Anda di halaman 1dari 14

Kepailitan

1. Pengertian Kepailitan
Pengertian Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. 1 Kata pailit,
berasal dari kata fallere dari bahasa Latin yang artinya menipu.2 Failliet dalam bahasa Belanda, atau
Taflis dalam bahasa Arab, masdar dari fallasa yang artinya menjadikannya miskin, juga disebut
iflas (jatuh miskin) masdar dari kata Aflasa yang berarti dia menjadi orang yang dalam keadaan

tidak mempunyai uang, atau bangkrut yang dalam bahasa Inggris disebut dengan bankrupt berasal
dari undang-undang di Italia yang disebut dengan banca rupta. Pada abad pertengahan di Eropa,
terjadi praktik kebangkrutan yang dilakukan dengan menghancurkan bangku-bangku dari para
bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan membawa harta para
kreditornya. Adapun di Venetia (Italia) pada waktu itu, dimana para pemberi pinjaman (bankir) saat
itu yang banco (bangku) mereka yang tidak mampu lagi membayar utang atau gagal dalam
usahanya, bangku tersebut benar-benar telah patah atau hancur.
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-
pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya
disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah
mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang
mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang
akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan
tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate parte)
dan sesuai dengan struktur kreditor.3
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 memberi arti Kepailititan adalah “sita umum
atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator
di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.

2. Asas Hukum Kepailitan


Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengandung beberapa asas yang sejalan
dengan yang seharusnya dianut oleh suatu undang-undang Kepailitan yang baik. Asas-

1
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta,
2010, hlm.130
2
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami UU No. 37 Tahun 2004, PT. Pusaka Utama Grafiti, Jakarta,
2012, hlm 14.
3
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Kencana, Jakarta, 2015, hlm. 2.
asas tersebut antara lain adalah:
i. Asas Keseimbangan
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengandung beberapa ketentuan
yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga
kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
Kreditor yang beritikad tidak baik.
ii. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, terdapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
iii. Asas Keadilan
Dalam kepailitan, asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan
mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-
masing terhadap Debitor, dengan tidak mempedulikan Kreditor lainnya.
iv. Asas Integrasi
Asas Integrasi dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengandung
pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu
kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.4
3. Tujuan dan Fungsi Hukum Kepailitan
Tujuan-tujuan dari adanya hukum kepailitan (bankruptcy law), adalah:
a. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara para
kreditornya;
b. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan
kepentingan para kreditor;
c. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para
kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.
Menurut Profesor Radin dalam bukunya The Nature of Bankruptcy, tujuan semua undang-undang
kepailitan (bankcrupty laws) adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah
hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya.5
4
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta,
2010, hlm. 132
5
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami UU No. 37 Tahun 2004, PT. Pusaka Utama Grafiti, Jakarta,
2012, hlm. 28.
Fungsi Hukum Kepailitan
Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berfungsi
baik untuk kepentingan debitor maupun kepentingan kreditor, antara lain:
i. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama
ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor;
ii. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang
menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa
memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya;
iii. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah
seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk
memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu
sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor
untuk melarikan semua harta kekayannya dengan maksud untuk melepaskan
tanggung jawabnya terhadap para kreditor.
Mengutip Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang berpendapat bahwa hukum harus
merupakan sarana pembaharuan dan pembangunan masyarakat, diharapkan undang-
undang ini juga berperan dalam pembaharuan masyarakat untuk menyelesaikan utang-

piutangnya. Dan dapat memenuhi fungsi dan peran hukum di tengah-tengah hidup
bermasyarakat.6

