengah adalah mempersiapkan pengawas satuan pendidikan agar memiliki
kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian pendidikan
khususnya kepengawasan serta mampu menyusun karya tulis ilmiah untuk
pengumpulan angka kredit jabatan fungsioanl pengawas satuan pendidikan.
Diklat Jenjang Menengah dilaksanakan di tingkat propinsi oleh LPMP
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Propinsi dengan bimbingan Direktorat
Tenaga Kependidikan. Alokasi waktu untuk pelaksanaan Diklat ini berkisar
antara 60-70 jam atau sekitar satu minggu. Materi Diklat diberikan dalam
bentuk teori dan praktek dengan perbandingan 40 persen teori dan 60 persen
praktek. Materi Diklat terdiri atas :

Materi Umum Diklat Jenjang Menengah

1. Kebijakan Pendidikan Nasional (3 jam)


Bahan kajian terdiri atas: peraturan perundang-undangan pendidikan, arah
dan tujuan pendidikan nasional (Renstra Depdiknas), delapan standar
nasional pendidikan, struktur organisasi departemen pendidikan.

© DEPDIKNAS 2006 86
2. Kebijakan Direktorat Jenderal PMPTK ( 3 jam)
Bahan kajian terdiri atas: visi, misi, dan tujuan Ditjen PMPTK, program-
program Ditjen PMPTK, peningkatan mutu tenaga pendidik, peningkatan
mutu Tenaga Kependidikan, program dan kegiatan Direktorat Tenaga
Kependidikan serta implikasinya bagi pengawas.

Materi Inti/Pokok Diklat Jenjang Menengah

1. Hakekat Penelitian Pendidikan ( 3 jam)


Bahan kajian terdiri atas: pengertian penelitian pendidikan, langkah-
langkah penelitian, jenis dan ruang lingkup penelitian pendidikan,
penelitian kualitatif dan kuantitatif, bidang kajian penelitian
kepengawasan.
2. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif (6 jam )
Bahan kajian terdiri atas ; Perumusan masalah, kajian teori dan hipotesis,
metode penelitian, populasi dan sample, tehnik pengumpulan data dan
instrumen, tehnik analisis data
3. Metodologi Penelitian Kualitatif ( 6 jam)
Bahan kajian terdiri atas, fokus masalah, acuan teori, pendekatan dan
metode, data dan sumber data, tehnik pengumpulan data, tehnik analisis
data.
4. Penyusunan proposal penelitian ( 4 jam)
Bahan kajian terdiri atas: pengertian dan fungsi proposal penelitian,
langkah penyusunan proposal penelitian, isi dan sistematika proposal
penelitian kuantitatif dan kualitatif, penilaian proposal penelitian.
5. Teknik Penulisan Karya Ilmiah (3 jam)
Bahan kajian terdiri atas: pengertian karya ilmiah, tata cara/teknik
penulisan, notasi ilmiah, bahasa ilmiah, penulisan makalah, penulisan
artikel.
6. Praktek Penyusunan Proposal Penelitian (12 jam)
Praktek penyusunan proposal kuantitatif dan penelitian kualitatif dalam
bidang kepengawasan

© DEPDIKNAS 2006 87
Materi Penunjang Diklat Jenjang Menengah

1. Statistika Untuk Penelitian ( 4 jam)


Bahan kajian terdiri atas: pengertian dan fungsi statistika, jenis data dan
pengukurannya, statistika parametrik dan non-parametrik, statistika
deskriptif, statistika inferensial.
2. Praktek Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian (4 jam)
Bahan kajian: studi kasus pengolahan dan analisis data hasil penelitian.

6. Diklat Jenjang Tinggi

Diklat Jenjang Tinggi diberikan kepada pengawas utama yang telah


menempuh Diklat Jenjang Menengah. Tujuan Diklat ini adalah
mempersiapkan pengawas yang siap memberikan pendampingan dan
bimbingan kepada pengawas pratama dan muda dalam melaksanakan tugas
dan tanggungjawabnya serta siap melaksanakan tugas apapun di bidang
kepengawasan termasuk pengawasan Sekolah Nasional Bertaraf Internasional.
Diklat pengawas jenjang tinggi dilaksanakan di tingkat Nasional oleh
Direktorat Tenaga Kependidikan selama 7 hari efektif atau sekitar 70 jam
dalam bentuk TOT dan atau Workshop Manajerial Skill Kepengawasan.
Materi atau mata Diklat diberikan daslam bentuk teori dan praktek dengan
proporsi 50 persen teori dan 50 persen praktek. Materi atau mata Diklat
adalah sebagai berikut :

Materi Umum Diklat Jenjang Tinggi

1. Kebijakan Pendidikan Nasional (3 jam)


Bahan kajian terdiri atas: peraturan perundang-undangan pendidikan, arah
dan tujuan pendidikan nasional (Renstra Depdiknas), delapan standar
nasional pendidikan, struktur organisasi departemen pendidikan.
2. Kebijakan Direktorat Jenderal PMPTK ( 3 jam)
Bahan kajian terdiri atas: visi, misi, dan tujuan Ditjen PMPTK, program-
program Ditjen PMPTK, peningkatan mutu tenaga pendidik, peningkatan

© DEPDIKNAS 2006 88
mutu tenaga Kependidikan, program dan kegiatan Direktorat Tenaga
Kependidikan serta implikasinya bagi pengawas.

Materi Pokok/ Inti

1. Inovasi Pendidikan (6 jam)


Bahan kajian terdiri atas: inovasi kurikulum, inovasi pembelajaran,
inovasi kepengawasan, inovasi penilaian dan ujian, inovasi manajemen
pendidikan, inovasi tentang pendidikan alternatif.
2. Pendampingan Tugas Kepengawasan (4 jam)
Bahan kajian terdiri atas: pengertian tujuan dan fungsi pendampingan
pengawasan, model-model pendampingan, perencanaan pendampingan
tugas kepengawasan, strategi pelaksanaan pendampingan, penilaian
keberhasilan tugas pendampingan, pelaporan tugas pendampingan.
3. Sekolah Nasional Berstandar Internasional (6 jam)
Bahan kajian terdiri atas: kurikulum dan system, pendidikan, strategi
pembelajaran, sistem penilaian dan ujian, administrasi dan manajemen
pendidikan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan,
kompetensi lulusan, pembiaayan pendidikan, peran serta masyarakat,
networking lembaga pendidikan.
4. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (6 jam)
Bahan kajian terdiri atas: pengenalan komputer (bagi pemula), konsep
dasar sistem informasi, teknologi informasi, pemanfaatan teknologi
informasi, jaringan kepengawasan, penggunaan computer untuk sistem
informasi.
5. Manajemen Kepengawasan (4 jam)
Bahan kajian terdiri atas: otonomi pendidikan dan implikasinya bagi
kepengawasan, struktur organisasi kepengawasan, pengembangan
networking, koordinasi internal dan eksternal, koordinasi tugas
kepengawasan, penilaian dan pengendalian kepengawasan, kepengawas-
an dan peningkatan mutu pendidikan.

© DEPDIKNAS 2006 89
6. Studi Banding/Studi lapangan (20 jam)
Studi banding ke Sekolah Nasional Bertaraf Internasional di Jakarta dan
kota lainnya di Nusantara selama dua hari penuh.

