Disusun oleh :
Muhammad Rahul
Faiz
MEDAN 21/22
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan falsafah serta ideologi
bangsa dan Negara Indonesia. Nilai-nilaiyang terkandung di dalam Pancasila berasal dari
bangsa Indonesia sendiri,yaitu nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai
religius.Melalui siding BPUPKI dan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila
disahkan sebagai dasar falsafah negara (Philosofische Gronslag) Republik Indonesia.
Berdasarkan kedudukan Pancasila tersebut maka Pancasila merupakan suatu dasar nilai
serta norma untuk mengatur pemerintah negara/penyelenggara negara. Oleh sebab itu,
seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama peraturan perundang-
undangan negara dijabarkan dan diderivikasi dari nilai-nilai Pancasila (M.Ali Mansyur,
2005:3-4).1 Menurut M.Ali Masyur (2005:6), bahwa Pancasila sebagai dasar negara
merupakan falsafah hukum nasional seharusnya mempunyai sifat imperatif, yaitu
Pancasila dijadikan dasar dan arah pengembangan falsafah hukum nasional dan menjadi
acuan dalam penyusunan, pembinaan dan pengembangan falsafah hukum yang konsisten
dan relevan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri (M.Ali Mansyur, 2005:66). Dari
beberapa penjelasan tentang kedudukan Pancasila,menunjukkan bahwa sebagai dasar
falsafah negara, Pancasila adalah sebagai sumber segala sumber hukum bagi bangsa
Indonesia.
1
Arief Shidharta, B. Filsafat Hukum Pancasila, Makalah pada seminar Empat Pilar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara, Jakarta, 2015.
2
Kaelan. Filsafat Pancasila sebagai Filsafat Bangsa Negara Indonesia. Makalah pada Kursus Calon Dosen
Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, 2005.
B. Nilai Sebagai Genus Filsafat Hukum
1. Hakikat Nilai
Yang menjadi dasar timbulnya nilai pada manusia dan kemanusiaanya. Nilai hadir
manakala pikiran dan rasa manusia bertaut satu sama lain, kemudian memutuskan sisi
dominan dari keduanya yang nantinya akan merujuk pada suatu pilihan, yang diantaranya
terjelma dalam berbagai bentuk rupa keputusan , seperti dalam bentuk kata , gerak
ataupun diam . manusia dengan sekilas dapat memberikan penilaian dengan pikiranya
tanpa harus mengalami objek yang dinilainya dan ini kerap terjadi secara spontanitas,
namun pada saat bersamaan manakala penilaian itu tercetus manusia tadi bisa saja tidak
dapat merasakan apa yang telah menjadi penilaianya, demikian pula sebaliknya dominasi
rasa terhadap pikiran dapat membuat seseorang menilai berdasarkan rasa, dengan sadar
atau tidak sadar manakala dominasi rasa mengekang pemikiranya . standar umum yang
dapat dikatakan tentang arti nilai, bahwa nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi
kita , sesuatu yang kita cari , sesuatu yang menyenangkan, 4 sesuatu yang disukai dan
diinginkan, singkatnya, sesuatu yang baik. Nilai selalu mempunyai konotasi positif.
Sebaliknya, sesuatu yang kita jauhi, sesuatu yang membuat kita melarikan diri, seperti
penderitaan, penyakit atau kematian adalah lawan dari nilai, adalah non nilai. Dengan
demikian . nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia baik lahir maupun bathin.
2. Sifat Nilai
Nilai itu idiel, atau berbentuk ide, abstrak namun hadir karena “diobjekan” dan
dihadirkan karena subjek. Oleh karena itu, Nilai dikatakan bersifat abstark, tidak dapat
disentuh oleh pancaindra. Nilai berbeda dengan wujud sesuatu yang tetap ada, Bilamana
tidak ada manusia yang memberikan penilaian, karena nilai tidak berada dengan
sendirinya tanpa manusia, maka “ada manusia,ada nilai”. Nilai terbentuk karena adanya
hubungan interdependensi antara fakta sebagai objek yang dinilai serta manusia sebagai
objek sekaligus subjek yang menilai, tanpa hubungan yang bersifat ketergantungan
3
Subandi Al Marsudi. Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma Reformasi, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005.
