Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ASWAJA

“TASAWUF”

OLEH:

Nur Selviana

NIM : E121023

PRODI : AKUNTANSI

Dosen Pengampu: Dr. Hadi. M. Ag

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA

SULAWESI TENGGARA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “prinsip-prinsip ajaran aswaja

dalam bidang aklhak/tasawuf ” guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Agama Islam.

Makalah ini membahas mengenai aklhak/tasawuf, juga membahas seberapa besar

manfaat prinsip-prinsip ajaran aswaja dalam bidang aklhak/tasawuf bagi kehidupan umat

manusia.Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.Penulis hanya dapat

berdoa semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT.Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis

maupun pembaca.

Minggu, 04 oktober 2021

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...............................................................................................................................

Daftar Isi .........................................................................................................................................

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang ....................................................................................................................

B. Rumusan Masalah ...............................................................................................................

BAB II Pembahasan

A. Macam-macam tasawuf........................................................................................................

B. Tasawuf dan pengaruhnya bagi manusia...............................................................................

BAB III Penutup

A. Kesimpulan ..........................................................................................................................

B. Saran ....................................................................................................................................

Daftar Pustaka .................................................................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit seperti yang

dipahami oleh masyarakat Islam sendiri pada umumnya. Dalam sejarah terlihat bahwa Islam

yang bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan

masyarakat luas. Dari persentuhan tersebut lahirlah berbagai disiplin ilmu keislaman, salah

satunya adalah tasawuf.

Kajian tasawuf adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian Islam di

Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai kehidupan

keagamaan masyarakat, bahkan hingga saat ini pun nuansa tasawuf masih kelihatan menjadi

bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman keagamaan sebagian kaum Muslimin di Indonesia,

terbukti dengan semakin maraknya kajian Islam bidang ini dan juga melalui gerakan tarekat

Muktabaran yang masih berpengaruh di masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja ajaran praktis akhlak tasawuf ?

2. Bagaimana pengaruh ilmu akhlak tasawuf ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. MACAM-MACAM TASAWUF

1. Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau

budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan,

tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq

mahmudah. Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ulama’ lama sufi.

Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang

tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahaptahap
awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan

kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu,

sampai ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali oleh karena itu
dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:

a. Takhalli

Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi. Takhalli

adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela

yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan

kepada urusan duniawi. Takhalli ini dapat dicapai dengan menjauhkan diri dari kemaksiatan,

kelezatan atau kemewahan dunia, serta melepaskan diri dari hawa nafsu yang jahat, yang

kesemuanya itu adalah penyakit hati yang dapat merusak. Menurut kelompok sufi, maksiat

dibagi menjadi dua, yakni maksiat lahir dan maksiat batin, Maksiat lahir adalah segala bentuk

maksiat yang dilakukan atau dikerjakan oleh anggota badan yang bersifat lahir. Sedangkan

maksiat batin adalah berbagai bentuk dan macam maksiat yang dilakukan oleh hati, yang

merupakan organ batin manusia.

Kelompok sufi beranggapan bahwa penyakit-penyakti dan kotoran hati yang sangat

berbahaya dapat menjadi hijab untuk dapat dekat dengan tuhan. Sehingga agar mudah menerima
pancaran Nur Illahi dan dapat mendekatkan diri dengan tuhan maka hijab tersebut haruslah

dihapuskan dan dihilangkan. Yakni, dengan berusaha membersihkan hati dari penyakit-penyakit

hati dan kotoran hati yang dapat merusak. Upaya pembersihan hati ini dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut :

Menghayati segala bentuk ibadah, agar dapat memahaminya secara hakiki

Berjuang dan berlatih membebaskan diri dari kekangan hawa nafsu yang jahat dan

menggantinya dengan sifat-sifat yang positif.

Menangkal kebiasaan yang buruk dan mengubahnya dengan kebiasaan yang baik.