Materi Penunjang

1. Praktek Komputer ( 8 jam)


Bahan praktek terdiri atas: pengenalan computer, pengenalan
program/software,
2. Praktek penggunaan komputer, website, email dll.
Silabus semua jenjang Diklat yang dikemukakan di atas sebagaimana
terlihat pada lampiran.

F. Perencanan dan Pelaksanaan Diklat

Semua jenjang Diklat yang dikemukakan di atas perlu dibuat perencanaan


yang matang sebelum Diklat tersebut dilaksanakan. Tanpa perencanaan yang
matang dan komprehensif baik dari segi teknis edukatif maupun dari segi
teknis administratif, pelaksanaan Diklat tidak akan mencapai hasil yang
optimal.

1. Perencanaan Diklat.

Perencanaan Diklat adalah proyeksi atau perkiraan tentang apa dan


bagaimana Diklat itu harus dilaksanakan. Perencanaan Diklat dibuat oleh
penyelenggara Diklat jauh sebelum pelaksanaan Diklat. Untuk itu
penyelenggara Diklat, dalam hal ini Dinas Pendidikan atau LPMP bahkan
Direktorat Tenaga Kependidikan perlu membentuk Panitia Diklat. Panitia
terdiri atas: (1) panitia pengarah (steering commite), dan (2) panitia
pelaksana (organizing commite). Sudah barang tentu di luar dua panitia
tersebut ada organisasi di atasnya misalnya Penanggung Jawab, Pembina
atau sebutan lain yang diperlukan.

Panitia pengarah bertanggung jawab atas teknis edukatif atau bidang


akademik berkaitan dengan: materi/mata Diklat, kualifikasi dan
kompetensi pelatih dan fasilitator, peserta Diklat dan kompetensi yang

© DEPDIKNAS 2006 90
diharapkan setelah Diklat selesai, kegiatan pembelajaran selama Diklat
berlangsung, penilaian keberhasilan Diklat dan aspek akademik lainnya.

Panitia pelaksana bertanggung jawab atas teknis penyelenggaraan Diklat


yang mencakup: administrasi, faslitas/daya dukung serta sumber daya
(dana, manusia, peralatan, waktu, tempat) yang diperlukan untuk
terselenggaranya kegiatan Diklat. Koordinasi kerja dari kedua panitia
tersebut sangat diperlukan.

Perencanan Diklat dibuat bersama oleh Panitia Diklat (pantia pengarah dan
panitia pelaksana). Perencanaan dituangkan dalam bentuk proposal atau
pedoman/program Diklat dan atau sebutan lain sesuai dengan kebutuhan
(biasanya harus sesuai dengan Dipa). Isi proposal/perencanaan Diklat
sekurang-kurangnya memuat:

a. Latar belakang atau pendahuluan, yang berisi: kemengapaan Diklat itu


dilaksanakan.
b. Tujuan, manfaat dan hasil yang diharapkan, yang berisi: target yang
ingin dicapai dan indikator keberhasilannya serta manfaat yang
diperoleh dari Diklat.
c. Materi/mata Diklat yang akan diberikan (lihat kurikulum setiap jenjang
Diklat) termasuk siapa pelatihnya, dan berapa jam diberikan, bahan
atau makalah dari setiap pelatih.
d. Kegiatan pembelajaran selama pelatihan, seperti ceramah umum/pleno,
tanya jawab, diskusi kelompok, simulasi, praktek lapangan,
demonstrasi, dan metode lain yang diperlukan sesuai dengan isi mata
Diklat.
e. Nama pelatih dan fasilitator yang akan dibutuhkan/digunakan.
Pemilihan pelatih dan nara sumber hendaknnya dipilih berdasarkan
jumlah yang diperlukan, kualifikasi, kompetensi, keahlian, pekerjaan
dan jabatan, kesediaan, waktu yang tersedia serta jarak tempat tinggal
pelatih dengan tempat Diklat. Mintalah curriculum vitae (CV) dari
setiap pelatih dan nara sumber.

© DEPDIKNAS 2006 91
f. Peserta pelatihan. Peserta pelatihan memperhatikan persyaratan peserta
dari setiap jenjang Diklat. Selain itu dipertimbangkan tentang jumlah
peserta, kualifikasi akademik, pengalaman kerja sebagai pengawas,
prestasi kerja dan faktor lain sesuai dengan persyaratan dan tujuan
Jenjang Diklat.
g. Tempat dan waktu pelaksanaan Diklat, kemukakan alamat lengkap
tempat pelatihan secara jelas dengan nomor telpon dan fax. Demikian
juga waktu pelaksanaan Diklat: berapa hari pelaksanaan, kapan
dimulai/dibuka dan kapan berakhir/ditutup.
h. Jadwal kegiatan pelatihan. Jadwal kegiatan berisi: hari dan tanggal,
jam belajar, topik dan kegiatan yang dibahas untuk setiap jam belajar,
pembicara dan moderator, termasuk acara pembukaan dan penutupan
Diklat. Jadwal kegiatan bisa dimasukkan dalam isi proposal, bisa pula
dilampirkan dalam proposal.
i. Anggaran biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Diklat. Anggaran
biaya yang diajukan mulai dari: persiapan, pelaksanaan dan tindak
lanjut Diklat. Rincian anggaran minimal memuat untuk keperluan: (a)
rapat-rapat persiapan, (b) alat tulis, (c) akomodasi, (d) transfortasi, (e)
perlengkapan peserta, (f) honor panitia, pelatih dan nara sumber, (g)
penggandaan bahan dan makalah, (h) studi lapangan (kalau ada), (i)
penyadiaan fasilitas pelatihan, (j) penulisan laporan Diklat, dll. sesuai
kebutuhan. Besarnya anggaran disesuaikan dengan mata anggaran
yang tersedia.
j. Organisasi pelaksana Diklat. Organisasi pelaksanaan Diklat memuat
susunan kepanitiaan beserta nama-namanya dan jika perlu dengan job
deskripsinya.
k. Tata tertib Diklat, baik untuk peserta, panitia dan pembicara/nara
sumber. Tata tertib menjelaskan hak dan kewajiban peserta, panitia,
pembicara/fasilitator selama berlangsungnya Diklat.

© DEPDIKNAS 2006 92
Proposal Diklat yang telah dibuat oleh panitia setelah dibahas dan
disiskusikan serta disetujui oleh semua anggota panita Diklat diajukan
kepada pimpinan kelembagaan penyelenggara Diklat untuk pengesahan-
nya sebelum Diklat dilaksanakan. Proposal yang telah disetujui
digandakan dan dibagikan kepada peserta pada saat peserta datang dan
mencatatkan dirinya pada petugas/panitia di tempat pelaksanaan Diklat.

2. Pelaksanaan Diklat

Pelaksanaan Diklat pada hakikatnya mewujudkan pelaksanaan kegiatan


Diklat sesuai jadwal kegiatan yang telah disusun dalam proposal Diklat
termasuk komponen-komponen lainnya. Untuk itu kegiatan yang harus
dilaksanakan diurutkan sebagai berikut, dengan asumsi tempat dan waktu
pelaksanaan telah dipastikan:

Pemberitahuan sekaligus pemanggilan secara tertulis kepada Peserta


Diklat, Pembicara/Fasilitator sesuai jadwalnya masing-masing. Dalam
surat opemberitahuan/pemanggilan tersebut disertakan borang
Curriculum Vitae (CV) mereka masing-masing serta surat kesediaan
mengikuti peserta yang harus dikirimkan secepatnya sebelum Diklat
dimulai. Khusus kepada pembicara selain CV dan surat kesediaan, juga
diminta menulis makalah sesuai dengan topiknya masing-masing dan
harus dikirimkan kepada panitia sebelum Diklat disediakan. Surat
pemberitahuan sekaligus pemanggilan tersebut paling lambat dua minggu
sebelum Diklat dilaksanakan harus sudah diterima peserta.

