Disusun Oleh :
MUKHAMMAD FARIZ
200231100254
Dosen Pengampu :
Ibu Dr. Widita Kurniasari, SE, ME
Latar Belakang
Tingkat kemakmuran tertinggi dalam sejarah Islam secara historis yaitu pada
masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Penyelesaian kemiskinan yang
terjadi pada wilayah kepemimpinan Umar bin Khattab telah terbukti secara
konkrit.selain itu beliau juga sangat terbuka untuk menerima pengetahuan-
pengetahuan baru. Khalifah Umar juga telah menerima masalah akuntansi dan fiskal
Baitul Mal.
Berdasarkan fakta secara praktik masa Khalifah Umar bagian dari praktik
kebijakan fiskal dan ekonomi yang terbaik.maka dari itu perlu mendapat perhatian
besar dalam kajian ekonomi Islam terutama di bagian kebijakan fiskal dan keuangan
publik. Tingkat kemakmuran demikian tinggi dan pengentasan kemiskinan telah
menjadi fakta historis dalam sejarah Islam. Khalifah Umar bahkan pernah
menjadikan Yaman sebagai salah satu provinsii yang telah berhasil mengentaskan
kemiskinan. Sejarah para nabi dan Khulafaur Rasyidin merupakan bukti kebenaran
atau rujukan penerangan prinsip-prinsip Islam di kehidupan nyata. Pemerintahan
Umar dalam sejarah Islam telah terbukti dengan kondusifnya dalam negeri yang
cukup lama. Wilayah penaklukan Khalifah Umar juga meluas. Harta dan kekayaan
yang dimiliki oleh negara sangat banyak, dan juga banyak suku bangsa yang masuk
Islam.
Rumusan Masalah
3. Apa saja alokasi belanja negara yang diterapkan pada jaman umar ?
Abu ‘Ubaid al-Qasim Ibnu Salam (w. 224H) merupakan pemikir muslim yang
konsen dengan keuangan publik. Abu ‘Ubaid telah menyusun suatu ikhtisar yang
berhubungan dengan keuangan publik dan bisa dibandingkan dengan kitab al-
Kharaj Abu Yusuf. Kitab al-Anwal yang ditulis oleh Abu Ubaidi banyak berisi tentang
sejarah
materi Ilmu hukum yang berkaitan dengan keuangan publik paling awal. Beliau
dalam kitab al-Anwal mengupas tentang keuangan negara yang terdiri dari:
a. Hak penguasa atas subyek, dan hak subyek atas pelayanan penguasa,
b. Jenis harta yang dikelola penguasa untuk kepentingan subyek,
c. Pengumpulan dan menyalurkan tiga jenis peneriman, yaitu : zakat
(termasuk uhsr), seperlima rampasan perang dan harta
peninggalan/terpendam, Fa’y termasuk kharaj, dan jizyah. Selain itu
juga membahas; penemuan atas barang yang hilang, kekayaan yang
ditinggalkan tanpa ahli waris, dll. Terkait dengan zakat isalnya, beliau
berpendapat tidak ada batas tertinggi atas pembayaran zakat dan
penyalurannya.
Iqbal dan Khan juga membahas peran ekonomi negara dan sumber
pendapatan dan belanja publik. Mereka memaparkan konsep tersebut dengan cara
membedah konsep dari Al-Qur’an dan Hadits tentang zakat dan
Ghanimah. Merujuk dari sumber-sumber tersebut, dalam paper tersebut
menyimpulkan dan mebuat klasifikasi pembelanjaan publik klasik sebagai berikut:
a. Pihak yang berhak atas zakat dan khums (seperlima dari ghanimah);
b. Bantuan (grants) untuk Individu, mencakup dana pensiun reguler, bantuan
rangsum makanan (terkadang pakaian) bulanan dan bonus pada waktu
tertentu. Tujuan dari bantuan ini adalah untuk menyediakan:
1. Pelayanan militer,
2. pelayanan sipil,
3. hadiah untuk perbuatan yang baik,
4. pengakuan dan penghargaan, dan
5. membagi kemakmuran publik untuk mereduksi
disparitas pendapatan.
c. Perlengkapan dan instalasi militer;
d. Administrasi sipil termasuk untuk inspeksi pasar (hisbah);
e. Pembayaran kepada pihak luar untuk tujuan perdamaian dan pembebasan
tawanan muslim;
f. Pembangunan fasilitas publik seperti rumah sakit, rumah singgah untuk
orang yang dalam perjalanan, dan pos-pos penjagaan;
g. Pembangunan infrastruktur publik seperti pembangunan jalan, kanal, dam,
reklamasi dan rehabilitasi tanah;
h. Aktivitas untuk peningkatan kesejahteraan.
