Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara hukum bertujuan untuk

memastikan bahwa semua urusan bernegara yang mengatur

tentang sendi-sendi kehidupan dalam masyaratakat dapat

dilaksanakan dengan baik. Karena pada hakekatnya kehadiran

negara salah satunya dilandasi oleh adanya keinginan bersama

untuk mencapai tujuan hidup secara bersama-sama dalam

keteraturan agar supaya tercipta ketertiban dan kedamaian dalam

kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Keteraturan dalam

kehidupan bernegara dan bermasyarakat dipandang menjadi

bagian terpenting dalam pencapaian tujuan hukum yang lebih

utama yaitu tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dalam

kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Setiap urusan pemerintah yang berkaitan dengan

kepentingan dalam rangka menghadirkan kesejahateraan dan

kedamaian masyarakat harus dipastikan oleh negara dapat

dijalankan dengan baik. Negara, yang dalam hal ini adalah

pemerintah memiliki kepentingan besar untuk menciptakan

masyarakatnya hidup teratur dalam penataan, perlindungan dan

pembelaan hukum. Karena esensi hukum adalah dalam rangka

untuk memastikan terciptanya, kepastian hukum, kebenaran hukum


dan keadilan hukum dalam kehidupan bernegara dan

bermasyarakat.

Hukum harus diletakkan pada fungsinya yang benar, agar

supaya negara dapat mengendalikan kehidupan masyarakat

dengan baik dan dapat diarahkan dalam pencapian tujuan dalam

bernegara. Perlindungan hukum menjadi sangat penting agar

masyarakat dapat merasakan kehadiran negara ditengah-tengah

arus dan dialektika kehidupan masyarakat yang sangat dinamis.

Negara harus memastikan bahwa hukum dapat bekerja dengan

baik dalam kehidupan masyarakat, untuk itulah negara harus

membangun sistem hukum yang baik dan benar.

Sistem hukum yang benar dan baik menjadi landasan yang

paling fundamental dalam mengarahkan tercapainya tujuan hukum,

dan dapat mewujudkannya dalam kehidupan masyarakat. Sistem

hukum akan bekerja berdasarkan paradigma hukum yang melekat

secara konstistusional dalam negara. Sehingganya diperlukan

paradigma hukum yang berkesesuaian secara kultural yang dianut

dalam sistem nilai dalam kehidupan masyarakat. Harapannya

adalah tidak terjadi pengaturan hukum yang kontradiktif dalam

masyarakat. Keran hukum yang kontradiktif tidak hanya

pemberlakuannya terkatung-katung, akan tetapi dapat

menyebabkan ketimpangan hukum dalam masyarakat. Olehnya,

dalam penyusunan setiap rumusan peraturan perundang-undangan


selaykanya mempertimbangkan aspek-aspek kehidupan sosial

yang dianut dalam kehidupan masyarakat.

Hukum harus tampil dinamis dan akomodatif terhadap

sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Karena

pada konteksnya hukum adalah alat untuk mengatur kepentingan

dalam kehidupan masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat

akan lebih tertata dengan baik, sehingga kehidupannya akan lebih

baik. Itulah sebabnya negara berkepentingan untuk menciptkan

hukum yang baik ditengah-tengah kehidupan masyarakat, agar

supaya negara akan lebih mudah bekerja dalam mewujudkan

tujuan akan hadirnya negara. Penciptaan akan adanya rasa

nyaman dan tentram dalam kehidupan masyarakat menjadi bagian

yang harus dipandang penting dan segalanya bagi negara,

sehingga negara dalam hal ini pemerintah akan mendapatkan

dukungan dan spirit moral dari masyarakat dalam mewujudkan

pemberlakuan hukum. Dalam kondisi ini masyarakat dengan

sendrinya akan menghadirkan ketaatan dan kepatuhan hukum

secara sadar dan nyata dalam kehidupan bernegara.

Perlidungan hukum tehadap masyarakat harus dipandang

sebagai upaya yang strategis dan taktis dalam pencapaian tujuan

hukum dalam kehidupan bernegara. Olehnya itu negara tidak boleh

lalai dalam menjalankan peran-peran tersebut, negara harus dapat

memastikan bahwa semua urusan yang berkaitan dengan


kepentingan dan kebutuhan masyarakat terlindungi dan dapat

diwujud-nyatakan dalam kehidupan sehari, dalam artian dapat

dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Perlindungan hukum

diperlukan tidak saja bahwa negara memiliki kepentingan

terhadapnya, melainkan hal itu merupakan hak dasar masyarakat

yang secara konstitusioanal melekat dalam tujuan lahirnya negara.

Perlindungan hukum atas hak dasar masyarakat merupakan bukti

akan hadirnya peran negara dalam penyelengaraan pemerintahan.

Penyelengaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara yang berlandaskan konstitusi adalah suatu keniscayaan

dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi dan

konstitusinalisme, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi yang modern

dan demokratis harus dapat menampung seluruh aspirasi politik

rakyat sesuai zamannya sehingga dapat memberikan jaminan

terhadap hak-hak konstitusional warga negaranya. 1

Pernyataan ini menggambarkan bahwa kehadiran konstitusi

dalam Negara Indonesia adalah dalam rangka mewujudkan hak-

hak dasar yang secara konstitusional telah ditegaskan, dan negara

memiliki kewajiban dalam mewujudkannya dalam kehidupan

bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Semua yang

menyangkut hak-hak dasar warga negara harus diatur dan

dikendalikan oleh negara agar tercipta dan dirasakan oleh


1
A.M. Fatwah. 2009.Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945. Kompas. Jakarta. Hlm. Vii.
masyarakat. Pengendalian oleh negara ditujukan pada aspek

pengaturannya dilakukan dengan benar dan baik, dan dapat

diarahkan pada pencapaian tujuan dalam kehidupan bernegara,

berbangsa dan bermasyarakat. Tidak dalam rangka menghadirkan

kesewenang-wenangan oleh negara kepada masyarakatnya, yang

pada akhirnya mengakibatkan terjadinya ketimpangan hukum dan

kesenjangan sosial, bahkan ketidakadilan dalam masyarakat.

Subtansi pokok Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 pada hasil perubahan Undang-Undang

Dasar, menguraikan tentang pembagian kekuasaan, hubungan

antar lembaga, otonomi daerah yang seluas-luasnya, dan

penegakan hukum (supremasi hukum). 2 Keempat bagian ini, telah

menjadi kekuatan yang sangat besar dalam perubahan konstitusi

pada waktu itu, yang tujuannya adalah dalam rangka menciptakan

keteraturan, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan

bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Perubahan terhadap

Konstutsi ini, juga menggambarkan bahwa negara dan masyarakat

menginginkan terjadinya perlidungan hukum atas hak-hak dasar

masyarakat yang sejatinya dapat dihadirkan dan dirasakan oleh

masyarakat. Dalam konteks ini, negara bekerja dalam mewujudkan

perintah konstitsui yang terdapat pada Pasal 1 ayat (3) yaitu

Negara Indonesia adalah negara hukum.

2
Ibid. Hlm. Xliv.
Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan

keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak

dipertanggungjawabkan. Sekaligus dimaksudkan untuk

memperteguh paham bahwa Indoensia adalah negara hukum, baik

dalam penyelenggaraan negara maupun kehidupan berbangsa dan

bernegara. Secara umum, dalam setiap negara yang menganut

paham negara hukum, kita melihat bekerjanya tiga prinsip dasar,

yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di hadapan

hukum (equality before the law), dan penegakan hukum (due

process of law). Dalam penjabarannya, pada setiap negara hukum

akan terlihat ciri-ciri adanya: pertama; jaminan perlindungan hak-

hak asasi manusia; kedua; kekuasaan kehakiman atau peradilan

yang merdeka; ketiga; legalitas dalam arti hukum, yaitu bahwa baik

pemerintah/negara maupun warga negara dalam bertindak harus

berdasar atas dan melalui hukum.3

Negara hukum adalah tujuan yang ingin dicapai oleh

konstitusi Negara Indonesia. Dan salah satunya adalah adanya

jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

Perlindungan atas hak-hak dasar manusia tersebut adalah wujud

nyata dari perlindungan hukum oleh negara/pemerintah kepada

warganya. Tercapainya perlidungan hukum kepada warga, Itulah

yang disebut dengan perimbangan hukum antara negara dan


3
Ibid. Hlm. 47-48.
masyarakat. Untuk mencapai keadan itu, maka cara kerja hukum

harus terus dibenahi, dengan cara memposisikan masyarakat tidak

dijadikan semata-mata sebagai objek hukum, akan tetapi sekaligus

sebagai subjek hukum.

Negara hukum yang demokratis, produk hukum beserta

pelaksanaanya semestinya mengarah pada tujuan perlindungan

pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Realitasnya regulasi dan

pelaksnaannya yang bertumpu pada cara berhukum bersifat legal

positivistikjustru bisa berakibat terjadinya pelanggaran Hak Asasi

Manusia (HAM). Gagasan hukum progresif yang berfilosofikan

“hukum untuk kebahagian manusia” dipandang amat tepat untuk

dijadikan landasan teoritis dalam mengkaji setiap masalah yang

berakitan dengan pemenuhan dan perlindungan hukum terhadap

masyarakat. Dalam konteks HAM maka filosofi hukum progresif

akan menjadi tuntunan berhukum yang mengarah pada

penghargaan martabat manusia4

Konten pengaturan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)

secara tegas tertuang dalam BAB XA Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945)

dengan sepuluh (10) pasal. Terkait dengan pengakuan, jaminan

perlindungan dan kepastian hukum, secara tegas diuraikan pada

4
Al. Wisnubroto, 2010. Spirit Hukum Progresif Guna Pemenuhan HAM Bagi Masyarakat Penolak
Regulasi Formal. Dalam Buku Dekonstruksi dan Gerakan Pemikiran Hukum Progresif yang di tulis
oleh Moh. Mahfud MD, Sunaryati Hartono, Sidharta, Benard L. Tanya, Anton F. Susanto. Thafa
Media. Yogyakarta. Cetakan 1, November 2013. Hlm. 646.
pada Pasal 28D Ayat (1) yang berbunyi: “setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil

serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” 5

Penegasan terkait dengan perlindungan hukum secara

eksplisit terdapat pada setiap pasal dalam BAB XA, dan

selanjutnya akan diatur dalam setiap peraturan perundang-

undangan berdasarkan konten yang akan diatur. Pada penulisan

ini, penulis lebih fokus mengkaji konsep perlindungan hukum

terhadap pemegang hak merek jasa di bidang perhotelan.