3. Evaluasi Diklat

Setiap Diklat yang diberikan kepada pengawas sekolah/satuan pendidikian


harus dinilai keberhasilannya. Penilaian Diklat terdiri atas penilaian proses
pelaksanaan Diklat atau penilaian formatif, penilaian hasil Diklat atau
penilaian sumatif dan penilaian performance dalam melaksanakan hasil
Diklat atau penilaian dampak.

© DEPDIKNAS 2006 93
Penilaian pelaksanaan Diklat atau penilaian formatif dilaksanakan pada
saat berlangsungnya kegiatan Diklat. Aspek yang dinilai adalah:
kedisiplinan (peserta, pelatih, fasilitator, penitia pelaksana), keterlibatan
peserta dalam kegiatan belajar/pelatihan, sikap dan motivasi peserta,
tanggung jawab sebagai peserta diklat, proses pembelajaran selama Diklat
berlangsung, kemampuan pelatih dan fasilitator/nara sumber, fasilitas yang
tersedia, waktu pelaksanaan, tempat dan akomodasi, dll. Alat evaluasi
yang digunakan antara lain: kuesioner terstruktur, observasi terstruktur dan
wawancara. Hasil penilaian formatif ini dijadikan dasar atau bahan bagi
perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan Diklat selanjutnya.

Penilaian hasil Diklat atau penilaian sumatif dilaksanakan pada akhir


kegiatan Diklat. Aspek yang dinilai adalah: penguasaan materi yang
diberikan, penguasaan keterampilan tertentu yang berkaitan dengan materi
yang diberikan, sikap terhadap pemanfaatan hasil Diklat dalam
melaksanakan tugas kepengawasan. Alat evaluasi yang digunakan antara
lain tes (pretest dan post-test), observasi, simulasi dan skala sikap. Hasil
penilaian ini dijadikan bahan untuk menentukan prestasi pengawas dalam
mengikuti Diklat termasuk penetapan peserta Diklat terbaik, pemberian
sertifikat dan penghargaan kepada peserta Diklat.

Penilaian dampak hasil Diklat dilaksanakan setelah peserta Diklat kembali


melaksanakan tugas di tempat masing-masing, paling lama tiga bulan
setelah pengawas mengikuti Diklat. Tujuannya untuk melihat sejauhmana
hasil-hasil Diklat dilaksanakan oleh para pengawas dalam melaksanakan
tugas kepengawasannya masing-masing serta mengidentifikasi relevansi
materi Diklat dengan kebutuhan kepengawasan di lapangan/di sekolah.
Alat evaluasi yang digunakan adalah observasi, uji kinerja pengawas,
wawancara terfokus (focused group disscussion) dan kuesioner. Hasil
penilaian ini dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan kinerja
pengawas sekolah melalui indeks kinerja yang dicapainya. Selain itu dapat

© DEPDIKNAS 2006 94
juga dijadikan bahan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
program/kurikulum Diklat di masa mendatang.

Penilaian Diklat pengawas sekolah/satuan pendidikan sebagaimana


dijelaskan di atas dilaksanakan oleh penyelenggaran Diklat dan atau oleh
Kepala Dinas Pendidikan.

© DEPDIKNAS 2006 95
BAB IX
PENGHARGAAAN DAN PERLINDUNGAN

A. Konsep Penghargaan & Perlindungan

Penghargaan merupakan salah satu komponen penting dalam aspek


motivasional dalam dunia kerja. Setiap individu yang menjadi bagian dari
suatu sistem kerja akan merasa nyaman dan aman manakala keberadaaannya
diakui dan dihargai. Penghargaan memiliki arti penting serta dimensi yang
luas bagi tumbuhkembangnya motivasi kerja dan penampilan kerja individu
dalam suatu unit organisasi.

Penghargaan dimaknai sebagai suatu pengakuan terhadap eksistensi dan


pekerjaan yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan tanggungjawabnya.
Penghargaan sesungguhnya melibatkan siklus berkesinambungan yang
dimulai dari pemahaman terhadap job deskripsi, kompetensi, pelaksanaan
tugas pokok dan fungsinya, pembinaan karir, penilaian kinerja, dan
penghargaan.

Seseorang akan mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya manakala


ia mampu memahami job deskripsi tugas pokok dan fungsi dengan baik dan
memiliki kompetensi untuk menjalankan job deskripsi, tugas pokok dan
fungsinya. Pelaksanaan tugas yang dijalankan oleh seseorang pada akhirnya
akan dinilai oleh pengguna jasa dengan perangkat sistem penilaian kinerja
karyawan. Dari hasil penilaian kinerja itulah akan menjadi dasar bagi
pemberian penghargaan baik yang sifatnya langsung maupun tidak langsung.
Penghargaan atas suatu pelaksanaan tugas pada akhirnya juga akan membawa
imbas terhadap munculnya penghargaan kepada profesi yang diemban oleh
individu yang bersangkutan.

Dalam keseharian penghargaan terhadap individu terkait dengan bidang


tugasnya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk mulai dari yang sifatnya
verbal (sanjungan, pujian verbal), non verbal seperti tepukan pundak, acungan
jempol, tepuk tangan dan berbagai bahasa tubuh yang menunjukkan

© DEPDIKNAS 2006 96
penghargaan. Di sisi lain, penghargaan juga diberikan dalam bentuk sertifikat
semacam Satyalencana, Bintang Maha Putera dan sejenisnya. Sekarang ini
umumnya penghargaan juga diberikan dalam bentuk penghargaan finansiil
seperti: pemberian hadiah tabungan, hadiah beasiswa dan sejenisnya.
Ringkasnya semakin jelas penghargaan yang diberikan kepada karyawan akan
semakin besar dampaknya terhadap motivasi dan kinerja karyawan tersebut.
Semua pakar psikologi motivasi, menampilkan betapa penting peran
penghargaan bagi tumbuhkembangnya motivasi kerja karyawan. Berikut ini
disajikan diagram Mainspring Of Motivation yang menampilkan urgensi
pemberian penghargaan untuk memotivasi kinerja karyawan:

MAINS P RING OF MOTIVATION


Herzberg’s motivation-
Model of Maslow’s maintenancec model Adlerfer’s E-R-G
hierarchy of needs model
Work itself
Achievement
Possibility of
Self-actualization growth Growth
Advancement
and fulfillmen Recognition
Status
Relations with
Esteem and supervisors
Peer relations
status Relations with
Relatedness
subordinates
Safety and Quality of
Security supervision
Company policy
and administration
Physiological Existence
Job security
needs Working conditions
Pay

B. Penghargaan dan Perlindungan serta Prestasi Kerja

Perlindungan dan rasa aman psikologis menjadi syarat agar pengawas merasa
aman dan nyaman dalam bekerja. Rasa aman dalam bekerja berpengaruh pada
daya konsentrasi kerja, kesungguhan dan totalitas kerja. Hal ini sangat penting
karena konsentrasi menjadi basis kecermatan, ketepatan dan efesiensi serta
efektivitas kerja. Konsentrasi dan totalitas kerja akan menjadi elemen penting
dalam melaksanakan tugas. Tanpa adanya jaminan perlindungan kerja yang
komprehensif pengawas satuan pendidikan akan bekerja dengan penuh
keraguan, kurang totalitas kerja. Dalam kondisi semacam itu, pengawas

© DEPDIKNAS 2006 97
satuan pendidikan akan sulit mengambil keputusan yang tepat terkait dengan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas profesional.