4. Syarat-Syarat Kepailitan
Hal mengenai syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ini telah diatur
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih kreditornya”
Ketentuan di atas mempunyai arti bahwa untuk mengajukan permhonan pailit
terhadap seorang Debitor harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
i. Debitor yang ingin dipailitkan mempunyai sedikitnya dua utang, artinya
mempunyai dua atau lebih kreditor. Oleh karena itu, syarat ini disebut syarat
6
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. ALUMNI,
Bandung, 2010, hlm. 72-74
concurcus creditotorium.
ii. Debitor tidak melunasi sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya.
iii. Utang yang tidak dibayar lunas itu haruslah utang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih (due/expired and payable).
Yang dimaksud dengan “utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih”
adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena
telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang
berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.
5. Pihak-Pihak yang Berkaitan dalam Proses Kepailitan
i. Pihak pemohon pailit
Adalah mereka yang mengajukan permohonan pailit sesuai dengan ketentuan
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
ii. Pihak debitor pailit
Adalah pihak yang memohon/dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang.
iii. Hakim niaga
Adalah hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara di pengadilan
niaga. Perkara kepailitan hanya boleh diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh oleh
hakim tunggal). Baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi.
iv. Hakim pengawas
Adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan
penundaan kewajiban pembayaran utang.
v. Kurator
Adalah salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses
perkara pailit.
vi. Panitia kreditor
Adalah pihak yang mewakili pihak kreditor sehingga panitia kreditor tentu akan
memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditor. Panitia kreditor ada
dua macam:
1. Panitia kreditor sementara
Yakni panitia yang ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit
2. Panitia kreditor tetap
Yakni yang dibentuk oleh hakim pengawas apabila dalam putusan pailit tidak
diangkat panitia kreditor sementara.
vii. Pengurus
Pengurus hanya dikenal dalam proses penundaan pembayaran, tetapi tidak dikenal
dalam proses kepailitan.

6. Pihak-pihak Yang Berhak Mengajukan Permohonan Pailit


a. Kreditor atau beberapa kreditor
Menurut Pasal 55 UU No 37 Tahun 2004, kreditor atau para kreditor meliputi:
1. Golongan separatisen, yaitu kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, biasanya disebut kreditor preferen
atau secured creditors yaitu para kreditor yang mempunyai hak didahulukan, disebut
demikian karena para kreditor yang telah diberikan hak untuk mengeksekusi sendiri
haknya dan melaksanakan seolah-olah tidak ikut campur. Dalam arti lain, kreditor ini
dapat menyelesaikan secara terpisah di luar urusan kepailitan. Meskipun demikian,
untuk melaksanakannya menurut ketentuan undang-undang para kreditor tidak bisa
langsung begitu saja melaksanakannya.
2. Golongan dengan hak privilege, yaitu orang-orang yang mempunyai tagihan yang
diberikan kedudukan istimewa, sebagai contoh, penjual barang yang belum menerima
bayarannya, mereka ini menerima pelunasan terlebih dahulu dari pendapatan penjualan
barang yang bersangkutan.
3. Kreditor lainnya atau unsecured creditors adalah kreditor yang harus berbagi dengan
para kreditor yang lain secara proposional, atau disebut juga secara pari pasu yaitu
menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan mereka, dari hasil penjualan
Harta Pailit yang tidak dibebani hak jaminan. Disebut juga sebagai kreditor konkuren.
b. Debitor sendiri

Seorang debitor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap dirinya


(voluntary petition) apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor.
b. Debitor sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah jatuh tempo waktu dan
dapat ditagih.
c. Kejaksaan untuk kepentingan umum
Hal yang dimaksud dengan “untuk kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan
negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Kejaksaan dalam hal ini dapat sebagai
pemohon pernyataan kepailitan karena dikhawatirkan terjadi hal berikut:
1) Debitor melarikan diri.
2) Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan.
3) Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha
lain yang menghimpun dana dari masyarakat.
4) Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah
utang piutang yang telah jatuh waktu.
5) Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.

d. Bank Indonesia
Bank Indonesia Dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi
bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata- mata didasarkan
atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan sevara keseluruhan, oleh karena
itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan
permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indnesia terkait dengan
ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi
bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

e. Badan Pengawas Pasar Modal-LK (BAPEPAM-LK)


Dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Peminjaman, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Permohonan pailit sebagaimana dimaksud hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas
Pasar Mdal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana
masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar
Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal
pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah
pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap Bank.
f. Menteri Keuangan
Dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan reasuransi, Dana Pensiun, atau
Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. 7

7. Tugas Pokok Kurator


1. Melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan
semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya
2. Membuat pencatatan harta pailit
3. Membuat daftar yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan utang harta pailit,
nama dan tempat tinggal Kreditor beserta jumlah piutang masing-masing
Kreditor.
4.Berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, Kurator dapat melanjutkan
usaha Debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan
pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali
5. Menyimpan sendiri uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya
6.Melakukan rapat pencocokkan perhitungan (verifikasi) piutang yang diserahkan
oleh Kreditor dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan
Debitor Pailit, maupun berunding dengan Kreditor jika terdapat keberatan
terhadap penagihan yang diterima.
7. Membuat daftar piutang yang sementara diakui.8

8. Pengecualian Kepailitan
1. Benda, yang di pergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang
dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh)
hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
2. Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari
suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan,
3. Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah
menurut undang-undang.9

7
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010
8
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010
9
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010
9. Tata Cara Permohonan Kepailitan

Permohonan kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh seorang advokat (kecuali
jika permohonan diajukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau
Menteri Keuangan tidak diwajibkan mempergunakan advokat). Surat permohonan
berisikan anatara lain:
i. Nama, tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan;
ii. Nama, tempat kedudukan pengurus perusahaan atau direktur
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas;
iii. Nama, tempat kedudukan para kreditor;
iv. Jumlah keseluruhan utang;
v. Alasan permohonan.

Selanjutnya, panitera pengadilan setelah menerima permohonan itu melakukan


pendaftaran dalam registernya dengan memberikan nomor pendaftaran dan kepada
pemohon diberikan tanda bukti tertulis yang ditandatangani pejabat yang berwenang.
Tanggal bukti penerimaan itu harus sesuai dengan tanggal pendaftaran permohonan.
Dalam jangka waktu tiga hari panitera menyampaikan permohonan kepailitan itu kepada
ketua pengadilan untuk dipelajari selama dua hari untuk kemudian oleh ketua pengadilan
akan ditetapkan hari persidangannya.
Setelah hari persidangan ditetapkan, para pihak (pemoohon dan termohon) dipanggil
untuk menghadiri pemeriksaan kepailitan. Pemeriksaan harus sudah dilakukan paling
lambat dua puluh hari sejak permohonan didaftarkan di kepaniteraan.
Apabila dalam pemeriksaan terbukti bahwa debitor berada dalam keadaan berhenti
membayar, hakim akan menjatuhkan putusan kepailitan kepada debitor. Putusan atau
penetapan kepailitan harus sudah dikeluarkan atau diucapkan paling lambat tiga puluh
hari sejak tanggal pendaftaran permohonan kepailitan dan putusan ini harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.
Setelah putusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim yang memeriksa, pengadilan dalam
jangka waktu dua hariharus memberitahukan dengan surat dinas tercatat atau melalui
kurir tentang putusan itu beserta salinannya kepada:
a. Debitor yang dinyatakan pailit;
b. Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit;
c. Kurator serta hakim pengawas.
Dalam hal putusan telah dikeluarkan, dalam jangka waktu paling lambat lima hari
sejak tanggal diputuskannya permohonan kepailitan, maka kurator mengumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia dan sekurang- kurangnya dalam dua surat kabar harian
yang ditetapkan oleh hakim pengawas. Dalam pengumuman itu harus dikemukakan hal-
hal yang menyangkut:
a. Ikhtisar putusan kepailitan;
b. Identitas, pekerjaan, dan alamat debitor;
c. Identitas, pekerjaan, dan alamat anggota sementara kreditor
(apabila telah ditunjuk);
d. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditor;
e. Identitas hakim pengawas.

