Anda di halaman 1dari 15

PERAWATAN LUKA

TUJUAN

1. Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan luka 
2. Melindungi luka dari kontaminasi
3. Dapat menolong hemostasis (bila menggunakan elastis verban)
4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5. Menurunkan pergerakan dan trauma
6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan 

PERALATAN 
 Alat-alat steril 
1. Pinset anatomis 1 buah 
2. Pinset sirugis 1 buah
3. Gunting bedah/ jaringan 1 buah
4. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
5. Kassa desinfektan dalam kom tertutup
6. Sarung tangan (Handschoon) 1 pasang
7. Korentnag/ forcep 
 Alat-alat non steril 
1. Gunting verban 1 buah
2. Plester
3. Pengalas
4. Pinset anatomi 1 buah
5. Kom kecil 2 buah bila dibutuhkan
6. Nierbeken 2 buah
7. Kapas alkohol
8. Aceton/bensin
9. Larutan NaCl 0,9%
10. Larutan savlon
11. Larutan H2O2
12. Larutan Boor Water (BWC)
13. Bethadine
14. Sarung tangan 1 pasang
15. Masker
16. Kantong plastik/baskom untuk tempat sampah

PROSEDUR PELAKSANAAN 

Tahap PraInteraksi 
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Mencuci tangan 
3. Menempatkan alat didekat pasien dengan benar

 Tahap orientasi 
1. Memberi salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

 Tahap Kerja 
1. Menutup sampiran
2. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
3. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
4. Letakkan pengalas dibawah area luka
5. Letakkan nierbeen didekat pasien 
6. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan menggunkan pinset anatomi,
Buang balutan bekas kedalam nierbeken. Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara
melepaskan ujungnya dan menahan kulit di bawahnya, setelah itu tarik secara perlahan sejajar
dengan kulit dan kearah balutan. Bila masih terdapat sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan dengan
aceton/ bensin
7. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat balutan dengan berlahan
8. Letakkan balutan kotor ke nierbeken lalu buang ke kantong plastik, hindari kontaminasi dengan
permukaan luar wadah
9. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
10. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
11. Membersihkan luka sesuai denganjenis lukanya apakah luka bersih atau kotor serta sejenisnya.*
12. Menutup luka dengan cara tertentu sesuai keadaan luka*
13. Plester dengan rapi
14. Buka sarung tangan dan masukkan kedalam nierbeken
15. lepaskan masker
16. Atur dan rapikan posisi pasien
17. Buka sampiran
18. Evaluasi keadaan umum pasien
19. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan rapi

Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat-alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
7. Dokumentasikan tindakan dalam catatan keperawatan

Injeksi
Definisi injeksi intra vena

Injeksi inta vena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena
menggunakan spuit. Pemberian obat melalui intra vena merupakan pemberian obat yang sangat berbahaya
karena obat tersebut bereaksi dengan cepat karena obat masuk dalam sirkulasi secara langsung.

Tujuan injeksi intra vena

1. Untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi dari pada dengan injeksi lain
2. Untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan 
3. Untuk pengambilan sampel uji laboratorium

Tempat injeksi intravena

1. Pada kepala ( vena frontalis atau vena temporalis )


2. Pada leher ( vena jugularis )
3. Pada lengan ( vena basilika dan vena sefalika )
4. Pada tungkai ( vena saphenous )

Indikasi injeksi intravena

1. Pasien yang membutuhkan agar obar cepet di absorbsi oleh jantung


2. Pasien yang teru menerus muntah-muntah 
3. Pasien yang tidak diperkenankan masuk apapun melalui oral
4. Sesak nafas
5. Typoid
6. Epilepsi atau kejang-kejang

Bahaya injeksi intravena

1. Pasien alergi terhadap obat (misal urticaria, shock, collap, menggil dll)
2. Pada bekas suntikan dapat terjadi apses nekrose atau hematoma

Tahap kerja 

A. Persiapan Alat 

1. Baki / bak instrumen 


2. Aquades (bila perlu)
3. Disposable spuit sesui kebutuhan 
4. Kapas alkohol / alkohol swab
5. Obat yang dibutuhkan sesui order
6. torniquet
7. Bengkok
8. Sarung tangan / handscoond
9. pengalas

B. Persiapan Pasien

1. Lakukan tindakan dengan 5s (senyum salam sapa sopan santun)


2. Lakukan perkenalan diri dan identifikasi pasien
3. Jelaskan maksud dan tujuan tindakan dan buka kalimat terbuka
4. Jelaskan prosedur tindakan 
5. Buat infrom consent

C. Persiapan Lingkungan 

1. Jaga privasi pasien dengan measang sampiran / sketsel


2. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman 

D. Pelaksanaan Tindakan

1. Cuci tangan 6 langkah


2. Pakai sarung tangan dan dekatkan alat-alat
3. Pasang perlak dan pengalas  
4. Isi disposable spuit dengan obat yang telah ditentukan, kemudian ganti dengan jarum yang baru             
dan pastikan tidak ada udara dalam disposable spuit
5. Tentukan lokasi injeksi dan disenfeksilah permukaan kulit dengan kapas alkohol / alkohol swab
6. Pasang torniquit pada bagian atas daerah yang akan disuntik
7. Beritahu pasien akan di di suntik
8. Tarik permukaan kulit ke arah bawah, tusukkan jarum di atas vena dengan sudut 15 derajat sambil         
di aspirasi. Jika keluar darah lepeas torniquit dan obat masukan perlahan-lahan sambil operasi               
denyut nadi pasien
9. Cabut jarum spuit jika obat sudah masuk semua
10. Bekas tusukan jarum tekan menggunakan kapas alkohol / alkohol swab
11. Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai
12. Rapikan pasien 
13. Bereskan alat dan lepas sarung tangan 
14. Cuci tangan

E. Evaluasi 

1. Dokumentasi tindakan ( catat tanggal dan waktu pelaksanaan )


2. Dokumentasi hasil tindakan dan respon pasien
Leopold
Pemeriksaan Leopold dilakukan untuk membantu dokter atau bidan menyarankan cara persalinan yang tepat.
Selain itu, pemeriksaan ini dapat membantu memperkirakan usia kehamilan, serta ukuran dan berat bayi
dalam kandungan.

