Stress
Stress
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1. Patimah PO.71.20.1.19.069
2. Peni Ana Sari PO.71.20.1.19.070
3. Pitiono PO.71.20.1.19.071
4. Putri Apriyandini PO.71.20.1.19.072
5. Putri Nabilah PO.71.20.1.19.073
6. Putri Ramadhani PO.71.20.1.19.074
7. Rama Ferla Putri PO.71.20.1.19.075
8. Regita Dwi Cahya PO.71.20.1.19.076
1
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Mengetahui,
Kepala Bidang Penunjang Medis Pendidikan
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan ridha- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul.
1. Dr. Hj. Makiani, S.H.,M.M., MARS selaku Direktur RSUD Palembang BARI
2. Muhammad Taswin, S.Si., Apt., MM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Palembang
3. Devi Mediarti, S.Pd., S.Kep., M. Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Palembang
4. Dr. Hj. Hadi Asyik, Sp. A selaku Ketua Komite Medic RSUD Palembang
BARI
5. Masrianah, S.Kep., M.Kes selaku Kepala Bidang Kesehatan RSUD Palembang
BARI
6. Ns. Ismardi , S.Kep selaku Ketua Komite Keperawatan RSUD Palembang
BARI
7. Mewi Andriani, SKM., M.Kes selaku Kepala Bidang Medis dan Pendidikan
RSUD Palembang BARI
8. Riska Primananda, SKM., MKM selaku Kepala Seksi Diklat RSUD Palembang
BARI
9. Ns. Aguscik, S.Kep., M.Kes selaku Pembimbing akademik Praktik Klinik
KMB I dan II
10. Semua pembimbing yang membantu dalam melaksanakan praktik belajar
lapangan di RSUD Palembang BARI
11. Seluruh karyawan dan karyawati RSUD Palembang BARI
Wassalamualaikum Wr. Wb
Palembang, November 2021
3
DAFTAR ISI
4
BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................... 35
3.1 Pengkajian ....................................................................................................... 35
3.1.1 Identitas Diri ................................................................................................. 35
1. Identitas Klien ............................................................................................ 35
2. Identitas Penanggung Jawab ...................................................................... 35
3.1.2 Pengkajian Primer ........................................................................................ 35
3.1.3 Pengkajian Sekunder .................................................................................... 36
3.1.4 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 37
3.1.5 Pemeriksaan Penujang.................................................................................. 39
3.4 Diagnosa ......................................................................................................... 42
3.4 Intervensi Keperawatan .................................................................................. 44
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ...................................................... 49
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 50
4.1 Hasil ........................................................................................................ 50
4.2 Pembahasan ............................................................................................. 51
PENUTUP...................................................................................................... 53
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 53
5.2 Saran ........................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 55
5
BAB I
PENDAHULUAN
PTM atau lebih banyak dikenal dengan masyarakat yaitu penyakit tidak
menular adalah salah satu penyebab tertingginya angka kematian di dunia. Setiap
tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM).
Secara global PTM penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah
penyakit kardiovaskuler (Infodatin, 2018). Untuk data di Indonesia prevelensi
penyakit jantung di masyarakat semakin hari semakin meningkat, prevelensi
mencapai 7,2% (Kemenkes, 2018).
Salah satu jenis penyakit jantung yang paling banyak ditemui ialah Acute
Coronary Syndorme (ACS). ACS adalah penyakit yang disebabkan oleh
terjadinya ateroskleosis atau pembentukan plak pada pembuluh darah yang mana
akan menghambat proses aliran darah di miokard, ACS meliputi UAP (Unstable
Angina Pectoris), STEMI (Infark miokard elevasi dengan segment ST) dan
NSTEMI (Infark miokard tanpa elevasi segment ST) (Douglas,2010).
Prevelensi NSTEMI dan UAP lebih tinggi dimana pasien-pasien yang
mengalami ini biasanya dengan berusia lanjut. Selain itu, mortalitas awal
NSTEMI dan UAP lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah berjalan 6
bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas
NSTEMI lebih tinggi (PDSKI, 2015).