Pada saat Islam datang bangsa-bangsa Arab yang berada diantara dua
imperium terbesar ketika itu: imperium Persia di timur dan imperium Romawi di
barat. Bangsa Arab tidak memiliki pusat pemerintahan menyatukan dan mengatur
mereka. Sehingga setiap suku mencerminkan kesatuan politik yang independen.
Suku bangsa Arab saling bermusuhan, melakukan perampasan, dan berperang
karena hal yang sangat sepele. Di bagian timur laut jazirah Arab, kerajaan Persia
menopang kerajaan al-Hirah dari sebagian suku Arab yang bersebelahan dengan
imperium Persia. Sedangkan disisi lain, Romawi mendukung kerajaan al-
Ghasasanah di bagian barat laut jazirah Arab. Dua kerajaan ini menjadi pelayan
penting bagi kepentingan dua imperium tersebut, sekaligus mengamankan wilayah
dari serangan suku-suku baduwi, serta menjadi tameng dari serangan mendadak
dari pihak imperium yang lain. Berikutnya Mosul di utara Irak dicapai tahun 641, dan
pada waktu yang same dua pasukan besar bergerak di dataran tengah Persia. Di
Suriah orang-orang Bizantium memberikan perlawanan gigih, tetapi setelah
beberapa pertempuran kecil mereka dikalahkan di sungai Yarmuk pada tahun 636 M
sehingga pasukan Khalifah Umar bisa maju ke Taurus tanpa banyak kesukaran.
Setelah menyerahnya Jerusalem tahun 638 den Caesarea tahun 641 keseluruhan
Suriah den Palestina berada di bawah kekuasaan Khalifah Umar. Selain itu pasukan
lainnya telah memasuki Mesir dan mencapai Heliopolis, den sebelum akhir tahun
641 gubernur Bizantium telah menandatangani suatu perjanjian dan menyerahkan
propinsi tersebut, termasuk ibukota Alexandria kepada Khalifah Umar.
Sehingga menjelang Khalifah Umar wafat pada tahun 644 M, negara Islam
telah meliputi Persia barat, seluruh Irak, Suriah dan Mesir selatan dan sebagian
pantai Afrika Utara ke arah Cyrenacia. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat
besar, karena terjadi hanya dalam masa duapuluh tahun setelah perang Badar di
mana waktu itu Rasulullah hanya berjuang dengan tiga ratusan orang.
Mereka juga mulai belajar berbagai ilmu pengetahuan baru yang sudah
dikembangkan oleh masing-masing peradaban sebelumnya.
Aktifitas ekonomi yang dilakukan bangsa Arab sebelum Islam, amat sangat
sederhan dan terbatas. Dimana aktifitas mayoritas penduduk jazirah Arab adalah
mengembala dan beternak binatang. Sedangkan aktifitas ekonomi selebihnya
sangat aktif di sebagian daerah dan bagi komunitas tertentu dengan ciri aktifitasnya
yang sederhana dan dalam tingkat permulaan. Mayoritas aktifitas perdagangan
bangsa Arab adalah di perkotaan, dan mereka memiliki pasar musiman, salah satu
diantaranya pasar dibuka pada musim haji. Salah satu kelompok yang aktif dalam
perdagangan adalah suku Quraisy, dan mereka menjadi kaya dari aktifitas
perdagangan tersebut. Aktifitas pertanian terdapat di sebagian daerah yang subur
seperti Yaman, Thaif, daerah utara dan sebagian lahan di Hijaz dan pertengahan
jazirah.