Perlindungan kerja pengawas adalah suatu bentuk atau cara menciptakan


situasi kerja yang aman dan nyaman. Perlindungan itu dapat diberikan dalam
bentuk perlindungan hukum yang dilandasi oleh aturan perundang-undangan
yang secara terprogram disusun dengan maksud untuk bisa memberikan
jaminan kepastian hukum setiap individu pengawas untuk bisa melakukan
berbagai tugas dan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Adanya jaminan kepastian hukum yang dapat memberikan perlindungan
hukum bagi setiap pengawas satuan pendidikan dalam melaksanakan
tugasnya akan menumbuhkan iklim kerja yang sehat sehingga mampu
meningkatkan produktivitas kinerja dan hasil kerjanya.

Rollomay (1989) menyatakan bahwa ada dua hal yang harus dikembangkan
untuk mendorong tumbuhkembangnya kreativitas dan produktivitas kerja.
Pertama, rasa aman psikologis (psychological safety). Kedua, kebebasan
psikologis (psychological freedom).

Rasa aman psikologis (psychological safety) dapat dibangun jika setiap


pengawas satuan pendidikan memiliki jaminan kepastian hukum atas dasar
undang-undang atau peraturan pemerintah yang dapat dijadikan pedoman
dalam menjalankan tugas profesionalnya. Selama mereka menjalankan tugas
dalam koridor tupoksi yang menjadi kewenangan sesuai dengan aturan hukum
dan tata cara kerja birokrasi yang disepakati maka pengawas satuan
pendidikan akan merasa aman secara psikologis.

Adapun yang dimaksud dengan kebebasan psikologis adalah suasana hati


yang merasa tanpa beban, tidak tertekan, tidak terintimidasi oleh lingkungan
kerja, ataupun orang lain. Kebebasan psikologis ini dapat diwujudkan jika
dalam bekerja setiap tenaga pengawas satuan pendidikan punya pedoman atau
rujukan aturan hukum perundang-undangan yang jelas dan rinci. Dengan
demikian kebebasan psikologis bukan berarti kebebasan yang tanpa batas

© DEPDIKNAS 2006 98
melainkan justru kebebasan yang terbatas pada koridor hukum dan
perundang-undangan yang menjadi acuan.

Kebebasan dan rasa aman psikologis ini menjadi modal utama dalam
meningkatkan kreativitas, inovasi dan produktivitas kerja pengawas satuan
pendidikan. Dengan rasa aman dan kebebasan psikologis itu memungkinkan
setiap pengawas satuan pendidikan dapat bekerja dengan penuh dedikasi,
tidak cemas, tidak diliputi rasa takut, dan was-wqas sehingga mampu
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif dan efisien.

Dampak lain dari rasa aman dan kebebasan psikologis adalah berkembangnya
budaya kerja yang sehat, disiplin dan produktif. Bekerja dengan rasa aman
dan bebas dapat menumbuhkan berbagai ide kreatif dan inovasi produk dalam
memberikan layanan pada stakeholder pendidikan. Hal inilah yang
menjadikan perlunya implementasi kebijakan Harlindung bagi pengawas
satuan pendidikan untuk dilakukan secara optimal.

C. Tujuan Penghargaan

1. Tujuan Umum:
Meningkatkan self esteem dan motivasi kerja pengawas satuan pendidikan
yang pada perkembangannya diharapkan memiliki dampak positif
terhadap dedikasi kerja, produktivitas kerja dan daya inovasi dalam
melaksanakan Tupoksinya secara profesional.
2. Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan harkat dan martabat pengawas satuan pendidikan
sebagai pengawas satuan pendidikan yang profesional.
b. Meningkatkan self esteem dan self confidence pengawas satuan
pendidikan dalam mengemban tanggungjawab tugas pokok dan
fungsinya sebagai pengawas profesional.
c. Meningkatkan dedikasi kerja, loyalitas dan kinerja pengawas satuan
pendidikan.

© DEPDIKNAS 2006 99
d. Membangun civil effect bagi masyarakat luas, utamanya stakeholder
pendidikan agar lebih apresiatif terhadap keberadaan pengawas satuan
pendidikan.
e. Membangun tradisi kultural untuk selalu dapat menghargai prestasi
kerja setiap pengawas satuan pendidikan sehingga menumbuhkan
iklim dan budaya kerja yang berorientasi pada dedikasi dan prestasi.

D. Prinsip Pemberian Penghargaan

Agar kegiatan pemberian penghargaan terhadap pengawas satuan pendidikan


ini dapat dilakukan sesuai dengan target yang ditetapkan maka dalam
penyelenggaraannya dilandasi oleh prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Pengganjaran: Pada prinsipnya pengawas satuan pendidikan
menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan bidang
pengawasannya. Namun dalam pelaksanaan tugas itu melibatkan dedikasi,
loyalitas dan penampilan kerja yang optimal. Mereka ini bekerja tanpa
pamrih, layak mendapatkan ganjaran (reward) sebagai wujud dari
perhatian, pengakuan, rasa terima kasih dan pujian dari Dit Tendik sebagai
institusi yang menaungi pengawas satuan pendidikan.
2. Prinsip Keadilan: pemberian penghargaan pada pengawas satuan
pendidikan harus memperhatikan prinsip keadilan. Artinya pemberian
penghargaan terhadap pengawas satuan pendidikan harus bebas dari
kepentingan kelompok atau golongan berdasarkan suku, agama, ras,
daerah, politik dan lain-lain, tetapi sepenuhnya didasarkan atas
pertimbangan keadilan berdasarkan prestasi, pengabdian, dedikasi dan
loyalitasnya dalam melaksanakan tugas kepengawasannya.
3. Prinsip Akuntabilitas: pemberian penghargaan harus didasarkan pada
hasil penilaian yang terbuka, obyektif dan jujur, dengan mengikutsertakan
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) pada proses dan hasil
kepengawasan di sekolah dalam rangka mencapai kinerja sekolah yang
efektif.