Tahapan Pemeriksaan Leopold


Sebelum pemeriksaan, Bunda akan diminta untuk buang air kecil guna mengosongkan kandung kemih. Hal ini
dilakukan agar Bunda lebih nyaman saat proses perabaan perut dengan metode Leopold dilakukan.
Selanjutnya, Bunda akan diminta berbaring telentang dengan kepala sedikit ditinggikan, lalu dokter atau bidan
akan meraba perut Bunda dengan empat langkah berikut:

Leopold 1
Dokter menempatkan kedua telapak tangan di bagian atas perut untuk menentukan letak bagian tertinggi
rahim. Kemudian dokter meraba perlahan area ini untuk memperkirakan bagian tubuh bayi yang berada di
sana.
Kepala bayi akan teraba keras dan bentuknya bundar. Sedangkan bokong bayi, akan terasa seperti objek
besar dengan tekstur lembut. Pada sekitar 95% kehamilan, posisi bokong berada di bagian tertinggi rahim ini.

Leopold 2
Pada tahap Leopold 2, kedua telapak tangan dokter akan meraba perlahan kedua sisi perut Bunda, tepatnya di
area sekitar pusar. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui bayi Bunda menghadap ke kanan atau ke kiri.
Caranya adalah dengan membedakan letak punggung bayi dan anggota tubuh lain. Punggung bayi akan
terasa lebar dan keras. Sedangkan, bagian tubuh lain akan terasa lebih lembut, tidak beraturan dan dapat
bergerak.

Leopold 3
Di pemeriksaan Leopold tahap 3, dokter akan meraba bagian bawah perut Bunda menggunakan jempol dan
jari-jari dari salah satu tangannya saja (tangan kanan atau tangan kiri).
Mirip dengan Leopold 1, cara ini bertujuan untuk memastikan bagian tubuh bayi yang berada di bagian bawah
rahim. Bila teraba keras, berarti kepala. Namun bila terasa seperti objek bergerak, berarti tungkai atau kaki.
Jika teraba kosong, bisa jadi bayi berada dalam posisi melintang dalam rahim. Tahap perabaan ini juga bisa
membantu dokter memperkirakan berat bayi dan volume air ketuban.

Leopold 4
Pada tahap terakhir, dokter akan meraba bagian bawah perut Bunda dengan kedua telapak tangannya. Cara
ini dapat membantu dokter mengetahui apakah kepala bayi sudah turun sampai rongga tulang panggul (jalan
lahir) atau masih di area perut. Bila sudah masuk penuh sampai rongga panggul, seharusnya kepala bayi akan
sulit atau tidak lagi bisa diraba.
Selanjutnya, pemeriksaan Leopold juga umum diikuti dengan pemeriksaan tekanan darah ibu serta detak
jantung bayi, dan menjelang persalinan, dokter mungkin juga akan
melakukan pemeriksaan Cardiotocography (CTG).
Pemeriksaan Leopold merupakan cara sederhana untuk memperkirakan posisi bayi dengan teknik perabaan
seperti penjelasan di atas. Meski begitu, tingkat akurasi pemeriksaan ini bisa bervariasi, sehingga mungkin
diperlukan pemeriksaan lain  untuk memastikan kondisi bayi, seperti USG.
Pemeriksaan kehamilan rutin ke dokter kandungan penting untuk dijalani agar kondisi kesehatan Bunda dan Si
Kecil dapat terpantau. Dengan pemeriksaan rutin selama kehamilan, termasuk pemeriksaan Leopold, dokter
dapat memantau kondisi serta posisi janin, sehingga dapat menentukan metode persalinan yang terbaik.
SOP Pemasangan Kateter Pada Laki-Laki dan Wanita

Pengertian Kateter

Kateter atau foley kateter adalah alat medis yang digunakan untuk melancarkan pengeluaran air kencing (urin).
Kateter dapat terbuat dari bahan Polyetheline, Nylon, Logam, Karet, dan Silicon. Bahan yang dipakai harus
disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya kateter yang berbahan silicon digunakan untuk waktu pemakaian
jangka panjang, sedangakan kateter yang berbahan karet hanya bisa dipakai dalam jangka waktu yang
pendek.

Bentuk kateter lurus dan elastis, namun Salah satu ujung kateter berbentuk cabang, dimana satu cabang
terdapat sebuah gelembung dan satu cabang lagi untuk keluarnya air urin. (Lihat gambar kateter di google)

Indikasi Pemasangan Kateter

1. Pemasangan Kateter digunakan pada pasien post operasi. Tujuan pemasangan kateter pada pasien
post operasi yaitu agar pasien istirahat secara total. Selain itu, pemasangan kateter juga ditujukan
untuk irigasi atau pengeluaran sisa darah di sistem eliminasi.
2. pemasangan kateter digunakan untuk orang yang mengalami gangguan eliminasi. Seperti susah
buang air kecil atau terjadinya distensi vesika urinaria, sehingga urin dapat keluar dengan lancar
seperti sediakala.
3. Pemasangan kateter dilakukan pada orang yang akan melalui pemeriksaan urin. Seperti mengukur
jumlah urin harian, melihat warna urin, dan sebagainya. Sehingga hasil ini dapat dijadikan sebagai
dasar dalam mendirikan diagnosa penyakit.
Tujuan Pemasangan Kateter

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa tujuan dari pemasangan kateter foley ini yaitu untuk
melancarkan eliminasi (pengeluaran urin) seseorang. Sehingga, antara input (konsumsi) air dan output
(pengeluaran) air dapat berlangsung secara normal. Tujuan lainnya adalah untuk membersihkan sisa-sisa
darah post operasi.

Ukuran Kateter Foley

Ukuran kateter pada anak tentu akan berbeda dengan ukuran kateter orang dewasa, begitu juga ukuran
kateter untuk wanita akan berbeda dengan ukuran kateter untuk pria.

