Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PERANCANGAN HIDRAULIK BANGUNAN SUNGAI

3. Bendung

3.1. Umum

Sebuah bendung dapat dirancang terletak pada sungai ataupun pada coupure.
Pembuatan bendung pada coupure umumnya lebih mudah, tidak menggangu
pengaliran sungai, serta terhindar dari banjir selama pelaksanaan konstruksi.
Kelemahan pembuatan bendung pada coupure adalah biaya pembuatannya lebih
mahal karena harus menggali sungai yang baru dan membuat tanggul penutup di
sungai yang lama. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
bendung antara lain :

1. Seluruh daerah irigasi (D.I) yang direncanakan harus dapat diairi secara
gravitasi,
2. Saluran Primer tidak melewati trace yang sulit,
3. Letak bangunan pengambilan dapat menjamin kelancaran masuknya air ke
saluran,
3. Alur sungai pada lokasi bendung adalah lurus,
4. Tidak menimbulkan genangan yang luas di sebelah hulu bendung serta
tanggul banjir sependek mungkin.

3.2. Tinggi muka air di hilir bendung

Tinggi muka air banjir di hilir bendung adalah tinggi muka air banjir di sungai atau di
coupure sesuai banjir rancangan yang dipilih. Bila bendung diletakkan di sungai
maka perhitungan dilakukan dengan cara pendekatan, yaitu mengambil penampang
rata-rata dan kemiringan rata-rata dari sungai tersebut. Apabila memungkinkan
penampang dan kemiringannya dapat dibuat seragam. Tinggi muka air di hilir
bendung tersebut diperlukan untuk perhitungan loncat air yang terjadi di kolam
olakan. Untuk analisis hidraulik diperlukan angka kekasaran yang dapat dihitung
menurut rumus Manning, ataupun Bazin.

Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 1


Rumus Bazin:

87
C = .................................................................................. (3.1.)
1 + (b /  R)

V = C  (RI) ............................................................................................. (3.2.)

Q = A.V ............................................................................................. (3.3.)

R = A/P ............................................................................................. (3.4.)

dengan : C = koefisien pengaliran (Chezy) ; (m1/2/dt),


b = koefisien kekasaran dinding sungai,
R = jari-jari hidraulik ; (m),
V = kecepatan aliran ; (m/dt),
A = luas penapang basah ; (m2),
P = keliling basah ; (m),
Q = debit aliran ; (m3/dt).

Nilai-nilai koefisien kekasaran menurut Bazin ( b ) adalah seperti ditunjukkan pada


Tabel 3.1

Tabel 3.1. Koefisien kekasaran Bazin ( b )

No. Jenis tebing / dasar sungai atau coupure b

1. Dinding amat licin, misal plesteran licin, papan dipasah, dll 0,06

2. Dinding licin, pasangan batu bata, atau papan tidak dipasah 0,16

3. Dinding yang tidak begitu licin seperti pasangan batu pecah 0,46

4. Dinding batu kosong 0,85

5. Dinding tanah biasa 1,30

6. Dinding kasar dari batu-batu dan tumbuh-tumbuhan 1,75

Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 2


Rumus Manning :

V = 1/n . R 2/3 . I 1/2 .................................................................. (3.5.)

atau V = K . R 2/3 . I 1/2 , dengan : K = 1/n

Q = A.V, dengan : Q = debit aliran (m3/dt),


V = kecepatan aliran (m/dt),
A = luas penampang basah (m2 ),
R = jari-jari hidraulis (m),
I = kemiringan dasar,
n = angka kekasaran Manning,
K = angka kekasaran Strickler.

Nilai-nilai angka kekasaran Strickler k untuk berbagai kondisi tampang basah sungai
/ saluran ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Angka kekasaran Strickler (K)


No. Jenis tanah pembentuk tampang basah sungai / saluran K
1. Pembuangan air alam (sungai) dengan dinding sangat  36
beraturan
2. Pembuangan air alam (sungai) dengan dinding tak beraturan 38
3. Selokan pembuangan dan saluran tersier baru, bertanggul 40
4. Selokan pembuangan baru dan tidak bertanggul 43,50
5. Saluran induk dan saluran sekunder dengan debit < 7,5 m3/dt 45 - 47,50
6. Saluran-saluran dengan pemeliharaan yang dengan debit > 50
10 m3/dt
7. Batu kosong 50
8. Pasangan batu pecah dengan plesteran yang baik dan beton 60
tidak diplester
9. Beton licin 90

3.3. Tinggi mercu bendung

Ketinggian mercu bendung ditetapkan sedemikian sehingga seluruh sawah dapat


diairi dengan baik. Dengan demikian elevasi mercu bendung ditetapkan terlebih
Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 3
dahulu dengan menentukan elevasi sawah tertinggi yang akan dilayani, serta dengan
mempertimbangkan seluruh kehilangan tekanan pada sistem saluran pembawa.
Tinggi muka air di atas mercu bendung dihitung berdasarkan analisis hidrologi pada
debit banjir rancangan. Mengingat pertimbangan-pertimbangan praktis (demi
keamanan), tinggi muka air di atas mercu disarankan tidak lebih dari 4,50 m. Selain
debit banjir rancangan, sifat pengaliran juga perlu dipertimbangkan dalam
menetapkan tinggi muka air maksimum yang direncanakan.