Muhasabah, yakni koreksi terhadap diri sendiri tentang keburukan-keburukan apa saja

yang telah dilakukan dan menggantinya dengan kebaikan-kebaikan.

b. Tahalli

Secara etimologi kata Tahalli berarti berhias. Sehingga Tahalli adalah menghiasi diri

dengan sifat-sifat yang terpuji serta mengisi diri dengan perilaku atau perbuatan yang sejalan

dengan ketentuan agama baik yang bersifat lahir maupun batin. Definisi lain menerangkan

bahwa Tahalli berarti mengisi diri dengan perilaku yang baik dengan taat lahir dan taat batin,

setelah dikosongkan dari perilaku maksiat dan tercela. Diterangkan pula bahwa Tahalli adalah

menghias diri dengan jalan membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik.
Tahalli adalah tahap yang harus dilakukan setelah tahap pembersihan diri dari sifat-sifat,

sikap dan perbuatan yang buruk ataupun tidak terpuji, yakni dengan mengisi hati dan diri yang

telah dikosongkan aatu dibersihkan tersebut dengan sifat-sifat, sikap, atau tindakan yang baik

dan terpuji. Dalam hal yang harus dibawahi adalah pengisian jiwa dengan hal-hal yang baik

setalah jiwa dibersihkan dan dikosongkan dari hal-hal yang buruk bukan berarti hati harus

dibersihkan dari hal-hal yang buruk terlebih dahulu, namun ketika jiwa dan hati dibersihkan dari

hal-hal yang bersifat kotor, merusak, dan buruk harus lah diiringi dengan membiasakan diri

melakukan hal-hal yang bersifat baik dan terpuji. Karena hal-hal yang buruk akan terhapuskan

oleh kebaikan. Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat Allah. Yaitu menghiasi diri dengan

sifat-sifat yang terpuji. Apa bila jiwa dapat diisi dan dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji, hati

tersebut akan menjadi terang dan tenang, sehingga jiwa akan menjadi mudah menerima nur Illahi

karena tidak terhijab atau terhalang oleh sifat-sifat yang tercela dan hal-hal yang buruk. Hal-hal

yang harus dimasukkan, meliputi sikap mental dan perbuatan luhur itu adalah seperti taubat,

sabar, kefakiran, zuhud, tawakal, cinta, dan ma’rifah.

c. Tajalli

Tajalli adalah tahap yang dapat ditempuh oleh seorang hamba ketika ia sudah mampu

melalui tahap Takhalli dah Tahalli. Tajalli adalah lenyapnya atau hilangnnya hijab dari sifat

kemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi atau fana segala sesuatu selain

Allah, ketika nampak wajah Allah.

Tahap Tajalli di gapai oleh seorang hamba ketika mereka telah mampu melewati tahap

Takhalli dan Tahalli. Hal ini berarti untuk menempuh tahap Tajalli seorang hamba harus

melakukan suatu usaha serta latihan-latihan kejiwaan atau kerohanian, yakni dengan

membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit jiwa seperti berbagai bentuk perbuatan maksiat

dan tercela, kemegahan dan kenikmatan dunia lalu mengisinya dengan perbuatan-perbuatan,

sikap, dan sifat-sifat yang terpuji, memperbanyak dzikir, ingat kepada Allah, memperbanyak

ibadah dan menghiasi diri dengan amalan-amalan mahmudah yang dapat menghilangkan

penyakit jiwa dalam hati atau dir seorang hamba.

d. Munajat

Munajat berarti melaporkan segala aktivitas yang dilakukan kehadirat Allah SWT.

Maksudnya adalah dalam munajat seseorang mengeluh dan mengadu kepada Allah tentang

kehidupan yang seorang hamba alami dengan untaian-untaian kalimat yang indah diiringi dengan
pujian-pujian kebesaran nama Allah.