Di samping itu, panitera pengadilan wajib menyelenggarakan suatu daftar umum


untuk mencatat setiap perkara kepailitan yang secara berurutan harus memuat:
a. Ikhtisar putusan pailit atau pembatalan pailit;
b. Isi singkat perdamaian dan pengesahannya;
c. Pembatalan perdamaian;
d. Jumlah pembagian dalam pemberesan;
e. Pencabutan kepailitan; dan
f. Rehabilitasi, dengan menyebut tanggalnya masing-masing.10

10. Upaya Hukum


a. Upaya Hukum Kasasi

Permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu paling lambat delapan hari
terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan, dengan
mendaftarkannya pada panitera di mana pengadilan yang telah menetapkan putusan
atas permohonan pernyataan pailit berada.
Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari
sidang paling lambat dua hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh
Mahkamah Agung. Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling
lambat 20 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal
permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Terhadap putusan atas

10
Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Erlangga, Mataram, 2012, hlm. 216- 219.
permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat

diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.24


b. Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 295 ayat (2) UU Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, permohonan PK dapat diajukan apabila:
a. Terdapat bukti tertulis baru yang penting, yang apabila diketahui pada
tahap persidangan sebelumnya, akan menghasilkan putusan yang berbeda;
b. Atau dalam putusan hakim Pengadilan Niaga yang bersangkutan terdapat

kekeliruan yang nyata.25


Jika putusan Pernyataan Pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau
peninjauan kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau
pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan tersebut,
tetap sah dan mengikat debitor.11
1. Akibat Kepailitan
a. Akibat terhadap harta kekayaan.

Pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa kepailitan meliputi


seluruh kekayaan debitor pada saat pernyataan pailit diucapkan sertta segala sesuatu
yang diperoleh selama kepailitan. Ketentuan ini menunjukkan bahwa kepailitan itu
mengenai harta debitor dan bukan meliputi diri debitor.
Pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa debitor demi
hukum kehilangan haknyauntuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang
termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pailit diucapkan.
Beberapa harta debitor yang tidak dimasukkan sebagai Harta Pailit:

1) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh dibitor


sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang
dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya, yang
dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30
hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

11
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami UU No. 37 Tahun 2004, PT. Pusaka Utama Grafiti, Jakarta,
2012, hlm. 167.
2) Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah,
pensiun, uang tunggu, atau uang tunjangan sejauh yang
ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
3) Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban

memberi nafkah menurut undang-undang.27


b. Akibat terhadap transfer dana.

Pasal 24 Ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa apabila sebelum
putusan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga
selain bank pada tanggal putusan dimaksud, transfer tersebut wajib diteruskan. Hal
demikian juga terjadi pada transfer Efek, yang diatur dalam Pasal 24 Ayat (4) UU
Kepailitan dan PKPU, bahwa transaksi Efek di Bursa Efek tersebut wajib diselesaikan.
c. Akibat terhadap perikatan debitor sesudah ada putusan pernyataan pailit.

Pasal 25 UU Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa apabila sesudah debitor


dinyatakan pailit kemudian timbul perikatan, maka perikatan debitor tersebut tidak
dapat dibayar dari harta pailit.
d. Akibat terhadap hukuman kepada debitor.

Pasal 25 Ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU menegaskan bahwa penghukuman


badan yang didapatkan debitor tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit.
e. Akibat hukum terhadap tuntutan atas harta pailit.
Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU menjelaskan bahwa mereka yang merasa
sebagai kreditor apabila bermaksud melakukan tuntutan prestasi kepada harta pailit
debitor, harus mendaftarkan piutangnya itu umtuk dicocokkan dalam verifikasi.
f. Akibat hukum terhadap eksekusi (pelaksanaan putusan hakim).
Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU menjelaskan bahwa dengan adanya putusan
pernyataan pailit mengakibatkan segala sitaan pelaksanaan (exeturial beslag) dan
sitaan jaminan (conservatoir beslag) menjadi hapus.
g. Akibat kepailitan terhadap penyanderaan.