1. Pengaliran sempurna

Pengaliran sempurna di atas mercu bendung dikatakan sempurna apabila


pengalirannya tidak dipengaruhi oleh air di belakang / hilir bendung. Hal ini dipenuhi
apabila tinggi air di hilir bendung tidak melebihi 2/3 kali tinggi air di atas mercu di hulu
bendung. Untuk pengaliran ini digunakan rumus Bundchu dengan sketsa seperti
disajikan pada Gambar 2.1.

H k

h d

p r2

r1

Gambar 3.1. Sketsa pengaliran sempurna di atas bendung

Rumus Bundchu :

Q = m b d  (gd) ..................................................................................... (3.6.)

dengan : d = 2/3 h
H = (h + k)

Harga-harga m dan k dihitung dengan rumus verwoerd seperti berikut :

m = 1,49 - 0,018 ( 5 - (h/r) )2

Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 4


k = (4/27) m2 h3 ( 1 / (h+p) )2

dengan : Q = debit yang lewat di atas mercu (m3/dt),


m = koefisien pengaliran,
b = lebar efektif bendung (m),
H = tinggi tekanan total termasuk tinggi kecepatan (m),
d = tinggi muka air di atas mercu (m),
h = tinggi muka air mendekati bendung (m),
r = jari-jari pembulatan mercu (m),
p = tinggi mercu bendung diukur dari lantai muka (m),
k = tinggi kecepatan (m).

2. Pengaliran tidak sempurna

Suatu pengaliran dikatakan tidak sempurna jika air di hilir bendung mempengaruhi
pengalirannya. Hal ini terjadi bila air di atas mercu di belakang bendung melebihi 2/3
kali tinggi air di atas mercu di hulu bendung ( lihat sketsa pada Gambar 2.2.)

v2/2g
H
z
h
h1

1/2 p

p r2

r1

1
h + 1/2 p
m

Gambar 3.2. Sketsa pengaliran tidak sempurna di atas bendung

Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 5


Remus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut

Q = b{ 0,43 (z +  (V2/2g) ) + t h }  2g (z + (V2/2g) .......................... (3.7.)

dengan : V = Q/A

A = {B + m (h + 1/2 p) } (h + 1/2 p)
Q = debit yang lewat di atas mercu (m3/dt),
V = kecepatan aliran di sungai menghampiri bendung (m/dt),
A = luas penampang sungai di hulu bendung (m2),
B = lebar dasar sungai di hulu bendung yang
diambil pada ketinggian setengah tinggi bendung (m),
h = tinggi air dari atas mercu di hulu bendung (m),
h1 = tinggi air dari atas mercu di hilir bendung (m),
z = selisih tinggi muka air di hulu dan di hilir bendung (m),
m = kemiringan dinding sungai di sebelah hulu bendung,
 = koefisien pengaliran,
t = koefisien akibat pengaruh air di hilir mercu.

Pada Tabel 3.3. disajikan nilai-nilai koefisien pengaliran () dan koefisien pengaruh
air di hilir mercu (t), untuk berbagai nilai h/h1.

Tabel 3.3. Nilai-nilai h/h1, t , dan 

No. h/h1 t 
1. 0,05 0,31 2,0
2. 0,10 0,39 2,0
3. 0,20 0,48 2,0
4. 0,30 0,54 2,0
5. 0,40 0,57 2,0
6. 0,50 0,59 2,0
7. 0,60 0,59 2,3
8. 0,70 0,61 2,3
9. 0,80 0,64 2,3
10. 0,90 0,69 2,3

Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 6


3.4. Penentuan lebar efektif bendung

Lebar efektif bendung (b) dihitung dengan rumus berikut :

B = bm + 0,80 bb - 2 (N.Kp + Ka) H ...................................................... (3.8.)

dengan : B = lebar efektif bendung (m),


bm = lebar mercu bendung (m),
bb = lebar pintu pembilas (m),
N = jumlah pilar,
Kp = koefisien konstruksi pilar (untuk pilar bulat diambil 0,01),
Ka = koefisien konstruksi tembok sisi (abutment), diambil 0,10
H = tinggi aliran di atas mercu bendung + tinggi kecepatan (m).