Dalam mengukur kateter foley, satuan yang digunakan adalah french, jadi 1 french itu sama dengan 1/3 dari
mm. Jika ukuran kateter adalah 18 french, itu berarti ukuran luar atau diameter kateternya sebesar 6mm.

Ukuran kateter anak umumnya berkisar antara 8 sampai 10 French. Lalu, Ukuran kateter untuk wanita dewasa
berkisar antara 14 sampai 16 french, dan ukuran kateter pria (laki-laki) dewasa yaitu 16 sampai 18 french.

Perlu diingat bahwa dalam menentukan ukuran kateter, Tidak harus sesuai dengan ukuran uretra seseorang.

Prosedur Pemasangan Kateter

Persiapan Alat

Berikut ini peralatan yang kamu butuhkan :

 Baki
 Kantong penampung urine (Urine Bag).
 Kateter steril, ukuran disesuaikan dengan pasien.
 Kassa.
 Cairan pelumas/jelly.
 Kapas sublimat/kapas savlon steril dalam tempatnya.
 Perlak dan alasnya.
 Korentang.
 Pinset anatomi atau sarung tangan steril.
 Duk steril.
 Sketsel.
 Bengkok 2 buah (untuk kapas kotor dan penampung urine.
 Spuit 10-20 cc dan aquabides.
 Plester atau gunting.
 Selimut ekstra.
Persiapan Pasien

Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan dan posisikan pasien sesuai dengan jenis kelamin.
Posisi pemasangan kateter pada pria yaitu berbaring dengan kaki diluruskan, sedangkan pemasangan kateter
pada wanita yaitu dengan posisi dorsal recumbent (Seperti melahirkan).

Persiapan Lingkungan

Pastikan lingkungan nyaman, Tutup jendela / Pintu / Sampiran kamar tidur. Pastikan untuk menjaga privacy
pasien.

Tindakan

1. Pasang ekstra selimut.


2. Perlak dan alasnya dipasang di bawah bokong dan lepas pakaian.
3. Meletakkan dua bengkok diantara kedua tungkai.
4. Mencuci tangan.
5. Pakai sarung tangan.
6. Memasang duk steril.
7. Tahapan Selanjutnya, pemasangan dibedakan berdasarkan jenis kelamin, berikut uraian lebih
jelasnya.

Pemasangan Kateter Pada Pasien Perempuan :

 Membuka labia minora dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, dan tangan kanan
memengang kapas sublimat.
 Membersihkan vulva dengan kapas savlon/sublimat dari labia mayora dari atas
kebawah 1 kali usap, kapas kotor diletakkan dibengkok, kemudian labia minora, dan
perineum sampai bersih (sesuai kebutuhan) .
 Dengan memakai sarung tangan atau dengan pinset anatomis mengambil kateter dan diberi pelumas
pada ujungnya 2.5-5 cm.
 Perawat membuka labia minora dengan tangan kiri.
 Memasukkan kateter ke dalam orificium uretra perlahan-lahan (5-7.5 cm dewasa) dan menganjurkan
pasien untuk menarik nafas panjang.
 Urine yang keluar ditampung dalam bengkok atau botol steril dan masukan lagi.
 Bila kateter dipasang tetap/permanen maka, isi balon 5-15 cc (kateter dikunci memakai spuit dan
aquades steril).
 Tarik sedikit kateter untuk memeriksa bolan sudah terfiksasi dengan baik.
 Menyambung kateter dengan urobag/urine bag.
 Fiksasi kateter di paha dengan plester bila untuk aktifitas.
 Pasien dirapikan dengan angkat pengalas dan selimut.
 Rapikan dan alat-alat dibereskan.
 Lepas sarung tangan.
 Mencuci tangan.
 Buka sampiran.

Pemasangan Kateter Pada Pasien Pria atau Laki-Laki :

 Tangan kiri perawat memegang penis atas.


 Preputium ditarik sedikit ke pangkalnya dan dibersihkan dengan kapas savlon minimal 3 kali.
 Oleskan minyak pelicin pada ujung kateter sepanjang 12.5-17.5 cm.
4. Penis agak ditarik supaya lurus, dan kateter dimasukkan perlahan-lahan (17.5-22 cm (dewasa) dan
menganjurkan pasien untuk nafas panjang.
 Urine yang keluar ditampung dalam bengkok atau botol steril lalu masukkan lagi 5 cm.
 Bila kateter dipasang tetap/permanen maka kateter dikunci memakai spuit dan
aquabides steril (mengisi balon)
 Menyambung kateter dengan urobag/urine bag.
 Fiksasi kateter di paha dengan plester bila untuk aktifitas.
 Pasien dirapikan dengan angkat pengalas dan selimut.
 Rapikan dan alat-alat dibereskan.
 Mencuci tangan.
 Buka sampiran.
Sikap Ketika Melakukan Pemasangan Kateter

 Menunjukkan sikap sopan dan ramah.


 Menjamin Privacy pasien.
 Bekerja dengan teliti.
 Memperhatikan body mechanism
Setelah selesai, penting untuk menanyakan keadaan serta kenyamanan pasien setelah dilakukan tindakan
pemasangan kateter. Lalu, lakukan observasi pengeluaran urine seperti (jumlah urin, warna urin, dan bau urin).

Perawatan Kateter

Kateter tidak bisa selamanya dipasang secara permanen, hal ini karena kateter juga bisa kadaluarsa, sehingga
pemakaian dalam jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan gangguan eliminasi. Maka dari itu, Kateter
harus diganti setelah 3 sampai 4 hari setelah dilakukan pemasangan kateter.

Berikut informasi lainnya seputar SOP yang harus kamu pelajari :

– SOP Pemberian Obat Supositoria (Rektal)

– SOP Pemberian Obat Melalui Injeksi Intravena (IV)

Infus
sebelum melakukan pemasangan infus. Ada berbagai hal yang harus diperhatikan, Salah satunya yaitu
mengetahui ukuran vena dan jenis cairan infus yang akan diberikan. Dengan mengetahui kedua hal ini, maka
tindakan pemasangan infus akan lebih mudah.