Menurut kaum sufi, tangis air mata itu menjadi salah satu amal adabiyah atau , suatu

riyadhah bagi orang sufi ketika bermunajat kepada Allah. Para kaum sufi pun berpandangan

bahwa tetesan-tetesan air mata tersebut merupakan suatu tanda penyeselan diri atas
kesalahankesalahan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Sehingga, bermunajat dengan do’a
dan Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat Allah. Yaitu menghiasi diri dengan

sifat-sifat yang terpuji. Apa bila jiwa dapat diisi dan dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji, hati

tersebut akan menjadi terang dan tenang, sehingga jiwa akan menjadi mudah menerima nur Illahi

karena tidak terhijab atau terhalang oleh sifat-sifat yang tercela dan hal-hal yang buruk. Hal-hal

yang harus dimasukkan, meliputi sikap mental dan perbuatan luhur itu adalah seperti taubat,

sabar, kefakiran, zuhud, tawakal, cinta, dan ma’rifah.

c. Tajalli

Tajalli adalah tahap yang dapat ditempuh oleh seorang hamba ketika ia sudah mampu

melalui tahap Takhalli dah Tahalli. Tajalli adalah lenyapnya atau hilangnnya hijab dari sifat

kemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi atau fana segala sesuatu selain

Allah, ketika nampak wajah Allah.

Tahap Tajalli di gapai oleh seorang hamba ketika mereka telah mampu melewati tahap

Takhalli dan Tahalli. Hal ini berarti untuk menempuh tahap Tajalli seorang hamba harus

melakukan suatu usaha serta latihan-latihan kejiwaan atau kerohanian, yakni dengan

membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit jiwa seperti berbagai bentuk perbuatan maksiat

dan tercela, kemegahan dan kenikmatan dunia lalu mengisinya dengan perbuatan-perbuatan,

sikap, dan sifat-sifat yang terpuji, memperbanyak dzikir, ingat kepada Allah, memperbanyak

ibadah dan menghiasi diri dengan amalan-amalan mahmudah yang dapat menghilangkan

penyakit jiwa dalam hati atau dir seorang hamba.

d. Munajat

Munajat berarti melaporkan segala aktivitas yang dilakukan kehadirat Allah SWT.

Maksudnya adalah dalam munajat seseorang mengeluh dan mengadu kepada Allah tentang

kehidupan yang seorang hamba alami dengan untaian-untaian kalimat yang indah diiringi dengan

pujian-pujian kebesaran nama Allah.

Menurut kaum sufi, tangis air mata itu menjadi salah satu amal adabiyah atau , suatu

riyadhah bagi orang sufi ketika bermunajat kepada Allah. Para kaum sufi pun berpandangan
bahwa tetesan-tetesan air mata tersebut merupakan suatu tanda penyeselan diri atas
kesalahankesalahan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Sehingga, bermunajat dengan do’a
dan sendiri tanpa menunggu hingga hari hari kebangkitan. Dalam muhasabah hal-hal yang perlu

dipaerhatikan adalah menghisab tentang kebajikan dan kewajiban yang sudah dilaksanakan dan

seberapa banyak maksiat yang sudah dilaksanakan. Apabila kemaksiatan lebih banyak dilakukan,

maka orang tersebut harus menutupnya dengan kebaikan-kebaikan diringi dengan taubatan

nasuha.

Dengan demikian sikap mental muhasabah dalah salah satu sikap mental yang harus

ditanamkan dalam diri dan jiwa agar dapat meningkatkan kualitas keimanan kita terhadap Allah

SWT. Sehingga sikap mental ini akan dapat meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah

SWT, dan membukakan jalan untuk menuju kepada Allah SWT.

2. Tasawuf Falsafi

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan

visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan

terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminology falsafi tersebut berasal dari

bermacam-macamajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.

Menurut at-Taftazani, tasawuf falsafi muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak

Islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun atikohnya baru dikenal seabad kemudian.

Ciri umum tasawuf falsafi menurut At-Taftazani adalah ajarannya yang samar-samar

akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat difahami oleh siapa aja yang memahami

ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak hanya dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan

metodenya didasarkan pada rasa(dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf

dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan

lebih berorientasi pada panteisme.