4
Muladi, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia, Pidato utama pada Seminar
Nasional―Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia‖ dalam
rangka Dies Natalis Universitas Pancasila ke 40. Diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas
Pancasila pada tanggal 7 Desember 2007
seperti itu, Nilai tidak mungkin ada . dapat disimpulkan bahwa baik dan benar adalah dua
hal yang tidak identik, sekalipun keduanya bersifat positif. Yang baik itu mungkin benar
mungkin juga tidak benar . yang benar itu mungkin dianggap baik atau buruk, akan tetapi
manakala yang baik itu bertautan dengan yang benar atau sebaliknya , maka kita
berhadapan dengan sesuatu yang ideal. 5 Nilai – Nilai itu serasi untuk ruang dan waktu
tertentu , tapi tidak sesuai bagi ruang lain dan waktu lain. Nilai itu tidak hadir dengan
sendirinya berdiri sendiri. Seperti wujud suatu barang . Nilai itu bersifat ideal, namun
tampil dalam bentuk materi dengan hubungan subjek dan objek, namun ide itu dimasukan
ke dalam objek , sehingga objek itu bernilai. 6 ilmu pun hadir karena kebebasan nilai .
nilai sifatnya subjektif , faktor –faktor subjektif yang mempengaruhi:
1. Umur (belum dewasa ,dewasa , matang )
2. Latar belakang pribadi (jenis & tingkat pendidikanya)
3. Agama.
4. Tingkat intelegensinya (rendah, menengah , normal , superior , genius)
5. Latar belakang sosial budaya ( kebudayaan daerah , kebudayaan nasional). Ada tiga
faktor mempengaruhi penilaian yang bersifat objektif ataupun subjektif, yakni faktor
pokok dan faktor pelengkap serta faktor penua.Berbagai sikap dalam proses menilai :
1.sikap buta nilai (value blind) : suatu sikap yang melihat / memandang suatu fakta
sebagaimana adanya.
2.sikap menentukan nilai (value evaluating) suatu sikap yang secara sadar menentukan /
melekatkan nilai tertentu pada suatu fakta tertentu
3. Sikap yang berhubungan dengan nilai ( valute relating ) suatu sikap yang berusaha
mewujudkan nilai tertentu pada suatu fakta tertentu .
4. sikap penguasaan nilai (value conquering) suatu sikap yang takluk / tunduk pada nilai
tertentu yang sudah terdapat pada suatu fakta tertentu
3. Manfaat Nilai
A. Eksistensi diri .Eksistensi diri, hal yang berarti dengan adanya penilaian yang timbul
dari seseorang terhadap objek penilaiannya, maka ecara otomatis penilaian yang
dilontarkannya menjadi ganti dirinya di hadapan subjek penilai lainnya.
B. Analisis diri dan antarpribadi, hal yang berarti bahwa dengan melakukan satu
penilaian terhaap objek penilaian, maka secara sadar atau tidak sadar, sengaja tidak
sengaja, maka orang tersebut telah melakukan satu analisis yang muatan penilaiannya
tersebut bisa menjadi sederhana-kompeleks dan dengan analisisnya, maka terjadi
5
Sudharta, B. Arief, Filsafat Hukum Pancasila, Seminar Nasional ―Nilai-nilai Pancasila sebagai
Nilai Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia‖ dalam rangka Dies Natalis Universitas
Pancasila ke 40.
6
Wibisono Siswomihrdjo, Koento, Pemantapan Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Hukum dalam Kerangka Sistem Kenegaraan Indonesia
pertautan nilai (perbandingan) yang nantinya menimbulkan analisis pribadi juga
antarpribadi.
