Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KELOMPOK

MANAJEMEN BENCANA

PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA

NAMA KELOMPOK

1. Dinar Eka Muktianasari


2. Wa Ode Intan Sari
3. Zahrotul Munawaroh
4. Syafira Febriyanti
5. Riski Amalia Ramadhani

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI ALIH JENJANG (D4) KEBIDANAN SUTOMO
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
manajemen bencana tentang perencanaan penanggulangan bencana ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan di dalamnya dan juga kami berterima kasih pada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai perencanaan penanggulangan bencana.
Kami juga menyadari sepenuhnya di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan
demi perbaikan makalah yang kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang lain. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan.

Surabaya, 9 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2

1.3 Tujuan .............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-Jenis Perencanaan dalam Penanggulangan Bencana...............................3

2.1.1 Rencana Penanggulangan Bencana.....................................................3

2.1.2 Rencana Mitigasi.................................................................................8

2.1.3 Rencana Kontijensi..............................................................................9

2.1.4 Rencana Operasi..................................................................................13

2.1.5 Rencana Pemulihan.............................................................................13

2.2 Perencanaan Kontijensi.....................................................................................15

2.2.1 Pengertian Rencana Kontijensi...........................................................15

2.2.2 Kedudukan Rencana Kontijensi dalam Penanganan Darurat..............15

2.2.3 Waktu Penyusunan Rencana Kontijensi..............................................16

2.2.4 Prinsip dan Proses Penyusunan Rencana Kotijensi.............................16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................20

3.2 Saran................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam atau faktor non alam sehingga menyebabkan
timbulnya korban manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Kondisi alam indonesia tidak hanya menyimpan potensi kekayaan yang
melimpah tetapi juga terdapat potensi bencana. Bencana yang serius dapat
mengganggu inisiatif pembangunan dalam beberapa cara termasuk hilangnya
sumber-sumber daya, gangguan terhadap program pemerintah, pengaruh pada
iklim investasi, pengaruh pada sektor non formal, dan destabilisasi politik.
Sejak tahun 2017, Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB)
mencatat telah terjadi 2.175 kejadian bencana di Indonesia. Kejadian bencana di
Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 95% merupakan
bencana hidromeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca seperti
longsor, kekeringan, puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, dan cuaca
ekstrim. Selain bencana alam, bencana karena ulah manusia juga mengalami
peningkatan. Hal ini berkaitan erat dengan berkembangnya industri yang
kemudian mengakibatkan bahaya karena kesalahan dan kelainan teknologi.
Begitu banyak bencana manusia lainnya, sehingga menyebabkan kerusakan dan
ketidakseimbangan lingkungan, yang pada akhirnya menimbulkan bencana.
Pemerintah bertanggung jawab dalam menjaga dan melindungi rakyatnya
dalam segala bentuk ancaman diantaranya dalah bencana alam. Hal ini tertuang
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia 1995 alinea
ke-4 yang diamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
berkewajiban melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum. Sebagai bentuk komitmen pemerintah maka
dibuatlah Undang-Undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-Undang tersebut menggambarkan sistem nasional penanggulangan
bencana yang merupakan satu kesatuan sistem penyelenggaraan penanggulangan
bencana yang terintegrasi.
Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu
penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga
dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Selain itu, perencanaan dlama
penanggulangan bencana tidak hanya melalui pemerintah saja, melainkan
msyarakat memiliki peran dalam upaya pencegahan bencana.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apasajakah jenis-jenis perencanaan dalam penanggulangan bencana?
2) Apa yang dimaksud dengan perencanan kontijensi?

1.3 Tujuan
1) Menjelaskan jenis-jenis perencanaan dalam penanggulangan bencana.
2) Menjelaskan tentang perencanan kontijensi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Perencanaan Penanggulangan Bencana


2.1.1 Jenis-jenis perencanaan dalam penanggulangan bencana
2.1.1.1 Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan)
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan
terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan
dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi bencana. (UU 24/2007).
Manajemen bencana menurut Nurjanah (2012:42) sebagai Proses
dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen bencana seperti
planning, organizing, actuating, dan controling. Cara kerjanya meliputi
pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan tanggap darurat dan pemulihan.
Manajemen bencana menurut (University British Columbia) adalah
proses pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama
(common value) untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan)
untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun
akual Adapun tujuan manajemen bencana secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan
harta benda dan lingkungan hidup
b. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban
c. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/
pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi
ke daerah baru yang layak huni dan aman
d. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti
komunikasi/transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk
mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang
terkena bencana
e. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut
f. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks
pembangunan.
Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3
tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari pra
bencana, pada saat tanggap darurat, dan pasca bencana.
a. Tahap Pra Bencana (mencangkup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, dan peringatan dini).
1) Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana
(jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya: melarang
pembakaran hutan dalam perladangan, melarang penambangan batu di
daerah yang curam, dan melarang membuang sampah sembarangan.
2) Mitigasi Bencana (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan
mitigasi dapat dilakukan melalui:
a) pelaksanaan penataan ruang
b) pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan
c) penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik
secara konvensional maupun modern (UU Nomor 24 Tahun 2007
Pasal 47 ayat 2 tentang Penanggulangan Bencana).
3) Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Beberapa bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang
dapat dilakukan antara lain:
a) penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana
b) pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan
dini
c) penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan
dasar
d) pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat
e) penyiapan lokasi evakuasi
f) penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur
tentang tanggap darurat bencana
g) penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
4) Peringatan Dini (Early Warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada
suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau upaya
untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan
akan segera terjadi. Pemberian peringatan dini harus menjangkau
masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas tidak
membingungkan (coherent), bersifat resmi (official).
b. Tahap saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan bantuan darurat dan
pengungsian
1) Tanggap Darurat (response)
2) Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana. Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan tanggap
darurat antara lain:
a) pengkajianyang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya
b) penentuan status keadaan darurat bencana
c) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
d) pemenuhan kebutuhan dasar
e) perlindungan terhadap kelompok rentan
f) pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital ( UU Nomor
24 Tahun 2007 Pasal 48 tentang Penaanggulangan Bencana).
3) Bantuan Darurat (relief)
4) Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar berupa: pangan, sandang, tempat tinggal
sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih
c. Tahap pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi.
1) Pemulihan (recovery)
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi
masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi. Beberapa kegiatan yang terkait dengan
pemulihan adalah
a) perbaikan lingkungan daerah bencana
b) perbaikan prasarana dan sarana umum
c) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
d) pemulihan sosial psikologis
e) pelayanan kesehatan
f) rekonsiliasi dan resolusi konflik
g) pemulihan sosial ekonomi budaya
h) pemulihan fungsi pelayanan publik.
2) Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana. Rehabilitasi dilakukan melalui
kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana
dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan
resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan
keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan
pemulihan fungsi pelayanan publik.
3) Rekonstruksi (reconstruction)
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta
langkahlangkah nyata yang terencana baik, konsisten dan
berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua
prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di
wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas
program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik.1
Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan
masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian
harta benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah
adanya suatu langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga
korban yang tidak kita harapan dapat terselamatkan dengan cepat dan
tepat dan upaya untuk pemulihan pasca bencana dapat dilakukan
dengan secepatnya. Pengendalian itu dimulai dengan membangun

1
kesadaran kritis masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana
alam, menciptakan proses perbaikan total atas pengelolaan bencana,
penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang bertumpu pada kearifan
lokal yang berbentuk peraturan nagari dan peraturan daerah atas
menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam manajemen
bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada daerah
rawan bencana.
2.1.1.2 Rencana Mitigasi (Mitigation Plan)
Mitigasi Bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun
2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
a. Tujuan mitigasi bencana
1) Mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk
2) Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan
3) Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup
dan bekerja dengan aman

b. Beberapa kegiatan mitigasi bencana di antaranya:

1) pengenalan dan pemantauan risiko bencana;

2) perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;

3) pengembangan budaya sadar bencana;

4) penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan


bencana.

5) identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman


bencana

6) pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam;

7) pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi;

8) pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan


lingkungan hidup

2.1.1.3 Rencana Kontijensi ( Contigency Plan)


a. Pengertian Kontijensi
Kontinjensi (contingency) adalah suatu keadaan atau situasi yang
diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi
(Oxford Dictionary & BNPB, 2011). Sedangkan menurut Childs &
Dietrich (2002) kontinjensi adalah: “The additional effort to be prepared
for unexpected or quickly changing circumstances” (Childs & Dietrich,
2002: 241).
Perecanaan kontinjensi pada hakikatnya adalah suatu proses
identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan
kontinjensi tersebut. Beberapa lembaga internasional telah memberikan
definisi perencanaan kontinjensi yang lengkap, diantaranya:
UNISDR yang mendefinisikan perencanaan kontinjensi sebagai
proses manajemen yang menganalisis potensi kejadian atau sistuasi tertentu
yang bisa mengancam masyarakat atau lingkungan dan proses menetapkan
pengaturan awal, agar mampu merespon ancaman tersebut secara tepat
waktu, efektif, dan sesuai (Vidiarina, undated).
IASC yang mendefinisikan perencanaan kontinjensi sebagai proses
untuk menentukan tujuan, pendekatan, dan prosedur program untuk
menanggapi situasi yang diperkirakan akan terjadi, termasuk
mengidentifikasi kejadian tersebut dan membuat skenario serta rencana
yang tepat untuk mempersiapkan dan menanggapinya secara efektif
(Vidiarina, undated).
 IFRC yang mendefinisikan perencanaan kontinjensi sebagai proses
untuk menentukan prosedur operasional dalam merespon kejadian khusus
atau risiko berdasarkan pada sumberdaya dan kapasitas yang dimiliki dan
memenuhi syarat sehingga respon bisa dilakukan secara tepat waktu,
efektif, dan sesuai (Vidiarina,undated).
Dari berbagai definisi di atas bisa diketahui bahwa tujuan utama
dari perencanaan kontinjensi adalah untuk meminimalisir dampak dari
ketidakpastian dengan melakukan pengembangan skenario dan proyeksi
kebutuhan saat keadaan darurat terjadi. Suatu rencana kontinjensi mungkin
saja tidak pernah diaktifkan jika keadaan yang diperkirakan tidak pernah
terjadi.
b. Penggunaan Perencanaan Kontinjesi
Perencanaan kontinjensi merupakan salah satu dari berbagai rencana
yang digunakan dalam siklus manajemen risiko. Berikut dijelaskan
aktivitas yang dilakukan dan rencana yang digunakan dari tahapan-tahapan
siklus manajemen risiko:
Tabel 2.1

Siklus Aktivitas Rencana

Situasi tidak terjadi Pencegahan dan mitigasi Rencana mitigasi


bencana
Situasi berpotensi Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan
bencana
Terjadi bencana Tanggap darurat Rencana operasi

Setelah terjadi Pemulihan Rencana pemulihan


bencana
Aktivitas dan Rencana yang Digunakan dalam Siklus Manajemen
Risiko

Sumber: BNPB (2011).

Dari tabel di atas bisa dilahat bahwa perencanaan kontinjensi


dilakukan ketika terdapat potensi untuk terjadinya bencanan atau pada
tahap aktivitas kesiapsiagaan. Siklus manajemen risiko tersebut (termasuk
perencanaan kontijensi) selain digunakan dalam pengelolaan bencana
berbasis kewilayahan, biasanya juga digunakan dalam bidang militer,
bisnis, dan proyek pembangunan infrastruktur.
c. Proses Perencanaan Kontinjesi
Penyusunan rencana kontijensi pada dasarnya merupakan salah
satu tahapan yang tak terpisahkan dari tahapan lainnya dari proses
manajemen risiko (risk management process) terdapat enam tahapan dari
proses manjemen risiko, yaitu:
d. Kontekstualisasi
Pada tahapan ini aktivitas yang dilakukan adalah mendefinisikan
cakupan dari kegiatan manajemen risiko sesuai arahan undang-undang
yang mengaturnya (Civil Contingencies Act 2004) dan berbagai dokumen
panduan yang berhubungan. Setelah itu barulah dilakukan penentuan
stakeholder yang akan terlibat dan penentuan tugas masing-masing
stakeholder tersebut. Bagian terpenting dari dari tahapan ini adalah
pendeskripsian karakteristik wilayah yang memiliki risiko (yang akan di
nilai dan dimanajemen risikonya). Deskripsi itu mencakup deskripsi
mengenai tingkat kerentanan dan ketahanan (resiliency) dari segi sosial,
lingkungan, masyarakat, dan lokasi memiliki potensi bahaya (hazardous
sites).

e. Identifikasi Bahaya dan Alokasi untuk Penilaian


Aktivitas pertama dari tahapan ini adalah mengidentifikasi
ancaman-ancaman dan bahaya yang mungkin muncul di London dalam
rentang lima tahun ke depan. Setelah seluruhnya teridentifikasi, London
Regional Resilience Forum akan menentukan lembaga mana yang
bertanggungjawab untuk melakukan risk assessment secara detail dan
rinci. Setelah penilaian rinci tersebut selesai dilakukan oleh masing-
masing lembaga, barulah setelahnya didiskusikan di forum antar-lembaga
di dalam London Regional Resilience Forum dan ditindaklanjuti dengan
menyusun risk register.

f. Analisis Risiko
Inti dari tahapan ini adalah menganalisis tingkat peluang atau
kemungkinan terjadinya risiko dan analisis besaran dampak yang akan
ditimbulkan jika bahaya tertentu terjadi.
g. Evaluasi Risiko
Pada tahapan ini dilakukan ranking untuk seluruh risiko yang
ada. Ranking dilakukan berdasarkan pertimbangan tingkat peluang atau
kemungkinan terjadinya risiko dan analisis besaran dampak yang akan
ditimbulkan. Setelah itu barulah dilakukan penilaian terhadap kemampuan
dan rencana mitigasi yang telah ada untuk bahaya dan ancaman tertentu.
Akhir dari tahapan ini adalah kesimpulan bahwa apakah risiko yang ada
perlu untuk mendapatkan penanganan ataukah tidak. Untuk risiko-risko
yang perlu mendapatkan penanganan tim penilai akan memberikan
rekomendari kepada LRRF mengenai risiko mana yang akan mendapatkan
prioritas penanganan.
h. Penanganan Risiko
Pada tahapan ini penyusunan rencana kontijensi dilakukan yang
diawali dengan perumusan strategi pengurangan risiko bencana dengan
mempertimbangkan gap antara besarnya risiko dan besarnya sumber daya
yang dimiliki untuk merespon risiko tersebut. Mempertimbangkan
besarnya risiko dan besarnya sumber daya yang dimiliki dilakukan dalam
konteks sekarang dan jangka panjang, sehingga akan terlahir kesimpulan
tentang risiko mana yang harus ditangani sekarang dan yang risiko mana
yang harus ditangani dalam jangka panjang.
Dari tahapan ini akan muncul pula kesimpulan seberapa besar gap
antara besarnya risiko dan besarnya sumber daya yang dimiliki. Setelah
itu, akan disepakatitreatment yang akan digunakan dan skenario
penanganan yang akan dikembangkan. Mekanisme treatment dan skenario
penanganan tersebutlah yang pada akhirnya dituangkan di dalam rencana
kontinjensi. Prioritas mana yang akan ditangani harus melalui proses
konsensus dan begitu juga treatment dan skenario penanganan yang
dipilih harus melalui proses konsesus berbagai stakeholder
melalui London Regional Resilience Forum.
i. Pemantauan dan Peninjauan Ulang
Pemantauan dan review terhadapa risiko dan penanganannya
minimal dilakukan setiap tiga tahun sekali dan boleh dilakukan lebih dari
itu bila ada kebutuhan.
2.1.1.4 Rencana Operasi (Operation Plan)

Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational


Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan
atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.Tahap Tanggap
Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk
membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari
bertambahnya korban jiwa. Menurut BNPB Penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat meliputi:

a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian,


dan sumber daya;
b. Penentuan status keadaan darurat bencana;
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. Pemenuhan kebutuhan dasar;
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

2.1.1.5 Rencana Pemulihan (Recovery Plan)

Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan


(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana.Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka
untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan
penyusunan petunjuk/pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang
dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah
yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih
baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. Pemulihan sosial psikologis;
e. Pelayanan kesehatan;
f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
h. Pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. Pemulihan fungsi pelayanan publik

Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun


kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan
sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu
perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor
terkait.
a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
d. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang
lebih baik dan tahan bencana;
e. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha dan masyarakat;
f. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
h. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
2.1.2 Perencanaa Kontijensi
2.1.2.1 Pengertian Rencana Kontijensi
Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan
segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi
adalah suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan
pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana
kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang
diperkirakan tidak terjadi. Rencana kontinjensi lahir dari proses perencanaan
kontinjensi. Proses perencanaan tersebut melibatkan sekelompok orang atau
organisasi yang bekerja sama secara berkelanjutan untuk merumuskan dan
mensepakati tujuan–tujuan bersama, mendefinisikan tanggung jawab dan
tindakan–tindakan yang harus diambil oleh masing-masing pihak. Rencana
kontijensi disusun dalam tingkat yang dibutuhkan. Perencanaan kontinjensi
merupakan prasyarat bagi tanggap darurat yang cepat dan efektif. Tanpa
perencanaan kontinjensi sebelumnya, banyak waktu akan terbuang dalam
beberapa hari pertama menanggapi keadaan darurat tersebut. Perencanaan
kontinjensi akan membangun kapasitas sebuah organisasi dan harus menjadi
dasar bagi rencana operasi tanggap darurat.
2.1.2.2 Kedudukan Rencana Kontinjensi dalam Penanganan Darurat

Kedudukan rencana kontinjensi sangat penting dalam penanganan


bencana. Rencana kontijensi suatu rencana yang telah dirancang pada
keadaan yang dapat dibilang tidak tetap dengan jalan atau alur yang telah
disepakati, teknik, manajemen dan berbagai pelaksanaan yang telah
ditetapkan secara bersama dengan berbagai penaggulangan. Ada berbagai
lembaga internasional yang dapat memeberikan berbagai refrensi dan
perencanaan yang lengkap. Adapun lembaga tersebut meliputi:

a. UNISDR yang mendefinisikan berbagai perencanaan yang kontijensi dalam


berbagai proses manajemen yang menganalisa segala sumber kompetensi
yang adadengan berbagai situasi yanag ada.
b. IASC lembaga tersebut mendefinisikan berbagai perencanaan yang ada untuk
menetukan tujuan, pendekatan, dan berbagai prosedur yang ada dalam situasi
yang ada dan dalam pengerjaannya terdapat suatu prediksi tertentu, termasuk
mengkaji berbagai kejadian yang ada.

