DISUSUN OLEH :
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang penuh
ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian
tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara
koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman,
tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena
koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan
kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau
inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap
anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada
control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi.
a) Kelebihan belajar kooperatif menurut Hill & Hill (1993:1-6) adalah sebagai berikut.
o Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru,
tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi
dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain,
o Meningkatkan prestasi siswa,
o Memperdalam pemahaman siswa,
o Model pembelajaran kooperatif dapat memberdayakan setiap siswa untuk lebih
o bertanggung jawab dalam belajar,
o Menyenangkan siswa,
o Mengembangkan sikap kepemimpinan,
o Mengembangkan sikap positif siswa,
o Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk menhargai orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan,
o Mengembangkan sikap menghargai diri sendiri,
o Membuat belajar secara inklusif, dan
o Mengembangkan rasa saling memiliki.
b). Selain mempunyai kelebihan pembelajarn kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan.
Menurut Dess (1991: 411) beberapa kelemahan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.
o Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target kurikulum,
o Membutuhkan waktu yang lama untuk guru sehingga kebanyakan guru tidak mau
menggunakan strategi pembelajaran kooperatif,
o Menuntut sifat tertentu pada siswa, misalnya sifat suka bekerja sama,
o Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan
lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu,
o Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai,
o Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan
yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan,
o Saat diskusi terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain
menjadi pasif, dan
o Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak
mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau
bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuann untuk belajar menjadi sia-
sia.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya,
yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-
petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun,
mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh
siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan),
constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-
sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama
proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian
portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab
lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life
modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar
muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan
menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan
mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan guru pada penerapan model pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching And Learning) dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah
sebagai berikut :
Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam
kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam
menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama.
o Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
o Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang
kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.
o Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus
tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini
kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik
mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang
tertinggal dan mengalami kesulitan.
o Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
o Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual
tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami
kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill
daripada kemampuan intelektualnya.
o Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
o Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya
sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha
sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan
baru di lapangan.
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola
guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization,
yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan
dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik
melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).
1. Persiapan
Menentukan masalah kontekstual yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan
diajarkan.
Mempersiapkan model atau alat peraga yang dibutuhkan.
2. Pembukaan
3. Proses Pembelajaran
4. Penutup
Mengajak siswa menarik kesimpulan tentang apa yang telah mereka lakukan dan
pelajari.
Memberi evaluasi berupa soal matematika dan pekerjaan rumah
o Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan
dalam menentukan sendiri jawabannya
o Membutuhkan waktu yang lama.
o Siswa yang pandai kadang tidak sabar menanti jawabannya terhadap teman yang belum
selesai
o Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu
o Belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesal dalam evaluasi/memberi nilai.
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar
akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah
menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri,
dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah
bervariasi).
Kritik terhadap penggunaan model ini antara lain bahwa model ini tidak dapat digunakan
setiap waktu dan tidak untuk semua tujuan pembelajaran dan semua siswa.
1. Orientasi
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa jika guru
memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-
bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang
relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2) mendiskusikan atau
menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang
akan dilakukan; (4) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang
akan dilakukan selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
2. Presentasi.
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun
keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam langkah-langkah kecil
sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh
konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan
langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
3. Latihan terstruktur
Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-latihan. Peran guru yang penting
dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap respon siswa dan memberikan
penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa yang salah.
4. Latihan terbimbing
Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau
keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk mengases/menilai
kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan
memberikan bimbingan jika diperlukan.
5. Latihan mandiri
Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui siswa jika
telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan. Di lain
pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran langsung, yaitu
sebagai berikut : Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa.
Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang
diharapkan. Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru
mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai
siswa.
Dalam fase ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-
contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
7. Melaksanakan bimbingan
Guru memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan
balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk
meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.
o Guru dapat mengendalikanmateri dan informasi dalam pembelajaran sehingga guru dapat
fokus mengenai apa yang dicapai oleh siswa.
o Model pembelajaran ini efektif dalam kelas yang besar ataupun kecil
o Model pembelajaran ini seperti ceramah dan mungkin model ini cocok untuk anak yang
kurang suka dalam membaca.
o Dapat mengarahkan siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran untuk tetap berprestasi
b). Adapun kekurangan-kekurangan dalam model pembelajaran direct instruction adalah sebagai
berikut:
o Guru sulit mengatasi tingkat kemampuan dari siswa dalam menerima materi tersebut juga
sulit mengatasi tingkat ketertarikan siswa
o Siswa sulit untuk mengembangkan diri keterampilannya karena model ini gurulah yang
palingn aktif.
o Jika guru tidak siap dengan pembelajaran atau kurang memahami materi yang akan
disampaikan maka pembelajaran akan terhambat karena guru menjadi pusat dalam model
pembelajaran ini.
o Seringkali siswa akan kehilangan fokus dalam model pembelajaran ini karena semua
informasi hanya dari guru mungkin dari siswa hanya sedikit saja dan bahkan mungkin
tidak ada.
o Guru juga harus komunikatif. Karena gaya bahasa guru sangat mempengaruhi tingkat
ketertarikan dan pemahaman siswa.
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal
cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian
(menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang
memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran
yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya
menemukan solusi.
problem solving adalah model yang mengutamakan pemecahan masalah dalam kegiatan
belajar untuk memperkuat daya nalar yang digunakan oleh peserta didik agar mendapatkan
pemahaman yang lebih mendasar dari materi yang disampaikan. Seperti yang diungkapkan
Pepkin (dalam Shoimin, 2017, hlm. 135) bahwa metode problem solving adalah suatu model
pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah
yang diikuti dengan penguatan keterampilan.
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi
atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.
Sumber :
https://suaidinmath.wordpress.com/2012/02/16/upayau-meningkatkan-kemampuan-guru-dalam-
menerapkan-model-pembelajaran-ctl-melalui-pelatihan-model-klasemen-bagi-guru-guru-
smpsmasmk-di-kabupaten-dompu-semester-gazal-tahun/
https://modelpembelajaran1.wordpress.com/2016/02/21/model-pembelajaran-problem-solving/