Para sufi yang juga filosof pendiri aliran tasawuf ini mengenal dengan baik filsafat

Yunani serta berbagai alirannya seperti Socrates, Aristoteles, aliran Stoa, dan aliran

Neo_Platonisme dengan filsafatnya tentang emanasi. Bahkan mereka pun cukup akrab dengan

filsafat yang sering kali disebut hermenetisme yang karya-karyanya sering diterjemahkan ke

dalam bahasa Arab, dan filsafat-filsafat Timur kuno, baik dari Persia maupun dari India serta filsafat-
filsafat Islam seperti yang diajarkan oleh Al-Farabi dan Ibn Sina. Mereka pun

dipengaruhi aliran Batiniyah sekte Ismailiyah aliran Syi’ah dan risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa.

Objek yang menjadi perhatian para tasawuf filosof adalah


a. latihan rohaniyah dengan rasa, intuisi, serta instroprksi diri yang timbul darinya.

Mengenai latihan rohaniah dengan tahapan Maqam maupun keadaan (hal), rohani serta

rasa(dhauq

b. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat-sifat robbani, ‘arty,

kursi, malaikat, wahyu, kenabian, roh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib,

maupun yang tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang penciptaannya. Mengenai

iluminasi ini para sufi dan juga filosof tersebut melakukan latihan rohaniah dengan

mematikan kekuatan syhwat serta menggairahkan roh dengan jalan menggiatkan Dzikir,

dengan dzikir menurut mereka, jiwa dapat memahami hakikat realitas-realitas.

3. Tasawuf ‘Irfani

Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah

diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui

pemebirian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat alQalb.
Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga

pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap

lewat ilham (intuisi).

Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain : Rabi’ah al-Adawiyah (96

– 185 H), Dzunnun al-Misri (180 H – 246 H), Junaidi al-Bagdadi (W. 297 H), Abu Yazid alBustami (200
H – 261 H), Jalaluddin Rumi, Ibnu ‘Arabi, Abu Bakar as-Syibli, Syaikh Abu

Hasan al-Khurqani, ‘Ain al-Qudhat al-Hamdani, Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.

4. Tasawuf Al-Ghazali

Menurut Imam Ghazali, tasawuf adalah “Jalan (thariq) ditempuh dengan

mempersembahkan kegiatan mujahadah (perjuangan) dan menghapus sifat-sifat tercela dan

memutuskan semua ketergantungan dengan makhluk, serta menyongsong esensi cita-cita bertemu
Allah. Jika tujuan itu tercapai, maka Allah-lah yang menjadi penguasa dan pengendali

hati hamba-Nya, dan Dia menerangi hamba-Nya dengan cahaya ilmu.” “Jika Allah berkenan

mengurusi hati hamba-Nya, maka Dia akan menambahkan rahmat pada hati tersebut; cahaya hati

tersebut akan bersinar cemerlang, dada menjadi lapang, terbuka baginya rahasia kekuasaan Allah,

hijab yang menghalangi kemuliaan hati akan terbuka dengan kelembutan rahmat, serta hakikat

masalah-masalah ketuhanan akan tersibak.”

Jika semua ini telah dicapai, maka seorang sufi telah mencapai derajat musyahadah yang

menjadi tujuan tasawuf


B. TASAWUF DAN PENGARUHNYA BAGI MANUSIA

1. Pengaruh Tasawuf dalam Pemikiran dan Intelektual Islam

Tasawuf memiliki pengaruh cukup kuat di dalam disiplin ilmu Islam lainnya. Ia

merupakan bibit keharuman dalam Islam. Sebab menjadi inti cahaya (Nur) Muhammad,

merupakan pengajaran jiwa dan ruhaninya. Ia juga memiliki andil cukup besar dalam

mengungkap makna-makna Al Quran dan hadis Nabi. Di dalam pengetahuan Islam sendiri,

tasawuf merupakan kekuatan yang besar meski harus menghadapi serangan bertubi-bertubi dari

sayap kanan dan kiri. Tasawuf merupakan khazanah besar sepanjang penggalian pengetahuan

alam.

