Anda di halaman 1dari 7

NAMA : MUHAMMAD HADI WAHYU

NBI : 1111800125
MATA KULIAH : HAN (C)

"UAS"

1. a. Sumber Hukum Historis/ Faktor historis

Faktor sejarah dapat menjadi sumber hukum materiil dalam arti ikut berpengaruh atas
penentuan materi aturan hukum dalam hukum administrasi negara dari sudut sejarah, ada
dua jenis sumber hukum historis/ faktor historis , yaitu:

1) Undang-undang dan sistem hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat.

2) Dokumen-dokumen dan surat-surat serta keterangan lain dari masa lampau. Sumber hukum
dari sudut historis ini yang paling relevan adalah undang-undang dan sistem hukum tertulis
dimasa lampau, sebab undang-undang dan sistem hukum tertulis merupakan hukum yang
betul-betul berlaku, sedangkan dokumen dan surat-surat keterangan hanya bersifat mengenalkan
hukum yang berlaku di masa lampau.

b. Sumber Hukum Sosiologis/ Faktor Sosiologis

Dari sudut sosiologis, sumber hukum materiil itu adalah seluruh masyarakat. Sudut ini menyoroti
lembaga-lembaga sosial sehingga dapat diketahui apakah yang dirasakan sebagai hukum
oleh lembaga-lembaga itu. Dari pengetahuan tersebutlah dapat dibuat materi hukum yang
sesuai dengan kenyataan sosiologisnya. Bisa dikatakan bahwa faktor- faktor sosial dalam
masyarakat dapat mempengaruhi isi hukum positif, faktor tersebut bisa meliputi pandangan
ekonomis pandangan agamais, dan psikologis.

c. Sumber Hukum Filosofis/ Faktor Filosofis


Dalam Sumber hukum dalam arti filosofis terdapat dua hal yang dapat menjadi sumber
hukum, yaitu:

1) sebagai ukuran/ sumber untuk menentukan bahwa sesuatu bersifat adil. Karena hukum itu
dimaksudkan antara lain untuk menciptakan keadilan, maka hal-hal yang secara filosofis
dianggap adil dijadikan juga sumber hukum material;

2) sebagai faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk menaati kewajiban terhadap


hukum.

Hukum itu diciptakan agar ditaati, oleh sebab itu, semua faktor yang dapat mendorong
seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif. Dengan
kata lain, sumber hukum filosofis mengandung makna agar hukum sebagai kaidah
perilaku memuat nilai-nilai positif tersebut.

b. Karena dalam negara yang demokratis kebijakan publik yang dibuat sejatinya akan
mencerminkan aspirasi masyarakat. Sebaliknya, di negara yang belum demokratis dapat saja
terjadi distorsi yang menghambat penyaluran aspirasi masyarakat kepada pembuat kebijakan.
Perumusan dan pembuatan kebijakan publik yang berlangsung secara demokratis,
sangat tergantung dari ada tidaknya “ruang publik”, atau “ruang dialog” dalam proses
pembuatan suatu kebijakan. Model ruang publisitas kebijakan publik, pelaksanaannya perlu
dikemas secara tepat dalam berbagai bentuk dan aktivitas yang meletakkan posisi warga negara
(citizen) sebagai sumber utama kekuatan demokratisasi politik. Sejalan dengan proses
demokratisasi dalam sistem politik kta dewasa ini, maka adanya proses lobby dan negosiasi,
atau tawar-menawar secara politik (bargaining), sangat penting dikedepankan, agar setiap
keputusan politik yang dihasilkan mencapai suatu kompromi yang bersifat “final dan dianggap
merepresentasikan berbagai kepentingan masyarakat secara umum”. Dengan demikian, proses
kebijakan merupakan proses politis, di mana para partisipan (individu-individu atau
kelompok-kelompok di dalam masyarakat) yang terlibat, bersaing untuk „memenangkan‟
kompetisi sehingga kepentingannya terakomodasi dalam design kebijakan yang dibuat. Suatu
kebijakan semakin mendarat dan mampu menyapa publik secara lengkap, maka tentunya
tidak sebatas memberi informasi secara pasif dan searah tentang sosialisasi suatu kebijakan,
tapi juga menyediakan ruang berlangsungnya arus informasi, penerangan, klarifikasi dan
bahkan konfirmasi mengenai setiap unsur dan variabel sistem nilai yang ada di dalam
masyarakat melalui mekanisme dialog-dialog publik yang produktif dan konstruktif antara
lain melalui kelembagaan politik formal. Berdasarkan kepada uraian di atas, maka dapat
dikemukakan saran sebagai berikut: Pertama, lembaga-lembaga politik formal seperti
DPR/DPRD, tidak saja harus semakin meningkatkan komunikasi politiknya dengan rakyat,
akan tetapi hal tersebut perlu didukung dengan upaya yang serius dan sungguhg-sungguh untuk
menjalin korespondensi pemikiran politik, harapan dan tuntutan rakyat. Kedua, para
legislator di DPR/DPRD hendaknya semakin instensif dalam melakukan aktivitas turun ke
bawah untuk membangun interaksi politik dan menyerap aspirasi rakyat, dengan
mengembangkan model komunikasi dialogis, dan lebih banyak mendengarkan aspirasi daripada
bertindak memberikan pengarahan atau sekadar membagun pencitraan. Ketiga, lembaga-
lembaga politik formal dan pemerintah harus semakin berperan dalam membangun
partisipasi masyarakat, melalui upaya yang lebih konkret dalam membangun kedewasaan dan
kematangan politik melalui pendidikan politik untuk membangkitkan derajat kesadaran
rakyat berpartisipasi secara aktif dan Pentingnya Partisipasi Dan Peranan Kelembagaan
Politik Dalam Proses Pembuatan Kebijakan Publik.