C. Ekspresi diri, yang berarti bahwa seseorang yang memberikan satu penilaian, maka
secara pribadi dan merdeka telah menunjukkan kebebasan berpendapat menurut
nalurinya yang berarti jujur dan bebas dari tekanan atau penilai lainnya.
D. Pilihan atas perbandingan, yang berarti bahwa penilaian yang dilakukan seseorang
merupakan pilihan final dari berbagai pilihan yang berkecamuk antara pikir dan rasa yang
berdialektik untuk merujuk pada sebuah pilihan dominan dari kedua hal tersebut saat
mana pilihan itu terpilih dan diejawantahkan.
E. Evaluasi, bermakna bahwasanya setiap penilaian dari siapapun atau pihak mana pun
akan dipandang subjektif oleh penilai lainnya, namun fakta atau peristiwa yang
melaratbelakangi akan tetap objektif sekalipun objek atau peristiwa yang ada tersebut
merupakan hasil rekayasa karena itu nilai hadir menyelaraskan perpaduan penilaian
sementara demi terwujudnya pengertian.
Korelasi : Hadirnya Nilai mendasari Asas hukum , Asas Hukum kemudian yang
mendasari adanya Norma Hukum , Hadirnya Norma Hukum sebagai acuan dari sikap
tindak. Sikap tindak dapat diukur dengan Norma Hukum , Norma Hukum dapat diuji
dengan Asas Hukum , asas hukum dapat dikembalikan Nilai
1. Nilai kesamaan
Keadaan antar manusia dimana manusia diperlakukan sama dalam situasi sama
2. Nilai kebangsaan
Hukum melindungi kebebasan eksistensial & kebebasan sosial ,setiap orang bebas untuk
mengurus dirinya sendiri (kebebasan eksistensial) selagi tidak mengganggu kepentingan
pihak lain ( kebebasan sosial)
3. Nilai kebersamaan
Hukum mengatur hubungan dan solidaritas sesama manusia
Sebagai nilai-nilai dasar dan nilai-nilai moral yang di terima sebagai pedoman dalam
kehidupan berbngsa daan bernegara,implementasi pancaila sangat relevan dalam upaya
7
Suteki, Integrasi Hukum dan Masyarakat, Semarang : Pustaka Magister 2007
mewujudkan kesejahteraan dan keamanan melalui kepekaan dan kepedulian kesadaran
masyarakat dalam meningkatkan kemampuan komparatif pemberdayaan ketahanan
pangan nasional. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam ketahanan pangan merupakan
salah satu variabel strategis dalam pembanguna sumber daya manusia yang berkualitas
guna mewujudkan stabilitas nasional.8
Istilah paradigma berasal dari bahasa Latin yaitu paradeigma yang berarti pola. Istilah
paradigma pertama kali dikemukakan oleh Thomas Khun dalam karya monumentalnya,
Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan. Ia mengartikan paradigma sebagai pandangan
mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter). Gagasan utama
Khun adalah memberikan alternatif baru sebagai upaya menghadapi asumsi yang berlaku
umum di kalangan ilmuwan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, yang pada
umumnya berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan tersebut
terjadi secara kumulatif. Pandangan demikian sebagai mitos yang harus dihilangkan.
Sedangkan Khun berpendirian bahwa ilmu pengetahuan berkembang tidak secara
kumulatif melainkan secara revolusi. Dengan pengertian revolusi, Khun menjelaskan
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan akan terjadi melalui pergantian paradigma:
paradigma yang lama diganti, baik secara menyeluruh maupun sebagian, dengan
paradigma baru.9
Sofian Effendi dalam Lili Rasjidi menjelaskan bahwa istilah paradigma oleh Khun
dipergunakan untuk menunjuk dua pengertian utama. Pertama, sebagai totalitas
konstelasi pemikiran, keyakinan, nilai persepsi, dan teknik yang dianut oleh akademisi
maupun praktisi disiplin ilmu tertentu yang mempengaruhi cara pandang realitas mereka.