Dari berbagai uraian yang ada diketahui bahwa tujuan utama yang ada
pada perencanaan kontijensi merupakan suatu hal yang bertujuan untuk
meminimalisikan resiko yang ada dalam suatu alur cerita dan proyek
kebutuhan yang ada yang sifatnya darurat.
2.1.2.3 Waktu Penyusunan Rencana Kontinjensi
Jangka masa rencana kontinjensi disepakati adalah selama tiga (3)
tahun. Dimulai sejak disahkannya Rencana Kontinjensi menjadi dokumen
daerah.
2.1.2.4 Prinsip dan Proses Penyusunan Rencana Kontinjensi
a. Prinsip Penyusunan Rencana Kontijensi
Working group untuk rencana Kontinjensi di BNPB melengkapi prinsip-
prinsip rencana kontinjensi menjadi sebagai berikut:
1) Berdasarkan proses penyusunan bersama dan dilakukan secara
terbuka
2) Berlaku hanya untuk satu jenis bahaya (Hazard specific) atau ikutan
(collateral)
3) Memiliki skenario risiko dan tujuan yang disetujui bersama
4) Memiliki masa berlaku yang ditandai dengan adanya pemicu
kapan diaktivasi (bila ada indikasi bencana dan atau pernyataan
resmi/earlywarning), kapan diubah menjadi rencana operasi tanggap
darurat, kapan dilakukan deaktivasi, kapan dimutakhirkan atau dikaji
ulang
5) Menetapkan peran dan tugas setiap sektor (memiliki pembagian tugas,
wewenang dan tanggung-jawab yang jelas)
6) Mencantumkan komponen sumberdaya yang realistis
7) Menyepakati konsensus yang telah dibuat bersama
8) Dibuat untuk menghadapi keadaan darurat dan dampak bencana .
9) Harus ditindak lanjuti dengan serangkaian aksi (pelatihan/gladi,
pengadaan, pengaturan)
10) Pengadopsian secara formal, monitoring dan evaluasi
b. Proses Perencanaan Kontinjesi
Penyusunan rencana kontijensi pada dasarnya merupakan salah satu
tahapan yang tak terpisahkan dari tahapan lainnya dari proses manajemen
risiko (risk management process) yang ada di London. Oleh karena itu, untuk
menjelaskan proses penyusunan rencana kontinjensi di London, haruslah
menjelaskan proses manajemen risiko yang ada di London.
Penjelasan mengenai proses manjemen risiko di Inggris (termasuk
London) terdapat di dalam sebuah dokumen panduan berjudul “Emergency
Preparedness” yang diterbitkan oleh Cabinet Office (2012). Di dalam
panduan tersebut dijelaskan terdapat enam tahapan dari proses manjemen
risiko, yaitu:
1) Kontekstualisasi
Pada tahapan ini aktivitas yang dilakukan adalah mendefinisikan
cakupan dari kegiatan manajemen risiko sesuai arahan undang-undang
yang mengaturnya (Civil Contingencies Act 2004) dan berbagai dokumen
panduan yang berhubungan. Setelah itu barulah dilakukan penentuan
stakeholder yang akan terlibat dan penentuan tugas masing-masing
stakeholder tersebut. Bagian terpenting dari dari tahapan ini adalah
pendeskripsian karakteristik wilayah yang memiliki risiko (yang akan di
nilai dan dimanajemen risikonya). Deskripsi itu mencakup deskripsi
mengenai tingkat kerentanan dan ketahanan (resiliency) dari segi sosial,
lingkungan, masyarakat, dan lokasi memiliki potensi bahaya (hazardous
sites).
2) Identifikasi Bahaya dan Alokasi untuk Penilaian
Aktivitas pertama dari tahapan ini adalah mengidentifikasi ancaman-
ancaman dan bahaya yang mungkin muncul di London dalam rentang lima
tahun ke depan. Setelah seluruhnya teridentifikasi, London Regional
Resilience Forum akan menentukan lembaga mana yang
bertanggungjawab untuk melakukan risk assessment secara detail dan
rinci. Setelah penilaian rinci tersebut selesai dilakukan oleh masing-
masing lembaga, barulah setelahnya didiskusikan di forum antar-lembaga
di dalam London Regional Resilience Forum dan ditindaklanjuti dengan
menyusun risk register.
3) Analisis Risiko
Inti dari tahapan ini adalah menganalisis tingkat peluang atau
kemungkinan terjadinya risiko dan analisis besaran dampak yang akan
ditimbulkan jika bahaya tertentu terjadi.
4) Evaluasi Risiko
Pada tahapan ini dilakukan ranking untuk seluruh risiko yang ada.
Ranking dilakukan berdasarkan pertimbangan tingkat peluang atau
kemungkinan terjadinya risiko dan analisis besaran dampak yang akan
ditimbulkan. Setelah itu barulah dilakukan penilaian terhadap kemampuan
dan rencana mitigasi yang telah ada untuk bahaya dan ancaman tertentu.
Akhir dari tahapan ini adalah kesimpulan bahwa apakah risiko yang ada
perlu untuk mendapatkan penanganan ataukah tidak. Untuk risiko-risko
yang perlu mendapatkan penanganan tim penilai akan memberikan
rekomendari kepada LRRF mengenai risiko mana yang akan mendapatkan
prioritas penanganan.
5) Penanganan Risiko
Pada tahapan ini penyusunan rencana kontijensi dilakukan yang
diawali dengan perumusan strategi pengurangan risiko bencana dengan
mempertimbangkan gap antara besarnya risiko dan besarnya sumber daya
yang dimiliki untuk merespon risiko tersebut. Mempertimbangkan
besarnya risiko dan besarnya sumber daya yang dimiliki dilakukan dalam
konteks sekarang dan jangka panjang, sehingga akan terlahir kesimpulan
tentang risiko mana yang harus ditangani sekarang dan yang risiko mana
yang harus ditangani dalam jangka panjang.
Dari tahapan ini akan muncul pula kesimpulan seberapa besar gap antara
besarnya risiko dan besarnya sumber daya yang dimiliki. Setelah itu, akan
disepakati treatment yang akan digunakan dan skenario penanganan yang
akan dikembangkan. Mekanisme treatment dan skenario penanganan
tersebutlah yang pada akhirnya dituangkan di dalam rencana kontinjensi.
Prioritas mana yang akan ditangani harus melalui proses konsensus dan
begitu juga treatment dan skenario penanganan yang dipilih harus melalui
proses konsesus berbagai stakeholder melalui London Regional Resilience
Forum.
6) Pemantauan dan Peninjauan Ulang
Pemantauan dan review terhadapa risiko dan penanganannya minimal
dilakukan setiap tiga tahun sekali dan boleh dilakukan lebih dari itu bila
ada kebutuhan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu
untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan
observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU
24/2007). Tujuan manajemen bencana secara umum untuk mencegah dan
membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan
hidup, menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban, mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/
pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru
yang layak huni dan aman, mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti
komunikasi/transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk
mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana,
mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut, dan meletakkan dasar-dasar
yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam
konteks pembangunan. Jenis-jenis perencanaan dalam penanggulangan bencana
meliputi, penanganan atau manajemen Bencana (Disaster Management), mitigasi
Bencana, perencanaan kontijensi, rencana operasi (Operation Plan), dan rencana
pemulihan (Recovery Plan). Rencana Kontinjensi adalah suatu proses identifikasi
dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang
belum tentu tersebut. Kedudukan rencana kontinjensi sangat penting dalam
penanganan bencana. Rencana kontijensi suatu rencana yang telah dirancang pada
keadaan yang dapat dibilang tidak tetap dengan jalan atau alur yang telah
disepakati, teknik, manajemen dan berbagai pelaksanaan yang telah ditetapkan
secara bersama dengan berbagai penaggulangan. Jangka masa rencana kontinjensi
disepakati adalah selama tiga tahun dimulai sejak disahkannya Rencana
Kontinjensi menjadi dokumen daerah berdasarkan prinsip-prinsip yang ada.

3.2 Saran
Dalam upaya perencanaan dan pencegahan bencana perlu ditanamnkan sejak
dini ke sektor terkecil misalnya masyarakat. Sehingga adanya kerjasama yang
baik dapat meminimalisir korban ataupun kerugian saat terjadinya bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2011. Panduan Perencanaan


Kontinjensi Menghadapi Bencana. Jakarta : BNPB

Cabinet Office. 2012. Emergency Preparedness. (online),


(http://www.cabinetoffice.gov.uk/resource-library/emergency-preparedness,
diakses pada 7 Agustus 2019)

Childs, Donna R. & Dietrich, Stegan. 2012. “Contingency Planning and Disaster
Recovery : A Small Business Guide”. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey.
(online), (http://www.free-books.us.to, diakses pada 7 Agustus 2019).

Dwita Widyaningsih dkk. 2012. Prosiding Proses Perencanaan. Magister


Perencanaan Kota dan Daerah. Yogyakarta: Skripsi Tidak Diterbitkan

London Resilience Team (LRT). 2011. London Community Risk Register (LCRR).
Oxford Learner’s Pocket Dictionary.Oxford University Press.

Pancawati, Heni. 2006. Manajemen Bencana (Disaster Mangement), Purwokerto.


KOMPLEET (materi seminar)

Toha, M. 2007. Berkawan Dengan Ancaman: Strategi dan Adaptasi Mengurangi


Resiko Bencana, Jakarta, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)
Vidiarina, Henny D. Undated. “Perencanaan Kontinjensi Tsunami Untuk
Mewujudkan Respon yang Sesuai, Efektif, dan Tepat Waktu”. Jakart:
Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH

Anda mungkin juga menyukai