Pentingnya perlindungan hukum terhadap pemegang hak

merek jasa berkaitan erat dengan perkembangan arus globalisasi

di segala bidang kehidupan masyarakat. Misalnya dalam bidang

perdagangan barang dan jasa serta perkembangan teknologi

informasi yang berkembang begitu pesat dan hampir sulit

dikendalikan.

Kegiatan perdagangan barang dan jasa melintasi batas

wilayah negara. Oleh karena itu mekanisme pendaftaran merek

internasional menjadi salah satu sistem yang seharusnya dapat

dimnafaatkan guna melindungi Merek nasionaal di dunia

internasional. Sistem pendaftaran Merek internasional berdasarkan

Protokol Madrid menjadi sarana yang sangat membantu para

pelaku usaha nasional untuk mendaftarkan Merek mereka di luar

negeri dengan mudah dan biaya yang terjangkau. Di samping itu


5
Ibid. Hlm. 154.
pula, keikutsertaan Indonesia meratifikasi konvensi tentang

pembentukan organisasi perdagangan dunia yang mencakup pula

persetujuan tentang aspek-aspek dagang dari hak kekayaan

intelektual/HKI sebagaimana telah disahkan dengan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agrement

Establishing The Word Trade Organization (Persetujuan

Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), telah menuntut

Indonesia untuk mematuhi dan melaksanakan isi dari perjanjian

internasional tersebut.6

Salah satu perkembangan di bidang Merek adalah

munculnya perlindungan terhadap tipe Merek baru atau yang

disebut sebagai Merek nontradisional. Dalam undang-undang ini

lingkup Merek yang dilindungi meliputi pula Merek suara, Merek

tiga dimensi, Merek hologram, yang termasuk dalam tipe Merek

nontradisional tersebut.7

Berbagai masalah yang sering muncul dalam perlindungan

hukum terhadap pemegang hak Merek yaitu adanya persaingan

dalam dunia usaha yang semakin kompetitif, tidak jarang para

pelaku usaha melakukan cara-cara yang dianggap mudah dan

menguntungkan, walaupun harus mengabaikan aspek yuridisnya.

Dan akhirnya mereka secara sadar atau tidak sadar terjebak pada

perbuatan yang melanggar hukum.Disinilah pentingnya pengaturan


6
Lihat penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan
Indikasi Geografis. Hlm. 1-2.
7
Ibid. Halm. 2.
dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak Merek, untuk

mencegah praktek-praktek yang curang dan tidak wajar secara

prosdural berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Merek merupakan alat pembeda produk yang satu dengan

produk lainnya, juga sebagai petunjuk kualitas atas suatu produk

disamping sebagai pengenal atau identias yang akan memudahkan

konsumen untuk menentukan pilihannya. Apabila suatu produk

tidak memiliki merek, tentu tidak akan dikenal atau dibutuhkan oleh

konsumen, oleh karena itu suatu produk, bagaimanapun

kualitasnya harus tetap memiliki merek. 8 Bahkan sagatlah

memungkinkan bahwa merek yang telah dikenal luas oleh

konsumen karena mutu dan harganya akan selalu diikuti, ditiru,

dibajak, bahkan mungkin dipalsukan oleh produsen lain dalam

melakukan persaingan bisnis atau dagang. Perilaku persaingan

curang tidak hanya terjadi di Indonesia tapi lazim pula terjadi di

negara-negara lain tidak terkecuali negara-negara industri maju,

persoalan pelanggaran merek tetap terjadi. 9

Upaya untuk mewujudkan perlindungan hukum terhadap

berbagai problem yang dihadapi dalam persiangan usaha,

khususnya hak atas merek, maka pemerintah Indoensia telah

membuat regulasi tentang tuntutan ganti rugi terhadap pelaku


8
Sulastri, Satino, dan Yuliana Yuli W. Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan Terhadap
Merek Dagang Tupperware Versus Tulipware) Jurnal Yuridis. Vol. 5 No. 1, Juni 2018. Hlm. 162.
9
Ibid. Hlm. 162.
pembajakan dan pemalsuan serta para pelaku persaingan curang

pada hak atas merek yang diatur dalam Bab XI Bagian Pertama

Pasal 76 Undang-Undang Merek. Berdasarkan pasal ini, hal yang

digunakan sebagai alasan untuk menuntut ganti rugi adalah merek

dalam perdagangan barang dan jasa yang mempunyai persamaan

atau kesesuaian pada pokonya atau secara keseluruhan dengan

merek orang lain yang telah terdaftar. 10

Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, diharapkan

akan lebih meningkatkan pelayanan dan memberikan kepastian

hukum bagi dunia industri, perdagangan, dan investasi dalam

menghadapi perkembangan perekonomian lokal, nasional,

regional, dan internasional serta perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi.11

Merek yang terdaftar diberikan perlindungan hukum dalam

jangka waktu 10 (sepuluh) tahun berdasarkan Pasal 35 Ayat 1

yang berbunyi : “ Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum

untuk jangka waktu 10 (spuluh) tahun sejak tanggal penerimaan.

Pada ayat 2 berbunyi : “ jangka waktu perlindungan sebagaimana

dimaskud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk jangka waktu

yang sama.12

10
Ibid. Hlm. 164.
11
Op.Cit. hlm. 1.
12
Ibid. Hlm. 20-21.
Berdasarkan pasal tersebut, menandakan bahwa negara

dalam hal ini pemerintah telah berupaya dalam memberikan

perlindungan hukum kepada para pelaku usaha, akan tetapi bukan

tidak mungkin berbagai pelanggaran tetap terus terjadi, apalagi

tidak di dukung oleh pemberlakuan hukum yang tegas, atau hukum

belum dijalankan dengan baik dan adil bagi seluruh pelaku usaha

dalam bidang perdagangan barang atau jasa.

Berbagai kasus sering terjadi terhadap pelanggaran atas

pemegang hak merek, yaitu salah satunya kasus atas penamaan

hotel Horizon di Kota Gorontalo yang berada di kelurahan

Heledulaa Selatan Kecamatan Kota Timur yang telah di somasi

oleh pemegang hak merek Horizon yang telah terdaftar

sebelumnya. Berdasrkan pengamatan awal penulis, bahwa di

Provinsi Gorontalo masih banyak para pengusaha yang belum

mendaftarkan merek jenis usahanya, termasuk di bidang

perhotelan.

Penullis belum mengetahui persis alasan para pengusaha

masih belum mendaftarkan hak merek atas jenis usaha mereka.

Apakah atas dasar ketidaktahuan atas proses dan mekanisme

dalam pengurusan pendaftaran hak merek atas jenis usahanya

atau ada upaya lain yang dengan sengaja dapat dikategorikan

sebagai upaya untuk mengindahkan peraturan dan perundang-

undangan yang ada, atau ada kecenderungan lebih memilih cara


dan praktek yang dianggap mudah dan kecenderungan melakukan

praktek curang dalam menjalankan bisnisnya.

Berdasarkan kenyataan tersebut, pemerintah senantiasa

melakukan langkah-langkah kongkrit sebagai upaya dalam

memberikan perlindungan hukum terhadap hak merek jasa di

bidang perhotelan harus terus dilaksanakan. Dan para pengusaha

dibidang perhotelan sudah harus lebih progresif dalam

berpartisipasi dalam mewujudkan penataan hukum dibidang

perlindungan atas pemegang hak merek jasa di bidang perhotelan.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik mengangkat judul

penelitian “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Merek

Jasa di Bidang Perhotelan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana proses dan mekanisme untuk memperoleh hak

merek jasa dibidang perhotelan berdasarkan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi

Geografis...?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak merek jasa

dibidang perhotelan...?
1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana proses dan

mekanisme untuk memperoleh hak merek jasa dibidang

perhotelan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan

hukum terhadap hak Merek jasa dibidang perhotelan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan knstribusi ilmiah

dalam pengembangan ilmu hukum di bidang hukum tata negara

khusunya berkaitan erat dengan bagaimana konsep pengaturan

oleh negara dalam pemberian perlindungan hukum terhadap

pemegang hak merek jasa dibidang perhotelan. Sekaligus

penelitian ini diharapkan menjadi khasana intelektual dalam

pengkajian dan pengembangan ilmu hukum, terutama bagi para

peneliti selanjutnya.

2. Aspek Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan

kepada pihak penyelenggaraan pemerintahan dalam

membenahi pelayanan terhadap para pengusaha terutama yang

berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pemegang hak

merek jasa dibidang perhotelan di Gorontalo dan daerah-daerah

yang ada di Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI),

termasuk dalam upaya menciptakan adanya kepastian hukum

dan keadilan hukum oleh pemerintah kepada warganya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Negara Hukum

Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan

oleh para filsuf dari zaman Yunani Kuno. Plato, pada awalnya dalam

the Republika berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan

negara ideal untuk mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan.

Konsep negara hukum modern di Eropa Kontenantal dikembangkan

dengan menggunakan istilah Jerman yaitu “rechtsstaat” antara lain

oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julias Stahl, Fitche, dan lain-lain.

Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika konsep negara hukum

dikembangkan dengan sebutan “The Rule of Law” yang dipelopori

oleh A.V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan

istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam

penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum. 13

Stahl berpendapat bahwa konsep negara hukum yang disebut

dengan istilah “rechsstaat” mencakup empat (4) elemen penting,

yaitu:14

1. Perlindungan hak asasi manusia

2. Pembagian Kekuasaan

13
Jimly Asshiddiqie. 2009. Menuju Negara Hukum yang Demokratis. PT. Buana Ilmu Populer.
Jakarta. Hlm.395-396.
14
Ibid. Hlm.396
3. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang

4. Peradilan Tata Usaha Negara

A.V. Dicey menyebutkan tiga ciri penting The Rule of Law

yaitu:15

1. Supremacy of Law

2. Equalty Before The Law

3. Due Process of Law

International Commission of jurist menentukan pula syarat-

syarat representative goverment under the rule of law, sebagai

berikut:16

1. Adanya proteksi konstitusional

2. Adanya pengadilan yang bebas dan tidak memihak

3. Adanya pemilihan umum yang bebas

4. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat

5. Adanya tugas oposisi

6. Adanya pendidikan civic.

Plato berpandangan seperti halnya jiwa manusia, negara harus

diatur secara seimbang menurut bagian-bagiannya. Pandangan Plato

tentang negara yang ideal merupakan pandangan totaliter. Bagi Plato,

hidup dalam negara mencakup seluruh hidup manusia. Sesuai

15
Ibid. 396
16
Ibid. 396
dengan pandangan ini, ia mengemukakan bahwa manusia dapat

hidup dan berkembang menurut hakekatnya hanya melalui negara.

Walaupun terdapat eidos negara sebagai model bagi negara empiris,

Plato menyaksikan bahwa negara ideal yang dipimpin oleh orang

bijaksana, tidak pernah diwujudkan. Lebih buruk lagi, semula dimana-

mana negara empiris cenderung semakin merosot. Di tempat-tempat

yang semula tentara berkuasa (timokrasi) diambil alih oleh orang-

orang yang kaya (oligarki). Selanjutnya, kekuasaan orang-orang kaya

diambil alih oleh kelas ketiga (demokrasi). Akhirnya, keadaan lebih

merosot lagi apabila kekuasaan jatuh kepada tangan satu orang yang

memerintah dengan sewenang-wenang (tirani). 17

Orang-orang yang melanggar undang-undang harus di hukum.

Akan tetapi, hukuman tidak boleh dipandang sebagai balasan

terhadap ketidakadilan. Alasannya adalah pelanggaran-pelanggaran

merupakan penyikat intelektual manusia (logistikon). Artinya, seorang

penjahat belum tahu cukup tentang keutamaan yang harus dituju

dalam hidup. Akan tetapi kemungkinan besar pengetahuan itu dapat

ditambah melalui pendidikan sehingga ia sembuh dari penyakitnya.

Cara untuk menyembuhkan si sakit adalah melalui hukuman. Oleh

sebab itu, hukuman bertujuan memperbaiki sikap moral penjahat.

Dengan demikian, ajaran plato tentang negara dan hukum

mengandung unsur-unsur yang baik bagi perkembangan negara yang

adil dan merdeka. Hampir tidak mungkin bahwa yang menjadi


17
K.H. Abdul Hamid.2016. Teori Negara Hukum Modern. Pustaka Setia. Bandung. Halm. 42.
pemimpin negara selalu orang bijaksana, dan semua orang puas

dengan kedudukan dan tugasnya. Tidak mungkin pemimpin-pemimpin

negara bersedia melepaskan milik dan hidup berkeluarga demi

kepentingan umum.18

Pengertian negara menurut Kelsen adalah komunitas yang

diciptakan oleh suatu tatanan hukum nasional. Negara sebagai badan

hukum suatu personifikasi dari tatanan hukum nasional yang

membentuk komunitas ini. Oleh sebab itu, dari sudut padang hukum,

persoalan negara tampak sebagai persoalan tatanan hukum nasional.

Wujud empirik dari hukum positif adalah tatanan hukum nasional yang

satu sama lain dihubungkan oleh tatanan hukum internasional. 19

Konsep negara hukum modern mengarahkan negara tidak

boleh pasif tetapi juga aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat,

sehingga kesejhateraan bagi masyarakat terjamin. Pemerintah harus

bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat. Menurut Miriam

Budiharjo, perubahan konsepsi negara hukum itu terjadi antara lain

karena kebanyakan kecaman terhadap akses-akses dalam industrialis

dan sistem kapitalis, tersebarnya paham sosialisme yang

menginginkan pembagian kekuasaan secara merata kemenangan

beberapa partai sosalis Eropa. Demokrasi dalam gagasan baru

tersebut harus meluas dan mencakup dimensi ekonomi, dengan suatu

18
Ibid. Hlm. 43.
19
Hens Kelsen. 2011. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Nusa Media. Bandung. Hlm. 261-
262.
sistem yang menguasai ketentuan-ketentuan ekonomi dan berusaha

memperkecil perbedaan-perbedaan yang timbul dari distibusi

kekayaan yang tidak merata. Negara semacam ini dinamakan welfare

state (negara kesejhateraan atau sosial service state).20

Bagir Manan berpendapat bahwa negara hukum modern

merupakan perpaduan antara konsep negara hukum dan negara

kesejahteraan. Di dalam konsep ini, negara atau pemerintah tidak

semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat

saja, tetapi juga memikul tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan

sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Dengan demikian negara hukum yang bertopang pada sistem

demokrasi dapat disebut sebagai negara hukum demokratis. 21

2.2. Demokrasi

Negara demokrasi modern berdiri di atas basis kesepakatan

umum mayoritas rakyat tentang bangunan negara yang diidealkan.

Organisasi negara diperlukan agar kepentingan mereka dapat

dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan

mekanisme negara. Dalam sistem demokrasi modern dewasa ini,

sistem kekuasaan dalam kehidupan bersama biasa dibedakan dalam

tiga wilayah atau domain, yaitu negara (state), pasar (market), dan

20
Jazim Hamidi, dkk. 2009. Green Mind Community, Teori dan Politik Hukum Tata Negara. Total
Media. Yokyakarta. Hlm. 306.
21
Ibid. Hlm. 306.
masyarakat (civil society). Ketiga domain kekuasaan tersebut

memiliki logika dan hukumnya sendiri-sendiri. Ketiganya harus

berjalan seiring dan sejalan, sama-sama kuat, dan saling

mengendalikan satu sama lain, tetapi tidak boleh saling mencampuri

atau dicampuradukkan.22

Kekuasaan negara yang terlalu dominan, maka demokrasi tidak

akan tumbuh, karena selalu didikte dan dikendalikan oleh negara

dimana yang berkembang adalah otoritarianisme. Jika kekuasaan

pasar terlalu kuat, melampaui kekuatan civi society dan negara,

berarti kekuatan modal (kapital) dan kaum kapitalis yang

menentukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Demikian pula jika kekuasaan yang dominan adalah civil society,

sedangkan negara dan pasar lemah maka yang akan terjadi adalah

sitausi chaos, messy, goverment-less tanpa arah yang jelas.23

Negara yang demokratis, pemerintah yang baik adalah

pemerintah yang menjamin sepenuhnya tentang kepentingan rakyat

serta perlidungan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Untuk itu,

dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak dasar

rakyat serta kekuasaan pemerintahan yang demokratis maka

diperlukan sebuah aturan bernegara yang umumnya disebut

konstitusi.24

22
Jimly Asshiddiqie. 2012. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Sinar Grafika. Jakarta.
Hlm. 133.
23
Ibid. Hlm. 133-134.
24
Nuruddin Hady. 2016. Teori Konstitusi dan Negara Demokrasi.Setara Press.Malang. Hlm. Xiii.
Prinsip atau daya hidup pemerintahan demokrasi menurut

Montesquieu adalah kebaikan, bukan kebaikan kristen, kebaikan

moral, melainkan kebaikan politik yaitu berupa contoh cinta tanah air,

cinta akan kesetaraan, patriotisme, yang penuh pengorbanan diri.

Ringkasnya suatu kebaktian sepenuh hati untuk kesejahteraan

bersama, yang menyiratkan perpaduan antara kepentingan pribadi

dan umum yang hampir dengan apa yang kemudian digambarkan

oleh Rousseau dalam The social Contract-nya.25

Kekhawatiran di pihak Montesquieu bahwa unsur rakyat bisa

membuat demokrasi kacau balau, menghasilkan faksi-faksi, dan

menganggu kebebasan membuat ia menekankan pentingnya sikap

mentaati para petinggi yang melambangkan kekuatan hukum. Dari

situlah ia berpandangan kebebasan dalam demokrasi berbeda sekali

dari kebebasan untuk bertindak tanpa batas. Otoritas petinggi

dipandang menjadi penentu bagi stabilitas negara, ibarat otoritas

ayah dalam keluarga. Karena anarki bertentangan dengan hukum

alam, maka kekuasaan petinggi harus dianggap sejalan dengan,

kalaupun tidak benar-benar di dukung oleh, hukum alam. 26

Demokrasi adalah merupakan pemerintahan yang berorientasi

dasar pada kepentingan rakyat. Pemerintahan yang meletakkan

rakyat sebagai basis epistemologis kekuasaan, sehingga tidak ada

kekuasaan yang tanpa kehadiran rakyat. Rakyat adalah yang


25
Montesquieu.1977. The Spirit Of Laws (Dasar-dasar Ilmu Hukum dan Ilmu Politk). Nusa Media.
Bandung. Hlm.48.
26
Ibid. 49-50.
menentukan kenapa kekuasaan itu ada, beroperasi dan memiliki

legitimasi. Demokrasi meletakkan rakyat sebagai “berhala sosial”

yang menjadi basis dasar kenapa ia harus ada, bagaimana ia

berkuasa, dengan cara apa ia menjalankan kekuasan. 27

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan

untuk rakyat. Sebuah nalar yang cukup baik, meletakkan rakyat

dalam tiga spektrum yang bersamaan dan semuanya meletakkan

tumpuan pada rakyat. Asumsi demokrasi sebagai sistem

pemerintahan yang paling cocok dengan umat manusia telah

diamani oleh banyak kalangan. Karena salah satu faktor penting dari

sistem ini adalah memposisikan individu sebagai instrumen tunggal

yang bebas, merdeka dan sebagai “subjek”. Individu adalah

merupakan manifest dari wisdom yang betindak secara sadar, tidak

diarahkan, tidak dimobilisasi apalagi dibayar. Itu adalah hakekat

utama demokrasi.28

Joseph. A. Schmeter mengatakan, demokrasi merupakan suatu

perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana

individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara

perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Sementara Sidney Hook

berpendapat, demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana

keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara bebas dari

rakyat biasa. Philippe C. Schmitter mengatakan, demokrasi


27
Sarifuddin Sudding. 2014. Persilngkuhan Politik dan Hukum Dalam Negara Demokrasi.
Rangkang Education. Yogyakarta. Hlm. 17.
28
Ibid. 17-18.
merupakan sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah

diminta tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah

publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung

melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang

telah terpilih.29

Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang

dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer,

demokrasi terpimpin, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, dan

demokrasi nasional. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi

yang menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau “government

or rule by the people” Dalam bahasa Yunani demos berarti rakyat,

kratos/kratien berarti kekuasaan/berkuasa.30 Berdasarkan tafsir R.

Kranenburg di dalam bukunya Inleiding in de vergelijkende

staatsrechtwetenschap, perkataan demokrasi yang terbentuk dari

dua pokok kata Yunani di atas, maknanya adalah cara memerintah

oleh rakyat. Menurut M. Durverger di dalam bukunya les Regimes

Politiques, maka dalam artian demokrasi itu ialah termasuk cara

pemerintahan dimana golongan yang memerintah dan golongan

yang diperintah itu adalah sama dan tidak terpisah-pisah. Artinya,

satu sistem pemerintahan negara dimana dalam pokoknya semua

29
Ibid. Hlm. 19.
30
Ni’matul Huda.2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi. Kencana.
Jakarta. Hlm. 3.
orang (rakyat) adalah berhak sama untuk memerintah dan juga

diperintah.31

2.3. Efektivitas Hukum

Persepsi tentang efektivitas sesungguhnya bersumber dari

salah satu kriteria administrasi yang berkembang secara alamiah

ke dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia untuk mencapai

tujuan yang mereka kehendaki. Memang secara alamiah dalam

realitas bahwa apa yang kita bayangkan sebelumnya itu mungkin

dapat terjadi, tetapi mungkin juga tidak, namun kalau memang kita

telah mengetahui secara pasti akan terjadi sesuatu itu. Bukankah

lebih baik kita mempersiapkan diri, kelompok atau organisasai yang

akan menghadapi yang akan terjadi itu, bukan hanya pada tataran

berpikr saja, tetapi harus sampai kepada tindakan dengan

kebijakan yang tepat.32

Unsur paksaan yang penting bagi hukum bukan berupa

“paksaan psikis”, melainkan berupa fakta tindakan paksa tertentu,

sebagai sanksi, ditetapkan dalam kasus tertentu oleh peraturan

yang membentuk tatanan hukum. Unsur paksaan hanya relevan

sebagai bagian dari isi norma hukum, hanya sebagai suatu

tindakan yang ditetapkan oleh norma ini, bukan sebagai suatu

proses dalam pikiran individu yang menjadi subjek dari norma


31
Ibid. Hlm. 3
32
Makmur. 2011. Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Refika Aditama. Bandung.
Hlm. 5.
tersebut. Peraturan-peraturan yang membentuk suatu sistem

moralitas tidak mempunyai makna semacam itu. Apakah orang-

orang pada kenyataannya berbuat menurut suatu cara untuk

menghindari sanksi yang diancamkan oleh norma hukum atau

bukan, dan apakah sanksi tersebut benar-benar dilaksnakan bila

syaratnya terpenuhi atau tidak terpenuhi, itu merupakan persoalan

yang berkaitan dengan efektivitas dari hukum tersebut. 33

Peraturan tertentu dapat saja bersifat valid, tapi dalam

perjalanannya apakah peraturan tersebut berjalan dengan baik,

terdapat kekurangan dan hambatan, apakah peraturan tersebut

berjalan efektif atau tidak. Sehingga suatu hukum tidak hanya

dipastikan tentang viliditas hukumnya, akan tetapi harus dipastikan

bahwa hukum tersebut dapat dijalankan dengan baik. Itulah esensi

perbedaan antara validitas hukum dan efektivitas hukum.

Validitas adalah kualitas hukum, sementara yang disebut

dengan efektivitas hukum adalah kualitas perbuatan orang-orang

yang sesungguhnya dan bukan, seperti tampak diisyaratkan oleh

penggunaan bahasa, kualitas hukum itu sendiri. Pernyataan bahwa

hukum adalah efekif hanya berarti bahwa perbuatan orang-orang

benar-benar sesuai dengan norma hukum.34

Validitas hukum dan efektivitas hukum menunjuk pada

fenomena yang berbeda. Bahasa umum yang yang menyiratkan

33
Hans Kelsen. Op.Cit. hlm. 39.
34
Ibid. Hlm. 53.
validitas dan efektivitas sama-sama merupakan atribut hukum,

adalah keliru, sekalipun yang dimaksudkan dengan efektivitas

hukum adalah bahwa ide tentang hukum memberikan suatu motif

bagi perbuatan berdasar hukum. Hukum sebagai norma yang valid

terungkapkan dalam pernyataan bahwa orang-orang harus berbuat

menurut cara tertentu, jadi dalam suatu pernyataan yang tidak

menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa yang sesungguhnya. 35

Efektivitas hukum, jika dipahami menurut cara yang

dikemukakan terdahulu, terletak pada fakta bahwa orang-orang

diarahkan untuk melakukan perbuatan yang diharuskan oleh suatu

norma melalui pemahamannya tentang norma ini. Pernyataan

tentang efektivitas hukum yang dipahami demikian merupakan

pernyataan tentang perbuatan nyata. Dengan demikian, satu-

satunya konotasi yang dilekatkan pada istilah efektivitas hukum

dalam studi ini adalah bahwa perbuatan nyata orang-orang sesuai

dengan norma-norma hukum.36

Adapun yang menjadi tolok ukur daripada efektivitas

penegakan hukum yaitu :37

1. Faktor hukumnya sendiri

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum

35
Ibid. Hlm. 54.
36
Ibid. Hlm. 54.
37
Soerjono Soekanto.2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. RajaGrafindo
Persada. Jakarta. Hlm.8-9.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan di mana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan

5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta, dan rasa

yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2.4. Sistem Hukum

Kata sistem dalam kamus besar bahasa Indoensia didefinisikan

sebagai berikut:38

1. Seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga

membentuk suatu totalitas;

2. Susunan yang teratur dari pandangan teori, asas, dan

sebagainya;

3. Memiliki suatu metode.

Soerjono Soekanto mengutif pendapat Hugo F. Reading yang

mengatakan bahwa system is any set of interrelated element which,

as a single entity. Jadi, suatu sistem dapat digambarkan sebagai A

set of interrelated element dan A set of independent variables.

Selanjutnya, dikatakan pula bahwa suatu sistem diartikan sebagai

stelsel (yang dalam bahasa Belanda) yaitu keseluruhan yang

terangkai (gerangschikgeheel).39

38
Hendra Karianga. 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Keungan Daerah Perspektif
hukum dan demokrasi. PT. Alumni. Bandung. Hlm. 160.
39
Ibid. Hlm. 161.
Pandangan hukum sebagai sistem adalah pandangan yang

cukup tua, meski arti sistem dalam berbagai teori yang

berpandangan demikian itu tidak terlalu jelas dan tidak juga

seragam. Kebanyakan ahli hukum berkeyakinan bahwa teori hukum

yang mereka kemukakan di dalamnya terdapat suatu sistem. Tetapi

mereka jarang sekali menununjukkan tuntutan teori mana saja yang

diperlukan untuk membangun kualitas sistematis hukum dan mana

saja yang dapat memberikan deskripsi detail atau memenuhi

kebutuhan-kebutuahn lainnya. Asumsi umum mengenai sistem

mengartikan kepada kita secara langsung bahwa jenis sistem hukum

tersebut telah ditegaskan lebih dari ketegasan yang dibutuhkan oleh

sistem jenis manapun juga.40

Keadaan yang demikian, sangat penting untuk

mempertimbangkan pandangan umum mengenai sistem dasar yang

terdapat pada definisi-definisi, dan jenis-jenis ideal yang

dikemukakan dalam teori sistem umum. Pandangan-pandangan

umum ini merupakan inti dari ide filosofis dan teoritis yang digunakan

untuk menemukan apa yang biasanya dikenal dengan istilah sistem

dalam berbagai disiplin ilmu, seperti halnya sistem sungai pada ilmu

geografi, sistem pencernaan pada ilmu biologi, dan lain

sebagainya.41

40
Otje Salman dan Anthon F. Susanto.2010. Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan
Membuka Kembali).Refika Aditama. Bandung. Hlm. 86.
41
Ibid. Hlm. 87.
Meski tidak dapat dikatakan sebuah teori positivistik yang

sangat sistematis, namun pemikiran Hart tentang hukum sangat

berpengaruh bagi perkembangan postivisme hukum modern. Inti

pemikirannya terletak pada apa yang dijelaskan oleh Hart sebagai

primery rules dan secondary rules. Bagi hart penyatuan tentang apa

yang disebutnya sebagai primery dan secondary rules, merupakan

pusat dari sistem hukum. Dan keduanya harus ada dalam sistem

hukum. Primery rules lebih menekankan kepada kewajiban manusia

untuk bertindak dari hukum (forms of law).42

Mengenai primery rules (aturan utama) terdapat dua model.

Model yang pertama adalah primery rules yang di dalamnya berisi

apa yang disebut aturan sosial, suatu hal yang umum dan banyak

dijumpai dalam masyarakat. Untuk tercipta situasi/kondisi demikian

diperlukan penyesuaian yang menitikberatkan pada perlunya

tekanan sosial dengan memusatkan kepada perbuatan (mereka)

yang menyimpang (aspek eksternal). Kedua, aturan itu harus

dirasakan sebagai suatu kewajiban oleh suatu (sebagian besar)

dalam anggota kelompok sosial yang relevan. Dari sudut pandang

internal, anggota (masyarakat) itu merasakan bawa aturan yang

hendaknya dipatuhi itu menyediakan alasan, baik untuk tekanan

sosial dan reaksi yang kritis bagi perilaku yang tidak dapat

menyesuaikan diri (aspek internal).43

42
Ibid. Hlm. 90.
43
Ibid. Hlm. 91.
Apakah hukum sebagai sebuah sistem..? Allotts memulianya

dengan sebuah jawaban pendek, bahwa biasanya apabila ditanya

apakah hukum sebagai sebuah sistem? Maka secara konvensional

terdapat alasan-alasan sebagai berikut: Pertama; hukum sebagai

sistem aturan yang selalu berkaitan dengan manusia. Kedua; aturan

tersebut merupakan patokan atau pembatasan terhadap perilaku.

