1. Pengertian Kepailitan
Pengertian Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. 1 Kata pailit,
berasal dari kata fallere dari bahasa Latin yang artinya menipu.2 Failliet dalam bahasa Belanda, atau
Taflis dalam bahasa Arab, masdar dari fallasa yang artinya menjadikannya miskin, juga disebut
iflas (jatuh miskin) masdar dari kata Aflasa yang berarti dia menjadi orang yang dalam keadaan
tidak mempunyai uang, atau bangkrut yang dalam bahasa Inggris disebut dengan bankrupt berasal
dari undang-undang di Italia yang disebut dengan banca rupta. Pada abad pertengahan di Eropa,
terjadi praktik kebangkrutan yang dilakukan dengan menghancurkan bangku-bangku dari para
bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan membawa harta para
kreditornya. Adapun di Venetia (Italia) pada waktu itu, dimana para pemberi pinjaman (bankir) saat
itu yang banco (bangku) mereka yang tidak mampu lagi membayar utang atau gagal dalam
usahanya, bangku tersebut benar-benar telah patah atau hancur.
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-
pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya
disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah
mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang
mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang
akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan
tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate parte)
dan sesuai dengan struktur kreditor.3
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 memberi arti Kepailititan adalah “sita umum
atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator
di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.
1
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta,
2010, hlm.130
2
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami UU No. 37 Tahun 2004, PT. Pusaka Utama Grafiti, Jakarta,
2012, hlm 14.
3
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Kencana, Jakarta, 2015, hlm. 2.
asas tersebut antara lain adalah:
i. Asas Keseimbangan
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengandung beberapa ketentuan
yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga
kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
Kreditor yang beritikad tidak baik.
ii. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, terdapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
iii. Asas Keadilan
Dalam kepailitan, asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan
mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-
masing terhadap Debitor, dengan tidak mempedulikan Kreditor lainnya.
iv. Asas Integrasi
Asas Integrasi dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengandung
pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu
kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.4
3. Tujuan dan Fungsi Hukum Kepailitan
Tujuan-tujuan dari adanya hukum kepailitan (bankruptcy law), adalah:
a. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara para
kreditornya;
b. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan
kepentingan para kreditor;
c. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para
kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.
Menurut Profesor Radin dalam bukunya The Nature of Bankruptcy, tujuan semua undang-undang
kepailitan (bankcrupty laws) adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah
hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya.5
4
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta,
2010, hlm. 132
5
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami UU No. 37 Tahun 2004, PT. Pusaka Utama Grafiti, Jakarta,
2012, hlm. 28.
Fungsi Hukum Kepailitan
Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berfungsi
baik untuk kepentingan debitor maupun kepentingan kreditor, antara lain:
i. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama
ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor;
ii. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang
menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa
memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya;
iii. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah
seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk
memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu
sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor
untuk melarikan semua harta kekayannya dengan maksud untuk melepaskan
tanggung jawabnya terhadap para kreditor.
Mengutip Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang berpendapat bahwa hukum harus
merupakan sarana pembaharuan dan pembangunan masyarakat, diharapkan undang-
undang ini juga berperan dalam pembaharuan masyarakat untuk menyelesaikan utang-
piutangnya. Dan dapat memenuhi fungsi dan peran hukum di tengah-tengah hidup
bermasyarakat.6
4. Syarat-Syarat Kepailitan
Hal mengenai syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ini telah diatur
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih kreditornya”
Ketentuan di atas mempunyai arti bahwa untuk mengajukan permhonan pailit
terhadap seorang Debitor harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
i. Debitor yang ingin dipailitkan mempunyai sedikitnya dua utang, artinya
mempunyai dua atau lebih kreditor. Oleh karena itu, syarat ini disebut syarat
6
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. ALUMNI,
Bandung, 2010, hlm. 72-74
concurcus creditotorium.
ii. Debitor tidak melunasi sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya.
iii. Utang yang tidak dibayar lunas itu haruslah utang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih (due/expired and payable).
Yang dimaksud dengan “utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih”
adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena
telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang
berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.
5. Pihak-Pihak yang Berkaitan dalam Proses Kepailitan
i. Pihak pemohon pailit
Adalah mereka yang mengajukan permohonan pailit sesuai dengan ketentuan
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
ii. Pihak debitor pailit
Adalah pihak yang memohon/dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang.
iii. Hakim niaga
Adalah hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara di pengadilan
niaga. Perkara kepailitan hanya boleh diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh oleh
hakim tunggal). Baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi.
iv. Hakim pengawas
Adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan
penundaan kewajiban pembayaran utang.
v. Kurator
Adalah salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses
perkara pailit.
vi. Panitia kreditor
Adalah pihak yang mewakili pihak kreditor sehingga panitia kreditor tentu akan
memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditor. Panitia kreditor ada
dua macam:
1. Panitia kreditor sementara
Yakni panitia yang ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit
2. Panitia kreditor tetap
Yakni yang dibentuk oleh hakim pengawas apabila dalam putusan pailit tidak
diangkat panitia kreditor sementara.
vii. Pengurus
Pengurus hanya dikenal dalam proses penundaan pembayaran, tetapi tidak dikenal
dalam proses kepailitan.
d. Bank Indonesia
Bank Indonesia Dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi
bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata- mata didasarkan
atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan sevara keseluruhan, oleh karena
itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan
permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indnesia terkait dengan
ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi
bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8. Pengecualian Kepailitan
1. Benda, yang di pergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang
dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh)
hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
2. Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari
suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan,
3. Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah
menurut undang-undang.9
7
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010
8
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010
9
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010
9. Tata Cara Permohonan Kepailitan
Permohonan kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh seorang advokat (kecuali
jika permohonan diajukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau
Menteri Keuangan tidak diwajibkan mempergunakan advokat). Surat permohonan
berisikan anatara lain:
i. Nama, tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan;
ii. Nama, tempat kedudukan pengurus perusahaan atau direktur
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas;
iii. Nama, tempat kedudukan para kreditor;
iv. Jumlah keseluruhan utang;
v. Alasan permohonan.
Permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu paling lambat delapan hari
terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan, dengan
mendaftarkannya pada panitera di mana pengadilan yang telah menetapkan putusan
atas permohonan pernyataan pailit berada.
Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari
sidang paling lambat dua hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh
Mahkamah Agung. Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling
lambat 20 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal
permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Terhadap putusan atas
10
Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Erlangga, Mataram, 2012, hlm. 216- 219.
permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 295 ayat (2) UU Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, permohonan PK dapat diajukan apabila:
a. Terdapat bukti tertulis baru yang penting, yang apabila diketahui pada
tahap persidangan sebelumnya, akan menghasilkan putusan yang berbeda;
b. Atau dalam putusan hakim Pengadilan Niaga yang bersangkutan terdapat
11
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami UU No. 37 Tahun 2004, PT. Pusaka Utama Grafiti, Jakarta,
2012, hlm. 167.
2) Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah,
pensiun, uang tunggu, atau uang tunjangan sejauh yang
ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
3) Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban
Pasal 24 Ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa apabila sebelum
putusan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga
selain bank pada tanggal putusan dimaksud, transfer tersebut wajib diteruskan. Hal
demikian juga terjadi pada transfer Efek, yang diatur dalam Pasal 24 Ayat (4) UU
Kepailitan dan PKPU, bahwa transaksi Efek di Bursa Efek tersebut wajib diselesaikan.
c. Akibat terhadap perikatan debitor sesudah ada putusan pernyataan pailit.
12
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. ALUMNI, Bandung,
2010, hlm. 107-119.