Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2) Abnormalitas plasenta
Kelainan plasenta meliputi bentuk dan insersi plasenta dalam uterus. Usahakan
melahirkan plasenta jika belum lahir, lakukan dengan tarikan pada tali pusat, lalu segera
inspeksi keadaan plasenta tersebut. Bila plasenta tidak berhasil dilahirkan dengan dugaan
adanya plasenta akreta, maka perlu dilakukan laporotomi/histerektomi. Bila hanya sisa
plasenta, pengeluaran dapat dilakukan secara manual ataupun dengan kuret
(Chunningham dkk., 2006).
Diagnosis
Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus
menyelesaikan proses ini padaakhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi,
melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.Ketika
jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai
terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua
spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh
darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling
bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Apabila fungsi retraksi dan
kontraksi otot rahim terganggu, penutupan pembuluh darah akan terhambat dan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Retraksi dan kontraksi otot rahim terganggu karena sebagian kecil plasenta
masih melekat pada dinding uterus (Wiknjosastro, 2006). Untuk menghentikan perdarahan tersebut
maka sisa plasenta harus dikeluarkan dengan eksplorasi digital maupun kuretase ( Saifuddin 2007).
Pelepasan plasenta
Perdarahan bertambah
Eksplorasi
Kuretase
Prognosa
Jika perdarahan banyak, sisa – sisa plasenta tetap harus dikeluarkan dari kavum uteri
walaupun demam. Karena semakin cepat sisa – sisa plasenta dikeluarkan, maka
perdarahan akan segera teratasi oleh kontraksi uterus yang baik (Sastrawinata, 2005).
Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009) penatalaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat
bersalin dengan keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan sub involusio
uterus.
2. Pemasangan infuse profilaksis.
3. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500
mg oral.
4. Lakukan eksplorasi digital (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan AVM (Aspirasi Vakum Manual) atau dilatasi dan kuretase.
Catatan : jaringan yang melekat kuat, mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha
untuk melepaskan plasenta yang kuat dapat mengakibatkan perdarahan berat atau
perforasi uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.
5. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
6. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah 7
menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah hancur
menunjukan adanya kemungkinan koagulopati.
Retensio Sisa
Observasi Pasca-Tindakan:
1. Tanda vital
2. Komplikasi (perdarahan)
3. Tindakan
uterotonik uterus
ligasi arteri hipogastrika interna
histerektomi (anak cukup, ancaman
sepsis)
4. Profilaksis