Tujuan dari pemasangan infus ini terdiri dari 3 bagian, Pertama yaitu untuk memperbaiki kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh seseorang. Kedua yaitu untuk menyeimbangkan cairan dan elektrolit, Dan Ketiga yaitu untuk
mempermudah pemberian obat atau terapi melalui vena.

SOP – Prosedur Pemasangan Infus

Pengertian Pemasangan Infus

Pemasangan infus merupakan tekhnik atau cara penusukan jarum (abocat) melalui transkutan dengan stilet
yang tajam dan menembus kebagian ruang vena yang bertujuan untuk memasukan cairan atau obat kedalam
tubuh untuk mendapat efek obat yang lebih cepat.

Tujuan Pemasangan Infus

berikut ini tujuan pemasangan infus secara menyeluruh :

 Untuk Mengganti serta mempertahankan cairan dan elektrolit dalam tubuh. baik air elektrolit itu sendiri,
ataupun kandungan lain seperti vitamin, protein, lemak, ataupun kalori, yang memang tidak dapat
dipertahankan melalui oral (mulut).
 Memperbaiki dan menyeimbangkan kandungan asam basa dalam tubuh.
 Mengontrol kebutuhan nutrisi
 Untuk memberikan obat-obatan intra vena (IV), terutama obat-obatan yang memerlukan efek cepat.
 Melakukan monitor hemodynamic.
 Monitor CVP atau tekanan vena central.
 Untuk memasukan cairan melalui alat khusus, seperti pemompa obat.
 Memberikan penanganan cepat pada pasien yang diduga hipovolemi dan pasien yang mengalami
trauma berat.

Lokasi Penusukan Infus

Ada berbagai lokasi dalam penusukan infus, berikut ini beberapa lokasi yang dapat kamu lakukan dalam
penusukan abocat :

 Lokasi penusukan pertama yaitu pada Vena Meta Karval atau vena Digitalis. vena ini terletak pada
punggung telapak tangan.\
 Pada lengan bagian bawah, atau lebih tepatnya pada vena cephalica / vena basilica.vena media
cephalic dan pada vena fossa antecubital-media basilica, terletak di siku bagian dalam. pemasangan
infus ini sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang pendek.
 Lokasi pemasangan infus juga dapat dilakukan pada Kaki, yaitu pada vena pleksus dorsum, arkus
vena dorsalis, vena medical marginalis. dan juga bagian mata kaki, yaitu pada vena saphena magma.

Keuntungan dan kesulitan Pemasangan Infus

Keuntungan dalam pemasangan infus yaitu pasien masih dapat bergerak dengan bebas, walaupun memang
pergerakan masih terbatas. selain itu keuntungan lainnya yaitu jika terjadi kerusakan pada lokasi penusukan
vena, maka kita dapat menusuk vena bagian atasnya.

Lalu apa saja kesulitan yang biasanya dirasakan dalam prosedur infus. pertama, prosedur pemasangan infus
akan terasa sulit dilakukan pada anak-anak. hal ini karena vena pada anak-anak lebih kecil, semakin muda
usia maka akan semakin sulit. selain itu pemasangan infus akan terasa sulit jika pasien dalam keadaan
dehidrasi atau pada pasien yang gemuk, kondisi tersebut membuat vena susah terlihat.

Persiapan Pasien

 Monitor K/U atau keadaan umum pasien. yaitu berupa :


 Kesadaran pasien, Composmentis (sadar penuh), sopor, coma, dan sebagainya.
 Tanda-Tanda Vital (Tensi, Respirasi, Nadi, Suhu)
 Turgor kulit
 Memberi Edukasi atau informasi ke pasien :
 kapan akan dilakukan pemasangan infus, dan untuk apa pemasangan infus tersebut.
 Waktu yang diperlukan untuk pemasangan infus
 hal-hal yang harus dilakukan ketika dan setelah pemasangan
1. Menjaga lokasi tempat penusukan, agar tetap bersih.
2. pasien tidak boleh mengatur tetesan infus sendiri.
3. tidak boleh mencopot atau menarik selang infus sendiri.
4. bila ada masalah tentang lokasi penusukan, harus dibicarakan terhadap petugas
medis.

Persiapan Alat / Peralatan yang Dibutuhkan

Berikut ini peralatan yang akan kamu butuhkan dalam melakukan tindakan

 Cairan Infus sesuai dengan kebutuhan atau terapi


 Abocath, merupakan jarum yang diselubungi plastik. Sesuaikan ukuran jarum abocath ini dengan
kebutuhan.
 Set infus, dalam set infus ini terdiri dari dua bagian yaitu mikrodrip dan makrodrip. Penggunaan
mikrodrip ditujukan untuk anak-anak dengan tetesan 60 tetes / ml. Sedangkan untuk makrodrip
ditujukan untuk orang dewasa, yaitu dengan tetesan 20 tetes / ml.
 Selang Ekstension (Selang Infus)
 Povidone-iodine Swabs, untuk antiseptik. Bisa juga menggunakan alkohol sebagai penggantinya.
 Handscoon disposibel, sarung tangan sebagai pelindung diri, (sarung tangan bersih, buka steril).
 Tourniquet, Alat untuk mengikat bagian tubuh, hal ini ditujukan agar pembuluh darah vena dapat
terlihat dengan jelas
 Spalk, umumnya digunakan pada anak-anak dengan tujuan sebagai penyangga.
 Kasa dan povidone idone (bentuk salep atau cairan).
 Plester atau hipavik, digunakan untuk merekatkan abocath agar tida lepas.
 Perlak dan pengalas, untuk menghindari tempat tidur kotor oleh darah atau cairan infus.
 Bengkok, digunakan untuk menaruh benda yang akan dibuang
 Penyangga infusan (Tiang infus).