Tasawuf telah berhasil menyumbangkan andilnya yang tidak sedikit dalam perluasan

Islam. Ia ikut menaklukkan bangsa-bangsa yang yang selama ini masih belum tersentuh Islam

(hal ini memang diperlukan dalam periode Islam pertama, karena-ketika itu-obyek dakwah masih

asing melihat Islam, dan cenderung memusuhinya, ed...), atau belum dapat dibangunnya sentral

dakwah di tengah-tengah mereka. Lambat laun kaum sufi berhasil menembus jantung Afrika,

dataran Asia dan hampir merata di kepulauan teduh. Merekalah yang berhasil menempatkan

Islam di hati umat manusia, dengan kelemahlembutan dan kasih sayang yang mereka

kedepankan kepadanya. Merekalah yang berdiri di hadapan umat, mengobati kebobrokan mental,

dan meringankan bencana hidup, serta menyelamatkan anak manusia dari jurang kesesatan dan

kebimbangan. Mereka berani menghadapi para khalifah, juga para pejabat pemerintah, guna

menegakkan keadilan di antara para pemimpin tersebut. Tasawuf benar-benar berhasil mendirikan
perguruan tinggi di jantung dunia Islam beratus

tahun sebelum berdirinya perguruan lainnya. Dengan demikian, madrasah atau perguruanperguruan
milik para tokoh tasawuf dan pengikutnya menjadi madrasah atau perguruan

percontohan yang bergerak sendiri di planit bumi. Ia merupakan akademi ilmiah dimana para

gurunya menerima cahaya dari Allah. Mereka terbangkan hati ke langit cinta.

Di dalam akademi tersebut juga mereka tuangkan ilmu kepada para pengikut yang

sekaligus sebagai muridnya. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa, metode pendidikan mental

dan akhlak masing-masing para tokoh sufi dan pengikutnya di sekolah tinggi mereka itu, menjadi

metode pendidikan tertinggi di dunia. Sebab, pendidikan mereka mempunyai tujuan yang paling

terpuji, semenjak terbentuknya belajar mengajar antara guru dan anak didiknya.

Para penyair tasawuf telah berjasa dalam mengangkat prosa sebagai salah satu bentuk di

antara disiplin ilmu yang ada. Prosa-prosa karya mereka menjadi senjata di dalam aktifitas
dakwah, memperbaiki warna kehidupan, serta sedikit demi sedikit meredam kebrutalan

(vandalisme) dan kebiadaban serta setiap gerak yang mengarah kepada prilaku amoral.

Tasawuf adalah dunia sempurna. Di dalamnya terdapat ilmu, akhlak, pengetahuan,

filsafat, fiqh, usul, kisah-kisah serta segala macam yang diperlukan pada pendalaman ilmu, budi

pekerti, kabahagiaan, kelezatan, ketentraman, kebahagiaan yang harum. Darinya mengalir cinta

dan sukacita.

2. Pengaruh Tasawuf dalam Sosial dan Ekonomi Umat

Saat ini kita berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern, atau sering pula

disebut sebagai masyarakat yang sekuler. Pada umumnya, hubungan antara anggota

masyarakatnya atas dasar prinsip-prinsip materialistik. Mereka merasa bebas dan lepas dari

kontrol agama dan pandangan dunia metafisis. Dalam masyarakat modern yang cenderung

rasionalis, sekuler dan materialis, ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman

hidupnya. Berkaitan dengan itu, Sayyid Hosein Nasr menilai bahwa akibat masyarakat modern

yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, berada dalam wilayah pinggiran

eksistensinya sendiri. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat Barat yang telah kehilangan

visi keilahian. Hal ini menimbulkan kehampaan spiritual, yang berakibat banyak dijumpai orang

yang stress dan gelisah, akibat tidak mempunyai pegangan hidup. Untuk mengantisipasi hal-hal
semacam di atas, maka diperlukan keterlibatan langsung

tasawuf dalam kancah politik dan ekonomi, hal ini dapat kita lihat dalam sejarah Tarekat