© DEPDIKNAS 2006 100


4. Prinsip Transparansi: pemberian penghargaan harus didasari oleh
kepercayaan pada kemampuan melakukan penilaian secara obyektif oleh
aparat di lapangan termasuk pihak yang berkepentingan (stakeholders),
yang langsung dapat mengamati dan mengikuti kegiatan kepengawasan.
Semua tahap penilaian dalam rangka pemeberian penghargaan harus
dilakukan secara transparan.
5. Prinsip Motivasi dan Promosi: pemberian penghargaan harus di fokuskan
pada aspek-aspek yang berhubungan dengan kinerja kepengawasan,
pengabdian, kesetiaan, disiplin, dedikasi dan loyalitas, agar berfungsi
dalam meningkatkan motivasi dan kinerjanya, sehingga berpengaruh pada
pembinaan dan pengawasan sekolah secara efektif dan efisien.
6. Prinsip Keseimbangan: pemberian penghargaan harus seimbang dalam
arti tidak hanya memberikan peluang yang tinggi bagi pengawas satuan
pendidikan yang bekerja di perkotaan yang dekat dengan pusat-pusat
pendidikan tinggi sehingga selalu terbuka kesempatan meningkatkan
kemampuan profesionalitasnya, sementara itu mengabaikan pengawas-
pengawas di desa-desa atau wilayah sulit dan terpencil. Oleh karena itu
penghargaan harus memberi kesempatan yang seimbang untuk semua
pengawas. Keseimbangan ini dapat ditempuh dengan menetapkan jenis-
jenis atau kategori penghargaan yang memungkinkan pengawas-pengawas
yang bekerja di daerah yang berbeda kondisi, fasilitas kerja, kesempatan
untuk maju dan berkembang, kondisi social ekonomi orang tua dan
masyarakat sekitarnya dan lain-lain, semuanya memiliki peluang yang
sama untuk mendapatkan penghargaan. Oleh karena itu perlu ditetapkan
Kriteria yang relevan untuk kelompok masing-masing.
7. Prinsip Demokrasi: pemberian penghargaan harus memberikan peluang
yang sama pada semua pengawas untuk berkompetisi dalam suasana
kebebasan dalam mengimplementasikan profesionalitasnya, melalui
kreatifitas, inisiatif, prakarsa dan kepeloporan dalam bekerja, sepanjang
tidak merugikan kepentingan guru, kepala sekolah, masyarakat, bangsa
dan negara.

© DEPDIKNAS 2006 101


E. Sasaran dan Ruang Lingkup Penghargaan

1. Sasaran
Sasaran pemberian penghargaan adalah:
a. Pengawas satuan pendidikan dari semua bidang pengawasan, baik
pengawas TK/SD, SMP, SMA, SMK maupun SLB.
b. Pengawas satuan pendidikan di semua jabatan pengawas yang
mencakup pengawas muda, pengawas madya, pengawas
utama/samapta.
2. Ruang Lingkup
Aspek penilaian yang dijadikan landasan pemilihan pengawas yang akan
mendapat penghargaan mencakup ruang lingkup: kualitas kepribadian,
profesionalisme dalam mengimplementasikan kompetensi kepengawasan,
hubungan dan keterampilan sosial/kemasyarakatan, prestasi, dedikasi,
disiplin, loyalitas, inisiatif dan kreatifitas dalam melaksanakan tugas
kepengawasan. Informasi mengenai aspek penilaian dapat diperoleh dari
guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya, sejawat/korwas, dan Kepala
Dinas Pendidikan setempat.

F. Jenis Penghargaan Pengawas

Penghargaan untuk pengawas satuan pendidikan hanya diberikan kepada: (1)


pengawas berprestasi dan (2) pengawas berdedikasi. Pengawas berprestasi
adalah pengawas satuan pendidikan yang secara nyata mampu meningkatkan
kinerja sekolah binaannya sehingga menjadi sekolah yang bermutu, sekolah
yang efektif, atau pengawas sekolah yang mampu melakukan inovasi pada
sekolah binaannya, atau pengawas satuan pendidikan yang memperoleh indeks
kinerja 4 dan 5. Sedangkan pengawas berdedikasi adalah pengawas satuan
pendidikan yang mempunyai komitmen dan loyalitas tinggi dalam
melaksanakan tugas kepengawasan selama kurun waktu tertentu atau bekerja
di daerah terpencil, daerah rawan bencana, daerah perbatasan dan daerah
rawan konflik. Jadi jenis penghargaan pengawas satuan pendidikan adalah:

© DEPDIKNAS 2006 102


1. Penghargaan Pengawas Berprestasi

Penghargaan pengawas berprestasi, adalah penghargaan yang diberikan


kepada pengawas satuan pendidikan yang mempunyai prestasi dalam
bidang kepengawasan yang ditunjukkan oleh keberhasilan sekolah-sekolah
yang menjadi binaannya, melalui berbagai hal, antara lain:
a. Pembaharuan (inovasi) dalam kepengawasan atau pembinaan; atau
b. Menemukan metode, prosedur atau teknik yang terkait dengan
pelaksanaan tugas kepengawasan dan pembinaan guru serta kepala
sekolah.
c. Penulisan buku yang terkait dengan pelaksanaan tugas kepengawasan
d. Pengembangan teknologi tepat guna terkait dengan pelaksanaan tugas
kepengawasan dan pembinaan sekolah binaannya.

2. Penghargaan Pengawas Berdedikasi

Penghargaan pengawas berdedikasi, adalah penghargaan yang diberikan


kepada pengawas satuan pendidikan yang mengabdikan dirinya di daerah
terpencil, daerah rawan bencana, daerah perbatasan dan daerah rawan
konflik secara berturut-turut sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun.

G. Bentuk Penghargaan

Penghargaan kepada pengawas satuan pendidikan yang dapat diberikan antara


lain berupa:
1. Pemberian medali / satya lencana dan / atau piagam / sertifikat; atau
2. Hadiah berupa uang dan/atau cinderamata; atau
3. Tugas belajar, ijin belajar dan/atau pendidikan dan pelatihan lain yang
bersifat peningkatan kualitas; atau
4. Mengikuti seminar, studi banding, pendidikan dan pelatihan/penataran
atau yang sejenis dalam rangka penyegaran dan/atau peningkatan
kemampuan profesi; atau
5. Beasiswa bagi putera/puteri pengawas; atau

© DEPDIKNAS 2006 103


6. Pengadaan fasilitas tertentu, baik sebagai barang inventaris (hak pakai)
dan/atau hak milik, seperti perumahan dan/atau alat transportasi; atau
7. Pemberian tunjangan khusus bagi pengawas satuan pendidikan yang
bertugas ke daerah terpencil atau ke daerah rawan bencana, atau ke daerah
rawan konflik, atau daerah perbatasan; atau
8. Kenaikan pangkat otomatis; atau
9. Penghargaan khusus mirip dengan ”hadiah Nobel” yang diberikan oleh
pemerintah pusat, khusus bagi pengawas yang sangat berjasa dalam
mengembangkan atau menemukan inovasi di bidang kepengawasan dan
temuannya diakui oleh pakar pendidikan.
Penghargaan tersebut di atas diberikan secara berjenjang mulai dari tingkat
kabupaten/kota, propinsi sampai tingkat pusat. Waktu pemberian penghargaan
disampaikan pada suatu upacara bersamaan dengan perayaan hari-hari
bersejarah.

H. Kriteria Penghargaan

Kriteria pemberian penghargaan bagi pengawas satuan pendidikan adalah


sebagai berikut:

1. Pengawas satuan pendidikan berprestasi diberi penghargaan, bila


menghasilkan:

a. Temuan baru dalam pengawasan dan pembinaan, seperti: (a) Metode


identifikasi masalah dan pemecahan masalah; (b) Materi pembinaan
guru, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya; dan (c) model, sistem,
pendekatan, strategi kepengawasan.
b. Teknologi tepat guna dalam bidang kepengawasan, terutama berupa
media/alat bantu untuk pemecahan masalah dan memperlancar
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kepengawasan.
c. Karya ilmiah hasil penelitian dalam bidang kepengawasan, yang
dimuat dalam jurnal nasional terakreditasi dan atau jurnal internasional
dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya.

© DEPDIKNAS 2006 104


d. Indeks kinerja pengawas satuan pendidikan sebesar 4 atau 5. dari skala
indeks kinerja 0 sampai dengan 5.

