Anda di halaman 1dari 54

Laporan Kasus

HAMIL ATERM DENGAN KETUBAN PECAH SEBELUM


WAKTUNYA DAN KALA I MEMANJANG YANG DIAKHIRI
DENGAN SECTIO CAESAREA

Oleh

Muhammad Rizky Febriyadi

712019103

Pembimbing:

Dr. dr. Hj Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul:

Hamil Aterm Dengan Ketuban Pecah Sebelum Waktunya dan Kala I


Memanjang yang Diakhiri Dengan Sectio Caesarea

Oleh:

Muhammad Rizky Febriyadi

712019103

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, November 2021


Pembimbing

Dr. Hj. dr. Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini. Penulisan
laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang pada Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya
sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. Dr. Hj. dr. Aryani Aziz, Sp. OG (K), MARS selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang, yang telah menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk mengarahkan penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan co-assistens dan semua pihak yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan............................................................... 2
1.3 Manfaat................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1 Ketuban Pecah Sebelum Waktunya..................................... 3
2.1.1 Definisi.................................................................................. 3
2.1.2 Epidemiologi......................................................................... 3
2.1.3 Etiologi.................................................................................. 4
2.1.4 Klasifikasi............................................................................. 7
2.1.5 Patofisiologi.......................................................................... 7
2.1.6 Diagnosis.............................................................................. 8
2.1.7 Tatalaksana........................................................................... 11
2.1.8 Komplikasi............................................................................ 17
2.1.9 Prognosis............................................................................... 18
2.2 Sectio Caesarea..................................................................... 19
2.2.1 Definisi.................................................................................. 19
2.2.2 Prevalensi.............................................................................. 19
2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi.................................................. 20
2.2.4 Teknik SC............................................................................. 21
2.2.5 Komplikasi............................................................................ 23
2.3 Partus Lama.......................................................................... 23
2.3.1 Definisi.................................................................................. 23
2.3.2 Faktor Penyebab................................................................... 24
2.3.3 Klasifikasi............................................................................. 29
BAB III. LAPORAN KASUS..................................................................... 31
BAB IV. ANALISA KASUS....................................................................... 42
BAB V. PENUTUP..................................................................................... 46
5.1 Kesimpulan........................................................................... 46
5.2 Saran..................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 47
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah sebelum waktunya atau premature rupture of the
membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya
persalinan. Pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan dan di bawah usia
kehamilan 37 minggu disebut juga ketuban pecah sebelum waktunya pada
kehamilan premature atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM). Dalam keadaan normal, 8 hingga 10% perempuan hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah sebelum waktunya. Kejadian Ketuban pecah
sebelum waktunya berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.1
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 305 per 100.000 kelahiran
hidup. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi
sebesar 7,3% dalam 100.000 kelahiran hidup. Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW) merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada
saat mendekati persalinan. Kejadian KPSW mendekati 10% dari semua
persalinan. Kemungkinan infeksi ini dapat berasal dari dalam rahim
(intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu belum merasakan
adanya infeksi misalnya kejadian ketuban pecah sebelum waktunya. Hal ini
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnya.2,3
Masalah KPSW memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPSW
aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi
pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari
kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun
1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan
melakukan penanganan kasus KPSW dalam karir kliniknya.4

1
2

Sectio Caesarea adalah proses kelahiran janin melalui tindakan


laparotomi dan dilanjutkan dengan histerotomi.2 Word Health Organization
(WHO) mempertimbangkan rata-rata tindakan Sectio Caesarea berkisar 5%
sampai 15% sebagai range maksimum yang ditargetkan pada intervensi
penyelamatan nyawa dalam hal persalinan. Di Indonesia angka persalinan
Sectio Caesarea meningkat sangat tajam terutama di kota-kota besar.
Berdasarkan data Riskesdas 2010 menunjukkan angka kejadian Sectio
Caesarea sebesar 15,3%, terendah di Sulawesi Tenggara 5,5% dan tertinggi
di DKI Jakarta 27,2%.5

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus
Ketuban pecah sebelum waktunya dan Sectio caesarea.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir yang kritis bagi semua dokter
muda setelah dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik
tentang kasus Ketuban pecah sebelum waktunya dan Sectio caesarea.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan ginekologi
terutama tentang kasus Ketuban pecah sebelum waktunya dan Sectio
caesarea.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya


2.1.1. Definisi
Ketuban pecah sebelum waktunya didefinisikan sebagai pecahnya
selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah sebelum
waktunya dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut
KPSW aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum
usia gestasi 37 minggu atau KPSW preterm atau preterm premature rupture
of membranes (PPROM).1
Ketuban pecah sebelum waktunya atau spontaneusly/premture rupture
of membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5
cm.5 Bila ketuban pecah sebelum waktunya terjadi sebelum usia kehamilan
37 minggu disebut ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan
prematur. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah sebelum waktunya.2

2.1.2. Epidemiologi
Masalah KPSW memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPSW
aterm terjadi pada sekitar 6,46 - 15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi
pada terjadi pada sekitar 2 - 3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4%
dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3
dari semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak
tahun 1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan
dan melakukan penanganan kasus KPSW dalam karir kliniknya. Kejadian
KPSW preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas
maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami
KPSW preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/

3
4

neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPSW
preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami
kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi
perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang
umum terjadi. KPSW preterm berhubungan dengan sekitar 18-20%
kematian perinatal di Amerika Serikat.3
Insidensi KPSW berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6-19 % sedangkan pada
kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Kejadian KPSW
di Amerika Serikat terjadi pada 120.000 kehamilan per tahun dan berkaitan
dengan risiko tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan ibu, janin, dan
neonatal. Sebagian besar ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan
preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu
minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan
mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas. Ketuban pecah sebelum
waktunya merupakan salah satu penyebab prematuritas dengan insidensi 30-
40%.7
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka
kematian ibu dan neonatus di Indonesia pada tahun 2015 masing-masing
ialah 305 per 100.000 kelahiran hidup dan 32 per 1.000 kelahiran hidup. 1
Salah satu penyebab mortalitas ibu dan neonatus adalah kejadian ketuban
pecah sebelum waktunya. Hingga saat ini belum ada data yang dapat
menunjukkan secara pasti angka kejadian KPSW secara nasional.
Insiden kejadian Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) di
beberapa Rumah Sakit di Indonesia cukup bervariasi yakni diantaranya: di
RS Sardjito sebesar 5,3%, RS Hasan Sadikin sebesar 5,05%, RS Cipto
Mangunkusumo sebesar 11,22%, RS Pringadi sebesar 2,27% dan RS
Kariadi yaitu sebesar 5,10%.10

2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPSW, khususnya pada
kehamilan preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan pasien kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko
5

adalah pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai


riwayat infeksi menular seksual, memiliki riwayat persalinan prematur,
riwayat ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan sebelumnya,
perdarahan pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan
kehamilan multipel dan polihidramnion). Prosedur yang dapat berakibat
pada kejadian KPSW aterm antara lain sirklase dan amniosentesis.
Tampaknya tidak ada etiologi tunggal yang menyebabkan KPSW. Infeksi
atau inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPSW preterm.
Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan
faktor predisposisi KPSW preterm.1
Etiologi Ketuban Pecah Sebelum Waktunya disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin
atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Selain itu Ketuban Pecah Sebelum Waktunya merupakan masalah
kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:1,10
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar.  Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.1,10
2. Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya. Misalnya:
a. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
6

b. Gemelli (Kehamilan kembar) adalah suatu kehamilan dua janin atau


lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang
berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang
lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.10
c. Makrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane
menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.10
d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >
2000 mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang
sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah
cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.10
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan
oleh penyebaran organism vagina ke atas. Dua factor predisposisi
terpenting adalah pecahnya selaput ketuban > 24 jam dan persalinan
lama.10
6. Penyakit Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yang meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi
yang terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.10
7

7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan


genetik).
8. Riwayat KPSW sebelumya.
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23
minggu.