Kedua, sebagai upaya manusia untuk memecahkan rahasia ilmu pengetahuan yang
mampu mengjungkirbalikkan semua asumsi maupun aturan yang ada. Lebih lanjut Lili
Rasjidi memaparkan bahwa pengertian paradigma sebagaimana yang diintrodusi Scott
8
Sutrisno, Endang, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi,
Yogyakarta : Genta Press, 2009
9
Sudjito, Pancasila Sebagai dasar Filsafat dan Paradigma IlmuHukum, disampaikan dalam
matrikulasi Program Doktor Ilmu Hukum UNS, tanggal 02 Maret 2013
mengandung beberapa aspek penekanan yaitu bahwa paradigma merupakan, pertama,
sebagai pencapaian yang baru yang kemudian diterima sebagai cara untuk memecahkan
masalah dan pola pemecahan masalah masa depan. Hal menarik dari pengertian ini
adalah bahwa paradigma adalah cara pemecahan masalah yang seharusnya memiliki daya
prediksi masa depan. Kedua, sebagai kesatuan nilai, metode, ukuran dan pandangan
umum yang oleh kalangan ilmuwan tertentu digunakan sebagai cara kerja ilmiah pada
paradigma itu.12 Dengan demikian istilah Paradigma sesungguhnya merupakan cara
pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar untuk memecahkan suatu masalah
yang dihadapi oleh suatu bangsa ke masa depan.10
10
Saleh, Ismail, Kebijaksanaan dan Strategi Pembangunan dan Pembinaan Hukum Nasional, Beserta
Implementasinya, Jakarta : Departemen Kehakiman Republik Indonesia, 1987
Pancasila. Karena itu, secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan hukum dalam kerangka pembangunan nasional mengandung suatu
konsekuensi bahwa segala aspek pembangunan hukum dalam kerangka pembangunan
nasional harus mendasarkan kepada hakikat nilai-nilai Pancasila.11
Untuk itu, Pancasila secara utuh harus dilihat sebagai suatu national guidelines, sebagai
national standard, norm and principles yang sekaligus memuat human rights and human
responsibility. Pancasila juga harus dilihat sebagai margin of appreciation sebagai batas
atau garis tepi penghargaan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat yang
pluralistik (the living law) sehingga dapat dibenarkan dalam kehidupan hukum nasional.12
11
Nawawi Arief, Barda,Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana (Menyongsong Generasi
Baru Hukum
12
Bakry, Noor MS, 1994, Pancasila Yuridis Kenegaraan,Liberty, Yogyakarta
BAB 3
PENUTUPAN
Kesimpulan
Pada dasarnya pembangunan hukum nasional adalah melakukan rekonstruksi hukum agar
sesuai dengan jiwa atau kepribadian bangsa Indonesia, serta dalam upaya mengikuti
perkembangan masyarakat dan IPTEK. Oleh sebab itu pembangunan hukum nasional
seharusnya mendasarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, yang diyakini
kebenarannya dan mengikat masyarakat, artinya menjadipetunjuk dalam berkehidupan.
Bertolak pada hal tersebut, maka dalam melakukan pembangunan hukum nasional harus
berdasar pada asas-asas yang ada dalam nilai-nilai Pancaila karena nilai-nilai Pancasila
sesungguhnya adalah kristalisasi dari nilai-nilai agama dan nilai-nilai adat yang diyakini
kebenarannya oleh bangsa Indonesia dan menjadi petunjuk hidup.
Daftar Pustaka
Arief Shidharta, B. Filsafat Hukum Pancasila, Makalah pada seminar Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Jakarta, 2015.
Surabaya, Indonesia, 1991. Kaelan. Filsafat Pancasila sebagai Filsafat Bangsa Negara
Indonesia.
Soepomo. Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat, Gita Karya, Djakarta,
1963.
Hazairin dalam Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, Suatu
Kajian Dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 2007