2. Pengawas satuan pendidikan berdedikasi diberi penghargaan, bila


mampu membuktikan:

a. melaksanakan tugas di daerah terpencil sekurang-kurangnya selama 5


(lima) tahun berturut-turut, atau selama 8 (delapan) tahun terputus-
putus, dengan melampirkan bukti-bukti otentik dan hasil kinerjanya;
atau
b. melaksanakan tugas di daerah terpencil atau daerah rawan bencana,
atau daerah rawan konflik, atau daerah perbatasan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun secara berturut-turut, atau bertugas selama 8
(delapan) tahun secara tidak berturut-turut, dengan melampirkan bukti-
bukti otentik dan hasil kinerjanya.

I. Mekanisme Penghargaan

Penghargaan bagi pengawas satuan pendidikan yang berprestasi terbaik pada


setiap tahun, aras nasional diberikan oleh Presiden, dan pada aras propinsi
diberikan oleh Gubernur, pada aras kabupaten/kota diberikan oleh
Bupati/Walikota pada waktu Hari Pendidikan, Hari Kemerdekaan atau Hari
Jadi Propinsi/ kabupaten/kota. Mekanisme lebih lanjut tentang proses
pemberian penghargaan sebagai pengawas berprestasi mengikuti aturan dan
ketentuan yang dirumuskan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan tahun 2006.

J. Perlindungan

Pengawas satuan pendidikan sebagai tenaga profesional yang berhimpun


dalam organisasi profesi (APSI) berhak mendapat perlindungan hukum dalam
rangka memberikan penjaminan mutu layanan tugasnya kepada stakeholder,
masyarakat dan pemerintah, sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Oleh
sebab itu, pemerintah berkerja sama dengan organisasi profesi pengawas
(APSI) berkewajiban memberikan pembinaan, pengawasan termasuk sanksi

© DEPDIKNAS 2006 105


jika diperlukan dan pengendalian mutu layanan/pelaksanaan tugas dan
tanggungjawabnya.

Bagi pengawas yang terlibat masalah hukum, diberikan pendampingan


hukum/advokasi oleh LKBH Tendik. Perlindungan profesi pengawas satuan
pendidikan dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

© DEPDIKNAS 2006 106


BAB X
PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN

A. Pemberhentian

Jabatan pengawas adalah jabatan profesional, sehingga perlu diadakan


penilaian, pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan. Dengan
demikian tidak tertutup kemungkinan adanya pengawas yang tidak memenuhi
persyaratan profesional. Bagi pengawas yang tidak memenuhi persyaratan
tersebut, tidak layak untuk dipertahankan selamanya dalam jabatan pengawas.
Dengan kata lain tidak tertutup kemungkinan untuk diberhentikan dari
jabatannya sebagai pengawas.

Pemberhentian pengawas satuan pendidikan dalam masa tugasnya dilakukan


apabila yang bersangkutan:

1. melanggar kode etik pengawas, dan telah mendapatkan keputusan tetap


dari Dewan Kehormatan Organisasi Profesi Pengawas,
2. tidak memenuhi persyaratan (kelayakan) sebagai pengawas profesional
walaupun telah diberikan pembinaan, pelatihan, pendampingan secara ber-
kelanjutan,
3. mengundurkan diri karena alasan kesehatan atau alasan lainnya yang sah
dan dapat dipertanggung jawabkan,
4. pindah atau alih jabatan pada profesi lain baik promosi maupun mutasi
berdasarkan ketentuan yang berlaku,
5. cacat fisik dan atau mental sehingga tidak dapat melaksanakan tugas
profesinya,
6. meninggal dunia,
7. terlibat tindakan melawan hukum yang diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pegawai negeri sipil secara simultan.

Ketentuan di atas pada hakekatnya sejalan dengan pemberhentian pengawas


sebagai pegawai negeri sipil sebagaimana diatur dalam PP Nomor 32 Tahun
1979. Pemberhentian dapat dibedakan atas:

© DEPDIKNAS 2006 107


1. Pemberhentian atas permintaan sendiri.
2. Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun (BUP).
3. Pemberhentian karena adanya penyederhanaan organisasi.
4. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani atau rohani.
5. Pemberhentian karena meninggalkan tugas minimal 3 (tiga) bulan
berturut-turut.
6. Pemberhentian karena meninggal dunia atau hilang, dan tidak diketahui
penyebabnya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
7. Pemberhentian karena melakukan pelanggaran/tindak pidana
penyelewengan
8. Pemberhentian sementara karena alasan-alasan sebagai berikut:
a. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan pengawas oleh pemerintah.
b. Mendapat tugas belajar lebih dari enam tahun.
c. Terkena hukuman disiplin pegawai dengan tingkat sedang dan berat.
d. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan
peraturan yang berlaku.
e. Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk cuti persalinan ke tiga
dan seterusnya.

Untuk pemberhentian pengawas satuan pendidikan karena tidak cakap jasmani


atau rohani, kepada pengawas sebagai pegawai negeri sipil, dapat diberikan
hak cuti sebelum diberhentikan dengan klasifikasi sebagai berikut;

1. Cuti sakit diberikan kepada pengawas sebagai pegawai negeri sipil.


2. Setiap pengawas satuan pendidikan yang sakit lebih dari 1 (satu) atau 2
(dua) hari harus memberitahukan kepada atasannya baik secara tertulis
maupun dengan pesan melalui orang lain.
3. Pengawas satuan pendidikan yang sakit lebih dari dua hari sampai dengan
empat belas hari harus mengajukan permintaan cuti sakit secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang memberi cuti sakit dengan melampirkan
surat keterangan dokter pemerintah/swasta.

© DEPDIKNAS 2006 108


4. Cuti sakit diberikan paling lama satu tahun dapat ditambah paling lama
enam bulan berikutnya. Jika belum sembuh dari penyakitnya, ia harus diuji
kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk Menteri Kesehatan. Jika
ternyata dari hasil pemeriksaan dokter dinyatakan tidak ada harapan
sembuh lagi, maka pengawas satuan pendidikan tersebut diberhentikan
dengan hormat dan memperoleh hak kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5. Selain ketentuan di atas pengawas satuan pendidikan dapat diberikan cuti di
luar tanggungan negara. Cuti di luar tanggungan negara diatur dengan ketentuan:
a. Cuti di luar tanggungan negara bukan hak pengawas satuan pendidikan sebagai
pegawai negeri sipil, tetapi dapat diberikan untuk kepentingan pribadi yang
mendesak, misalnya pengawas satuan pendidikan wanita yang mengikuti
suaminya yang ditugaskan pemerintah ke luar negeri.
b. Cuti di luar tanggungan negara ini diberikan kepada pengawas satuan
pendidikan yang telah bekerja secara terus-menerus selama lima tahun.
c. Cuti di luar tanggungan negara diberikan paling lama tiga tahun secara
berturut-turut, tetapi kalau belum cukup dapat diperpanjang satu tahun lagi.
d. Cuti di luar tanggungan negara baru bagi pengawas satuan pendidikan dapat
dilaksanakan setelah ada persetujuan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
e. Selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara pengawas satuan
pendidikan yang bersangkutan tidak mendapat gaji dan tidak diperhitungan
masa kerjanya, serta tidak mumpunyai hak untuk kenaikan pangkat.
f. Apabila melebihi ketentuan tersebut di atas, pengawas satuan pendidikan yang
bersangkutan diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil karena dianggap
meninggalkan tugas.