2.1.4. Klasifikasi
1. KPSW Preterm
Ketuban pecah sebelum waktunya preterm adalah pecah ketuban
yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern atau
IGFBP-1 (+) pada usia < 37 minggu sebelum onset persalinan. KPSW
sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24
sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPSW preterm saat umur
kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi
preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling
diterima dan tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37
minggu.1
2. KPSW pada kehamilan aterm
Ketuban pecah sebelum waktunya atau premature rupture of
membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin, dan tes fern (+), IGFBP-1
(+) pada usia kehamilan lebih dari sama dengan 37 minggu.1

2.1.5. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berlebihan. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.4
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah.4
8

Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya adalah


berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen dan kekurangan
tembaga yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal.4
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)
yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung
terjadi ketuban pecah sebelum waktunya.4
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
ketiga selaput ketuban menjadi mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan
gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada
selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis. Ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan prematur
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. Ketuban pecah sebelum waktunya prematur sering
terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, dan solusio plasenta.4

2.1.6. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah sebelum waktunya prematur yang dini dan
akurat akan memungkinkan intervensi kebidanan khusus usia kehamilan
yang dirancang untuk mengoptimalkan hasil perinatal dan meminimalkan
komplikasi.
Tentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di
vagina.3
1) Inspekulo :
Melihat air ketuban keluar dari OUE
2) Ambil cairan dari forniks posterior
a. Dengan kapas lidi atau pipet  cairan ditempelkan pada kertas
lakmus akan terjadi perubahan warna dari warna kuning menjadi
biru.
9

b. Dengan pipet diambil cairan  dibuat preparat apus dan dikeringkan


diudara, dilihat dengan mikroskop tampak gambaran daun pakis (test
arborisasi kristalisasi)
c. Pemeriksaan sitologi untuk melihat verniks kaseosa:
- Cat papanicolaou
- Cat pinasianole
- Zat warna nile blue sulfat
3) Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) untuk menilai banyaknya air
ketuban
Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
Tentukan ada tidaknya infeksi dengan tanda-tanda infeksi bila suhu ibu
lebih dari 38°C serta air ketuban keruh dan berbau dan leukosit darah >
15.000/ mm3. Janin yang mengalami takikardia, mungkin mengalami
infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik.
Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila
akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).4
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPSW
aterm harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia
gestasi dan presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan
fetal. Tidak semua pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai
penanda yang baik dan dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan
dibahas mana pemeriksaan yang perlu dilakukan dan mana yang tidak
cukup bukti untuk perlu dilakukan.3
i. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum)
KPSW aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan
visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang
keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPSW aterm
sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan digital vagina yang
terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini
akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan
dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan
10

cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan


spekulum steril digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali
pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi bukan
kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel
dan mendiagnosis KPSW aterm secara visual.3
Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus
diperhatikan dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis,
ambil dua swab dari serviks (satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai
dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di medium
transport untuk dikultur.3
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak
diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks
posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan
sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of fluid dari forniks
posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion,
pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika
terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah sebelum waktunya.
Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPSW aterm
harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan
kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.3
ii. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis
untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan
amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya
abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin
terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar,
walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan
diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran
berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital
janin.3

iii. Pemeriksaan laboratorium


11

Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk


menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/
perineum. Jika diagnosis KPSW aterm masih belum jelas setelah
menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat
dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor
binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm,
kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki
sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi
dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak
memprediksi infeksi neonatus pada KPSW preterm.3
Untuk menegakkan diagnosis KPSW yang dilakukan adalah
tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di
vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit
bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.
Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus
(Nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila
perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi.
Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38° C serta air
ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm. 4 Janin yang
mengalami takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterin.
Tentukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik. Temukan adanya
kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan
penanganan aktif (terminasi kehamilan).10

2.1.7. Tatalaksana
1. Konservatif
 Rawat di rumah sakit
 Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau),
berikan antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis
 Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu: berikan
antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, Ampisilin
12

4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x


perhari selama 7 hari.
 Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi,
beri dexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x,
observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
 Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada
infeksi maka berikan tokolitik,dexametason, dan induksi setelah 24
jam.
2. Aktif
 Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
 Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25
mikrogram – 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Indikasi melakukan induksi pada Ketuban
Pecah Sebelum Waktunya adalah sebagai berikut :
1) Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim.
Pertimbangan waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin
sebaiknya lebih dari 2000 gram.
2) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari
38°c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi
melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
kultur air ketuban

Penatalaksanaan lanjutan:
1) Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil.
2) Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum
persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam
batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin
elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk
melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi.
Takikardia dapat mengindikasikan infeksi uteri.
3) Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
13

4) Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar


diperlukan, perhatikan juga hal-hal berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b.Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda
c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5) Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi
peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.
Penatalaksanan ketuban pecah sebelum waktunya sesuai dengan umur
kehamilannya, yaitu:11
1. Usia Kehamilan ≥ 37 minggu dan Usia Kehamilan 34 – 36 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan terutama jika usia
kehamilan sudah aterm. Bila Bishop skor < 5, lakukan pematangan
pelvis, kemudian induksi. Jika tidak berhasil dapat dilakukan seksio
sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan Bila tanda –
tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi sebelum dilakukan terminasi
persalinan.
2. Usia Kehamilan 24 -33 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terapi konservatif kehamilan.
Antibiotik dapat diberikan ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2x500mg selama 7 hari. Jika
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason,
observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Pemberian
dexametason untuk memicu pematangan paru janin dan mengatasi
sindrom gangguan pernapasan pada prematuritas.
3. Usia kehamilan < 24 minggu
Risiko kematianan perinatal bisa mencapai 60 % pada usia ini. Terapi
konservatif dapat diberikan dengan pemberian antibiotic, kortikosteroid
dan tokolitik dengan opsi terminasi kehamilan jika ada tanda infeksi.
Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) di antaranya
pemberian antibiotik dan pencegahan infeksi dengan tidak melakukan
pemeriksaan dalam. Tindakan aktif (terminasi/ mengakhiri kehamilan)
14

yaitu dengan seksio sesaria ataupun partus per vaginam. Dalam


penetapan langkah pelaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah
konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan umur
kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi,
waktu dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring,
kondisi/status imunologik ibu dan kemampuan finansial keluarga.

Ketuban pecah sebelum waktunya ternasuk dalam kehamilan berisiko


tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPSW akan membawa akibat
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPSW tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Risiko yang lebih sering pada KPSW dengan janin kurang bulan adalah
RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang
bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Kasus KPSW yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara
aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh
cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru,
harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek
prognosis janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode
laten. 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau
tindakan terhadap penderita KPSW yaitu umur kehamilan dan ada
tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.1

Minggu ke 24- 31
Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas neonatal.Pada kasus-kasus KPSW dengan umur kehamilan yang
kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat
koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis
sehingga mencapai 34 minggu.Namun begitu, harus di informasikan kepada
keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan tersebut akan diikuti dengan
15

persalinan dalam tempoh 1 minggu. Kontraindikasi untuk melakukan terapi


secara konservatif adalah chorioamnionitis, abruptio placentae, dan
nonreassuring fetal testing.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut jantung bayi
harus la dimonitor secara berterusan. Jika stabil bisa dilakukan tiap 8 jam.
Ini karena kompresi dari tali pusat sering terjadi terutama pada PPROM
yang < 32 minggu bisa dilakukan tiap 3-4 minggu jika suspek pertumbuhan
janin terhambat. Selain itu perlu diobservasi tanda-tanda vital ibu. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital diperhatikan takikardi, suhu melebihi 38°C,
kontraksi rahim yang regular, nyei tekan pada fundus uterus atau
leukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. jika selama menunggu atau
melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi,
persalinan diakhiri tanpa memandang umur kehamilan.Preterm PROM
bukan kontraindikasi persalinan pervaginam.

Minggu > 32
Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, risiko melakukan konservatif
melebihi risiko melakukan induksi/augmentasi. Dianjurkan melakukan
induksi pada wanita dengan PPROM melebihi 32 minggu disamping
pemberian antibiotik.

Minggu ke 34 - 36
Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi
persalinan bisa dilakukan setelah minggu ke 34. Walau pada minggu ke 34
tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid namun pemberian antibiotik
untuk B streptococcus sebagai profilaksis sangat dianjurkan.