Langkah-langkah Pemasangan infus

Tahap Pra interaksi

 Identifikasi terlebih dahulu pasien dan kebutuhan pasien, seperti jenis terapi yang akan diberikan.
 Lakukan Cuci Tangan
 Persiapkan alat yang dibutuhkan, sesuaikan dengan alat yang ada dilokasi.
Tahap Orientasi

 Berikan salam kepada pasien (Salam Terapetik), dan panggil pasien dengan namanya (untuk
meningkatkan keakraban).
 Jelaskan tindakan dan prosedur yang akan diberikan kepada pasien.
 Berikan ijin juga kepada pasien untuk bertanya.
 Jika pasien menolak untuk diberikan terapi infus, jelaskan kembali apa dampak yang akan terjadi jika
infus tidak diberikan.
Tahap Kerja

 Terlebih dahulu, anjurkan pasien untuk memakai baju yang mudah untuk keluar dan masuknya infus.
Yaitu pakaian yang lengannya lebar.
 Buka set yang steril dengan tekhnik aseptik
 Pastikan untuk melakukan pengecekan cairan infus, dengan tekhnik 6 benar. Lihat label nama dengan
jelas agar tidak tertukar dengan infusan yang lainnya.
 Buka Set infus, lalu atur klem (Kunci infus) dibawah tabung drip setinggi 2 sampai 4 Cm. Pastikan
Klem dalam keadaan Off.
 Selanjutnya, buka tutup botol dan lakukan desinfektan pada ujung botol yang akan dihubungkan
dengan set infus. Tusukan atau hubungkan set infus dengan cairan infus secara hati-hati, dan pastikan
set infus benar-benar masuk.
 Gantungkan Botol infus (Cairan infus) pada tiang infusan. Lalu isi tabung drip dengan cairan infus,
yaitu dengan cara menekannya (isi antara 1/3 sampai 1/2 nya saja)
 Buka klem sepenuhnya (dalam keadaan On), dan buka juga penutup jarum. Pegang selang bagian
ujung dekat jarum, dan biarkan air mengalir pada bengkok. Pastikan tidak ada udara di dalam selang
infus, setelah itu tutup klem kembali (dalam keadaan Off).
 Sekaran saatnya melakukan penusukan, jadi pilih abocath yang sesuai dengan ukuran yang
dibutuhkan.
 Atur Posisi pasien senyaman mungkin, dan tentukan juga pembuluh darah vena yang akan dilakukan
penusukan (umumnya di tangan, tapi bisa juga diarea lainnya).
 Simpan perlak dan pengalas dibawah lengan atau area yang akan dilakukan penusukan.
 Bebaskan area yang akan dilakukan penusukan (seperti baju, jam tangan dan sebagainya). Pasang
torniquet tepat 10 sampai 15 cm diatas lokasi yang akan dilakukan penusukan.
 Pakai handscoon untuk melindungi diri
 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol atau dengan povidone-iodone Swabs (pada bagian yang akan
dilakukan penusukan). Bersihkan secara melingkar dari bagian dalam keluar.
 Pertahankan pembuluh darah vena pada posisi yang stabil, atau tidak bergerak kesana-kesini. Agar
lebih mudah melihat vena di tangan, minta pasien untuk mengepalkan tangannya, tapi tidak
dikeraskan.
 Pegang abocath dengan sudut kurang lebih 45 derajat, dimana lubang jarum menghadap keatas.
Masukan secara perlahan, dan minta pasien untuk tarik napas. Untuk mengetahui apakah abocath
masuk, maka akan tampak keluar darah pada bagian ujung abocath, tarik mandrin (bagian jarumnya
saja, tidak bagian plastiknya) setinggi 0.5 cm.
 Dorong abocath secara perlahan, lalu tarik mandrin. Setelah mandrin ditarik, pastikan menekan area
tempat masuknya abocath (agar darah tidak keluar). Setelah itu hubungkan antara set infus dengan
abocath.
 Lepas Torniquetnya, dan alirkan cairan infus (buka klem jadi On).
 Fiksasi abocath dengan plester atau hivapik. Jangan lupa untuk meletakan desinfektan daerah
tusukan dan tutup dengan kasa.
 Atur tetesan infus sesuai dengan perencanaan atau program yang telah ditentukan sebelumnya.
 Setelah selesai lepaskan sarung tengan. Simpan dalam bengkok untuk dibuang.
Tahap Terminasi

 Evaluasi hasil tindakan, dan tanyakan respon pasien terhadap tindakan yang telah dilakukan.
 Hasilnya didokumnetasikan
 Lakukan kontrak dengan pasien untuk tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
 Membereskan peralatan tindakan.
 Cuci tangan dengan benar (6 langkah cuci tangan).

