Anda di halaman 1dari 6

Retensio Sisa Plasenta

Definisi retensio sisa plasenta


Retensio sisa plasenta adalah penyebab perdarahan postpartum dikarenakan tertinggalnya
sebagian dari plasenta, lobus, kotiledon atau suatu fragmen plasenta. Begitu bagian
plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi di daerah itu. Bagian plasenta
yang masih merintangi retraksi miometrium menyebabkan perdarahan berlangsung terus
sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan (Hakimi, 2010).

Etiologi retensio sisa plasenta

1) Manajemen Aktif Kala III yang kurang benar


• Dorongan atau pemijatan uterus akan mengganggu mekanisme pelepasan plasenta
dan mengakibatkan pemisahan sebagian plasenta. Jika pada pemeriksaan plasenta
ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, harus dilakukan eksplorasi kavum uteri.
Potongan-potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui biasanya
menimbulkan perdarahan pasca persalinan (Sastrawinata, 2005).
• Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang
tidak ritmik, pemberian uterotonik tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks
kontraksi dan menahan plasenta, serta pemberian anestesi (Faisal, 2008).
• Pada akhir persalinan “fundus fiddling” ( ketika profesional kesehatan
memberikan tekanan yang sering dan tidak teratur pada fundus uterus, biasanya
untuk mengecek kontraktilitas yang baik), traksi tali pusat yang terlalu kuat pada
plasenta yang belum lepas dan kombinasi tidak tepat teknik yang harus dikelola
aktif/ dikelola secara fisiologis pada kala III, semuanya turut berperan pada
insiden hemoragi pascapartum. Semuanya mempengaruhi kontraksi ritmis normal
yang dirancang untuk mengoordinasi kontraksi dan retraksi otot yang tepat dengan
pelepasan plasenta dengan/ atau tanpa pemberian oksitosin (Boyle,2007).

2) Abnormalitas plasenta
Kelainan plasenta meliputi bentuk dan insersi plasenta dalam uterus. Usahakan
melahirkan plasenta jika belum lahir, lakukan dengan tarikan pada tali pusat, lalu segera
inspeksi keadaan plasenta tersebut. Bila plasenta tidak berhasil dilahirkan dengan dugaan
adanya plasenta akreta, maka perlu dilakukan laporotomi/histerektomi. Bila hanya sisa
plasenta, pengeluaran dapat dilakukan secara manual ataupun dengan kuret
(Chunningham dkk., 2006).

3) Kelahiran bayi yang terlalu cepat.


Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu pemisahan placenta secara fisiologis
(Chunningham dkk., 2006).

Askeb Gadar_Tuti Sukini 1


Jenis perlekatan plasenta menurut (Saifuddin, 2009) :
1. Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
3. Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau
memasuki miometrium.
4. Plasenta Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta Inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabakan oleh konstriksi ostium uteri.

Diagnosis

Diagnosis perdarahan karena retensio sisa plasenta dapat ditegakkan melalui:


1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
2. Inspeksi : memeriksa plasenta dan selaput ketuban apakah lengkap atau tidak dan
apakah terdapat perdarahan per vaginam lebih dari normal.
3. Pemeriksaan dalam : mencari sisa plasenta atau selaput ketuban dan plasenta
suksenturiata serta apakah masih ada pembukaan atau tidak.
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks dan vagina.
5. Pemeriksaan Laboratorium dilakukan pemeriksaan darah yaitu Hb dan golongan
darah.

Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus
menyelesaikan proses ini padaakhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi,
melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.Ketika
jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai
terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua
spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh
darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling
bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Apabila fungsi retraksi dan
kontraksi otot rahim terganggu, penutupan pembuluh darah akan terhambat dan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Retraksi dan kontraksi otot rahim terganggu karena sebagian kecil plasenta
masih melekat pada dinding uterus (Wiknjosastro, 2006). Untuk menghentikan perdarahan tersebut
maka sisa plasenta harus dikeluarkan dengan eksplorasi digital maupun kuretase ( Saifuddin 2007).