B. Pensiun

© DEPDIKNAS 2006 109


Pengawas satuan pendidikan yang tidak dapat bekerja lagi sebagai pengawas
disebabkan mengalami cacat fisik dan atau cacat mental, tidak layak menjadi
pengawas dan tidak bekerja lagi sebagai PNS, dapat dikenakan pensiun dini.
Sedangkan pengawas satuan pendidikan yang bekerja mencapai usia 60 tahun
tanpa cela, dan memiliki masa kerja sebagai PNS selama minimal 10 tahun
berhak mendapatkan hak pensiun sesuai dengan peraturan yang berlaku di
lingkungan PNS (PP No. 32 tahun 1979. Surat Edaran Kepala BAKN No.
02/SE/1987, tanggal 8 Januari 1987).

Pemensiunan bagi seorang pengawas satuan pendidikan sebagai pegawai negeri


sipil adalah pemberian jaminan hari tua dan sebagai penghargaan kepada
pengawas satuan pendidikan yang selama bertahun-tahun bekerja dan mengabdi
untuk kepentingan bangsa dan negara.

Pensiun bagi pengawas satuan pendidikan dapat diberikan karena: (1) batas
usia pensiun (BUP), dan (2) non batas usia pensiun (Non BUP) yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979. Batas usia pensiun
normal bagi pengawas satuan pendidikan sebagai PNS adalah 56 tahun.
Namun atas pertimbangan kebutuhan tenaga pengawas maka batas usia
pensiun bagi para pengawas satuan pendidikan dapat diperpanjang sampai
dengan 60 tahun. Khusus untuk pengawas satuan pendidikan yang telah
menduduki jabatan Pengawas Utama (Samapta) dapat diperpanjang batas usia
pensiunnya sampai dengan mencapai usia 65 tahun, dengan ketentuan:

1. Perpanjangan batas usia pensiun pengawas satuan pendidikan dari usia 60


tahun ke 65 tahun diberikan atas dasar permintaan yang bersangkutan dan
kebutuhan daerah, serta disetujui oleh Kepala Dinas Pendidikan.
2. Permohonan perpanjangan masa dinas di atas diajukan kepada BKD
selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sebelum pengawas Samapta
yang bersangkutan mencapai usia 60 tahun.
3. Permintaan yang diajukan dilampiri hasil uji kesehatan dari pihak yang
berwenang untuk itu.

© DEPDIKNAS 2006 110


Dana pensiun yang dipakai untuk menentukan besarnya pensiun berpedoman
pada gaji pokok (gaji pokok terakhir/gaji pokok tambahan peralihan) terakhir
sebulan yang berhak diterima oleh pegawai yang berkepentingan berdasarkan
peraturan yang berlaku.

Pengawas satuan pendidikan berhak mengajukan pensiun dini apabila:

1. Telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan mempunyai masa


kerja sebagai PNS sekurang-kurangnya 20 tahun.
2. Di luar usia 50 tahun, pengawas satuan pendidikan berhak pensiun dini
apabila mempunyai masa kerja sebagai pengawas sekurang-kurangnya 4
tahun, dan oleh Tim Penguji Kesehatan PNS dinyatakan tidak dapat
bekerja lagi dalam jabatan apapun, juga karena alasan keadaan jasmani
atau rohani yang menyebabkan ia tidak mampu lagi melaksanakan tugas
dan kewajiban sebagai pengawas.
3. Dalam keadaan tertentu yang diatur oleh perundang-undangan, pengawas
satuan pendidikan dapat dipensiun dini secara terhormat sebagai PNS atau
dari jabatan Negara karena alasan: (1) rasionalisasi kepegawaian, (2)
kelebihan jumlah pengawas, (3) alih fungsi pada profesi lain atas inisiatif
pemerintah.

Perhitungan besarnya uang pensiun yang diterimakan tiap bulan diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:

1. Pensiun sebulan sebanyak-banyaknya adalah 75% dan sekurang-


kurangnya 40% dari besarnya gaji pokok pada pangkat dan golongan
terakhir. Angka prosentase itu diperoleh dari perkalian antara masa kerja
dengan 2,5% sebagai indek dasar penghitungan besarnya uang pensiun.
2. Bagi pengawas satuan pendidikan yang mengalami keuzuran
jasmani/rohani sehingga tidak dapat melaksanakan Tupoksinya maka
besaran pensiun yang diterimakan adalah 75% (pensiun penuh).
3. Besaran uang pensiun pengawas satuan pendidikan yang diterima oleh
pensiunan berindeks minimal (40%) tidak boleh kurang dari ketentuan gaji
pokok terendah yang sedang berlaku.

© DEPDIKNAS 2006 111


Persyaratan pengajuan pensiun sebagai pengawas satuan pendidikan dilakukan
secara aktif oleh yang bersangkutan dengan mengajukan surat permintaan
kepada Kepala BKN/BKD dilengkapi dengan:
1. Salinan dan surat keputusan pemberhentian sebagai pengawas satuan
pendidikan
2. Daftar riwayat pekerjaan disusun/disahkan oleh pejabat yang berwenang
untuk memberhentikan pengawas yang bersangkutan.
3. Surat keterangan dari pengawas yang bersangkutan menyatakan bahwa
semua surat-surat baik asli atau kutipan, dan barang-barang lainnya milik
negara yang ada padanya telah diserahkan kepada yang berwajib (UU No.
11 tahun 1969).
Pemberian hak pensiun bagi pengawas satuan pendidikan diberikan mulai
bulan berikutnya setelah memperoleh SK Pensiun. Hak pensiun pengawas
satuan pendidikan yang meninggal dunia diberikan hak pensiun janda/duda
dari pengawas yang bersangkutan, sepanjang menjadi isteri/suami sah secara
hukum negara. Jumlah besaran pensiun janda/dudanya adalah 36% dari hak
pensiun yang diterima sebelum meninggal dunia, dengan ketentuan:
1. Kalau terdapat lebih dari seorang yang berhak mendapat pensiun janda,
jumlah pensiun janda sebesar 36% itu dibagi rata untuk masing-masing
isteri.
2. Jumlah besaran pensiun janda/duda sebesar 36% itu tidak boleh kurang
dari 75% dari gaji pokok terendah yang berlaku saat ini.
3. Hak pensiun pengawas satuan pendidikan yang meninggal dunia dan tidak
mempunyai istri atau suami hak pensiun janda/dudanya diberikan kepada
anak-anaknya, sampai berusia 20 tahun.
4. Apabila seorang pensiun janda/duda dari pengawas satuan pendidikan
tidak meninggalkan suami/isteri/anak yang berhak menerima pensiun
janda/duda, maka kepada orang tua almarhum diberikan pensiun orang
tua. Apabila tidak ada ayah-ibu kandung dari almarhum tersebut, Pedoman
pengurusan Pensiun PNS janda/dua diatur dengan surat Edaran Bersama

© DEPDIKNAS 2006 112


Kepala BKN/BKD dan Direktoran Jenderal Anggaran No. 10/SE/1980,
dan SE-1-16, DKJ/I-0/3/1980.