2. - Bentuk political state (semua kekuasaan dipegang oleh raja sebagai pemerintah)

Political State adalah suatu bentuk Negara dimana semua kekuasaan dipegang oleh Raja
sebagai Pemerintah. Bentuk Negara ini terdapat di Eropa barat pada zaman pertengangan (sekitar
abad IV sampai XV). Pada masa itu belum ada pembagian fungsi kekuasaan menjadi 3
(Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) sehingga kekuasaan terpusat pada Raja dan birokrat (alat
pemerintah). Dalam perkembangannya bentuk Negara ini dipersoalkan oleh rakyatnya. Hal ini
memacu rakyat mengambil kekuasaan kehakiman/ Yudikatif dari tangan Raja. Dampaknya
Raja hanya memiliki kekuasaan Eksekutif dan Legislatif saja. Akhirnya pada abad ke 17
dan 18 ada pemikiran bahwa kekuasaan Legislatif-pun juga harus diambil dari tangan Raja.
Ada kecenderungan bahwa Raja dengan kekuasaan absolutnya suka berbuat sewenang-
wenang dan tidak mengindahkan hak asazi manusia.

- Bentuk Legal state (pemerintah hanya sebagai pelaksana peraturan)

Legal State adalah konsep dimana Negara diatur oleh hukum. Kekuasaan-kekuasaan dalam
Negara tersebut dibagi secara tegas menjadi 3 macam yaitu Eksekutif, Legislatif, Yudikatif.
Implikasi dari ajaran pemisahan kekuasaan sangat besar bagi tugas pemerintahya lebih-
lebih sesudah revolusi Prancis tahun 1789. Tugas Pemerintah dibatasi hanya sebagai
pelaksana peraturan perundang-undangan saja. Sedangkan tugas Legislatif dan Yudikatif
dilaksanakan oleh organ tersendiri. Tugas Pemerintah dalam konsep Negara hukum ini
adalah tugas Pemeritah dalam arti sempit yaitu bersifat pasif dan hanya melaksanakan
berbagai keinginan masyarakat yang telah disepakati bersama melalui pemilihan atas
berbagai alternatif yang diputuskan secara demokratis-liberal. Pemerintah dalam konsep ini
hanya bersifat sebagai penjaga malam atau penjamin keamanan yang hanya bergerak jika ada
gangguan terhadap keamanan. Jadi penekanannya pada perlindungan dan kebebasan berpolitik.
- Bentuk Welfare state (tugas pemerintah diperluas untuk menjamin kesejahteraan umum)
Welfare State adalah konsep Negara yang yang bertujuan untuk mensejahterakan
warganya. Konsep Welfare State muncul sebagai reaksi dari kegagalan dan
penyelewengan dari pelaksaaan konsep Legal State. Konsep Legal State yang pada
awalnya dimakudkan untuk melindungi warga Negara dari kesewenang-wenangan
Penguasa justru dalam pelaksanaanya mengalami penyimpangan. Legal State dalam
pelaksanaannya justru menimbulkan kepincangan sosial. Liberalisme dan individualisme
yang mejadi dasarnya hanya menguntungkan kaum borjuis dan kaum yang kuat secara
ekonomi saja, sedangkan golongan miskin selalu dirugikan. Selanjutnya parlemen ini lah
yang membuat aturan-aturan (Fungsi Legislasi) untuk menjadi hukum Negara yang harus
dilaksanakan oleh Pemerintah. Maka masuk akal jika aturan-aturan yang keluar dari
parlemen itu selalu menguntungkan kaum borjuis. Pelaksanaan konsep Legal State
mengalami penyimpangan dari maksud dan tujuan awalnya yaitu melindungi warga Negara
dari kesewenang-wenangan penguasa. Konsep Legal State dalam prakteknya justru
menjadikan Pemeritah menjadi penindas bagi warga Negara yang miskin dan minoritas
yang tidak menguasai parlemen. Konsep hukum yang lama diganti dengan konsep hukum
yang baru yang lebih dinamis yakni Welfare State (Negara Kesejahteraan) atau Negara
hukum materiil. Tugas Pemerintah dalam konsep Negara welfare State bukan lagi sebatas
penjaga malam tetapi harus turut aktif dalam kegiatan masyarakat sehingga kesejahteraan bagi
semua orang tetap terjamin. Dengan demikian Pemerintah harus memberikan perlindungan bagi
warganya bukan hanya dalam bidang politik tetapi juga dalam bidang sosial ekonomi,
sehingga kesewenang-wenangan dari golongan kaya harus dicegah oleh Pemerintah. Jadi di
dalam Welfare State Pemerintah diserahi bestuurzorg yaitu penyelenggaraan kesejahteraan
umum. Dilihat dari fungsi dan tugas negara tersebut, maka unsur terpenting dalam negara