RJP
1. Periksa respon:
 a) Petugas IGD RS NAMARS segera memeriksa ada tidaknya cedera dan tentukan ada
respon atau tidak.
 b) Tepuk atau guncangkan secara halus, panggil atau tanya.
 c) Bila diduga ada trauma kepala atau leher, pasien tak boleh digerakkan kecuali bila benar-
benar diperlukan.
2. Aktifkan sistem pelayanan emergensi yang ada:
 Bila terjadi di luar RS :
a. panggil bantuan,
b. sebutkan jenis bantuan yang diperlukan,
c. lokasi korban,
d. nomor telpon yang digunakan,
e. apa yang terjadi,
f. jumlah orang yang memerlukan pertolongan,
g.kondisi korban, dan informasi lainnya.
3. AIRWAY (Jalan nafas):
Bila korban tak memberikan respon:
 a) petugas IGD RS NAMARS harus menentukan apakah korban tersebut bernafas secara
adekuat.
 b) Letakkan korban pada posisi terlentang dan jalan nafas terbuka.
 c) Posisi korban :
 i) Tempatkan korban pada posisi terlentang, pada tempat yang keras dan datar.
 ii) Bila korban telungkup, balikkan korban dalam satu kesatuan sehingga kepala, bahu
dan badan bergerak serentak hingga tak ada yang terputar. Kepala dan leher harus berada
pada satu bidang, lengan berada di samping badan.
 d) Posisi petugas/penolong:
Penolong harus berada pada sisi korban sehingga memungkinkan melakukan bantuan nafas dan
kompresi dada.
 e) Buka jalan nafas:
 i) Bila korban tak berrespon/tak sadar lakukan manuver ”head tilt-chin lift” untuk
membuka jalan nafas, dengan syarat pasien tak ada bukti trauma kepala atau leher.
 ii) Bila dicurigai adanya trauma leher lakukan manuver ”jaw- thrust”.
 iii) Bila ada benda asing yang terlihat atau muntahan, segera keluarkan dari dalam
mulut dengan jari tangan yang memakai sarung tangan. Benda yang keras dapat dikeluarkan
dengan jari telunjuk, sementara tangan yang lain tetap mempertahankan lidah dan rahang.
4. Manuver ”head tilt-chin lift”:
 a) Letakkan satu tangan pada dahi korban, tekan dengan telapak tangan hingga kepala
menjungkit ke belakang. Letakkan jari-jari tangan yang sebelah lagi di bawah tulang rahang bawah
dekat dagu. Angkat rahang dan dagu ke depan.
 b) Jangan menekan bagian lunak di bawah dagu dan jangan menggunakan ibu jari untuk
mengangkat dagu. Buka mulut sehingga memungkinkan pernafasan spontan dan memungkinkan
bantuan nafas dari mulut ke mulut. Bila gigi korban goyah atau ada gigi palsu, maka gigi tsb harus
lepaskan.
5. Manuver ”jaw-thrust”:
Letakkan tangan penolong pada masing-masing sisi kepala korban, letakkan siku penolong pada bidang
dimana korban berbaring. Raih sudut rahang bawah korban dan angkat dengan ke dua tangan. Bila bibir
korban terkatup, regangkan atau buka dengan ibu jari ke dua tangan.
6. BREATHING (Pernafasan):
 a) Periksa ada tidaknya nafas:
 i) Tempatkan telinga penolong dekat mulut dan hidung korban sambil tetap membuka
jalan nafas. Sambil memperhatikan dada korban lakukan:
(1) Look: lihat ada tidaknya pergerakan dada;
(2) Listen: dengar ada tidaknya hembusan nafas;
(3) Feel: rasakan adanya hembusan
 ii) Prosedur pemeriksaan ini tak boleh lebih dari 10 detik.
 b) Tentukan ada/tidaknya dan adekuat/tidaknya pernafasan.
 i) Bila korban tak berespon/tak sadar dengan nafas normal, tak ada cedera tulang
belakang, posisikan penderita pada posisi mantap, jaga jalan nafas terbuka.
 ii) Bila korban tak berespon dan tak bernafas, lakukan bantuan nafas 2 kali. Bila tak
dapat dilakukan pemberian bantuan nafas awal, atur ulang posisi kepala dan ulang lagi usaha
ventilasi.
 iii) Bila tetap tak berhasil memberikan ventilasi hingga dada mengembang, tenaga
terlatih harus melakukan manuver untuk mengatasi sumbatan jalan karena benda asing
(Heimlich manuver atau abdominal thrust/back thrust).
 iv) Pastikan dada korban turun naik pada tiap bantuan nafas yang diberikan.
 v) Periksa ada tidaknya tanda-tanda sirkulasi.
7. CIRCULATION (Sirkulasi)
 a) Periksa ada tidaknya tanda-tanda sirkulasi;
 i) Setelah pemberian bantuan nafas awal, periksa adanya pernafasan normal, k atau
gerakan dari korban sebagai respon terhadap bantuan nafas yang diberikan. Sekaligus periksa
ada tidaknya nadi karotis jangan lebih dari 10 detik.
 ii) Periksa denyut nadi arteri karotis adalah dengan mempertahankan posisi kepala
(head tilt) dengan satu tangan. Raba trakhea dengan 2 atau 3 jari tangan yang lain, geser jari-
jari tersebut ke lateral sisi penolong hingga celah antara trakhea dan otot.
 iii) Gunakan tekanan yang lembut saja sehingga tidak menekan arterinya. Bila denyut
arteri karotis tak teraba lakukan kompresi dada.
 b) Kompresi dada:
 i) Jari penolong mencari arkus kosta bagian bawah.
 ii) Ditelusuri ke atas hingga teraba bagian terbawah sternum.
 iii) Taruh salah satu pangkal tangan pada bagian separuh bawah sternum, dan taruh
tangan yang satu lagi di atas punggungn tangan yang pertama, sehingga tangan dalam
keadaan paralel. Pastikan sumbu pangkal tangan tepat pada sumbu sternum.
 iv) Jari-jari tangan dapat dibiarkan terbuka atau saling mengunci satu sama lain tetapi
jangan menekan dada.
 v) Usahakan mendapatkan posisi yang tepat di sternum dengan cara meletakkan
pangkal tangan penolong diantara ke dua papilla mammae.
 vi) Lakukan kompresi yang efektif dengan memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
 (1) Posisi siku tidak menekuk, posisi lengan tegak lurus dengan dada korban.
 (2) Tekan di tengah sternum.
 (3) Lepaskan tekanan hingga dada kembali ke posisi normal agar darah
masuk ke dada dan jantung, posisi tangan tetap menempel di sternum.
 (4) Lakukan 30 kali kompresi dada, pastikan dada kembali ke posisi semula
diantara dua kompresi. Buka lagi jalan nafas dan berikan lagi 2 kali bantuan nafas,
masing- masing 1 detik. Bila sudah dilakukan intubasi kompresi dada dan ventilasi dapat
dilakukan kontinyu dan tidak perlu sinkron.
8. REASSESSMENT:
 a) Evaluasi ulang korban, bila tetap tak ada tanda-tanda sirkulasi ulangi RJP dengan dimulai
dari kompresi dada. Bila tanda-tada sirkulasi sudah tampak, periksa pernafasan.
 b) Bila ada nafas, tempatkan dalam posisi mantap dan awasi nafas dan sirkulasi.
 c) Bila tak ada nafas tapi ada tanda-tnda sirkulasi, berikan bantuan nafas 10-12 kali/menit dan
awasi adanya tanda-tanda sirkulasi tiap menit.
 d) Bila tak ada tanda sirkulasi teruskan kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 kompresi
2 ventilasi.
 e) Berhenti dan periksa tanda-tanda sirkulasi dan adanya pernafasan spontan tiap menit.
 i) Jangan berhenti RJP kecuali karena keadaan khusus.
 j) Bila didapatkan adanya pernafasan yang adekuat dan adanya tanda-tanda sirkulasi,
pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan posisikan dalam posisi mantap; dengan cara:
 i) Satu lutut difleksikan.
 ii) Satu lengan yang sepihak diletakkan dibawah pantat, lengan yang lain difleksikan
didepan dada.
 iii) Pelan pelan diguligkan kearah yang sepihak dengan lutut yang fleksi.
 iv) Kepala di ekstensikan, lengan yang fleksi didepan dada diletakkan mengganjal
rahang bewah (agar tidak terguling ke depan )
UNIT TERKAIT  :  Instalasi Gawat Darurat.