Aterm (> 37 Minggu)


Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPSW
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPSW. Jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten. Makin muda
umur kehamilan makin memanjang periode laten.
16

Pada umumnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan


dengan sendirinya. Sekitar 70-80% kehamilan genap bulan akan melahirkan
dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah,bila dalam 24 jam setelah
kulit ketuban pecah dan belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan
induksi persalinan, jika gagal dilakukan bedah caesar. Beberapa meyarankan
bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-
8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.
Dengan mempersingkat periode laten durasi KPSW dapat diperpendek
sehingga risiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses
persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan memerhatikan skor bishop jika >5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya <5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

Obat-obatan1
Kortikosteroid
Regimen 12 mg Betamethason (celestone) tiap 24 jam selama dua hari
atau Dexamethasone (Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara intramuskular
selama dua hari.Kortikosteroid direkomendasikan dibawah 32 minggu.
Pemberian pada 32-34 minggu masih menjadi kontorversi manakala untuk
kehamilan 34 minggu keatas tidak dianjurkan kecuali terbukti paru janin
masih belum matang dengan amniosintesis. Pemberian kortikosteroid pada
penderita KPSW dengan kehamilan kurang bulan diharapkan tercapainya
pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi pada neonatal seperti
pendarahan intraventrikular dan RDS.

Antibiotik
Ampicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan
erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan pemberian
17

antibiotik oral, amoxicillin 250mg tiap 8 jam dan erythromycin 333 mg tiap
8 jam selama lima hari. Pemberian antibiotik terbukti memperpanjangkan
masa laten dan mengurangi risiko infeksi seperti postpartum endometritis,
chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan
intraventricular. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi
pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.

Tokolitik
Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak
memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya. Penelitian
tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus PPROM masih kurang
sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.

2.1.8. Komplikasi
KPSW menyebabkan komplikasi pada 8% kehamilan dan biasanya
diikuti dengan persalinan segera. Komplikasi paling signifikan sebagai
akibat dari KPSW pada ibu adalah infeksi intrauterin, yang risikonya
meningkat sebanding dengaan durasi pecahnya ketuban.4
Infeksi intraamniotik terbukti secara klinis terjadi pada 15-35% kasus
KPSW dan infeksi postpartum terjadi pada sekitar 15-25% kasus. Insiden
infeksi lebih tinggi pada usia kehamilan awal. Abruptio placentae menjadi
komplikasi pada 2-5% kehamilan dengan KPSW.4
 Komplikasi ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin.
Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun korioamnionitis
yang berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu
hamil dengan KPSW mengalami endomyometritis purpural, 1,2%
mengalami sepsis, namun tidak ada yang meninggal dunia.4
Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini
mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele.
Sehingga angka mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien
18

yang melahirkan setelah mengalami KPSW harus dikuret untuk


mengeluarkan sisa plasenta, 4% perlu mendapatkan transfusi darah
karena kehilangan darah secara signifikan. Tidak ada kasus terlapor
mengenai kematian ibu ataupun morbiditas dalam waktu lama.4
 Komplikasi janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan
lebih awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput
amnion sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara
terbalik dengan usia gestasi pada saat KPSW terjadi. Sebagai contoh,
pada sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95%
pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian.
Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan
preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4
minggu. Bila KPSW terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat
mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat,
oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi,
perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.4

2.1.9. Prognosis
Ketuban pecah sebelum persalinan membutuhkan perhatian
segera. Diagnosis yang akurat dan pengetahuan tentang usia kehamilan
sangat penting untuk menentukan manajemen pasien. Usia kehamilan
menentukan manajemen. Sangat penting untuk memantau pasien untuk
tanda dan gejala infeksi. Pasien harus dievaluasi dalam pengaturan klinis
untuk menentukan apakah telah terjadi ketuban pecah. PPROM dikaitkan
dengan morbiditas dan mortalitas prenatal lebih dari 20%, dan hasil
terutama tergantung pada usia kehamilan saat melahirkan. Kunci untuk
mengurangi efek samping PPROM adalah membuat diagnosis yang cepat,
masuk dan memulai cakupan antibiotik.12

2.2. Sectio Caesarean


2.2.1. Definisi
19

Sectio Caesarea adalah proses kelahiran janin melalui tindakan


laparotomi dan dilanjutkan dengan histerotomi.2 Sectio caesarea merupakan
tindakan medis yang diperlukan untuk membantu persalinan yang tidak bisa
dilakukan secara normal akibat masalah kesehatan ibu atau kondisi janin.
Tindakan ini diartikan sebagai pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.5

2.2.2. Prevalensi
Menurut data WHO, angka persalinan Sectio Caesarea di dunia terus
meningkat. Pada tahun 1970an sekitar 5-7% dari seluruh persalinan, dan
kemudian pada tahun 1987 meningkat menjadi 24,4%. Lalu pada tahun
1996, dengan berbagai upaya diusahakan agar persalinan Sectio Caesarea
dapat diturunkan sehingga menjadi 22,8% dan terus ditekan/dikendalikan
hingga stabil di kisaran 15-18%. WHO merekomendasikan angka Sectio
Caesarea di suatu negara hanya 5-15%. Berdasarkan hasil survei WHO
tahun 2004-2008 di tiga benua yaitu Amerika Latin, Afrika dan Asia
diketahui angka kejadian Sectio Caesarea terendah di Angola yaitu 2,3%
dan tertinggi di Cina sebesar 46,2%.13 Demikian juga angka persalinan
Sectio Caesarea di Asia meningkat tajam. Hasil penelitian di Thailand
memperlihatkan persalinan Sectio Caesarea pada tahun 1990 sekitar 15,2%
dan pada tahun 1996 menjadi 22,4%. Di Cina, angka persalinan Sectio
Caesarea pada tahun 2003 sebesar 19,2% dan pada tahun 2011 meningkat
tajam menjadi 36,3%.14
Di Indonesia angka persalinan Sectio Caesarea meningkat sangat tajam
terutama di kota-kota besar. Berdasarkan data Riskesdas 2010 menunjukkan
angka kejadian Sectio Caesarea sebesar 15,3%, terendah di Sulawesi
Tenggara 5,5% dan tertinggi di DKI Jakarta 27,2%. Angka persalinan
Sectio Caesarea di RS Sanglah Denpasar pada tahun 2001 sekitar 22,3 %,
dan pada tahun 2006 meningkat sampai 34,5% (Andyasari dkk, 2015).
Selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2017 di RSUD
Lembang didapatkan jumlah kelahiran dengan Sectio Caesarea sebanyak
183 kasus (41,9%).15
20

Angka persalinan Sectio Caesarea diprediksi akan terus meningkat. Hal


ini karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang obstetrik dan
ginekologi, pemantauan janin secara elektronik telah menyebar luas,
peningkatan status ekonomi dan tingkat pendidikan yang tinggi. Disamping
itu, akses untuk mendapatkan informasi mengenai persalinan Sectio
Caesarea tersedia dengan cepat sehingga dengan mudah menentukan
pilihan persalinan yang akan dijalaninya.14

2.2.3. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi utama untuk persalinan SC adalah NRFHR, disproporsi
cephalo pelvic, persalinan SC sebelumnya, malpresentasi dan mal posisi,
gagal induksi, dan lainnya seperti perdarahan antepartum, ketuban pecah
sebelum waktunya dan preeklamsia berat.16
Menurut Williams, berikut ini merupakan indikasi dari Sectio Caesarea.2
Tabel 2.1. Indikasi SC.2

Untuk kontraindikasi dari Sectio Caesarea perlu diingat bahwa


tindakan ini dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin oleh karena itu
sebaiknya tidak dilakukan apabila janin telah meninggal, atau terlalu kecil
21

untuk hidup diluar kandungan. Infeksi intrapartum juga merupakan


kontraindikasi relatif mengingat bahayanya bagi ibus selain itu adanya
koagulopati berat pada ibu juga menjadi salah satu pertimbangan.17