Sanusiyah di berbagai daerah di Afrika Utara, Dalam kiprahnya, tarekat ini tidak henti-hentinya

bekerja dengan pendidikan keruhanian, disiplin tinggi, dan memajukan perniagaan yang menarik

orang-orang ke dalam pahamnya. Maka Fazlur Rahman menceritakan bahwa tarekat ini

menanamkan disiplin tinggi dan aktif dalam medan pejuangan hidup, baik sosial, politik, dan

ekonomi. Pengikutnya dilatih menggunakan senjata dan berekonomi (berdagang dan bertani).

Gerakannya pada perjuangan dan pembaharuan, dan programnya lebih berada dalam batasan

positivisme moral dan kesejahteraan sosial, tidak "terkungkung" dalam batasan-batasan spiritual

keakhiratan. Coraknya lebih purifikasionis dan lebih aktif, memberantas penyelewengan moral,

sosial dan keagamaan, maka Fazlur Rahman menamakannya sebagai Neo-Sufisme.

Kebutuhan akan kekuatan ekonomi dan teknologi saat ini sangat diperlukan bagi

penunjang keberhasilan umat Islam demi menjaga dan mengangkat martabat umat itu sendiri,

kerena sudah banyak terbukti bahwa umat Islam sering dijadikan bulan-bulanan oleh orangorang
kafir karena kelemahan mereka dibidang ekonomi yang akhirnya menjadikan mereka
lemah dalam bidang teknologi dan politik, hal ini adalah suatu bahaya yang wajib dihilangkan

dan dijauhi oleh orang-orang yang percaya terhadap Allah dan rasulnya, kalau kita perhatikan

saat ini bahaya dari terbengkalainya perekonomian sangat membahayakan umat, oleh karena itu

pembenahan dalam bidang ekonomi sangat diperlukan sebagai perantara bagi umat untuk

memperoleh kedamaian di Dunia dan Akhirat, dalam sebuah kaidah, ulama' membuat sebuah

kaidah di dalam menangapi berbagai perintah Allah demi memperoleh kesempurnaan dalam

menjalankanya yang berbunyi: "segala bentuk perantara yang bisa menunjang kesempurnaan

suatu kewajiban maka hukumnya menjadi wajib".

Dari serangkaian paparan di atas kiranya kita bisa mengetahui bahwa perkembangan

tasawuf mulai dari awal munculnya sampai pada saat ini memang dituntut untuk mengalami

berbagai bentuk perubahan yang di sesuaikan dengan keadaan dan pola kebiasaan dari suatu

Masyarakat, karana tasawuf ibarat makanan yang disuguhkan oleh para mursyid kepada suatu

masa atau masyarakat yang berbeda-beda di setiap tempat dan waktu dan membutuhkan keahlian

dan racikan yang berbeda pula, tetapi perubahan bentuk itu hanya sebatas pada bentuk luarnya

saja, secara garis besar konsep dasar yang ada dalam tasawuf hanyalah satu, yaitu keyakinan,
ketundukan, kepatuhan, pendekatan terhadap serta menjahui hal-hal yang bisa menganggu

ibadah kepada Allah yang satu.