OKSIGEN

Oksigen merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga pemberian oksigen ini
sangat penting terutama bagi pasien yang sedang merasakan sesak napas, Standar Operasional Prosedur
atau SOP dapat membantu meningkatkan keahlian tim medis dalam pemberian dan pemasangan oksigen.
SOP pemasangan oksigen juga akan mempermudah tim medis dalam pemberian tindakan. Selain itu, SOP ini
akan membantu meningkatkan pengetahuan tentang tindakan, karena SOP pemberian oksigen sudah disusun
secara berurutan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian oksigen adalah jenis mask yang dibutuhkan, tekanan
oksigen, dan ketersediaan alat terutama gas oksigen itu sendiri. untuk menentukan apakah pasien
membutuhkan nasal kanul atau rebrithing mask, anda bisa menyesuaikannya dengan SPO2 (Saturasi
Oksigen).

SOP Pemberian dan Pemasangan Oksigen O2

Pengertian ?

Pemberian oksigen merupakan salah satu terapi pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dimana oksigen
dengan konsentrasi tinggi diberikan kepada pasien yang membutuhkan melalui selang nasal kanul atau jenis
mask oksigen yang lainnya.

Apa tujuan dari pemberian Oksigen ?

Tujuan utama dari pemberian oksigen adalah untuk memberikan suplai oksigen yang lebih banyak sehingga
kebutuhan tubuh akan oksigen dapat terpenuhi. Tentunya pemberian oksigen ini hanya ditujukan bagi mereka
yang mengalami gangguan pernapasan saja, seperti orang dengan gangguan jalan napas (akumulasi sekret,
penyempitan bronkhus), atau mereka yang mengalami gangguan pola napas.

Peralatan apa saja yang dibutuhkan ?

 Alat pertama yang dibutuhkan adalah tabung oksigen yang tentunya masih terisi dengan O2. Dan
dilengkapi dengan manometer.
 Pengukur aliran oksigen yaitu flow meter serta humidifier
 Nasal kanul sesuai ukuran (ukuran untuk anak-anak 8 sampai 10 Fr, ukuran untuk wanita dewasa 10
sampai 12 fr, dan ukuran untuk pria dewasa adalah 12 sampai 14 fr). Untuk menentukan apakah
seseorang memerlukan nasal kanul, simple mask, dan sebagainya, anda bisa menyesuaikannya
dengan saturasi oksigen.
 Selang oksigen (untuk menghubungkan nasal kanul dengan humidifier)
 Jelly jika dibutuhkan
 Plester atau pita, jika dibutuhkan.
Bagaimana SOP langkah pemasangan oksigen ??

Pemberian atau mesangan oksigen ini, terdiri dari 4 tahap yaitu (pra interaksi, orientasi, tahap kerja, dan
terminasi). Lebih lengkapnya, mari simak berikut ini :

Tahap Pra interaksi

 Pertama, anda harus mengidentifikasi kebutuhan pasien akan oksigen. Yaitu mengukur respirasi rate
dalam 1 menit, dan mengukur saturasi oksigennya. Pastikan orang yang akan diberikan terapi tepat
sasaran.
 Lakukan cuci tangan yang benar, yaitu dengan 6 langkah dan 4 gerakan.
 Persiapkan peralatan yang telah disebutkan diatas, sesuaikan juga dengan ketersediaan alat, dan
kebutuhan pasien.
Tahap Orientasi

 Ucapkan salam kepada pasien, serta panggil nama pasien untuk meningkatkan keakraban dan
kepercayaan
 Jelaskan juga tujuan dilakukan tindakan dan berbagai hal tentang informasi tindakan. Baik
ketidaknyamanan dan manfaatnya.
 Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan. Jika klien
tidak mau diberikan tindakan, jelaskan kembali manfaat dan dampak yang akan timbul. Jika masih
menolak, sebaiknya minta tanda tangan untuk persetujuan penolakan tindakan. Hal ini akan berguna
bagi anda, jika anda mendapat masalah dengan hukum.
Tahap Kerja

 Atur posisi pasien senyaman mungkin, dalam hal ini, posisi yang paling tepat adalah posisi semi
fowler. Karena dengan posisi ini, pernapasan akan terjadi secara maksimal.
 Pasang berbagai peralatan yang telah tadi disediakan. Hubungkan antara oksigen dengan flow meter
dan humidifier. Hubungkan juga dengan selang oksigen.
 Nyalakan oksigen dengan aliran yang sudah sesuai dengan rencana tindakan (advis).
 Periksa apakah oksigen mengalir dengan baik atau tidak.
 Sambungkan nasal kanul, kateter kanul, atau mask dengan selang oksigennya.
 Pasangkan nasal kanul, kateter kanul, atau mask dengan hidung pasien.

Catatan atau cara pemasangan :

Dalam pemberian oksigen dengan nasal kanul, masukan ujung lubang nasal kanul tetap masuk kedalam 2
lubang hidung pasien. Selanjutnya eratkan selang baik kebelakang kepala, atau mengikat ketelinga dan dagu.

