Anda di halaman 1dari 2

Prolog

"Diamlah, ini giliranku. Kamu terlalu menyusahkan. Biarkan dia istirahat, bagaimanapun kita
membutuhkan raganya."
BAB 1

Apa definisi keluarga sebenarnya? Bagiku, keluarga tak lain hanyalah orang-orang yang
selalu ada di dekatku. Bukan berarti mereka selalu mendukung, berbagi kasih sayang, namun
dekat dalam arti harfiahnya. Dalam keluargaku tak ada kasih sayang, tak ada dukungan. Satu
satunya hal yang membuatku bersyukur memiliki mereka adalah tempat tinggal. Aku bisa
mempunyai tenpat tinggal yang layak karena aku memiliki keluarga. Tak ada hal lain yang
bisa ku syukuri selain itu. Aku kurang bersyukur? mungkin iya. Mungkin mataku terlalu besar
untuk melihat hal remeh yang patut aku syukuri.

Aku merupakan anak tunggal dari sepasang suami istri yang selalu bertengkar. Tak ada
kedamaian disetiap sudut rumahku. Yang ada hanya teriakan, cacian, makian dan tangisan.
Keluargaku adalah keluarga paling epic se-nusantara. Tak ada hadiah ulang tahun ataupun
jalan-jalan ke taman. Yang ada hanya sibuk menutup telinga dan menahan air mata.

Katakan saja aku anak durhaka. Aku merasa bahagia ketika ayahku tak ada, aku lebih suka
menyebutnya mati. Ayahku meninggal dikeroyok warga karena ketahuan mencopet
seseorang. Jika dilihat-lihat, sebenarnya aku kasihan melihat jasadnya yang penuh jejak
pukulan. Namun bahagia lebih memayungiku kala itu. Aku merasa setengah tugas hidupku
tuntas. Mungkin kalian bertanya-tanya, apakah hidupku bertugas untuk membuat ayak
mati? Tentu tidak. Tujuan hidupku adalah untuk membahagiakan diriku sendiri. Dengan
kepergian ayah, aku akan lebih bahagia. Walau masih ada duri dalam hidupku.

Ibuku juga sama saja denganku. Dia tidak berduka ataupun terluka. Ia sungguh tak peduli
apakah ayah sudah mati atau belum, sudah dikuburkan atau belum. Bahkan dia tidak ikut
menyolati ayah. Kelakuannya itu membuat dia jadi buah bibir para tetangga kurang kerjaan.

Setelah kepergian ayah, ibu menikah lagi dengan seorang duda beranak satu. Dia menikah
tanpa meminta pendapatku apakah aku setuju atau tidak jika dia menikah lagi.

Saat itu, aku sedang asyik menonton acara televisi favoritku. Ibu masuk bersama dua orang
pria.

"Kenalin, ini ayah dan kakak barumu. Bersikap baiklah pada mereka dan mulai sekarang
mereka akan tinggal disini." Hanya itu yang ibu ucapkan padaku. Aku tak bertanya ataupun
protes, karena aku sungguh tak peduli.

Aku tak habis pikir, bagaimana bisa ibu menikah dengan seseorang yang berbeda keyakinan
dengannya. Apa yang di pertimbangkan sehingga ibu menerima ia sebagai pengganti ayah.
Apakah ia lebih baik? Aku tidak tahu. Apakah iya lebih kaya? Aku pikir, iya. Tapi
bagaimanapun, aku gak suka sama ayah dan kakak tiriku. Mereka berdua terlalu
menakutkan buatku. Aku berpikir, mungkin ini karma dari tuhan karena aku pernah merasa
bahagia karna kehilangan ayah, dan sekarang tuhan melipat gandakan beban hidupku.
Tuhan mengirim mereka berdua sebagai pengganti ayah.

Anda mungkin juga menyukai