2.2.4. Teknik Sectio Caesarean


Operasi caesar adalah prosedur yang rumit. Penanganan jaringan yang
tepat, hemostasis yang memadai, menghindari iskemia jaringan, dan
mencegah infeksi sangat penting untuk penyembuhan luka dan mengurangi
pembentukan adhesi selanjutnya. Selama pembedahan, beberapa teknik
dapat digunakan di setiap langkah atau lapisan jaringan. Banyak faktor yang
berkontribusi pada keputusan ahli bedah tentang teknik. Seperti halnya
aspek praktik medis apa pun, direkomendasikan untuk mendasarkan
keputusan tersebut pada bukti.
Teknik Persalinan Sesar:18
1. Metode Pfannenstiel-Kerr
 Sayatan kulit pfannenstiel
 Diseksi tajam pada lapisan subkutan
 Perpanjangan tajam dari bukaan fasia
 Masuk tajam ke peritoneum
 Tajam dangkal kemudian tumpul masuk ke dalam rahim
 Pengangkatan plasenta secara manual
 Penutupan uterus satu lapis terputus
 Penutupan peritoneum
 Penutupan fasia terganggu
 Menjahit kulit secara terus menerus

2. Metode Joel-Cohen
 Sayatan kulit Joel-Cohen
 Diseksi tumpul pada lapisan subkutan
 Perpanjangan tumpul dari bukaan fasia
 Entri tumpul ke dalam peritoneum
 Tajam dangkal kemudian tumpul masuk ke dalam rahim
 Pengangkatan plasenta secara spontan
22

 Penutupan uterus satu lapis terputus


 Peritoneum tidak tertutup
 Penutupan fasia terganggu
 Menjahit kulit secara terus menerus

3. Metode Misgav-Ladach
 Sayatan kulit Joel-Cohen
 Diseksi tumpul pada lapisan subkutan
 Perpanjangan tumpul dari bukaan fasia
 Entri tumpul ke dalam peritoneum
 Tajam dangkal kemudian tumpul masuk ke dalam rahim
 Pengangkatan plasenta secara manual
 Penutupan rahim satu lapis
 Peritoneum tidak tertutup
 Penutupan fasia secara terus menerus
 Penutupan jahitan kasur pada kulit

4. Metode Misgav-Ladach yang Dimodifikasi


 Sayatan kulit pfannenstiel
 Diseksi tumpul pada lapisan subkutan
 Perpanjangan tumpul dari bukaan fasia
 Entri tumpul ke dalam peritoneum
 Tajam dangkal kemudian tumpul masuk ke dalam rahim
 Pengangkatan plasenta secara spontan
 Penutupan rahim satu lapis
 Penutupan peritoneum
 Penutupan fasia secara terus menerus
 Menjahit kulit secara terus menerus

2.2.5. Komplikasi
Komplikasi Sectio Caesarea antara lain:19
23

1) Komplikasi intraoperatif: Infeksi, Injury organ, risiko yang


berhubungan dengan anestesi, kebutuhan untuk transfusi darah, dan
histerektomi.
2) Komplikasi postoperatif: Thromboemboli, Adhesi dan Nyeri yang
menetap, sindroma sheehan.
3) Risiko untuk kehamilan selanjutnya: Intrauterine Growth Retardation,
Abortus spontan, Kehamilan ektopik, Janin meninggal ketika dilahirkan
(Stillbirth), Ruptur uterus, Infertilitas, Plasenta previa, Plasenta inkreta,
Plasenta akreta, dan risiko penyerta lainnya.
Selain risiko jangka pendek dan pembedahan, sesar juga memberikan
risiko jangka panjang, baik untuk pasien maupun kehamilan berikutnya.
Adanya bekas luka vertikal pada rahim mengharuskan seorang wanita untuk
melahirkan melalui operasi caesar. Dengan meningkatnya jumlah operasi
caesar, begitu pula risiko pembedahan. Pembentukan adhesi dapat
mempersulit operasi caesar berikutnya dan meningkatkan risiko cedera yang
tidak disengaja. Risiko plasentasi abnormal juga meningkat dengan setiap
operasi berikutnya. Untuk wanita yang pernah menjalani satu operasi caesar,
risiko plasenta akreta adalah 0,3%, sedangkan risiko meningkat menjadi
6,74% dengan lima atau lebih kelahiran sesar. Plasenta yang melekat secara
tidak sehat membawa risiko perdarahan yang signifikan dan kemungkinan
hilangnya kesuburan jika diperlukan histerektomi.20

2.3. Partus Lama


2.3.1. Definisi
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari atau sampai
dengan 12 jam dihitung sejak fase aktif, dianggap sebagai persalinan lama.
Insiden ini terjadi pada 5-8% persalinan; dan pada primigravida insidennya
dua kali lebih besar dari pada multigravida.1
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primi dan lebih dari 18 jam pada multi. Persalinan yang lebih dari 24 jam
disebut partus lama. Partus lama selalu memberi resiko/penyulit baik bagi
ibu atau janin yang sedang dikandungnya. Kontraksi rahim selama 24 jam
24

tersebut telah dapat mengganggu aliran darah menuju janin, sehingga janin
dalam rahim dalam kondisi berbahaya. 21

2.3.2. Faktor Penyebab


Faktor-faktor persalinan yang menyebabkan partus lama antara lain: 1
1. Power
a. Kelainan his
Faktor power atau his dan kekuatan yang mendorong janin
keluar adalah faktor yang sangat penting dalam proses persalinan,
his yang tidak normal baik kekuatan maupun sifatnya dapat
menghambat kelancaran persalinan.
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan kerintangan pada jalan lahir sehingga tidak mampu
menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks.
i. Inersia uteri
Inersia uteri adalah his yang sifatnya lemah, lebih singkat
dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia
uteri dibedakan atas inersia uteri primer dan inersia uteri
sekunder. Inersia uteri primer adalah kelemahan his timbul sejak
dari permulaan persalinan sedangkan inersia uteri sekunder
adalah kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat
teratur dan dalam waktu yang lama.
Inersia uteri dapat diketahui dari kontraksi paling besar di
fundus dan menurun sampai paling lemah di serviks tetapi tonus
atau intensitasnya sangat buruk. Tekanan yang dihasilkan sangat
sedikit mendilatasi serviks. Hal tersebut dapat menimbulkan
persalinan yang memanjang.
ii. Inkoordinasi kontraksi uterus
Keadaan dimana tonus otot uterus menigkat, juga diluar his
dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak
ada singkronisasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak ada
koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
25

2. Passage/kelainan panggul
Panggul merupakan salah satu bagian yang penting dan
mempengaruhi proses persalinan disebut faktor passage. Berbagai
kelainan panggul dapat mengakibatkan persalinan berlangsung lama
antara lain kelainan bentuk panggul dan kelainan ukuran panggul baik
ukuran panggul luar maupun ukuran panggul dalam.
Cepalo Pelvic Disproportion biasa terjadi akibat pelvis sempit
dengan ukuran kepala janin normal atau pelvis normal dengan janin
besar atau kombinasi antara janin besar dengan pelvis sempit. Bila
dalam persalinan terjadi CPD akan didapatkan persalinan yang macet
atau persalinan akan berlangsung lama.
Cepalo Pelvic Disproportion (CPD) tidak bisa didiagnosa sebelum
usia kehamilan tersebut dimana kepala bayi belum mencapai ukuran
normal. Beberapa predisposisi faktor resiko meliputi Diabetes militus
atau makrosomia.
3. Passanger
a. Kelainan letak janin
Letak dan presentasi janin dalam rahim merupakan salah satu
faktor penting yang berpengaruh terhadap proses persalinan, 95%
persalinan terjadi dengan letak belakang kepala.
Mekanisme suatu persalinan merupakan suatu proses dimana
kepala janin berusaha meloloskan diri dari ruang pelvic dengan
menyesuaikan ukuran kepala janin dengan ukuran pelvic melalui
proses sinklitismus, sinklitismus posterior, sinklitismu anterior,
fleksi maksimal, rotasi internal, ekstensi, ekspulsi, rotasi eksternal
dan ekspulsi total, namun pada beberapa kasus proses ini tidak
berlangsung dengan sempurna, karena adanya kelainan letak dan
presentasi sehingga proses tersebut pada umumnya berlangsung
lama, akibat ukuran dan posisi janin selain presentasi belakang
kepala yang tidak sesuai dengan ukuran rongga panggul.
Kelainan letak dan presentasi/posisi tersebut antara lain:
i. Posisi oksipitalis posterior presisten
26