Penyakit NSTEMI disebabkan oleh obstruksi atau sumbatan yang terjadi
dikoroner sehingga akan terjadi penurunan supalai oksigen dan memperberat kerja
jantung (Starry,2015). Obstruksi pada pasien NSTEMI disebakan karena adanya
trombosis akut dan proses vasokonstriksi koroner. Terjadinya trombosis akut
diawali dengan ruptur plak aterom yang tidak stabil. Plak tersebut akan
menyebabkan proses inflamasi dilihat dari jumlah makrofag dan limfosit T
(Hendriarto, 2014).
Faktor risiko NSTEMI meliputi jenis kelamin, usia, riwayat keluarga
dengan kardiovaskuler serta adanya faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor
6
risiko yang dapat dimodifikasi meliputi hipertensi, hyperlipidemia, diabetes
melitus, gaya hidup dan merokok (Jeff C, 2010).
Gejala klinis pasien dengan NSTEMI yang akan muncul pada pemeriksaan
penunjang ialah terjadinya perubahan hasil rekaman jantung berupa adanya
inversi pada gelombang T, munculnya depresi disegmen ST ,atau adanya elevasi
segmen ST yang bersifat sementara. Kadang kadang akan ditemukan hasil EKG-
nya normal secara keseluruhan namun untuk proses lanjut diagnosa yaitu
terjadinya peningkatan pada hasil labor berupa tromponin I ataupun tromponin T
dimana ini merupakan enzim yang berada pada jantung. Kemudian pada klien
dengan angina tidak terjadinya peningkatan pada enzim jantung, yang mana ini
berbeda pada pasien NSTEMI.
Selain terjadinya kelainan pada hasil EKG, Keluhan yang sering muncul pada
NSTEMI adalah perasaan tidak nyaman (nyeri) dada yang biasanya nyeri ini akan
menjalar ke punggung, leher, bahu dan epigastrium dimana qualitas nyeri ini
seperti ditusuk- tusuk,diremas- remas, ditekan atau bahkan sampai seperti ditindih.
Selain perasaan nyeri klien biasanya akan mengeluh mual, muntah, sesak atau
dyspnea, sakit kepala, rasa berdebar- debar, cemas bahkan sampai keringat dingin
(Alwi, 2010).
Penatalaksanaan nyeri dada yang tepat pada pasien dengan NSTEMI
sangat menentukan prognosis penyakit. Penatalaksanaan nyeri pada NSTEMI
dapat dilakukan melalui terapi medikamentosa dan asuhan keperawatan. Perawat
memiliki peran dalam pengelolaan nyeri pada pasien dengan NSTEMI. Intervensi
keperawatan meliputi intervensi mandiri maupun kolaburatif (Tri, 2015).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu kumpulan gejala klinis
Iskemia Miokardium yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium
berupa nyeri dada, perubahan segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan
perubahan biomarker jantung. Keadaan iskemia yang akut dapat menyebabkan
nekrosis miokardial yang berlanjut menjadi Infark Miokard Akut (Sungkar, 2015).
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasarkan hasil EKG menjadi Infark
Miokard Akut ST-elevasi (STEMI) dan Infark Miokard Akut non ST-elevasi
(NSTEMI). STEMI terjadi oklusi total arteri koroner sehingga menyebabkan
daerah infark yang lebih luas, hal ini dikarenakan dalam hasil pemeriksaan
7
elektrocardiogram ditemukan adanya elevasi segmen ST. Sedangkan NSTEMI
terjadi oklusi yang tidak melibatkan seluruh miokardium sehingga dalam hasil
pemeriksaan EKG tidak ditemukan adanya ST elevasi segmen (Iwan, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
8
1.4 Tempat dan Waktu
1.4.1 Tempat
Di Ruang ICCU / Intensive Cardiovaskuler Care Unit RSUD Palembang
BARI.
1.4.2 Waktu
Pada tanggal 23 November 2021 sampai dengan tanggal 25 November
2021.
1.5 Manfaat Penulisan
9
BAB II
LANDASAN TEORI
10
2.1.3 Sejarah
2.1.3.1 Sejarah Berdirinya
1) Pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1994 Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI merupakan geduang Poliklinik atau
Puskesmas Panca Usaha.
2) Pada tanggal 19 Juni 1995 di resmikan menjadi Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI. Maka dengan SK Depkes Nomor
1326/Menkes/SK/XI/1997, tanggal 10 November 1997 di tetapkan
menjadi Rumah Sakit Umum kelas C.
3) Kepmenkes RI Nomor: HK.00.06.2.2.4646 tentang pemberian status
akreditas penuh tingkat dasar kepada Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI, tanggal 07 November 2003.
4) Kepmenkes RI Nomor: YM.01.10/III/334/08 tentang pemberian
status akreditasi penuh tingkat lanjut kepada Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI, tanggal 05 Februari 2008.
5) Kepmenkes RI Nomro: 241/MENKES/SK/IV/2009 tentang
peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI
menjadi kelas B, tanggal 02 April 2009.
6) Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD Rumah Sakit Umum Daerah
palembang BARI berdasarkan keputusan wali kota Palembang No.
915 B tahun 2008 tentang penetapan RSUD Palembang BARI
sebagai SKPD Palembang yang menerapkan pola pengelolaan
keuangan BLUD (PPK-BLUD) secara penuh.
7) KARS-SERT/363/1/2012 tentang status akreditas lulus tingkat
lengkap kepada Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI,
tanggal 25 Januari 2012.
2.1.3.2 Sejarah Pemegang Jabatan Direktur
1) Tahun 1985 s.d 1995: dr. Jane Lidya Titahelu sebagai Kepala
Poliklinik atau Puskesmas Panca Usaha.
2) Tanggal 1 Juli 1995 s.d 2000: dr. Eddy Zarkary Monasir, SpOG
sebagai Direktur RSUD Palembang BARI
11
3) Bulan Juli 2000 s.d November 2000: Pelaksana Tugas dr. H.
Dahlan Abbas, SpB
4) Bulan Desember 2000 sampai dengan Februari 2001: Pelaksana
Tugas dr. M. Faisal Soleh, SpPD.
5) Tanggal 14 November 2000 s.d Februari 2012: dr. Hj. Indah
Puspita, H. A, MARS sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.
6) Bulan Februari tahun 2012 s.d sekarang: dr. Hj. Makiani, MM
sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.
12
2) Poliklinik Spesialis Bedah
3) Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4) Poliklinik Spesialis Anak
5) Poliklinik Spesialis Mata
6) Poliklinik Spesialis THT
7) Poliklinik Spesialis Syaraf
8) Poliklinik Spesialis Kulit dan kelamin
9) Poliklinik Spesialis Jiwa
10) Poliklinik Jantung
11) Poliklinik Gigi
12) Poliklinik Psikologi
13) Poliklinik Terpadu
14) Poliklinik Akupuntur
15) Poliklinik Rehabilitasi Medik
13
3) Instalasi Farmasi
4) Instalasi Bedah Sentral
5) Instalasi Gizi
6) Bank Darah
7) Instalasi Pemulasan Jenazah
8) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
9) Instalasi Laundry
10) Central Sterilized Suplay Departement (CSSD)
11) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS)
12) Kasir
13) Hemodialisa
14
2.2 Konsep (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI)
15
tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah
terlihat runcing yang disebut apeks kordis. Jantung terletak di dalam
rongga dada di sebelah depan (kavum mediastinum anterior), disebelah
kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di
bawah papilla mamae. Pada daerah ini teraba adanya denyutan jantung
disebut iktus kordis. Ukurannya kira-kira sebesar genggaman tangan kanan
dan beratnya mencapai 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung
terdapat lendir sebagai pelicin dalam menjaga supaya pergesekan antara
pericardium pleura tidak menimbulkan gangguan pada jantung (Syaifuddin,
2013).
Jantung terdiri dari jaringan dengan memiliki fungsi kontraksi. Dan
hampir dari seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia
berkontraksi dan berelaksasi, maka timbul perubahan tekanan di daerah
jantung atau pembuluh darah, yang menyebabkan aliran darah di seluruh
jaringan tubuh. Otot jantung, merupakan jaringan sel-sel yang bersifat
“Kontraktif” (pegas) dan terdapat di dalam atrium maupun ventrikel, serta
memiliki kemampuan meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah
dan cepat di seluruh bagian otot-otot jantung.
Tiap sel otot jantung di pisahkanoleh satu sama lain “intercalated discs”
dan cabangnya membentuk suatu anyaman di daerah jantung. “intercalated
discs” inilah yang dapat mempercepat aliran rangsang listrik potensial di
antara serabut-serabut sel otot-otot jantung. Proses demikian itu terjadi
karena intercalated discs memiliki tahanan aliran listrik potensial yang
sedikit rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Namun keadaan
inilah yang mempermudah timbulnya mekanisme “Excitation” di semua
daerah jantung. Otot jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga
membentuk ruang jantung dan menjadikan jantung sebagai a globular
muscular organ. Jaringan serabut elastisnya membentuk suatu lingkaran
yang mengelilingi katup-katup jantung.
Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang
berasal dari sudut sebelah kanan jantung, superficial, lapisan tengah dan
16
laipsan dalam. Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal daripada
dinding ventrikel kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jantung
dalam membentuk ruang-ruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut
berkesinambungan satu dengan lainnya, dengan lapisan superficial
berlanjut menjadi lapisan tengah dan lapisan dalam. Di dalam ventrikel,
ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung berkas-berkas serabut
otot (Masud Ibnu, 2012) Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari
otot jantung, bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi
cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kesadaran. namun otot
ventrikelnya lebih tebal dan terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan
a. Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga
basis cordis. Disebelah bawah agak ruang disebut apexcordis.
b. Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma
dan pangkalnya dibelakang kiri ICS 5 dan ICS 6 dua jari dibawah
papilla mammae. Pada tempat itu teraba adanya pukulan jantung
yang disebut Ictus Cordis.
c. Ukuran
Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat kira-kira 250-300
gram.
d. Lapisan
1) Endokardium : Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi
katup jantung.
2) Miokardium : Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk
berkontraksi.
3) Perikardium : Lapisan bagian luar yang berdekatan dengan
pericardium viseralis.
Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa
darah sehingga dibagi jadi dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa
kanan. Pompa jantung kiri: peredaran darah yang mengalirkan darah ke
17
seluruh tubuh dimulai dari ventrikel kiri –aorta – arteri - arteriola-kapiler –
venula - vena cava superior dan inferior - atrium kanan
2.2.1 Etiologi
18
b. Minor : emosional, agresif, inaktifitas fisik, stress psikologi berlebihan,
ambisius,
3) Faktor penyebab
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab yang sering SKA yaitu penurunan perfusi miokard karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus pada plak
aterosklerosis yang robek atau pecah namun biasanya tidak sampai
menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark di
daerah distal, Penyebab keluarnya tanda kerusakan miokard pada banyak
pasien.
b. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner juga mengakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang kecil.
c. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan begitu hebat namun bukan
karena spasme atau trombus. Ini terjadi pada beberapa pasien dengan
aterosklerosis progresif dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner
perkutan (PCI).
d. Inflamasi dan infeksi
Penyebab ke empat yaitu inflamasi, disebabkan karena yang terhubung
dengan infeksi, dan mungkin menyebabkan sempitan arteri, destabilisasi
plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag pada limfosit-T di dinding
plak ditingkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat
berakibat penipisan dan ruptur plak, sehingga bisa mengakibatkan SKA.
e. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi
pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada beberapa penyebab
19
berupa penyempitan arteri koroner dan mengakibatkan terbatasnya
perfusi miokard, namun mereka biasanya menderita angina stabil begitu
kronik. SKA jenis ini antara lain karena:
(1) Peningkatan kebutuhan takikardi, oksigen miokard, seperti
tirotoksikosis, dan demam
(2) Kurangnya aliran darah koroner
(3) Kurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada hipoksemia
dan anemia
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan
banyak terjadi tumpang tindih. Yaitu kata lain tiap penderita mempunyai
lebih dari satu penyebab dan saling terkait.
2.2.3 Patofisiologi
20
Pathway
21
2.2.4 Manifestasi Klinis
a. Nyeri di dada, berlangsung selama 30 menit sedangkan pada angina
kurang. Selain itu pada angina, nyeri akan hilang saat dibawa
beristirahat namun lain halnya dengan NSTEMI.
b. Sesak Nafas, disebabkan oleh adanya peningkatan mendadak antara
tekanan diastolik ventrikel kiri, disaat itu perasaan cemas juga
menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark tanpa gejala nyeri ini, sesak
nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna
c. Gejala gastrointestinal, meningkatkan aktivitas vagal di sebabkan
muntah dan mual, namun biasanya sering terjadi pada infark
inferior,dan stimulasi diafragma pada infak inferior bisa menyebabkan
cegukan.
d. Gejala lain termasuk palpitasi, gelisah, rasa pusing, atau sinkop dan
aritmia ventrikel.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T dan Troponin I merupakan tanda nekrosis miokard lebih
spesifik dari pada CK atau CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan
Troponin di darah perifer saat 3-4 jam dan dapat tinggal sampai 2 minggu.