© DEPDIKNAS 2006 113


BAB XI
PENUTUP

Standar Mutu Pengawas Sekolah yang dijelaskan dalam naskah ini berisi
program dan kegiatan yang akan dilaksanakan Direktorat Tenaga Kependidikan
Ditjen PMPTK dalam rangka meningkatkan mutu tenaga kependidikan khususnya
tenaga pengawas satuan pendidikan/sekolah. Ada beberapa komponen utama yang
menjadi fokus perhatian dalam peningkatan mutu tenaga pengawas satuan
pendidikan. Komponen tersebut adalah hakekat kepengawasan, tugas pokok dan
fungsi, kualifikasi rekruitmen dan seleksi, kompetensi dan sertifikasi, kinerja dan
hasil kerja, pembinaan karir, pendidikan dan latihan, penghargaan dan
perlindungan serta pemberhentian dan pensiun.
Walaupun isi naskah ini ditulis berdasarkan data dan informasi yang dijaring
dari lapangan melalui pengawas sekolah di enam kabupaten/kota di pulau Jawa
dan dari wakil-wakil APSI seluruh propinsi di Indonesia, masih dimungkinkan
adanya penyempurnaan dan perbaikan agar naskah ini lebih sahih dan
komprehensif. Untuk itu kepada berbagai pihak yang menaruh perhatian terhadap
standar mutu tenaga pengawas diharapkan bisa memberikan masukkan, saran dan
koreksinya guna penyempurnaannya. Selain itu naskah ini masih memerlukan
pengujian lebih lanjut secara empiris untuk mengetahui keterandalannya sehingga
program peningkatan standar mutu pengawas bisa dilaksanakan tanpa kendala
yang berarti.

© DEPDIKNAS 2006 114


DAFTAR PUSTAKA

Abutarya, E. (2003). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar. Badan Diklat


Depdagri & Diklat Depdiknas.

………………. (2003a). Pemantauan Penilaian dan Pelaporan dalam Diklat


Pengantar Sekolah, Badan Diklat Depdagri & Diklat Depdiknas.

Bell, D. (2004). Ofsted Strategic Plan 2005 to 2008. London: Ofsted

Brown, S., Raleigh, M., & Shippam. (2005). The New Inspection Arrangements.
London: Ofsted.

Burhanudin. (1990). Analisis Administrasi Manajemen Dan Kepemimpinan


Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Crown. (2005). Every Child Matters: Frame work for the Inspection of Schools in
England From September 2005. London: Ofsted.

Crown. (2005.a). Independent Schools Council Inspection 2004/2005. London:


Ofsted.

Crown. (2005.b). Conducting the Inspection: Guidance for Inspectors of Schools.


London: Ofsted.

Danim, S. (2002). Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme


Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia

Departement for Education and Skills. (2005). A New Relationship with Schools.
London: Ofsted.

Depdiknas. (2002). Mengelola Ketenagan Tingkat Kabupaten/ Kota. Jakarta:


Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas. (2002.a). Manajeman Tenaga Kependidikan. Jakarta: Dirjen


Dikdasmen.

Dirjen PMPTK. (2005) Standar Kompetensi Pengawas Sekolah TK/SD


Matapelajaran/Rumpun Matapelajaran. Jakarta: Dirjen PMPTK.

Dollansky, T., (tth.). Rural Saskatchewan Elementary K-6 Teachers' Perceptions


of Supervision and Professional Development.
http://www.ssta.sk.ca/research/ leadership/ 98-04.htm seperti yang
diterima pada 21 Mar 2006 06:38:53 GMT

Fajar, M. (1993). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Aditya


Media.

© DEPDIKNAS 2006 115


Glickman, C. D. (1990). Supervision of instruction: A developmental approach.
(2nd ed.). Boston: Allyn & Bacon.

Glickman, C.D., (1981).  Developmental supervision:  Alternative practices for


helping teachers improve instruction.  Alexandria, VA  Association of
Supervision and Curriculum Development.

Holmes. (tth.). School Inspection (A teacher's guide to preparing, surviving and


evaluating Ofsted inspection). Buckingham. Philadelphia: Open University
Press.

Hoy, W. K., & Forsyth, P. B. (1986). Effective supervision: Theory into practice.
New York: Random House.

Jonasson, H.G. (1993). Effective schools link professional development, teacher


supervision and student learning. Canadian School Executive, 12, 18-21.

Keputusan bersama Mendikbud nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan


Administrasi Kepegawaian Negara nomor 38 tahun 1996 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. No. 118/1996 tentang


Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Jakarta:
Dirjen Dikdasmen.

Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan


Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah Dan Angka Kreditnya.

Law dan Glover. (2000). Educational Leadership and Learning. Buckingham.


Philadelphia: Open University Press.

Mahnuri. (2003). Penulisan Program Pengawas Sekolah. Badan Diklat Depdagri


& Diklat Depdiknas.

Mantja, W. (2001). Organisasi dan Hubungan Kerja Pengawas Pendidikan.


Makalah disampaikan dalam Rapat Konsultasi Pengawasan antara
Inspektorat Jendral Departemen Pendidikan Nasional dengan Badan
Pengawasan Daerah di Solo, tanggal 24 s/d 28 September 2001.
Muid, F. (2003). Standar Pelayanan Pendidikan. Badan Diklat Depdagri
& Diklat Depdiknas.
Pandong, A. (2003). Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas. Badan Diklat
Depdagri & Diklat Depdiknas.
Pandong, A. (2003). Jabatan Fungsional Pengawas. Badan Diklat
Depdagri & Diklat Depdiknas.

© DEPDIKNAS 2006 116


Matthews, P. and Smith, G. (1995). OFSTED: Inspecting schools and
improvement through inspection. Cambridge Journal of Education, 25,
1:23-34.

Muid, F. (2003). Standar Pelayanan Pendidikan. Badan Diklat Depdagri & Diklat
Depdiknas.

Ofsted. (1992a-2001a). Handbook for the Inspection of Schools. (successive


annual versions). London: Ofsted.

Ofsted. (1992b-2001b). Framework for the Inspection of Schools. (successive


annual versions). London: Ofsted.

Ofsted. (2001c). Leadership in Schools. In the Knowledge Pool at National


College for School Leadership. London: Ofsted.

Ofsted. (2001d). Improving inspection, improving schools. Consultation on future


arrangements for school inspection. London: Ofsted.

Ofsted. (2003). Inspecting schools Framework for inspecting schools. London:


Office for Standards in Education.

Ofsted. (2005). Ofsted inspection of teacher education. London: Office for


Standards in Education.

Pandong, A. (2003). Jabatan Fungsional Pengawas. Badan Diklat Depdagri &


Diklat Depdiknas.

Pandong, A. (2003a). Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas. Badan Diklat Depdagri
& Diklat Depdiknas.

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan


sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun
2000. Jakarta: Dirjen PMPTK.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.


Jakarta: Sinar Grafika

Robins, S.P. (1984). Management: Concepts and Practices. Englewood Cliffs:


Prentice-Hall

Sahertian, P.A. (2000). Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Bineka Cipta.

Sapari, A. (2003). Otonomi Sekolah dalam Multitafsir. Portal Pendidikan


SMUnet. o v x y z www.smu-net.com

© DEPDIKNAS 2006 117


SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Dan
Angka Kreditnya.

Subijanto. (2003). Pemantauan Tenaga Kependidikan TK, SD dan SDLB Di


Kabupaten Badung Propinsi Bali. Jurnal pendidikan dan kebudayaan edisi
38.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.

Wang, M. Haertel, G. and Walberg, H. (1993). Towards a knowledge base for


school learning. Review of Educational Research, 63 (3), p.249-294.

Wolfgang, C.H., & Glickman, C.D. (1980).  Solving discipline problems: 


Alternative strategies for teachers.  Boston:  Allyn & Bacon.

© DEPDIKNAS 2006 118

Anda mungkin juga menyukai