Penyanderaan (gijzeling) adalah tindakan penahanan terhadap debitor agar mau


melunasi utangnya, pemikirannya ialah agar sanak saudaranya mengeluarkannya dari
penyanderaan dengan menebus utang debitor tersebut. Namun Pasal 31 Ayat (3) UU
Kepailitan menyatakan debitor yang sednag dalam penahanan harus dilepaskan
seketika setelah pernyataan pailit diucapkan.
h. Akibat kepailitan terhadap uang paksa (dwangsom).

Pasal 32 UU Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa selama kepailitan tidak


dikenakan adanya uang paksa, mencakup uang paksa sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan.
i. Akibat kepailitan terhadap perjanjian timbal balik.
Pasal 36 UU Kepailitan dan PKPU mengatur hal-hal sebagai berikut:
1) Pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor dapat meminta kepada
kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan
perjanjian tersebut. Pihak yang bersangkutan dan kurator dapat membuat
kesepakatan mengenaik jangka waktu pelaksanaannya;
2) Apabila kesepakatan jangka waktu tersebut tidak tercapai maka Hakim
Pengawas yang menetapkan jangka waktu yang dimaksud;
3) Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan kurator tidak
memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan
perjanjian maka:
a) Perjanjian berakhir.
a) Pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor dapat menuntut
ganti kerugian dan berkedudukan sebagai kreditor konkuren.
4) Apabila kurator menyatakan kesanggupannya untuk melanjutkan
perjanjian, kurator wajib memberikan jaminannya atas kesanggupan untuk
melaksanakan perjanjian dimaksud;
5) Ketentuan tentang akibat disebut di atas tidak berlaku untuk perjanjian
yang mewajibkan debitor melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan.
j. Akibat kepailitan terhadap perjanjian sewa-menyewa.

Pasal 38 UU Kepailitan dan PKPU mengatur tentang kemungkinan apabila


sebelum dinnyatakan pailit, debitor telah menyewa suatu barang kepada pihak lain,
yaitu:
1) Kurator atau yang menyewakan dapat menghentikan perjanjian sewa,
dengan syarat pemberitahuan penghentian perjanjian sewa tersebut
dilaksanakan sebelum berakhirnya perjanjian sesuai dengan adat kebiasaan
setempat;
2) Untuk melakukan penghentian perjanjian sewa menyewa tersebut harus
dilakukan pembeitahuan menurut perjanjian atau kelaziman dalam waktu
palling singkat 90 hari;
3) Apabila uang sewa telah dibayar di muka maka perjanjian sewa tidak dapat
dihentikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah
dibayar uang sewa tersebut;
4) Sejak tanggal putusan pernyataan pailit, uang sewa merupakan utang harta
pailit.
k. Akibat kepailitan terhadap perjanjian kerja.

Pasal 39 UU Kepailitan dan PKPU mengatur tentang akibat kepailitan terhadap


perjanjian kerja, bahwa pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan
hubungan kerja. Di pihak lain, kurator dapat memberhentikannya dengan
mengindahkan jangka waktu menurut
persetujuan atau menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemutusan
kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling sedikit 45 hari
sebelumnya. Di samping itu, sejak tanggal putusan pernyataan pailit, upah yang
terutang sebelum atau sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang
harta pailit.
l. Akibat kepailitan terhadap harta warisan
Pasal 40 UU Kepailitan dan PKPU mengatur dan menyebutkan bahwa warisan yang
jatuh kepada debitor selama kepailitan, oleh kurator tidak boleh diterima, kecuali
apabila harta warisan tersebut menguntungkan harta pailit. Untuk tidak menerima harta
warisan tersebut, kurator memerlukan izin dari hakim pengawas.12

12
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. ALUMNI, Bandung,
2010, hlm. 107-119.

Anda mungkin juga menyukai