Pada letak belakang kepala biasanya muncul ubun-ubun


kecil akan memutar ke depan dengan sendirinya dan jalan lahir
secara spontan. Kadang- kadang UUK tidak berputar ke depan,
tetapi tetap berada di belakang yang disebut Posito Occiput
Posterior Persisten. Dalam menghadapi persalinan dimana
UUK terdapat dibelakang, kita harus sabar, sebab rotasi ke
depan kadang-kadang baru terjadi di dasar panggul. Dalam hal
ini persalinan akan menjadi lebih lama dan dapat terjadi
perlukaan pada perineum.
ii. Presentasi belakang kepala oksiput melintang
Keadaan dimana kepala sudah masuk panggul sedangkan
ubun-ubun masih disamping, terjadi karena putaran paksi
terlambat sehingga persalinan berlangsung lama.
iii. Presentasi puncak kepala
Keadaan dimana puncak kepala merupakan bagian
terendah, hal ini terjadi apabila derajat defleksinya ringan. Pada
umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan
sementara yang kemudian berubah menjadi presentasi belakang
kepala. Mekanisme persalinannya hampir sama dengan posisi
Oksipitalis Posterior Presisten, sehingga keduanya sering kali
dikacaukan satu dengan lainnya. Perbedaannya ialah : pada
presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang
maksimal, sedangkan lingkaran kepala yang melalui jalan lahir
adalah Sirkumferensia froontooksipitalis dengan titik perputaran
yang berada dibawah simfisis.
iv. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi) sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Letak ini merupakan
letak defleksi paling maksimal, jadi oksiput dan punggung
berhubungan rapat, muka terlihat ke bawah, jadi seperti orang
yang sedang menjolok mangga.
Pada umumnya penyebab presntasi muka adalah keadaan-
27

keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena


itu, presentasi muka dapat ditemukan pada panggul sempit atau
pada janin besar. Multiparitas dan perut gantung juga
merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi
muka. Selain itu kelainan seperti anosefalus dan tumor dileher
bagian depan dapat mengakibatkan presentasi muka. Kadang-
kadang presentasi muka juga dapat terjadi pada kematian janin
intrauterine, akibat otot-otot janin yang telah kehilangan
tonusnya.
Kira-kira 10% ini berada dibelakang dan menetap, janin
cukup bulan tidak mungkin lahir pervaginam, kecuali janin mati
kesulitan kelahiran disebabkan kepala sudah berada dalam
defleksi maksimal dan tidak mungkin menambah defleksinya
lagi sehingga kepala dan badan terjepit dalam pangul dan
persalinan tidak akan maju, tetapi persalinan dapat dilakukan
vacum ekstraksi, forsep atau section caesarea.
v. Letak sungsang
Janin letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala
berada difundus dan bokong berada dibawah sehingga bagian
bokong yang lunak tidak dapat menekan dengan keras pada
serviks untuk melakukan dilatasi, oleh karena itu persalinan
lebih lama dan mudah terkena infeksi, pada janin biasa terjadi
asfiksia. Faktor yang memegang peranan terjadinya presentasi
bokong diantaranya multiparitas, hamil kembar, hidramnion,
hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit.
vi. Letak lintang
Bila sumbuh memanjang janin jadi menyilang sumbuh
memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90o, pada
keadaan ini persalinan tidak dapat berjalan spontan karena
ukuran letak janin yang melintang dan ukuran terbesar tidak
bisa melalui jalan lahir, kecuali pada anak kecil (prematur) atau
anak yang sudah mati dan menjadi lembek, keadaan ini mulai
28

berakibat pada terjadinya rupture uteri, partus lama, KPSW dan


sudah terjadi infeksi, pada anak trauma partus, hipoksia prolaps
tali pusat dan KPSW.
vii. Kehamilan ganda
Pada kehamilan ganda sering terjadi kesalahan presentasi
dan posisi kedua janin, sehingga proses persalinan berlangsung
lama. Beberapa kombinasi posisi yang sering dijumpai adalah
kedua janin dalam letak membujur, letak membujur presentasi
bokong, letak lintang dan presentasi bokong dan lain-lain.
b. Besar janin/pertumbuhan janin yang berlebihan
Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan
jarang melebihi 5000 gram. Yang dikatakan bayi besar ialah bila
berat badannya lebih dari 4000 gram. Frekuensi berat badan lahir
lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram
adalah 0,4% pada janin besar faktor keturunan memegang peranan
penting. Selain itu janin besar dijumpai pada wanita hamil dengan
diabetes militus pada grandemultipara. Pada panggul normal, janin
dengan berat badan 4000-5000 gram pada umumnya tidak
mengalami kesulitan dalam melahirkan tetapi pada disproporsi
sevalopelvik karena janin besar sebaliknya dilakukan seksio sesaria
karena dengan persalinan banyak kemungkinan yang dapat terjadi,
dapat membahayakan janin seperti distosia bahu.
i. Kelainan congenital
Kembar siam adalah janin yang kembar melekat, dimana
terdapat perlekatan antara dua janin pada kehamilan kembar.
Janin yang satu dapat jauh lebih kecil dari pada yang lain, tetapi
dapat pula kedua janin kira-kira sama besarnya. Belum diketahui
dengan pasti apa yang menyebabkan kembar siam, ada
kemungkinan kembar siam terjadi akibat kekurangan nutrisi,
gangguan elektrolit, gangguan vitamin tertentu, atau kekurangan
bahan esensial tertentu yang semuanya masih memerlukan
penelitian.
29

Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan


cairan Serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-
ubun. Cairan yang tertinggal dalam ventrikel biasanya antara
500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter.
Hidrosefalus sering kali disertai kelainan bawaan seperti
misalnya spina bifida. Karena kepala janin terlalu besar dan
tidak dapat berakomodasi dibagian bawah uterus, maka sering
ditemukan dalam letak sungsang. Bagaimanapun letaknya,
hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sevalopelvik
dengan segala akibatnya.

2.3.3. Klasifikasi
Distosia/partus lama dapat dibagi berdasarkan pola persalinannya
menjadi tiga kelompok, yaitu :22,23
1. Fase laten memanjang
Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten memanjang
apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada
multipara. Keadaan yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain
keadaan serviks yang memburuk (misalnya tebal, tidak mengalami
pendataran atau tidak membuka), dan persalinan palsu. Diagnosis
dapat pula ditentukan dengan menilai pembukaan serviks tidak
melewati 4 cm sesudah 8 jam inpartu dengan his yang teratur.
2. Fase aktif memanjang
Friedman membagi masalah fase aktif menjadi gangguan
protraction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (macet/tidak
maju). Protraksi didefinisikan sebagain kecepatan pembukaan dan
penurunan yang lambat yaitu untuk nulipara adalah kecepatan
pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1
cm/jam. Untuk multipara kecepatan pembukaan kurang dari 1,5
cm/jam atau penurunan kurang dari 2 cm/jam. Arrest didefinisikan
sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan ditandai
30

dengan tidak adanya perubahna serviks dalam 2 jam (arrest of


dilatation) dan kemacetan penurunan (arrest of descent) sebagai tidak
adanya penurunan janin dalam 1 jam.
Fase aktif memanjang dapat didiagnosis dengan menilai tanda dan
gejala yaitu pembukaan serviks melewati kanan garis wasapa partograf.
Hal ini dapat dipertimbangkan adanya inersia uteri jika frekuensi his
kurang dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik,
disproporsi sefalopelvik didiagnosis jika pembukaan serviks dan
turunnya bagian janin yang dipresentasikan tidak maju, sedangkan his
baik. Obstruksi kepala dapat diketahui dengan menilai pembukaan
serviks dan turunnya bagian janin tidak maju karena kaput, molase
hebat oedema serviks sedangkan malpresentasi dan malposisi dapat
diketahui presentasi selain vertex dan oksiput anterior.
3. Kala II memanjang
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan
berakhir dengan keluarnya janin. Kala II persalinan pada nulipara
dibatasi 2 jam sedangkan untuk multipara 1 jam. Pada ibu dengan
paritas tinggi, kontinuitas otot vagina dan perineum sudah meregang,
dua atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin
cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya untuk ibu dengan panggul
sempit atau janin besar maka kala II dapat sangat panjang. Kala II
memanjang dapat didiagnosis jika pembukaan serviks lengkap, ibu
ingin mengedan, tetapi tidak ada kemajuan penurunan.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
1. Identitas pasien
Nama : Ny. O
No Register : 64-49-32
MRS : Tanggal 10 November 2021, pukul 16.20 WIB
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Taqwa Perum Safari Permai Blok I-12