Sedangkan untuk pemasangan oksigen dengan kateter nasal, yaitu ukur terlebih dahulu jarak kateter dari
hidung ke lubang telinga, lalu tandai area tersebut dengan plester. Olesi ujung kateter dengan jely dan
masukan ke salah satu lubang hidung secara perlahan sampai masuk pada bagian yang ditandai tadi. Untuk
melihat letak selang, buka mulut klien dengan tong spetel dan senter, lalu tarik sedikit agar tidak terlalu
panjang, rekatkan dengan plaster pada bagian hidung agar tidak lepas.

Pemasangan mask oksigen lebih simple, yaitu anda hanya perlu memasangkan mask menutupi hidung dan
mulut, lalu kaitkan tali kebelakang kepala pasien.

 Kaji respon pasien terhadap tindakan yang telah dilakukan, pengkajian dilakukan setelah 15 sampai
30 menit dari pemasangan. Hal-hal yang perlu dikaji yaitu gerakan dada, respirasi rate, kenyamanan,
saturasi oksigen, dan sebagainya sesuai kebutuhan.
 Setelah 30 menit pemasangan, periksa kembali aliran dan cairan humidifier, pastikan dalam tabung
humidifier terisi air.
 Kaji pasien secara berkala untuk mengetahui adanya hipoxia, cemas, gelisah, dan sebagainya.
 Kaji juga apakah terdapat iritasi pada hidung pasien. Berikan cairan ataupun pelumas, untuk
melemaskan membran mukosa.
 Catat Permulaan terapi oksigenasi dan hasil pengkajian
Tahap Terminasi

 Evaluasi kembali pasien setelah dilakukan tindakan, tanyakan juga bagaimana respon pasien setelah
diberikan tindakan.
 Hasil data yang terkumpul di dokumentasikan untuk kebutuhan tindakan selanjutnya.
 Kontrak dengan pasien untuk tindakan yang akan dilakukan selanjutnya
 Bereskan peralatan dan akhiri kegiatan
 Lakukan cuci tangan kembali setelah selesai tindakan

tandar Operasional Prosedur (SOP) Pemberian Oksigen Nasal dan Face Mask

Keterampilan pemberian oksigen bagi perawat sangat penting sekali, untuk itu semua perawat harus
menguasainya. Berikut ini adalah penjelasan prosedur pemberian oksigen, simak selengkapnya.

Tujuan
Mencegah atau mengatasi hipoksia

 Nasal kanul: pemberian oksigen dengan konsentrasi rendah 24-40% dengan kecepatan aliran 2-6
liter/menit
 Face mask: memberikan oksigen dengan konsentrasi dan kecepatan aliran lebih dari nasal kanul,
yaitu 40-60% pada 5-8 liter/menit

Prinsip

 Nasal kanul untuk mengalirkan O2 dengan aliran ringan/rendah, membutuhkan pernafasan hidung
tidak bisa mengalirkan O2 dengan konsentrasi >40%, biasanya 2-3 liter/menit
 Face mask untuk mengalirkan O2 tingkatan sedang dari hidung dan mulut, konsentrasi 40-6-%

Persiapan Alat
Face Mask

1. Face mask, sesuai dengan kebutuhan ukuran klien


2. Selang oksigen
3. Humidifier
4. Cairan steril
5. Sumber oksigen dengan flowmeter
6. Pita/tali yang elastis

BACA JUGA

 SOP Pemberian Obat Inhaler Dosis Terukur


 SOP Pemberian Obat Tetes dan Semprot Hidung
Nasal kanul

1. Nasal kanul
2. Selang oksigen
3. Humidifier
4. Cairan steril
5. Sumber oksigen dengan flowmeter
6. Plester

Dokumentasi
Dokumentasi dalam catatan perawatan meliputi: Metode terapi, oksigen, kecepatan aliran, kecepatan oksigen,
respon klien dan pengkajian pernafasan
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemberian Oksigen Nasal dan Face Mask
A. Tahap Pre Interaksi

1. Chek catatan medis dan perawatan


2. Cuci tangan
3. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam, panggil klien serta mengenalkan diri


2. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan "pemberian oksigen nasal kanul dan face mask"

C. tahap Kerja

1. Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya


2. Menjaga privasi
3. Mengkaji adanya tanda-tanda hipoksia dan sekret pada jalan napas
4. Menentukan kebutuhan oksigen, sesuai dengan program medis
5. Menyambungkan nasal kanul atau face mask ke selang oksigen yang sudah dihumidifikasi
6. Memberikan oksigen dengan kecepatan aliran pada program medis dan pastikan berfungsi dengan
baik:

o Selang tidak tertekuk, sambungan paten


o Ada gelembung udara pada humadifier
o Terasa oksigen keluar dari nasal kanul/fask mask
7. Nasal kanul
o Meletakkan ujung kanul pada lubang hidung
o Mengatur pita elastis atau selang plastik ke kepala atau ke bawah dagu sampai kanul pas dan
nyaman
o Memberi plester pada kedua sisi wajah
8. Face mask
o Meletakkan face mask mulai dari hidung ke arah bawah
o Menyesuaikan masker dengan bentuk wajah
o Mengatur pita elastis di kepala sehingga posisi masker nyaman
9. Cek kanul/face mask setiap 8 jam
10. Mempertahankan level air pada botol humidifier setiap waktu
11. Mengecek jumlah kecepatan aliran oksigen dan program terapi setiap 8 jam
12. Mengkaji membran mukosa hidung dari iritasi (pada nasal kanul) dan memberi jelly untuk
melembabkan membran mukosa jika diperlukan
13. Pada face mask mengkaji kelembaban kulit wajh dari kekeringan
14. Mengevaluasi respon
15. Rapikan alat-alat

D. Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi klien
2. Memberikan reinforcmen
3. Kontal untuk kegiatan selanjutnya
4. Cuci tangan
5. Pendokumentasian

Anda mungkin juga menyukai