3. Pengaruh Tasawuf Terhadap Tradisi dan Budaya Masyarakat Pedesaan dan

Perkotaan

Manusia selama hidup di dunia tidak bisa terlepas oleh factor-faktor yang mempengaruhi

dirinya, baik yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri maupun factor yang berasal dari

luar dirinya. Factor yang berasal dari dalam dirinya bisa berupa sifat-sifat yang sudah melekat

sejak dia lahir atau bersifat genetic sehingga sulit seandainya ingin merubah sifat bawaan

tersebut. Sifat-sifat tersebut seperti pemarah, lemah lembut, berpendirian keras, dan lain

sebagainya. Sedangkan factor yang berasal dari luar sangat beragam bentuknya, seperti factor

lingkungan tempat dia tinggal, orang lain (bisa berupa teman, guru, kedua orang tua, dan lainlain),
agama, adat istiadat, budaya, dan lain sebagainya.

Kehidupan masyarakat di perkotaan sangat berbeda dengan kehidupan di pedesaan.

Tradisi dan budaya nenek moyang di masyarakat pedesaan masih sangat dijaga kelestariannya,

Hal ini disebabkan adanya kekompakan dan gotong-royong yang masih membudaya, baik di

kalangan kaum tua maupun kaum mudanya. Sifat komunal tersebut sangat sulit sekali ditemukan

apabila kita pergi ke perkotaan. Individualisme dan saling mementingkan diri sendiri merupakan
ciri khas masyarakat perkotaan.

Tasawuf sebagai suatu ajaran yang mengajarkan tentang prilaku atau etika manusia, baik

terhadap antar sesama manusia maupun kepada Tuhan-Nya, sangat mempengaruhi warna

keislaman di Indonesia. tetapi pengaruh tersebut tidak sepenuhnya merata masuk ke semua

lapisan mesyarakat.

4. Masyarakat Perkotaan Dan Pedesaan dalam Konsep Spiritualitas

Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota

lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya dan ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan

masyarakat pedesaan.

Dibawah ini akan diuraikan secara singkat beberapa perbedaan yang menonjol antara

masyarakat desa dan masyarakat kota, yaitu: Kehidupan keagamaan di kota berkurang bila
dibandingkan dengan kehidupan

keagamaan di desa.

Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan

bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada

faktor pribadi.

Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya

terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

Belakangan ini masyarakat kota di Indonesia mengalami peningkatan dalam hal minat

mereka terhadap berbagai macam jalan spiritual. Fenomena tersebut muncul berakar dari gejolak

masyarakat perkotaan di Indonesia sebagai akibat krisis yang berkepanjangan yang menimpa

negeri ini. Juga dekadensi moralitas yang mempengaruhi gaya hidup orang kota.

Spiritualitas adalah bidang penghayatan batiniah kepada Tuhan melalui laku-laku tertentu

yang sebenarnya terdapat pada setiap agama. Namun, tidak semua penganut agama menekuninya.

Bahkan beberapa agama memperlakukan aktivitas pemberdayaan spiritual sebagai praktik yang

tertutup, karena khawatir dicap "klenik".

Dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan, masyarakat kota cenderung mencoba

mengatasinya dengan cara mencari hiburan di tempat-tempat favorit mereka yang sekiranya

dapat memberi sedikit ketenangan dalam jiwanya yang hampa. Persoalan hidup yang pelik,

melandanya berbagai macam krisis, mulai dari krisis ekonomi, politik, sampai krisis moral

menuntut mereka untuk mencari sesuatu yang dapat memberikan ketenangan. Tapi pada
kenyataannya, tempat-tempat hiburan semacam itu tidak lagi dapat mengobati kegersangan

dalam jiwa mereka. Sesungguhnya kekosongan yang dirasakan justru ketika manusia telah

mencapai kemakmuran material, seolah mengajarkan betapa kebahagiaan sesungguhnya tidak

terletak di sana, melainkan di bagian yang lebih bersifat ruhani (spiritual). Sekarang ini,

khususnya di masyarakat kota, muncul trend kajian-kajian yang membahas tentang sisi-sisi

spiritual dalam diri manusia yang bersifat esoteric. Kejemuan terhadap materialisme dan

intelektualisme yang selama ini mengungkung mereka dalam lingkaran dunia material dan

aturan-aturan yang bersifat formalitas menjadi sebab ketertarikan mereka dalam dunia spiritual

yang lebih cenderung mengungkap hakikat dan substansi tanpa banyak aturan yang bersifat formal.
Spiritualitas selama ini termarginalisasi. Dan memang konsepsi penghayatan kepada

kekuasaan Tuhan dapat diterima dengan mudah oleh alam bawah sadar masyarakat pedesaan

karena hidup mereka yang "apa adanya". Mereka bekerja untuk memenuhi keperluan hidup.