2. Identitas suami
Nama : Tn. Z
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jl. Taqwa Perum Safari Permai Blok I-12

3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Hamil cukup bulan dengan keluar air-air dari jalan lahir

2. Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien hamil cukup bulan datang dengan keluhan keluar air-air dari
jalan lahir sejak 1 jam SMRS. Air yang keluar berwarna keruh dan berbau
amis dan banyaknya 1 kali ganti celana. Pasien menyangkal adanya
keluhan mules yang menjalar ke pinggang dan keluar lendir darah tidak
ada.

31
32

Pasien mengaku sering mengalami keputihan. Riwayat demam, dan


penyakit infeksi disangkal. Riwayat terjatuh atau terbentur pada perut tidak
ada. Riwayat diurut pada perut juga tidak ada. Riwayat konsumsi obat
selama kehamilan tidak ada. Riwayat aktivitas seksual akhir-akhir ini tidak
ada. Riwayat merokok juga tidak ada. Pasien mengaku hamil cukup bulan
dan gerakan janin masih dirasakan ibu.

3. Riwayat Menstruasi
Usia Menarche : 13 tahun
Sikluas Haid : Teratur
Lama Haid : ± 5-7 hari, dengan 3 kali ganti pembalut/hari
Keluhan saat Haid : Tidak ada
HPHT : 2 Februari 2021
TP : 9 November 2021

4. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : 1x
Lama Menikah : 9 tahun
Usia Menikah : 24 tahun

5. Riwayat Obstetri
N Tahun Jenis Berat Jenis Penyuli Penolong Keterangan
o persalinan Kelamin Badan Persalinan t &
Rumah
Sakit
1 2012 Perempua 2400 Pervaginam - Bidan Hidup
n gram
2 Hamil ini

6. Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah melakukan operasi sebelumnya

7. Riwayat Kontrasepsi
33

Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi

8. Riwayat ANC
Pada kehamilan ini pasien memeriksa kandungannya dua kali di Bidan.
Satu kali pada trimester I, dan satu kali pada trimester II.

9. Riwayat Penyakit Terdahulu


Asma (-), alergi obat (-), alergi makanan (-), kejang-kejang saat hamil (-),
penyakit hipertensi kehamilan (-), penyakit hipertensi saat tidak hamil (-),
penyakit diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-),
penyakit TB (-), penyakit hepar (-)

10. Riwayat Penyakit Keluarga


Asma (-), alergi obat (-), alergi makanan (-), penyakit hipertensi (-),
penyakit diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-),
penyakit TB (-), penyakit hepar (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2°C
Tinggi badan : 151 cm
Berat badan sebelum hamil : 48 kg
Berat badan saat hamil : 55 kg

Pemeriksaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
34

periorbital (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pemesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular.
murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : perut cembung, striae gravidarum (+) linea
nigra(+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar lien tidak teraba pembesaran
Genitalia : -
Ekstremitas : Akral hangat (+/+) edema (-/-)

B. Status Obstetri
Pemeriksaan Luar:
- Inspeksi : Perut membesar, cembung, striae gravidarum (+),
linea nigra (+)
- Leopold I : Bulat, besar, lunak, tidak melenting. Interpretasi
bokong
- Leopold II : Bagian kanan teraba datar dan keras, interpretasi
punggung. Bagian kiri teraba bagian kecil-kecil
janin, interpretasi ekstremitas
- Leopold III : Bulat, melenting, keras. Interpretasi kepala
- Leopold IV : Konvergen, belum masuk PAP
- TFU : 29 cm
- TBJ : 2790 gram
35

- DJJ : 138x /menit


- HIS : 2x/10’/20’’

Pemeriksaan Dalam:
Posisi portio : Posterior
Konsistensi : Lunak
Pembukaan : 1 cm
Ketuban :-
Pendataran : 25%
Presentasi : Kepala
Penunjuk : Sutura sagittalis
Penurunan : Belum masuk PAP
Molase :0

3.4 Pemeriksaan Tambahan


a. Laboratorium
Pemeriksaan Darah Rutin (Rabu, 10 November 2021 pukul 17:09
WIB)
Pemeriksaan Ha Satuan Nilai Kesan
sil Rujukan

HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 10 g/dl 12.0 – 16.0 Normal
,9
Hematokrit 34, % 37.0 – 47.0 Menurun
6
Jumlah Trombosit 32 10^3/ul 150 – 440 Normal
6
Jumlah Leukosit 8, 10^3/ul 4.2 – 11.0 Normal
8

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Kesan

Hitung Jenis
Eosinofil 0, % 1–3 Normal
9
Basofil 0, % 0–1 Normal
6
36

Neutrofil 62, % 40.0 – 60.0 Meningkat


9
Limfosit 27, % 20.0 – 50.0 Normal
7
Monosit 7, % 2–8 Normal
9
Ratio N/L <3,13 Normal
2,
3

Laju Endap Darah

LED 1 jam 80 mm/jam <20 Meningkat

Golongan Darah + Rhesus


Golongan Darah B

Rhesus P
os
iti
f
CT 7 Menit <15 Normal
BT 2 Menit <6 Normal

Kimia Klinik

Glukosa 93 mg/dl 70 – 140 Normal


Darah
Sewaktu
Negatif Negatif Normal

Imunologi
Antigen
SARS-CoV
2

Pemeriksaan Urin Rutin (Rabu, 10 November 2021 pukul 17:09


WIB)
Urin
Rutin Hasil Nilai Rujukan Kesan
37

Warna Kuning muda


Kuning Normal
Kejerni
han Jernih Jernih Normal
pH 7,0 4.5–7,5 Normal
Berat
Jenis 1,005 1 - 1,030 Normal
Protein Negatif Negatif Normal
Glukos
a Negatif Negatif Normal
Nitrit Negatif Negatif Normal
Keton Negatif Negatif Normal
Bilirubi
n Negatif Negatif Normal
Urobili
nogen Negatif Negatif Normal
Sedime
n
Epitel 2 1 - 15 Normal
Leukos
it 0-1/lpb <5 Normal
Eritrosi
t 1-2/lpb <3 Abnormal
Silinde
r Negatif Normal
Kristal Negatif Normal
Bakteri Negatif Negatif Normal

3.5 Diagnosis Kerja Dokter


G2P1A0 hamil aterm dengan KPSW inpartu kala I fase laten janin tunggal
hidup presentasi kepala.

3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
 Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, denyut jantung janin, HIS
38

 IVFD Ringer Laktat 500 cc gtt 20x/menit


 Cek laboratorium darah rutin, urin rutin, antigen SARS-COV-2
 Rencana partus pervaginam
 Evaluasi kemajuan persalinan dengan partograf WHO

3.7 Follow Up Pre Partum


Tanggal Catatan Tindakan
11-11-2021 S: Pembukaan persalinan - Observasi Keadaan Umum,
Pukul 06.00 WIB tidak maju Tanda Vital Ibu, DJJ, His
- IVFD Ringer Lactat 500 cc
O: gtt 20x/menit
KU: Tampak sakit sedang - Kateter urin
TD: 130/70 mmHg - Rencana SC Cito pada
HR: 89 x/menit Kamis, 11 November 2021
RR: 23 x/menit pukul 08.00 WIB
T: 36,4ºC
DJJ: 148x/ menit
HIS: 2x/10’/30”
TFU 29 cm
Perut tampak cembung
Leopold I: Bokong
Leopold II: Punggung kanan
Leopold III: Kepala
Leopold IV: Belum masuk
PAP
Konsistensi: Lunak
Posisi portio: Medial
Pembukaan: 5 cm
Pendataran: 50%
Ketuban: (-)
Presentasi: kepala
Penurunan: Belum masuk
39

PAP

A: G2P1A0 Hamil aterm


dengan Riwayat KPSW
Inpartu Kala I Fase Aktif
Memanjang Janin Tunggal
Hidup Presentasi Kepala.