Welfare state adalah Jaminan terhadap hak asasi manusia, Pemisahan/pembagian kekuasaan,
Legalitas pemerintahan, Peradilan Administrasi yang bebas dan tidak berpihak, Terwujudnya
kesejahteraan umum warga negaranya.
Negara Indonesia menganut paham negara kesejahteraan (Welfare State). Dalam rangka
menjalankan tugas sesuai tujuan negara tersebut, pemerintah yang merupakan salah satu
penyelenggara negara harus diberikan kewenangan yang tepat dan jelas maksud dan
tujuannya. Sifat wewenang pemerintahan yang jelas maksud dan tujuannya itu terikat pada
waktu tertentu dan tunduk pada batasan-batasan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Sedangkan isinya dapat bersifat umum (abstrak) misalnya membuat suatu peraturan
(regulasi) dan dapat pula konkrit dalam bentuk keputusan pemberian izin atau suatu
rencana. Adapun sumber wewenang pemerintah dalam hukum administrasi, yaitu atribusi,
delegasi, dan mandat.

3. a. ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK

(AAUPB) adalah pemerintahan yang tindakan-tindakan pemerintahannya yang berupa


keputusan-keputusan tidak menjadi bulanan-bulanan di peradilan, khususnya di Peradilan Tata
Usaha Negara, karena keputusan-keputusannya selalu digugat oleh orang/badan hukum
perdata.

b. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang BaikMenurut UU Administrasi Pemerintahan AUPB


terdiri dari 8 (delapan) asas yaitu :

- Asas Kepastian Hukumadalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.

- Asas Kemanfaatan adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara: (1)
kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2) kepentingan
individu dengan masyarakat; (3) kepentingan Warga Masyarakat dan masyarakat asing (4)
kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain;
(5) kepentingan pemerintah dengan Warga Masyarakat; (6) kepentingan generasi yang sekarang
dan kepentingan generasi mendatang; (7) kepentingan manusia dan ekosistemnya; (8)
kepentingan pria dan wanita
- Asas Ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan
mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.
- Asas Kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau
Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung
legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga
Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum
Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.

- Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi
atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut,
tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.

- Asas Keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan
pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara.

- Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan


kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.

-Asas Pelayanan Yang Baik adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu,
prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selain itu dari beberapa asas diatas terdapat pula asas-asas umum lainnya
di luar AUPB yakni asas umum pemerintahan yang baik yang bersumber dari putusan
pengadilan negeri yang tidak dibanding, atau putusan pengadilan tinggi yang tidak dikasasi atau
putusan Mahkamah Agung.

c. Dalam konteks surat keputusan rektor tersebut, bisa jadi yang dijadikan rujukan adalah
asas-asas umum pemerintahan yang layak. Dalam praktik di PTUN, yang sering dipakai adalah
larangan penyalahgunaan wewenang, larangan bertindak sewenang-wenang, larangan
diskriminasi, dan asas kecermatan keseimbangan.
4. a. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan
atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

b. Iya, karena di dalam keputusa MK terdapat beberapa peraturan perundang-undangan


yang berlaku namun dalam gugatan Prabowo-Uno bahwa berdasarkan pertimbangan
hukum tersebut di atas dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Anda mungkin juga menyukai