3.5. Ukuran hidraulis bendung

Yang dimaksud ukuran hidraulis bendung adalah dimendi bendung yang diakibatkan
oleh sentuhan langsung karena pengaliran air. Pertimbangan dalam pemilihan tipe
bendung yang terdiri dari tipe Vlughter dan tipe Schocklitsch adalah berdasarkan
pada :
a. keadaan tanah dasar,
b. perbedaan tinggi muka air di hulu dan di hilir bendung,
c. kondisi angkutan banjir.

1. Bendung tipe Vlughter

Pada Gambar 3.3. disajikan sketsa muka air di atas bendung tipe Vlughter.

H
Z

p R R D

L 2a

Gambar 3.3. Sketsa hidraulik bendung tipe Vlughter

Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 7


Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

H = h + (V2/2g) ............................................................................... (3.9.)


D = L = R
a = 0,20 H  (H/Z)
r = 1/2 H

Untuk 1/3 < Z/H < 4/3 maka D = 0,60 Z + 1,40 Z


Untuk 4/3 < Z/H < 10 maka D = 0,15 H  (H/Z)

2. Bendung tipe Schoklitsch

Bendung dengan tipe Schoklitsch dipilih dengan mempertimbangkan bahwa


perbedaan tinggi air di hulu dan di hilir bendung terlalu besar. Sebagai batasan,
lazimnya diambil untuk perbedaan tinggi > 4,5 meter (lihat Gambar 3.4.)

p r1 r2

r3

t L= W

Gambar 3.4. Sketsa hidraulik bendung tipe Schoklitsch

Rumus rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :


r1 = 0,5 H
r2 = H
r3  0,15 W
t  r3 / 2

Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 8


s  W / 10

L = W dengan 0,5 <  < 1,0

3.6 Penentuan dimensi lantai muka

Lantai muka atau lantai depan di hulu bendung dimaksudkan untuk memperkecil
gradien aliran air rembesan lewat bawah konstruksi serta memperkecil up-lift
pressure yang dapat mengakibatkan bahaya piping dan selanjutnya bahaya
terhadap stabilitas bendung. Beberapa teori yang digunakan untuk menetapkan
panjangnya lantai muka antara lain flownet analysis yaitu dengan melukiskan
jaring-jaring bujur sangkar aliran antara garis-garis equipotensial. Dari flownet
tersebut maka dapat diketahui tekanan yang bekerja pada tiap-tiap bagian di bawah
dasar bendung. Teori lain yang banyak digunakan yaitu teori Bligh dan teori Lane.
Kedua teori terakhir ini digunakan berhubung persamaan-persamaannya sederhana,
tetapi hasilnya cukup mendekati.

1. Teori Bligh

Bligh berpendapat bahwa besarnya perbedaan tekanan sepanjang pengaliran adalah


sebanding dengan panjangnya jalan air yang dilalui (creep line), dengan persamaan
umum :

h = l/C .................................................................................................... (3.10.)

dengan : h = beda tekanan (m),


l = panjang creep line (m),
C = nilai creep ratio.

Suatu bendung dapat dikatakan aman terhadap bahaya rembesan di sepanjang


lantai mukanya apabila panjang total seluruh creep line (L) memenuhi persamaan
berikut :

L  h C ............................................................................................. (3.11.)

2. Teori Lane

Teori Lane merupakan pengembangan dari teori Bligh, dengan menambahkan


bahwa energi yang dibutuhkan air untuk melewati creep line yang vertikal lebih
Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 9
besar daripada creep line yang horizontal dengan perbandingan 3 : 1. Secara umum
dapat ditulis dalam persamaan berikut :

H = (Lv + 1/3 Lh) / C ............................................................................. (3.12.)

atau L = (Lv + 1/3 Lh) C h

dengan L = panjang creep line efektif (m),


Lv = panjang total creep line vertikal (m),
Lh = panjang total creep line horizontal (m),
C = creep ratio menurut Lane.

H = beda tekanan total (m).

Untuk bidang-bidang yang sudutnya lebih besar dari 45o dianggap sebagai bidang
vertikal, sedang bidang-bidang yang sudutnya lebih kecil dari 45o dianggap sebagai
bidang horizontal. Nilai creep ratio C untuk berbagai kondisi tanah disajikan pada
Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Nilai Creep ratio (C)

No. Jenis Tanah C (Bligh) C (Lane)


1. Pasir sangat halus 8,5 18
2. Pasir halus 7,0 15
3. Pasir sedang 6,7 -
4. Pasir kasar 5,4 12
5. Kerikil halus 4,0 -
6. Kerikil sedang 3,5 -
7. Kerikil campur pasir - 9
8. Kerikil kasar/batu-batu kecil 3,0 -
9. Boulder dengan batu-batu kecil dengan kerikil besar 2,5 -
10. Boulder dengan batu-batu kecil dan kerikil - 4-6
11. Lempung lunak 3,0 -
12. Lempung sedang 1,8 -
13. Lempung sangat keras atau padas 1,6 -

Irigasi dan Bangunan Air Lanjutan Hal : 3 - 10

Anda mungkin juga menyukai