3.8 Laporan Operasi


Nama operator: dr.Kurniawan, Sp.OG (K), MARS
Dokter anestesi: dr. Susi Handayani, Sp,An
Jenis operasi: Besar
Jenis anestesi: regional (Spinal)
Tangal operasi: 11/11/2021
Waktu:
Sign in: 08.30
Time out: 09.00
Sign out: 10.10
Selesai: 10.00
Jumlah perdarahan: +- 200 cc
Jaringan: Ada
Jenis Jaringan: Plasenta
Pada tanggal 11 November 2021 pukul 08:40 WIB, bayi lahir bayi
perempuan, berat bayi lahir 2780 gram, PB 48 cm, APGAR score 8/9,
plasenta lengkap.

3.9 Follow Up Post Partum


Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
12/11/202 S/ Nyeri pada bekas operasi  Observasi keadaan umum,
1
tanda vital ibu, dan
06.00 WIB O/ KU : Baik
Kesadaran: Compos mentis perdarahan
TD : 120/70 mmHg  IVFD RL 500 cc
40

HR : 83 x/menit  Kateter menetap 24 jam


RR : 21 x/menit
 Diet TKTP
Suhu : 36,4oC
TFU: TFU 2 jari di bawah  Mobilisasi bertahap
umbilikus.
 ASI On Demand
Kontraksi uterus Baik
Lokia: rubra (+) Th/
 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1
A/ P2A0 Post SC atas indikasi Riwayat
KPSW dan kala I memanjang gr (iv), skin test
 Inj. Metrodinazole 3x1/ iv
(infus kocor)
 Tramadol 3x1 tab/drip
 Pronalges supp 4x1/anal
 Inbion 1x1 tab/Oral
 Asta plus 1x1 tab/Oral
 Lactamam 3x1 tab/oral
13/08/2021 S/ nyeri bekas operasi  Aff Infus
06.00 WIB
 Aff Kateter
O/ KU : Baik
Kesadaran: Compos mentis  Mobilisasi bertahap
TD : 120/70 mmHg
 Diet TKTP
HR : 83 x/menit
RR : 21 x/menit  ASI on demand
Suhu : 36,3oC
 GV opsite
TFU: TFU 2 jari di bawah
umbilikus.  Rencana pulang besok
Kontraksi uterus Baik (Kontrol 10 hari
Lokia: rubra (+)
kemudian)
A/ P2A0 Post SC atas indikasi  Terapi oral
Riwayat KPSW dan kala I
Th/
memanjang
 Cefadroxil 2x1 mg tab/
oral
 Asam Mefenamat 3x1
tab/oral
 Inbion 1x1 tab/Oral
 Asta plus 1x1 tab/Oral
41

 Lactamam 3x1 tab/oral


14/08/2021 S/ Tidak ada Keluhan  ASI on demand
06.00 WIB
 Diet TKTP
O/ KU : Baik
Kesadaran: Compos mentis  Rencana pulang hari ini
TD : 100/70 mmHg
(Kontrol 10 hari
HR : 79 x/menit
RR : 22 x/menit kemudian)
Suhu : 36,5oC  Terapi oral
TFU: TFU 2 jari di bawah
umbilikus. Th/
Kontraksi uterus Baik  Cefadroxil 2x1 mg tab/
Lokia: rubra (+)
oral
A/ P2A0 Post SC atas indikasi Riwayat  Asam Mefenamat 3x1
KPSW dan kala I memanjang tab/oral
 Inbion 1x1 tab/Oral
 Asta plus 1x1 tab/Oral
 Lactamam 3x1 tab/oral
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Apakah diagnosis sudah tepat?


Pada kasus ini dilaporkan Ibu usia 33 tahun datang ke IGD RSMP
pada tanggal 10 November 2021 pukul 16.20 WIB, berdasarkan anamnesa
yang dilakukan ibu datang dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir
sejak 1 jam SMRS. Air yang keluar berwarna keruh dan berbau amis dengan
banyaknya 1 kali ganti celana. Pasien menyangkal keluhan mules yang
menjalar hingga ke pinggang dan keluhan keluar lendir darah disangkal. Hal
ini merupakan manifestasi klinis dari ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW) dimana air yang keluar merupakan cairan amnion pada saat belum
inpartu.
Hal ini sesuai menurut teori yang mengatakan bahwa Ketuban pecah
sebelum waktunya atau spontaneusly/premture rupture of membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan
pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Bila
ketuban pecah sebelum waktunya terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan prematur.5
Pasien juga mengaku memiliki riwayat keputihan. Riwayat terjatuh
dan demam tidak ada. Hal ini menandakan bahwa salah satu faktor risiko
yang menyebabkan terjadinya KPSW yang dialami pasien adalah adanya
riwayat keputihan yang dialami pasien. Infeksi yang terjadi menyebabkan
terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik
sehingga memudahkan ketuban pecah. Pathogen saluran genitalia yang
dikaitkan dengan ketuban pecah sebelum waktunya adalah Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Trichomonas vaginalis, dan group B
beta hemolytic streptococcus. Pathogen tersebut paling sering ditemukan di
cairan ketuban, pathogen tersbut melepaskan mediator inflamasi yang
mnyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan
pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban. Keputihan salah satu
43

tanda terdapatnya infeksi pada jalan rahim dan merupakan penyebab


tersering ketuban pecah dini, dimana prevalensi mencapai 73%.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 120/70 mmHg,
nadi 80 x/m, suhu 36,5o C, laju pernafasan 20 x/m, Berat badan 66 kg dan
tinggi badan 155 cm. Sedangkan pada pemeriksaan abdomen, palpasi TFU 2
jari dibawah procesus xhypoideus, punggung kanan, presentasi kepala,
belum masuk PAP, DJJ 138x/ menit. Pada pemeriksaan genitalia didapatkan
pembukaan dalam 1 cm, selaput ketuban (-), kepala Hodge 1. Dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan obstetri didapatkan bahwa pasien telah
mengalami inpartu.
Pada pasien kurang dilakukan diagnosis lanjut seperti tidak
dilakukannya inpekulo dan pemeriksaan penunjang seperti USG. Menurut
teori, untuk mendiagnosis suatu KPSW diperlukan inspekulo untuk melihat
air ketuban keluar dari OUE, serta melakukan Nitrazine test menggunakan
kertas lakmus. Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis
untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion
atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal
janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan
akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan
ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan
untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan
kelainan kongenital janin.
Untuk diagnosis pada kasus ini sudah tepat yaitu, G2P1A0 hamil
aterm dengan KPSW inpartu kala 1 fase laten, janin tunggal hidup dengan
presentasi kepala. Jika ditinjau dari segi penulisannya diagnosis obstetri
pada pasien ini sudah tepat, dimana diawali dengan diagnosis ibu dan
komplikasi, diagnosis kehamilan, diagnosis persalinan, dan terakhir diikuti
dengan diagnosis janin.

4.2 Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah tepat?