Ketiga; tingkah laku berarti tingkah laku seseorang dalam

masyarakat. Keempat; hanya aturan yang dibuat oleh otoritas yang

berwenang dan kompeten dalam masyarakatlah yang dapat disebut

sebagai aturan hukum.44

Allotts memiliki pandangan kategoris tersendiri tentang apakah

hukum itu sebagai suatu sistem atau bukan sebagaimana

dikatakannnya yaitu hukum meliputi norma-norma, instruksi-instruksi

dari proses. Norma mencakup aturan hukum, demikian juga prinsip-

prinsip. Aturan mencakup aturan secara langsung mensyaratkan

tingkah laku, dan aturan-aturan sekunder yang mengatur,

pelaksanaan aturan-aturan pokok, dan fungsi lembaga-lembaga

serta proses sistemnya termasuk penambahan aturan. 45

Sistem hukum modern harus mencerminkan rasa keadilan bagi

masyarakat. Hukum tersebut harus sesuai dengan kondisi

masyarakat yang diaturnya. Hukum dibuat sesuai dengan prosedur

yang ditentukan. Hukum yang dapat dimengerti atau dipahami oleh

44
Ibid. Hlm. 95.
45
Ibid. Hlm. 96.
masyarakat. Paul Scholten berpandangan bahwa sistem hukum

modern merupakan semua peraturan yang saling berhubungan,

yang satu ditetapkan oleh yang lain. Peraturan tersebut dapat

disusun secara rasional dan untuk yang bersifat khusus dapat

dicarikan aturan umumnya sehingga sampai pada asasnya yang

mendasar.46

Komponen sistem hukum modern adalah sebagai berikut: 47

1. Unsur struktural yaitu bagian-bagian dari sistem hukum yang

bergerak dalam mekanisme tertentu;

2. Unsur subtansi yaitu hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem

hukum berupa:

a. Hukum inconcreto, yaitu kaidah hukum individual, seperti

pengadilan menghukum terpidana, polisi panggil saksi untuk

proses verbal.

b. Hukum inabstracto, yaitu kaida hukum umum, aturan hukum

yang tercantum dalam undang-undang, misalnya Pasal 362

KUHP tentang pencurian.

3. Unsur Budaya, yaitu sikap tindak masyarakat beserta nilai-nilai

yang dianutnya, jalinan nilai sosial berkaitan dengan hukum

beserta sikap tindak yang memengaruhi hukum.

Berdasarkan cita-cita masyarakat yang ingin dicapai yang

dikristalisasikan di dalam tujuan negara, dasar negara, dan cita

46
K.H. Abdul Hamid. Op.Cit. Hlm.112-113.
47
Ibid. 113
hukum di atas, maka yang diperlukan adalah suatu sistem hukum

nasional yang dapat dijadikan wadah atau pijakan dan kerangka

kerja politik nasional. Sistem hukum nasional Indonesia adalah

sistem hukum yang berlaku di seluruh Indonesia yang meliputi

semua unsur hukum yang antara satu dengan yang lain saling

bergantung dan yang bersumber dari Pembukaan dan Pasal-pasal

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD

NRI tahun 1945)48.

2.5. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (Good Governance)

Tata pemerintahan yang baik atau good governance dewasa

ini sedang menjadi acuan dalam mencari cara perbaikan birokrasi

sesuai dengan tuntutan reformasi. Miftah Thoha menyatakan, tata

pemerintahan yang baik itu merupakan sebuah konsep yang akhir-

akhir ini dipergunakan secara teratur dalam ilmu politik, terutama

ilmu pemerintahan dan administrasi publik. Konsep itu lahir sejalan

dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat

madani, partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan

masyarakat secara berkelanjutan.49

UNDP merumuskan (UNDP : 1997). Istilah good governance

menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur

ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak

48
Op. Cit. Hlm. 20-21.
49
SH. Sarundajang. 2003. Birokrasi Dalam Otonomi Daerah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Hlm.153-154.
hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk

terciptanya kohesi, integrasi, dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan

demikian jelas bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan

pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata

pemerintahannya, di mana pemerintah melakukan interaksi dengan

pihak swasta dan masyarakat madani.50

Ada sepuluh prinsip tata pemerintahan baik, yaitu partisipasi,

penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap,

wawasan ke depan, akuntabiltas, pengawasan, efisiensi dan

efektivitas, dan profesionalisme51 Undang-Undang Nomor 28 tahun

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, telah menetapkan beberapa asas

penyelenggaraan negara yang bersih tersebut, yaitu : 52

1. Asas kepastian hukum;

2. Asas tertib penyelenggara negara;

3. Asas keterbukaan;

4. Asas profesionalitas; dan

5. Asas akuntabilitas

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dalam Bab II mengatur

mengenai Prinsip Penyelenggaraan. Pasal 2 menentukan, (1)

50
Ibid. Hlm. 155.
51
Ibid. Hlm. 157-161.
52
Siswanto Sunarno. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.
Hlm. 33-34.
Pemerintah menyelenggarakan dekosentrasi dan asas tugas

pembantuan. (2) Penyelenggaraan dekosentrasi dilakukan melalui

pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan kementrian/lembaga. (3) Penyelenggaraan tugas

pembantuan dilakukan melalui penugasan sebagian urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemberi tugas

pembantuan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari

pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota, dan/atau desa, serta

dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa. (4)

Kementrian/lembaga menetapkan norma, standar, prosedur, dan

kriteria pelaksanaan kegiatan dekosentrasi dan tugas

pembantuan.53

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang

Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan, menyatakan, (1)

pelaksanaan pelimpahan sebagaian urusan pemerintahan dari

Pemerintah kepada instansi vertikal di daerah didanai melalui

anggaran kementrian/lembaga. (2) pelaksanaan pelimpahan

sebagian urusan pemerintahan dari Pemerintah kepada gubernur

dan penugasan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah

dan/atau pemerintah desa didanai melalui anggaran

kementrian/lembaga. (3) Pengelolaan anggaran untuk pelaksanaan

pelimpahan sebagian urusan pemerintahan dan pelaksanaan

53
Sarman dan Mohammad Taufik Makarao.2012. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia.
Rineka Cipta. Jakarta. Hlm. 81.
penugasan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-

undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung

jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. 54

World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu

penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan

bertanggung jawab serta sejalan dengan prinsip demokrasi dan

pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan

pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif,

menjalankan disiplin anggaran, serta menciptakan legal and

political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.55

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman

prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini, maka

didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik buruknya

pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan

semua unsur prinsip-prinsip good governance yaitu partisipasi

masyarakat, tegaknya supremasi hukum. Transparansi, peduli pada

stakeholder, berorientasi pada konsensus, kesetaraan, efektivitas

dan efisensi, akuntabilitas, dan visi strategis.56

2.6. Perlindungan Hukum

54
Ibid. Hlm. 81-82.
55
Nico Adrianto.2007. Good e-Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui e-
Government. Bayumedia Publishing. Malang. Hlm. 24.
56
Ibid. 24-26.
Hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif

yang mengatur dan menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan

bermasyarkat dan bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi

tertentu terhadap setiap penyimpangan terhadapnya. Bentuk-

bentuk aturan normatif seperti itu tumbuh sendiri dalam pergaulan

hidup bermasyarakat dan bernegara ataupun sengaja dibuat

menurut prosedur-prosedur yang ditentukan dalam sistem

organisasi kekuasaan dalam masyarakat yang bersangkutan. 57

M.H. Tirtaatmidjaja menyatakan bahwa hukum adalah seluruh

aturan (norma) yang harus diikuti dalam tingkah laku, tindakan

dalam pergaulan hidup. Orang yang melanggar hukum akan

diancam oleh denda, kurungan, atau penjara, dan bentuk sanksi

lainnya. Wasis Sp menyatakan bahwa hukum adalah perangkat

peraturan tertulis atau tidak tertulis, yang dibuat oleh penguasa

berwenang, mempunyai sifat memaksa, mengatur, dan

mengandung sanksi bagi pelanggarnya, ditujukan pada tingkah

laku manusia agar kehidupan individu dan masyarakat terjamin

keamanan dan ketertibannya. Hukum adalah sistem aturan atau

adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh

penguasa, pemerintah, atau otiritas melalui lembaga atau institusi

hukum.58

57
Jimly Asshiddiqie. Op. Cit. Hlm. 1.
58
K.H. Abdul Hamid. Loc.Cit. 15.
Definisi hukum menurut Munir Fuady adalah ketentuan, baik

yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur tingak laku

manusia dalam berinteraksi agar sesamanya, baik tingkah laku

yang sudah menjadi sengketa ataupun belum yang berisikan hak,

kewajiban, apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang yang

berlaku dalam masyarakat, tetapi diakui atau dibuat oleh otoritas

pembuat hukum yang sah dan diterapkan oleh lembaga penerap

hukum yang sah pula yang berisikan juga sanksi terhadap orang

yang melanggarnya, dengan tujuan utamanya untuk mencapai

keadilan, kepastian hukum, ketertiban, kesejahteraan, ketentraman,

ketenangan dan berbagai kebutuhan serta tujuan hidup manusia

lainnya.59

Hukum dibuat oleh manusia dan untuk manusia itu sendiri.

Perlindungan berarti bahwa hukum itu melindungi sesuatu yang

dapat berupa harta benda, kehormatan dan bahkan nyawa

seseorang. Perlindungan hukum adalah upaya untuk melindungi

kepentingan individu atas kedudukannya sebagai manusia yang

mempunyai hak untuk menikmati martabatnya, dengan

memberikan kewenangan padanya untuk bertindak dalam rangka

untuk kepentingannya tersebut. Menurt Kamus besar Bahasa

Indoensia perlindungan hukum berasal dari kata “lindung” yang

59
Sarifuddin Sudding. Op.cit. hlm 131.
memiliki arti mengayomi, mencegah, mempertahankan dan

membentengi.60

Berkaitan dengan tujuan hukum, Aristoteles menyatakan

bahwa setiap peraturan hukum hanya disebut hukum apabila

bertujuan mengarahkan segala sesuatu pada kebaikan umum atau

bonum commune (Latin). Dengan demikian, apa yang disebut

tujuan ultimo dari hukum tidak lain merupakan kebaikan bersama.

Karena itu, sikap hukum yang tepat juga harus dikaitkan dengan

pemahaman tentang tujuan hukum, yakni mendukung kebaikan

berasama.61

Perlidungan hukum merupakan segala upaya yang dapat

menjaminadanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan

perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau

yang melakukan tindakan hukum.62 Salah satu sifat dan sekaligus

merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan

dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan

perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Perlindungan

hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam

bentuk adanya kepastian hukum.63

60
Lihat Dedy N ugiono,2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa. Yang dikutif
oleh Ika Ristia Andini Putri dalam Tesis yang Berjudul Perlindungan Hukum Merek Terkenal
Terkait Dengan Persaingan Usaha (Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Lampung, tahun 2018). Hlm. 46
61
Moh. Mahfud MD, dkk. Op.cit. 581.
62
Ibid. Hlm.46
63
Ibid. Hlm. 46
Magnis Suseno menggunakan istilah fungsi hukum yang

barangkali dalam konteks ini dapat dipadankan dengan kata tujuan

hukum. Fungsi hukum menurutnya adalah untuk mengatasi konflik

kepentingan. Dengan adanya hukum, konflik itu tidak lagi

dipecahkan menurut siapa yang paling kuat, melainkan

berdasarkan aturan yang berorientasi pada kepentingan-

kepentingan dan nilai-nilai objektif dengan tidak membedakan

antara yang kuat dan lemah. Orieantasi itu disebut keadilan. 64

Hukum dalam memberikan perlindungan dapat melalui cara-

cara tertentu, yaitu antara lain sebagai berikut: 65

1. Membuat peraturan (by giving regulation) bertujuan untuk :

a. Memberikan hak dan kewajiban

b. Menjamin hak-hak para subjek hukum

2. Menegakan peraturan (by law enjorcement) melalui :

a. Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah

(preventive) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen,

dengan perijinan dan pengawasan.

b. Hukum pidana yang berfunfsi untuk menanggulangi

(respressive) pelanggaran, dengan mengenakan sanksi

pidana dan hukuman.

64
Shidarta. 2006. Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berpikir. Refika Aditama.
Bandung. Hlm. 79
65
Ika Ristia Andini Putri. Op.cit. Hlm. 47.
c. Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak

(curative; recovery;remedy), dengan membayara konpensasi

atau ganti kerugian.

2.7. Pengertian Merek dan Hak Atas Merek

Pengertian Merek dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun

2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 1 Ayat (1)

Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa

gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam

bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,

atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk

membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang

atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau

jasa.

Beberapa jenis merek berdasarkan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu:

1. Merek Dagang, dalam Pasal 1 Ayat (2) Merek Dagang adalah

merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau

badan hukum untuk membedakan dengan barang jenis lainnya.

2. Merek Jasa, dalam Pasal 1 Ayat (3) adalah Merek yang

digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau


beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk

membedakan dengan jasa sejenisnya.

3. Merek Kolektif, dalam Pasal 1 Ayat (4) adalah Merek yang

digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang

sama mengenai sifat,ciri umum,dan mutu barang atau jasa serta

pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa

orang atau badan hukum serta bersama-sama untuk

membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainya.

Pengertian Hak Atas Merek berdasarkan undang-undang ini

yaitu terdapat pada Pasal 1 Ayat (5) Hak atas Merek adalah hak

eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang

terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri

Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk

menggunakannya. Pada Pasal 3 dijelaskan bahwa hak atas merek

diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar. Kaitannya dengan

pendaftaran Merek, setiap yang berkepentingan harus melakukan

permohonan pendaftaran Merek. Syarat dan tata cara permohonan

telah diatur dalam undang-undang ini juga.

Fungsi merek dalam dunia perdagangan dan bisnis meiliki

fungsi sebagai berikut:66

66
Enny Mirta. Perlindungan Hukum terhadap Merek Terdaftar. (Jurnal Hukum Samudra Keadilan.
Vol. II. Nomor 1 Januari-Juni 2016). Hlm. 71.
1. Sebagai tanda pengenal barang atau jasa, yang dapat

membedakan anatar barang atau jasa yang satu dengan

barang atau jasa lainnya.

2. Bagi produsen, pedagang, dan konsumen.

Bagi produsen, merek berguna untuk jaminan nilai hasil produksi,

yaitu cara pemakaian dan hal lain yang berkenaan dengan teknologi.

Bagi pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang

dagangan guna mencari dan memperluas pasaran. Bagi konsumen, yaitu

untuk memilih barang atau jasa yang akan dibeli atau digunakan. 67

Pengertian merek sebagai bagian dari Hak Milik Intelektual, tidak

dapat dipisahkan dari pemahaman bahwa merek diawali dari temuan-

temuan dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual lainnya, seperti yang

terkait dengan hak cipta. Pada Merek terdapat unsur ciptaan, contohnya

design logo atau huruf. Terdapat hak cipta dibidang seni, namun dalam

hak merek bukan hak cipta dalam bidang seni yang dilindungi tetapi

mereknya itu sendiri dan hak merek itu terbatas hanya pada penggunaan

dan pemakaiannya pada produk-produk yang dipasarkan dan

mengandung nilai ekonomis. Merek telah digunakan sejak ratusan tahun

untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan dengan maksud

mnunjukkan asal usul barang (indication of origin). 68

67
Ibid. Hlm. 72.
68
Sulastri, Satino, Yuliana Yuli W.2018. Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan Terhadap
Merek Dagang Tupperware Versus Tulipware). Jurnal Yuridis Vol. 5 No 1 Juni 2018: 160-172. Hlm.
3.
2.8 Pendaftaran, Penghapusan, dan Pembatalan Merek Terdaftar

2.8.1 Pendaftaran Merek

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis, pada BAB IV mengatur tentang pendaftaran merek, bagian

kesatu mengatur tentang Merek yang Tidak Dapat Didaftar dan Ditolak

Pasal 20 Merek tidak dapat didaftar jika:69

a. Bertentangan dengan idelogi negara, peraturan perundang-

undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

b. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang

dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

c. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,

kaulitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang

dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan

nama verietas tanaman yang dilndungi untuk barang dan/atau jasa

yang sejenis;

d. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat,

atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

e. Tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

f. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Pasal 21, yatu:70

(1) Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan

pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:


69
Lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Georgrafis
70
Ibid.
a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu

oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dam/atau jasa

sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak

sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d. Indikasi Geografis terdaftar.

(2) Permohonan ditolak jika Merek tersebut :

a. Merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang

terkenal,foto,atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain,

kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan

nama,bendera,lambang atau simbol atau emblem suatu negara,

atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas

persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang, atau

c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel

resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga

Pemerintah,kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang

berwenang.

(3) Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad

tidak baik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penolakan Permohonan Merek

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf

c diatur dengan Peraturan Menteri.

Ketentuan terkait dengan pendafaran merek telah diatur pada

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek. Berdasrkan

ketentuan ini, maka hal ini menandakan bahwa segala hal yang

berkaitan dengan Merek telah mendapatkan upaya perlindungan

hukum oleh pemerintah bagi para pelaku usaha, bisnis dan investasi.

Hanya saja, apakah dalam proses pelaksanaannya sudah berjalan

sebagaimana mestinya atau belum, masih memerlukan peran-peran

pihak terkait untuk senantiasa memastikan penerapannya berlaku

secara benar dan memiliki kepastian hukum.

Terkait pendaftaran merek, dikenal dua sistem pendaftaran, yaitu

stelsel deklaratif (passive stelsel) dan stelsel konstitutif (active stelsel

atau atributif). Stelsel deklaratif mengandung pengertian bahwa

pendaftaran itu bukanlah yag menerbitkan hak, melainkan hanya

memberikan dugaan, sangkaan hukum (rechtsmoeden), atau

presumption iuris bahwa pihak yang mereknya terdaftar adalah pihak

yang berhak atas merek tersebut dan sebagai pemakai pertama merek

yang didaftarkan. Menurut stelsel ini, pemakai pertamalah yang

menciptakan hak merek. Oleh karena itu, hak merek diberikan kepada

pihak yang untuk kali pertama memakai merek tersebut. Dalam stelsel
deklaratif, fungsi pendaftaran hanya memudahkan pembuktian bahwa

pendaftaran merek diduga sebagai pemilik sah karena pemakaian

pertama. Dengan demikian, pendaftaran tidak merupakan keharusan,

tidak merupakan syarat mutlak bagi pemegang merek untuk

mendaftarankan mereknya. Berbeda dengan stelsel deklaratif, stelsel

konstitutif memiliki kelebihan dalam soal kepastian hukum. Bukanlah

pemakaian, melaikan pendaftaranlah yang dianggap penting dan

menentukan kepemilikan merek. Menurut stelsel konstitutif dengan

dokrinnya “prior in filing”, yang berhak atas suatu merek adalah pihak

yang telah mendaftarkan mereknya yang dikenal pula dengan sistem

presumption of ownership. Jadi, pendaftan menciptakan hak merek.71

Pendaftaran merek merupakan permintaan pendaftaran yang harus

disampaikan secara tertulis yang ditujukan kepada Dirjen HKI.

Perubahan atas permohonan pendaftaran merek hanya diperbolehkan

terhadap penggantian nama atau alamat pemohon atau kuasanya.

Selama belum mendapatkan keputusan dari Dirjen HKI, pemohon

dapat menarik kembali permohonannya. Pemeriksa merek akan

melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa permohonan dapat

disetujui untuk didaftar atau tidak dapat didaftar/ditolak. Jika disetujui,

permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Jika tidak

71
Lihat Tesis Nisa Ayu Spica. 2011. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Jasa Terkenal: Studi
Kasus Wroeng Pdjok Melawan Warung Pojok. Universitas Indonesia. Fakultas Hukum, Program
Pascasarjana. Jakarta. Hlm. 59.
disetujui, Dirjen HKI akan memberitahukan secara tertulis kepada

pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. 72

2.8.2. Penghapusan Merek Terdaftar

Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek

dan Indikasi Geografis menyebutkan tata cara Penghapusan Merek,

diuraikan sebagai berikut:73

(1) Penghapusan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pemilik Merek

yang bersangkutan kepada Menteri.

(2) Permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat diajukan oleh pemilik Merek atau melalui Kuasanya, baik untuk

sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa.

(3) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terkait

perjanjian Lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan jika hal

tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima Lisensi.

(4) Pengecualian atas persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

hanya dimungkinkan jika dalam perjanjian Lisensi, penerima Lisensi

dengan tegas menyetujui untuk mengesampingkan adanya

persetujuan tersebut.

(5) Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada aya

(1) dicatat dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

72
Ibid. Hlm.59-60.
73
Lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Op.cit Pasal 72 Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7),
(8) dan (9).
(6) Penghapusan Merek terdaftar dapat dilakukan atas prakarsa Menteri.

(7) Penghapusan Merek terdaftar atas prakarsa Menteri dapat dilakukan

jika :

a. Memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya

dengan Indikasi Geografis.

b. Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-

undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum,

atau

c. Memiliki kesamaan pada keseluruhanya dengan ekspresi budaya

tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang

sudah merupakan tradisi turun temurun.

(8) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7)

dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi

Banding Merek.

(9) Komisi Banding Merek memberikan rekomendasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (8) berdasarkan permintaan Menteri.

Setiap permintaan penghapusan pendaftaran merek terdaftar, harus

dilengkapi dengan :74

a) Bukti identitas dari pemilik merek terdaftar yang dimintakan

penghapusanya.

b) Surat Kuasa Khusus bagi permintaan penghapusan, apabila diajukan

melalui kuasa.

74
Nisa Ayu Spica. Op.cit. hlm. 63
c) Surat pernyataan persetujuan tertulis dari penerima lisensi, apabila

pendaftaran merek yang dimintakan penghapusan masih terkait

perjanjian lisensi.

d) Pembayaran biaya dalam rangka permintaan penghapusan merek

terdaftar, yang besarnya ditetapkan Menteri.

Berdasarkan undang-undang tentang Merek ini, penghapusan

dikategorikan dalam tiga macam, sebagai berikut:

1. Penghapusan Merek Terdaftar Atas Prakrsa Dirjen HKI;

2. Penghapusan Merek Terdaftar Atas Permintaan Pemilik Merek; dan

3. Penghapusan Merek Terdaftar Atas Permintaan Pihak Ketiga

Berdasarkan Putusan Pengadilan.

2.8.2 Pembatalan Merek Tedaftar

Terkait dengan Pembatalan Merek Terdaftar telah diuraikan dalam

Undang-Undang Tentang Merek sebagai berikut: 75

(1) Gugatan pembatalan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang

berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 20 dan/atau Pasal 21.

(2) Pemilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan

Permohonan kepada Menteri.

(3) Gugatan pembatalan diajukan kepada Pengadilan Niaga terhadap

pemilik Merek terdaftar.

75
Undang-Undang tentang Merek. Loc.Cit. Pasal 76 Ayat (1) dan (2)
Gugatan pembatalan diuraikan sebagai berikut : 76

(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam

jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran

Merek.

(2) Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu jika terdapat

unsur iktikad tidak baik dan/atau Merek yang bersangkutan

bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-

undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Terkait dengan Kasasi diuraikan sebagai berikut : 77

(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga atas gugatan pembatalan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (3) dapat diajukan

kasasi.

(2) Panitera pengadilan segera menyampaikan putusan kepada para

pihak yang bersengketa.

Keputusan terkait alasan gugatan pembatalan berdasarkan pasal

tersebut berlaku secara mutatis mutandis terhadap Merek Kolektif

terdaftar.78

2.9 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual berfungsi untuk meletakkan teori

dalam peneltian dapat diterapkan dalam menganalisis berbagai variabel

76
Ibid. Pasal 77 Ayat (1) dan (2).
77
Ibid. Pasal 78 Ayat (1) dan (2).
78
Ibid. Pasal 79.
dan indikator dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

Variabel dan indikator diperlukan sebagai pembatasan permasalahan

yang akan diteliti agar dengan lebih mudah untuk menemukan jawaban

atas permasalahan dalam penelitian. Peneliti akan lebih mudah

menganilisis persoalan karena fokus dan lokus penelitian telah

tergambarkan pada variabel dan indikator permasalahan yang telah

dirumuskan lebih awal sebelum melakukan tahapan selanjutnya dalam

penelitian .

Penggunaan dan penerapan teori hukum dalam penelitian

hukum berguna dalam memandu secara konseptual dalam

mengarahkan peneliti dalam mencapai tujuan penelitian yang

diharapkan. Dalam penelitian ini, penulis meletakkan beberapa teori-

teori hukum yang dapat digunakan dalam menganalisis hubungan antar

variebal dan indikator dalam penelitian agar lebih mudah dalam

membuat jawaban sementara dalam penelitian.

Penggunaan teori negara hukum dalam penelitian ini dalam

rangka untuk memberi kerangka filosofi dan empirik bagi peneliti bahwa

Indonesia sebagai negara hukum bertujuan untuk menghadirkan hukum

dalam negara sebagai realitas empirik yang harus menjadi tujuan

bersama. Terutama yang menyangkut kepastian hukum, keadilan

hukum dan kemanfaatan hukum dalam kehidupan penyelenggaraan

pemerintahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan

bermasyarakat. Kehadiran hukum berdasarkan asas dan tujuannya


adalah dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi warganya.

Berkaitan dengan penelitian ini, yang dimaksud oleh peneliti adalah

bagaimana mengarahkan secara kongkret bahwa pelaksanaan

perlindungan hukum bagi pemegang hak merek atas barang dan/atau

jasa di bidang perhotelan, haruslah dipandang sebagai upaya untuk

mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum.

Penggunaan teori Efektivitas Hukum dalam penelitian ini

dengan tujuan bahwa pada tahapan penerapan dan pelaksanaan

hukum, negara dalam hal ini pemerintah harus dapat memberikan

kepastian bahwa hukum dapat berjalan efektif. Dalam penelitian ini

apakah perlindungan hukum bagi pemegang hak atas merek terhadap

barang dan jasa di bidang perhotelan telah mengindikasikan bahwa

hukum telah bekerja secara efektif dalam kehidupan bernegara,

berbangsa dan bermasyarakat. Karena untuk mengukur bahwa hukum

telah bekerja efektif dapat dilihat dalam tiga faktor, yaitu :

1. Aapakah subtansi hukum dalam undang-undang nomor 20 Tahun

2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis telah memenuhi

keseluruhan kebutuhan dasar masyarakat dan negara dalam hal

pengaturan dan pengendalian terhadap proses dan meknisme untuk

warga dalam memperoleh hak dasar perlindungan hukum, yaitu

warga selaku pemegang hak atas merek jasa di bidang perhotelan.

2. Apakah struktur hukum, dalam hal ini para penegak hukum telah

berbuat dan bekerja dengan baik dalam menjalankan fungsinya


sebagai penegak hukum di tengah-tengah kehidupan masyarakat

yang semakin kompetitif di semua bidang termasuk di bidang

perhotelan.

3. Apakah kultur hukum masyarakat sudah berada pada situasi yang

mendukung dalam memaksimalkan pencapaian tujuan dalam

penerapan hukum.

Penggunaan teori demokrasi dalam penelitian ini dalam rangka

untuk menganilisis apakah dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan, negara telah bekerja berdasarkan pada prinsip-prinsip

penyelenggaran pemerintahan yang demokratis. Tidak pandang bulu,

tidak membeda-bedakan, tidak belaku sewenang-wenang, tidak otoriter,

melainkan memperlakukan semua komponen terkait, dalam hal ini

semua pelaku usaha, bisnis dan investasi di bidang perhotelan telah

diposisikan sama dihadapan hukum, terutama dalam memberikan

perlindungan hukum terhadap setiap warga negara, karena keberlakuan

hukum merupakan hak dasar warga negara.

Untuk memperoleh kesamaan persepsi dalam pencapaian tujuan

penelitian, maka dapat diuraikan dalam diagram konseptual berikut ini :

 Teori Negara Perlindungan Hukum


Hukum Pemegang Hak Jasa Bidang
 Teori Demokrasi Perhotelan
 Teori Efektifitas
Hukum
Dasar Hukum

1. UUD 1945
2. UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek
3. PP No. 90 2019 / Komisi Banding
4. Peraturan MenKumHam RI No. 67
Tahun 2016/ Pendafatran Merek

Proses dan Mekanisme Perlindungan Hukum


Untuk Memperoleh Terhadap Hak Merek
Hak Merek Jasa Di Jasa Di Bidang
Bidang Perhotelan Perhotelan

Tidak
Efektif Kurang Efektif
Efektif

2.10 Definisi Operasional

Definisi operasional diperlukan dalam penelitian dengan tujuan

untuk mempertegas berbagai istilah-istilah yang digunakan dalam

penyusunan naskah penelitian, tujuannya adalah untuk penyamaan

persepsi agar tidak menyebabkan kesimpangsiuran makna dan arti dari


setiap istilah yang digunakan tersebut. Adapun pengertian-pengertian

dari setiap istilah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Negara hukum adalah negara yang menegakkan supremasi hukum

untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan

yang tidak dipertanggungjawabkan.

2. Negara adalah komunitas yang diciptakan oleh suatu tatanan hukum

nasional. Negara sebagai badan hukum suatu personifikasi dari

tatanan hukum nasional yang membentuk komunitas ini.

3. Demokrasi adalah pemerintahan yang berorientasi dasar pada

kepentingan rakyat. Pemerintahan yang meletakkan rakyat sebagai

basis epistemologis kekuasaan, sehingga tidak ada kekuasaan yang

tanpa kehadiran rakyat.

4. Efektivitas hukum dalam studi ini adalah bahwa perbuatan nyata

orang-orang sesuai dengan norma-norma hukum.

5. Viliditas hukum berarti bahwa norma-norma hukum itu mengikat,

bahwa orang-orang berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh

norma-norma hukum, bahwa orang harus mematuhi dan menerapkan

norma-norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa

norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi.

6. Sistem hukum modern merupakan semua peraturan yang saling

berhubungan, yang satu ditetapkan oleh yang lain. Peraturan tersebut

dapat disusun secara rasional dan untuk yang bersifat khusus dapat
dicarikan aturan umunnya sehingga sampai pada asasnya yang

mendasar.

7. Good governance sebagai suatu exersice dari kewenangan politik,

ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur, dan mengelola

masalah-masalah sosialnya.

8. Hukum adalah seluruh aturan (norma) yang harus diikuti dalam

tingkah laku, tindakan dalam pergaulan hidup.

9. Perlidungan hukum merupakan segala upaya yang dapat

menjaminadanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan

perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau

yang melakukan tindakan hukum.

10. Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa

gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam

bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,

atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk

membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau

badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

11. Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara

kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu

dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin

kepada pihak lain untuk menggunakannya.

12. Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara


bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan

barang jenis lainnya.

13. Merek Jasa, adalah Merek yang digunakan pada jasa yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara

bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa

sejenisnya.

14. Merek Kolektif, adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau

jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat,ciri umum,dan

mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan

diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum serta

bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa

sejenis lainya.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini, dilihat dari tipenya dikategorikan sebagai

penelitian yang yuridis empiris, yaitu juga dapat disebut sebagai jenis

penelitian hukum sosiologis maupun penelitian lapangan, yang mengkaji

suatu ketentuan hukum yang berlaku sekaligus yang terjadi dimasyarakat

secara nyata. Model penelitian yuridis empiris dengan mengkajia

permasalahan dalam penelitian dengan dua pendekatan, yaitu

pendekatan perundang-undangan dan pendekatan sosiologi hukum.

Pendekatan sosiologi hukum dalam penelitian ini dilakukan dalam

rangka untuk mengetahui cara bekerjanya hukum dalam memberikan

perlindungan hukum terhadap masyarakat yang dalam penelitian ini

adalah para pelaku usaha, bisnis, dan investasi barang dan jasa dalam

melakukan proses untuk mendapatkan hak atas Merek jenis usahanya,

dan sekaligus perlindungan hukum terhadap hak atas merek tersebut.

Pendekatan sosiologi hukum merupakan pendekatan yang menganalisis

tentang bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma

itu bekerja di dalam masyarakat79

3.2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini,lokasi yang dipilih oleh penulis adalah

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Gorontalo, dimana

instansi tersebut memiliki peran dalam memberikan perlindungan hukum

79
Salim HS. Dan Erlies Septiana Nurbaini.2016. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi.RajaGrafindo Persada. Jakarta.
terhadap pelaku usaha, bisnis dan investasi lainnya atas legalitas

usahanya yang berkaitan dengan Merek barang dan jasa.

3.3. Sumber Data

Penelitian akan lebih didekatkan pada pencapaian tujuan penelitian

sangat membutuhkan data yang oroginal dan akurat, olehnya itu untuk

memperoleh data diperlukan sumber, sebagai berikut:

1. Data Primer, yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari

para pihak yang menjadi informan utama dalam penelitian melalui

metode wawancara langsung di lapangan.

2. Data Sekunder, yiatu sumber data yang didapatkan dan dikumpulkan

dengan tujuan untuk menyelesaikan permalasahan yang ditemukan

pada saat penelitian. Data sekunder terdiri dari : 80

a. Bahan hukum primer yang meliputi norma, peraturan dasar, undang-

undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan lain-lain.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya naskah

akademis, rancangan undang-undang, hasil penelitian ahli hukum,

dan lain-lain.

c. Bahan hukum tersiaer adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder, seperti

kamus, enslikopedia, dan lain-lain.

80
Ibid. Hlm. 16.
3.4. Teknik Analisis Data

Salah satu tahap paling penting dalam penelitian adalah

menganalisis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan

para responden/informan.81 Analisis data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah anailsis data dengan pendekatan kualitatif, dengan

maksud untuk menjelaskan atau menjabarkan data yang diperoleh

melalui wawancara di lapangan secara langsung terkait dengan

mekanisme dan proses untuk memperoleh hak merek jasa di bidang

perhotelan, serta bentuk perlindungan hukum terhadap hak merek jasa

di bidang perhotelan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdul Hamid. 2016. Teori Negara Hukum Modern. Pustaka Setia.

Bandung

Amiruddin dan Zainal Asikin. 2016. Pengantar Penelitian Hukum.


RajaGrafindo. Jakarta.

A. M. Fatwa. 2009. Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945.


Kompas Media. Jakarta.

Hans Kelsen. 2011. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Nusa
Media. Bandung.

81
Ibid. Hlm. 27.
Hendra Karianga. 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan
Keuangan Negara. PT. Alumni. Bandung.

Ika Ristia Andini Putri. 2018. Perlndungan Hukum Merek Terkenal Terkait
Dengan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tesis Pasca
Sarjana Universitas Lampung.

Jimly Asshiddiqie. 2012. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi.


Sinar Grafika. Jakarta Timur.

______________. 2009. Menuju Negara Hukum yang Demokratis. PT.


Buana Ilmu Populer. Jakarta.

Jazim Hamidi, dkk. Teori dan Politik Hukum Tata Negara. Total Media.
Yogyakarta.

Lili Rasjidi. 2010. Pengantar Filsafat Hukum. Mandar Maju. Bandung.

Michael Bogdan. 2010. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Nusa


Media. Bandung.

Makmur. 2011. Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Refika


Aditama. Bandung.
Munir Fuadi. 2013. Teori-Teori (Grand Theory) Dalam Hukum.
Parnadamedia Group. Jakarta.

Montesquieu. 1977. The Spirit Of Laws (Dasar-Dasar Ilmu Hukum dan


Ilmu Politik). Nusa Media. Bandung

Moh. Mahfud MD. 2011. Membangun Politik Hukum, Menegakkan


Konstitusi. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
-------------------------, dkk. 2013. Dekonstruksi dan Gerakan Pemikiran
Hukum Progresif. Thafa Media. Yogyakarta.

Nico Andrianto. 2007. Good e-Government: Transparansi dan


Akuntabilitas Publik Melalui e-Government. Bayu
Media. Malang.

Ni’matul Huda, dan Imam Nasef. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu.
Kencana. Jakarta.

Nisa Ayu Spica. 2011. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Jasa


Terkenal Studi Kasus Waroeng Podjok Melawan
Warung Pojok. Tesis Pascasarjana Universitas
Indonesia. Jakarta

Nuruddin Hady. 2016. Teori Konstitusi dan Negara Demokrasi (Paham


Konstitusionalisme Demokrasi di Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945. Stara Press. Malang.

Otje Salman. 2012. Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika


Masalah). Refika Aditama. Bandung.

-------------------.2010. Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan, dan


Membuka Kembali). Refika Aditama. Bandung.

Philippe Nonet dan Philip Selznick. 2011. Hukum Responsif. Nusa Media.
Bandung.

S.H. Sarundajang. 2013. Birokrasi Dalam Otonomi Daerah. Pustaka Sinar


Harapan. Jakarta.

Siswanto Sunarno. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia.


Sinar Grafika. Jakarta.
Sarman dan Mohammad Taufik Makarao. 2011. Hukum Pemerintahan
Daerah di Indonesia. Rineka Cipta.Jakarta.

Sarifuddin Sudding. 2014. Perselingkuhan Hukum dan Politik Dalam


Negara Demokrasi. Rangkang Education. Yogyakarta.

Soetandyo Wignjosoebroto. 2008. Hukum Dalam Masyarakat,


Perkembangan dan Masalah. Bayumedia Publishing.
Malang.

Soerjono Soekanto. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan


Hukum. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani. 2016. Penerapan Teori Hukum


Pada Penelitian Tesis dan Disertasi. RajaGrafindo.
Jakarta.

Shidarta S.H. 2006. Moralitas Profesi Hukum, Suatu Tawaran Kerangka


Berpikir. Refika Aditama. Bandung.

Jurnal:

Syahriyah Semaun. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Perdagangan


Barang Dan Jasa. Jurnal Hukum Diktum. Volume 14.
Nomor 1, Juli 2016

Erny Mirfa. Perlindungan Hukum Merek Terdaftar. Jurnal Hukum Samudra


Keadilan. Volume II Nomor 1 Januari-Juni 2016

Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang
Merek dan Indikasi Geografis

Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2019 Tentang Tata Cara


Permohonan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian
Banding Pada Komisi Banding Merek

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.

Internet:
http://repository.unpas.ac.id/11362/4/BAB%2011.pdf. jumat tanggal
20 maret 2020 13.26

http://media.neliti.com/media/publications/240363-perlindungan-
hukum-terhadap-merek-terdaf-3c929252.pdf.
Jumat tanggal 20 maret 2020 pukul 13.30

http://media.neliti.com/media/publications/285465-perlindungan-
hukum-terhadap-merek-perdag-0e435830.pdf
jumat tanggal 20 Maret 2020 pukul 13.40
http://digilib.unila.ac.id/31663/3/TESIS%20TANPA%BAB
%20PEMBAHASAN.pdf jumat tanggal 20 Maret
2020 pukul14.10

http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20270656.pdf jumat
tanggal 20 Maret 2020 pukul 14.30

Anda mungkin juga menyukai