Berbeda dengan kecenderungan masyarakat perkotaan yang menjadikan agama sekadar

kewajiban, Bagi masyarakat desa agama adalah kebutuhan, yang secara praktis -setelah melalui

proses pemberdayaan sisi spiritualitasnya- dapat memberi mereka jawaban-jawaban esensial

untuk melakoni hidup. Bagi masyarakat kota, situasi kehidupan materialisme membuat materi

menjadi solusi kebahagiaan sehingga penghayatan agama terkesampingkan.

Ketika intelektualisme dan materialisme kian mengakar dalam segala segi kehidupan kota,

masyarakat mulai gamang, terutama sejak pukulan krisis ekonomi berdampak pada merosotnya

nilai materi sebagai solusi kebahagiaan. Intelektualisme pun, pada tingkat tertentu, berbenturan

dengan dinding kokoh yang menghalangi jalan manusia menuju Tuhan. Hakikatnya, manusia

adalah makhluk spiritual yang hidup di alam materi. Bukan sebaliknya!

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan tasawuf mulai dari awal munculnya sampai pada saat ini memang dituntut

untuk mengalami berbagai bentuk perubahan yang di sesuaikan dengan keadaan dan pola

kebiasaan dari suatu Masyarakat, karana tasawuf ibarat makanan yang disuguhkan oleh para
mursyid kepada suatu masa atau masyarakat yang berbeda-beda di setiap tempat dan waktu dan

membutuhkan keahlian dan racikan yang berbeda pula, tetapi perubahan bentuk itu hanya

sebatas pada bentuk luarnya saja, secara garis besar konsep dasar yang ada dalam tasawuf

hanyalah satu, yaitu keyakinan, ketundukan, kepatuhan, pendekatan terhadap serta menjahui halhal
yang bisa menganggu ibadah kepada Allah yang satu.

Kehidupan masyarakat perkotaan memang tidak dapat terlepas dari materialisme dan

sekularisme, sehingga spiritualitas dalam diri mereka mengalami kekosongan dan kegersangan

yang berkepanjangan. Tetapi dengan masuknya tasawuf ke dalam kehidupan mereka,

spiritualitas dalam jiwa mereka mendapatkan ketenangan dan ketentraman. Sehingga dalam

menjalani hidup di perkotaan, akan terjadi keseimbangan. Agama bukan lagi sebagai kewajiban,

tetapi sebagai kebutuhan.

B. Saran

Setelah penjelasan dalam makalah ini sebagai manusia biasa penulis memohon maaf

apabila terjadi kesalahan dalam penjabaran masalah atau kesalahan dalam penulisan makalah ini.

Penulis menerima saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan dalam penulisan

makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://hendrasblogger.blogspot.com/2011/11/tasawufdanpengaruhnyabagimanusia.html

file:///D:/ /ajarantasawuf/makalahtasawuffalsafimakalahtasawuffalsafi.html

http://maktalasari.blogspot.com/2013/06/akhlak-tasawuf.html

Galang Atmajaya Ajaran-ajaran tasawuf akhlaqi.html

Harits Muhammad Abdul bin Ibrahim A-Salafy Al-jazary. Mengenal Kaedah Dasar Ilmu Hadits

(Penjelasan Mandhumah Al-Baiquniyah), Alih Bahasa: Abu Hudzaifah. Maktabah AlGhuroba,Cet.Ke-


1, September 2006.

https://aripqwe.blogspot.com/2017/01/makalah-filsafat-g-ama-islam-prinsip.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai