Anda di halaman 1dari 3

Nama : Wini Indriani

Kelas : A3 Psikologi Non Reguler


Tugas : NU Merangkum 3 tema

 MEMAHAMI DASAR SUNNI / Ahl al-sunnah wa al- Jama’ah

Sunni atau Ahl al-Sunnah Wa al- Jama’ah atau terkadang juga dikenal dengan sebutan
ASWAJA merupakan paham yang berdasarkan pada tradisi Nabi Muhammad SAW, di samping
berdasar pada Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang pertama. Sunni lebih dikenal
dengan sebutan Ahl al-Sunnah Wa al- Jama’ah. Ahl al-sunnah memiliki makna orang-orang yang
mengikuti sunah Nabi, dan wal Jama’ah berarti mayoritas umat. Dengan demikan makna kata
Ahl al-Sunnah Wa al- Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW
dan mayoritas sahabat, baik dalam syariat (hukum agama Islam) maupun aqidah (kepercayaan).

Sebutan Ahl al-sunnah wa al- Jama’ah belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW,
maupun pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, bahkan sampai masa Bani Umayyah.
Istilah tersebut baru muncul pada saat Khalifah Abu Ja’far alMansur (137-159 H/ 754-755 M)
dan pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid (170-194 H/ 785-809 M). Pada tahap yang kedua
Ahl al-Sunnah Wa al- Jama’ah dikenal juga pada saat pemerintahan Abbasiyah, bahkan pada
saat Khalifah Al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M). Munculnya Aliran Ahl al-sunnah wal Jama’ah
dikarenakan munculnya aliran Mu’tazilah yang lebih mengedepankan akal dari pada hukum
naqli.

Ahl al-sunnah wa al-jama’ah / Sunni merupakan aliran yang holistik (menyeluruh),


mencakup pandangan tentang realitas (ontologi). Pandangan tentang asal dan hakekat Aswaja
(epistemologi), pandangan tentang pengetahuan dan pandangan tentang tata nilai (aksiologi).
Paham yang holistik ini mampu menjawab dan mengatur segala aktifitas manusia di segala
bidang. Empat Imam utama Sunni yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam
Ahmad bin Hambal. Mereka sama-sama mengambil ijtihad (upaya) dalammenyelesaikan
masalah yang bersifat “abu-abu”tersebut. Adapun empa mahzab Sunni adalah sebagai berikut :

1. Mahzab Hanafi
Mahzab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Mahzab ini diikuti oleh 45% muslim
dunia; jumlah yang paling besar di dunia. Penganut mahzab Hanafi kebanyakan terletak
di Asia Selatan dan Asia Tengah. India, Libanon, dan Pakistan termasuk negaranegara
yang berkiblat pada Imam Abu Hanifah
2. Mahzab Syafi’i
Mahzab ini didirikan oleh Imam Syafi’i. Jumlah pengikutnya mencapai 28%
muslim dunia. Umat Islam negara kita, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara
lainnya (Malaysia, Brunei, Thailand, Singapura) berbasis pada mahzab ini
3. Mahzab Maliki
Mahzab ini didirikan oleh Imam Malik. Penganutnya tersebar luas di daerah
Afrika Barat dan Utara. Jumlah pengikutnya mencapai 20% muslim
4. Mahzab Hanbali
Mahzab ini digagas oleh murid Imam Ahmad bin Hanbal. Meskipun hanya dianut
oleh 5% muslim dunia, mahzab inilah yang dipegang oleh negara Arab Saudi. Yang
menarik, Arab Saudi yang didirikan oleh Klan Saud termasuk dalam negara yang juga
berpegang teguh pada sikap eksklusif Wahhabiyah, yang kadang dikaitkan dengan
“terorisme Islam

 MEMAHAMI WAWASAN ASWAJA SEBAGAI KONSEP YANG DINAMIK


Wawasann aswaja sebagaikonsep yang dinamik berarti aswaja tidak kaku dalam
perjalanannya. Aswaja senantiasa mampu menjadi bagian dari peradaban, mampu
menempatkan posisi dalam seluruh aspek kehidupan. Dewasa ini seiring
berkembangnya teknologi, paham aswaja tetapp relevan digunakan sebagai ajaran yang
tidak bertentangan dengan kehidupan manusia

 MEMAHAMI WAWASAN ASWAJA DALAM DIMENSI SOSIAL POLITIK


menurut aswaja, umat Islam wajib hukumnya untuk mendirikan suatu “negara”.
Tipologi masa Rasulullah SAW, berikut para Khulafa’ al-Rasyidin merupakan acuan
utama dalam berpolitik dan bernegara. Sedangkan bentuk-bentuk monarki-absolut
(dinasti) yang berkuasa sesudahnya, mulai era Dinasti Umayyah, Dinasti Abasiah, hingga
Turki Usmani, juga sosok pemerintahan yang dilegitimasi para Ulama’ Sunni. Begitu
pula, kehadiran negara-negara ketiga, dikalangan kaum muslimin, meski telah
direnovasi dalam bentuk “republika” atau “demokrasi”. Dalam konteks politik, NU telah
bergumul pada masalah masalah sosial politik, pemerintahan dan kenegaraan. NU
menggunakan paradigma Aswaja dalam berpolitik. Politik NU adalah politik kebangsaan
yang bersifat tawassuth, tawazzun, i’tidal dan tasamuh, tentu dipilih jalan tengah yang
moderat.
Dalam suatu negara meski tidak didasarkan pada Islam dalam konstitusinya,
akan tetapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menerapkan nilai nilai
keislaman maka itulah negara Islam. Nilai-nilai Islam yang dijadikan dasar bagi
penegakkan suatu negara adalah prinsip-prinsip dasar al-‘adalah, al-hurriyyah, al-
musawah serta as-syura yang harus direalisasikan dalam suatu negara. Adapun bentuk
suatu negara sepanjang prinsip-prinsip tersebut ditegakkan , itulah negara yang Islami.
Sebaliknya, meski memakai term “ Negara Islam” tetapi nilai-nilai tersebut diinjak-injak,
berarti bukan negara Islam yang sebenarnya.

prinsip dalam bernegara dalam konteks Islam Aswaja dapat diuraikan bahwa ;

1. Al-Adalah
Al-Adalah merupakan prinsip penegakkan keadilan. Dalam Islam prinsip
penegakan keadilan adalah suatu yang diharuskan dalam kehidupan bernegara.
Prinsip keadilan ini terutama diterapkan dalam kehidupan berhukum dan kehidupan
ekonomi. Dua aspek ini penting agar keadilan dapat diwujudkan dalam tujuan
berhukum. Begitulah pula dalam aspek kehidupan ekonomi agar tercipta
kesejahteraan yang adil bagi semua warga Negara.

2. prinsip al-Hurriyyah
dimaksudkan sebagai suatu jaminan atas kebebasan umat (rakyat) dalam
mengekspresikan kreatifitas dan hak-hak mereka, sepanjang masih sesuai dengan
perundang-undangan atau “syari’at” yang telah ditetapkan. Elaborasi prinsip ini
terefleksi dalam Ushul al-khams. Prinsip Ushul al-khams sebagai klasifikasi kerangka
nalar normatif dalam hukum Islam. Al ahkam al-khams, merupakan perwujudan
dalam syariat Islam yang diterapkan dalam kehidupan kebangsaan yang bertujuan
untuk mencapai kebahagian, keselamatan, kesejahteraan dan keadilan.

3. al-Musawah
upaya penghapusan diskriminasi manusia, dengan menempatkan manusia pada
posisi atau derajat yang sama. Prinsip ini menuntut atas perlakuan yang sama bagi
semua rakyat (manusia) di depan undang-undang. Atribut-atribut yang menempel ;
jabatan, kekayaan, kekerabatan, rasial, kesukuan, “agama” secara formal dan
sebagainya, haruslah disingkirkan jauh-jauh. Hanyalah komitmen terhadap al-Haqq
(truth) yang dijadikan acuan melangkah sekalipun harus berhadapan dengan
“kelompok mayoritas”

4. al-Syura
diproyeksikan sebagai manifestasi kedaulatan rakyat melalui permusyawaratan
bersama, berdasar suara hati nurani mereka. Konsekuensi dari al-syura’ harus ada
pertanggungjawaban atas semua tindakan para penguasa, dengan menjunjung tinggi
hasil permusyawaratan.

Anda mungkin juga menyukai