Askeb Gadar_Tuti Sukini 2


Skema Patofisiologi Retensio Sisa Plasenta

Inpartu kala III

Pelepasan plasenta

Plasenta lahir lengkap Plasenta lahir tidak lengkap

Kontraksi uterus Retensio sisa plasenta


baik

Kontraksi uterus jelek


Perdarahan sedikit

Perdarahan bertambah

Eksplorasi

Perdarahan (-) Perdarahan (+)

Kuretase

Sumber : diolah dari (Wiknjosastro, 2006) ( Saifuddin 2009).

Askeb Gadar_Tuti Sukini 3


Gambaran Klinis
Gambaran klinisnya berupa :
1. Perdarahan terus-menerus dan keadaan pasien berangsur-angsur menjadi semakin jelek
(<24 jam)
2. Uterus berkontraksi tapi tinggi fundus uterus tidak berkurang.
3. Denyut nadi menjadi semakin cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien
berubah pucat dan dingin, dan napasnya menjadi sesak, terengah-engah,
berkeringat dan akhirnya koma serta meninggal dunia. Situasi yang berbahaya
adalah kalau denyut nadi dan tekanan darah hanya memperlihatkan sedikit
perubahan untuk beberapa saat karena adanya mekanisme kompensasi vaskuler.
(sistole <90 mmHg, nadi >100 x/menit).
4. Kemudian fungsi kompensasi ini tidak bisa dipertahankan lagi, dan pasien dalam
keadaan shock. Uterus dapat terisi darah dalam jumlah yang cukup banyak
sekalipun dari luar hanya terlihat sedikit (Hakimi, 2010).
5. Gejala perdarahan karena retensio sisa plasenta,gejala dan tanda yang selalu ada yaitu
plasenta atau sebagian selaput (mengandung membran) tidak lengkap dan perdarahan
segera serta dapat pula disertai tinggi fundus tidak berkurang. (Saifuddin, 2009)
6. Pada pemeriksaan dalam terdapat pembekuan dan masih dapat diraba sisa
placenta/membrannya.

Menurut Manuaba (2001) gambaran klinisnya yaitu :


1. Perpanjangan perdarahan lochia.
2. Terjadi perdarahan baru setelah pengeluaran lochia normal.
3. Pada pemeriksaan dalam masih terdapat pembukaan dan masih dapat diraba sisa
plasenta dan membrannya.
4. Subinvolusi uteri dan perdarahan terlambat

Prognosa

Jika perdarahan banyak, sisa – sisa plasenta tetap harus dikeluarkan dari kavum uteri
walaupun demam. Karena semakin cepat sisa – sisa plasenta dikeluarkan, maka
perdarahan akan segera teratasi oleh kontraksi uterus yang baik (Sastrawinata, 2005).

Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009) penatalaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat
bersalin dengan keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan sub involusio
uterus.
2. Pemasangan infuse profilaksis.
3. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500
mg oral.
4. Lakukan eksplorasi digital (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan AVM (Aspirasi Vakum Manual) atau dilatasi dan kuretase.
Catatan : jaringan yang melekat kuat, mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha
untuk melepaskan plasenta yang kuat dapat mengakibatkan perdarahan berat atau
perforasi uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.

5. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
6. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah 7
menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah hancur
menunjukan adanya kemungkinan koagulopati.

Menurut Manuaba (2008) penatalaksanaan retensio sisa plasenta sebagai berikut:

Retensio Sisa

Komplikasi : Gagal Klinis :


1. perdarahan 1. perpanjangan
2. infeksi perdarahan lochea
3. plasenta polip 2. perdarahan
4. degenerasi pascapartum
ganas korio- sekunder
karsinoma 3. infeksi lochea
berbau

Tindakan Operasi: Dilatasi-Kuretase dan PA


Persiapan:
Evaluasi sistem hemopoietik
Infus dan transfusi
Drip oksitosin
Pasca-dilatasi-kuretase dapat ditambah
tambah uterovagina

Observasi Pasca-Tindakan:
1. Tanda vital
2. Komplikasi (perdarahan)
3. Tindakan
uterotonik uterus
ligasi arteri hipogastrika interna
histerektomi (anak cukup, ancaman
sepsis)
4. Profilaksis

Anda mungkin juga menyukai