Pada saat pasien pertama kali masuk rumah sakit dengan keluhan
mules mau melahirkan, pasien di observasi keadaan umum, tanda vital ibu,
denyut jantung janin dan HIS terlebih dahulu. Kemudian, pasien
44

mendapatkan terapi berupa IVFD RL 500 cc gtt 20x/m. Dilanjutkan cek


laboratorium darah rutin. Rencana partus pervaginam dan evaluasi kemajuan
persalinan dengan partograf WHO.
Ringer laktat merupakan larutan kristaloid yang bersifat isotonis.
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas
dalam ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular
adalah 20-30 menit. Kristaloid murah, mudah dibuat, dan tidak
menimbulkan reaksi imun. Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah
elektrolit plasma, ia memiliki konsentrasi yang sama dan disebut sebagai
“isotonik” (iso, sama; tonik, konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid
isotonis, tidak terjadi perpindahan yang signifikan antara cairan di dalam
intravascular dan sel. Dengan demikian, hampir tidak ada atau minimal
osmosis. Keuntungan dari cairan kristaloid adalah murah, mudah didapat,
mudah penyimpanannya, bebas reaksi, dapat segera dipakai untuk mengatasi
defisit volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah, dan dapat digunakan
sebagai fluid challenge test.
Manajemen terapi pemberian cairan ini bertujuan untuk
mempertahankan delivery oxygen. Terdapat beberapa pilihan terapi cairan
yang tersedia. Pilihan terbaik pada prinsipnya dapat mempertahankan
delivery oksigen yang dilihat dari hemodinamik yang stabil, perbaikan
perfusi ke jaringan, mempertahankan keseimbangan elektrolit, dan asam
basa tubuh. Terapi cairan yang paling baik dan ideal untuk mengganti cairan
akibat kekurangan darah adalah cairan yang mirip dengan cairan plasma dan
darah yang hilang tersebut.
Untuk menatalaksana pasien KPSW, sebelumnya harus dipastikan
terlebih dahulu usia kehamilan, posisi janin, serta pemantauan DJJ untuk
menilai status janin. Profilaksis streptokokus grup B harus diberikan
berdasarkan hasil kultur sebelumnya atau berdasarkan pola kuman di rumah
sakit jika kultur belum dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya
penatalaksanaan KPSW dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana konservatif
dan tatalaksana aktif.
45

Pada pasien dilakukan tindakan section caesarean karena pada saat


dilakukan observasi kemajuan persalinan, pasien mengalami kala I fase aktif
memanjang. Menurut teori, fase aktif memanjang dapat didiagnosis dengan
menilai tanda dan gejala yaitu pembukaan serviks melewati kanan garis
wasapa partograf. Hal ini dapat dipertimbangkan adanya inersia uteri jika
frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40
detik, disproporsi sefalopelvik didiagnosis jika pembukaan serviks dan
turunnya bagian janin yang dipresentasikan tidak maju, sedangkan his baik.
Pada hari pertama post SC, tatalaksana yang diberikan berupa IVFD
Ringer Lactat 500 cc gtt 20x/menit, Ceftriaxone 2x1 gram / iv (skin test),
metronidazole 3x500 gram/iv kocor, Inbion 1x1 tab/Oral, Asta plus 1x1
tab/Oral, dan Lactamam 3x1 tab/oral.
Ceftriaxone merupakan antibiotik yang berguna untuk pengobatan
sejumlah infeksi bakteri. Antibiotik ini termasuk golongan sefalosporin
generasi tiga. Pemberian antibiotik pada kasus ini bertujuan untuk profilaksis
terjadinya infeksi pada bekas operasi. Pemberian antibiotik Ceftriaxone 2x1
gram (i.v) dan Metronidazole 500 mg 3x1 fls (i.v). Indikasi digunakannya
kombinasi antibiotika ini untuk pengobatan terhadap infeksi yang disebabkan
oleh lebih dari satu jenis mikroba. Metronidazole dapat digunakan karena
kemampuannya melawan bakteri anaerob yang ditemui pada dan beberapa
bakteri lain.
Secara keseluruhan, penatalaksanaan pada kasus ini tepat dan adekuat.
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

a. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.


b. Penatalaksanaan pada kasus ini telah tepat dan adekuat.

5.2 Saran
Berdasarkan uraian tersebut, adapun saran yang bisa diberikan yaitu: Sebagai
upaya pencegahan terjadinya keluhan yang berulang, sebaiknya ibu hamil yang
sudah pernah mengalami penyulit dalam kehamilan maupun persalinannya dapat
rutin melakukan Ante Natal Care (ANC) pada trimester 1, 2 dan 3 kehamilan di
spesialis obgyn untuk mencegah terjadinya komplikasi pada kehamilan
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2016. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo, S. Ilmu


Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. Hal 675.
2. Cunningham F. G. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 23. Jakarta: EGC,
2013; hal. 662
3. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Badan Pusat
statistic; 2017
4. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) & Himpunan
Kedokteran Feto-Maternal. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK): Ketuban Pecah Dini. Indonesia: POGI & HKFM,
2016. 1-17.
5. Ayuningtyas, D., Oktarina, R., Misnaniarti, dan Sutrisnawati, N.Y.D.
Etika Kesehatan Pada Persalinan Melalui Sectio Caesarea Tanpa Indikasi
Medis. Jurnal MKMI, 14(1): 9-16. 2018.
6. Prelabor Rupture of Membranes: ACOG Practice Bulletin Summary,
Number 217. Obstet Gynecol. 2020 Mar;135(3):739-743. doi:
10.1097/AOG.0000000000003701. PMID: 32080044.
7. Gahwagi MM, Busarira MO, Atia M. Premature Rupture of Membranes
Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi, Libya. Open
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2015. 5, 494-504.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2019. 2019. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
9. Kemenkes RI, 2019. Kematian Maternal dan Neonatal di Indonesia.
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/rakerkesnas
2019/SESI%20I/Kelompok%201/1-Kematian-Maternal-dan-Neonatal-di-
In donesia.pdf. Diakses pada tanggal 13 November 2021.
10. Maryuni., et al. 2017. Risk Factors of Premature Rupture of Membrane.
Kesmas: National Public Health Journal, 11(3): 133-137
11. Bryant A. 2013. Management of Premature Rupture of Membranes. The
American College of Obstetricians and Gynecologists.Practice bulletin no.
48

139: Premature rupture of membranes.


http://www.jwatch.org/na32758/2013/11/14/management-premature-
rupture -membranes#sthash.NVlBDZcd.dpuf - diakses: 26 April 2021.
12. Duncan JR, Tobiasz AM, Dorsett KM, Aziz MM, Thompson RE, Bursac
Z, Talati AJ, Mari G, Schenone MH. Fetal Pulmonary Artery
Acceleration/Ejection Time Prognostic Accuracy For Respiratory
Complications In Preterm Prelabor Rupture Of Membranes. j Matern
Fetal Neonatal Med. 2020; 33(12).p.2054-2058.
13. Sung S, Mahdy H. 2021. Cesarean Section. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
14. Indraccolo U, Pace M, Corona G, Bonito M, Indraccolo SR, Di Iorio R.
2019 Cesarean section in the absence of labor and risk of respiratory
complications in newborns: a case-control study. J Matern Fetal Neonatal
Med. (7):1160-1166.
15. Afriani A., Desmiwarti, Kadri H. Kasus Persalinan Dengan Bekas Seksio
Saesarea Menurut Keadaan Waktu Masuk di Bagian Obstetri dan
Ginekologi RUP Dr. M. Djamil Padang, Jurnal Kesehatan Andalas Vol/2
No. 3. 2013
16. Mariam, et al. 2021. Indications, putcome and risk factor of caesarean
delivery among pregnant women utilizing delivery services at selected
public health institutions, Oromia Region, SouthWest Ethiopia. Patient
Related Outcome Measure Dovepress, 2021:12 227-236.
17. Andayasari, L., Muljati, S., Sihombing, M., Arlinda, D., Opitasari, C.,
Mogsa, D.F., dan Widianto. Proporsi Seksio Sesarea dan Faktor yang
Berhubungan dengan Seksio Sesarea di Jakarta. Buletin Penelitian
Kesehatan, 43(2): 105-116. 2015
18. Pratiwi, R.A.B., Gunanegara, R.F., & Ivone, J. Factors Affecting
Caesarean Labor in RSUD Lembang 2017. Journal of Medicine and
Health, 2(3): 838-846. 2019
19. Purwadianto, A., dan Sampurna, B. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa
Aksara. 2017
49

20. Mylonas, I., and Friese, K. Indication For And Risk Of Elective Caesarean
Section. Deutsches Ärzteblatt International, 112: 489–495.
DOI:10.3238/arztebl.2015.0489. 2015.
21. Winkjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta. 2018
22. Manuaba, IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Untuk
Pendidikan Bidan. EGC. 2014
23. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
EGC. 2012.

Anda mungkin juga menyukai