Bangunan Baitul Mal pusat didirikan pertama masa Umar pada tahun 16 H
berada di Ibu Kota Negara, Madinah dan Baitul Mal lokal kemudian juga didirkan di
masing-masing Ibu Kota Provinsi. Untuk mengelola lembaga tersebut Khalifah
Umar mengangkat Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara bersama dengan
Abdurrahman bin Ubaid al-Qari dan Muayqab sebagai wakilnya.
Dalam catatan sejarah, pembenahan sistem manajemen Baitul Mal tersebut
dilatarbelakangi oleh besarnya setoran pajak al-kharaj oleh Abu Hurairah, Gubernur
Bahrain yang mencapai 500.000 dirham tahun 16 H. Selain itu, setelah
penakhlukan Syiria, Irak dan Mesir pendapatan Baitul Mal meningkat
signifikan, dimana kharaj dari Irak mencapai 100 juta dinar dan dari Mesir 2 juta
dinar. Selain itu dalam perjanjian damai tersebut disepakati adanya pembayaran
jizyah bagi setiap laki-laki sebesar 2 dinar, dan setelah dihitung mereka yang
terkena kewajiban untuk membayar kharaj ini mencapai 600.000 orang.
a. Wilayah Irak, yang ditakhlukan dengan kekuatan menjadi milik kaum Muslimin
dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat sedangkan bagian wilayah
lainnya yang berada dibawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik
sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.
b. Kharaj dibebankan atas semua tanah yang berkategori pertama, meskipun
pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. Dengan demikian tanah
tersebut tidak dapat dikonversi menjadi tanah ushr (tidak dapat dikonversi
untuk bebas pajak dengan menjadi zakat pertanian).
c. Bekas pemilik tanah diberikan hak kepemilikan selama mereka membayar
kharaj dan jizyah.
d. Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang di
klaim kembali bila diolah kaum Muslimin diperlakukan sebagai tanah ushr
(berkewajiban membayar zakat pertanian).
e. Di Irak, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (ukuran lokal)
dari gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah tersebut
dilalui oleh air. Kharaj yang lebih tinggi dibebankan kepada ratbah (rempah
atau cengkeh) dan perkebunan.
f. Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar dan konsep ini telah disetujui Khalifah,
setiap pemilik tanah dibebankan pajak sebesar dua dinar, disamping tida
irdabb gandum, dua qist untuk setiap minya, cuka, dan madu.
g. Perjanjian Damaskus (Syiria) berisi tentang ketetapan pembayaran tunai,
pembagian tanah dengan kaum Muslimin, beban pajak untuk setiap orang
sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat) yang di produksi dari per-
jarib (ukuran) tanah.
menarik zakat dari mereka dan mendistribusikannya kepada fakir miskin serta
budakbudak. Sejak saat itu, zakat kuda ditetapkan sebesar satu dinar.
3.4 Penetapan Pajak Perdagangan
Pada masa awal Islam tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas
ternaknya kecuali orang Kristen Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri
dari hewan ternak. Awalnya Khalifah Umar mengenakan jizyah kepada mereka
tetapi mereka tidak menerima dan menggantinya dengan membayar sedekah. Oleh
karena itu Nu’man bin Zuhra memberikan masukan berkaitan dengan mereka agar
tidak memperlakukan mereka seperti musuh dan perlu menjadikan keberanian
mereka sebagai aset negara.
4.0 Kesimpulan
Munawar Iqbal dan M. Fahim Khan. A Survey of Issues and a Programme for
Research in Monetery and Fiscal Economics of Islam. Jeddah: ICRIE
Islamabad. 1981.
Nurudin, Ali. Zakat sebagai Instumen dalam Kebijakan Fiskal. edisi ke-1,
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006.
Duri, Abdul 'Aziz.“Taxation in Early Islam” Journal of Islamic Banking and
Finance,dalam http://www.financeinislam.com/article/1_14/1/161
Dadabhoy, Abdullah, 1991.“Baitul Mal And Welfare State”, Journal of Islamic
Bankingand Finance: Vol: 8, Issue: 3; July - Sept.
Wibisono, Yusuf, 2007.“Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam”Bahan Kuliah
Program MagisterBisnis dan Keuangan Islam, Universitas Paramadina,
12 Februari.
https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam/article/view/14