2.2.6 Penatalaksanaan
22
a. Istirahat
b. Diet jantung,rendah garam, makanan lunak.
c.Memberi digitalis untuk membantu kontraksi jantung atau
memperlambat frekuensi
d. Pada jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung
menurun.
e. Vena dan volume darah peningkatan diuresis dapat mengurangi
edema. Pada pemberian ini pasien harus dipantau agar hilangnya
ortopnea, dispnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer.
Apabila terjadi keracunan ditandai dengan mual dan muntah,
anoreksia, namun selanjutnya terjadi perubahan pada irama,
ventrikel premature, bradikardi kontrak, gemini (denyut normal dan
premature saling berganti ), dan takikardia atria proksimal.
23
ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Nyeri kronis sering diartikan sebagai nyeri yang terjadi selama enam bulan
atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer 2001).
2.3.3 Fisiologi Nyeri
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada beberapa jenis sel saraf
dalam proses pengiriman nyeri yaitu sel syaraf neuron sensori atau aferen,
serabut konektor, interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik.
Sel saraf ini mempunyai reseptor pada ujung yang menyebabkan
impuls nyeri di alirkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor ini
sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan
kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri
disebut nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor
melepaskan zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin,
leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan
mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance &
Serginson, 1997). Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari
medula spinalis dapat dianggap suatu tempat proses sensori. Serabut
perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini.
Di sini terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden atau
traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir di otak bagian bawah
dan bagian tengah namun impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.
Agar nyeri bisa diserap secara baik, neuron pada sistem asenden perlu
diaktifkan. Aktivasi terjadi akibat input dari reseptor nyeri yang terdapat
dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam
kormus dorsalis Universitas Sumatera Utara yang saat diaktifkan,
penghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang menyakitkan
atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini
disebut “gerbang”.
Kecendrungan alami gerbang yaitu membiarkan semua input yang
masuk dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden atau mengaktifkan
nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan,
akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron
24
inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan
mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
25
2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.4.1 Pengkajian
1. Pengkajian primer
Airway
1) Bagaimana kepatenan jalan nafas
2) Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
3) Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
Breathing
1) Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
2) Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?
3) Apakah ada bunyi nafas tambahan?
Circulation
1) Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan
tegangan) 2) Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin,
sianosis atau oliguri?
3) Apakah ada penurunan kesadaran?
4) Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?
2. Pengkajian sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner):
1) Lokasi nyeri
Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner: mulai dari
sternal menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian
ulnar)
2) Sifat nyeri
Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk,
mencekik atau rasa terbakar, dll.
3) Ciri rasa nyeri
Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu
tertentu.
4) Kronologis nyeri
Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
26
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Chest Pain ec
Nstemi berdasarkan SDKI (2016), Yaitu :
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontralitas,
perubahan preload dan perubahan afterload
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( iskemia )
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen
f. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam, diharapkan terjadi
peningkatan curah jantung.
Kriteria Hasil :
a. Pasien menunjukkan curah jantung yang cukup seperti yang dibuktikan
dengan tekanan darah dan denyut nadi dan ritme dalam parameter
normal untuk pasien; denyut perifer yang kuat; dan kemampuan untuk
mentolerir aktivitas tanpa gejala dispnea, sinkop, atau nyeri dada.
b. Pasien menunjukkan kulit hangat, kering, eupnea tanpa adanya kerutan
paru.
c. Pasien tetap bebas dari efek samping dari obat yang digunakan untuk
mencapai curah jantung yang cukup.
d. Pasien menjelaskan tindakan dan tindakan pencegahan untuk penyakit
jantung
27
Intervensi :
a. Perhatikan warna kulit, suhu, dan kelembaban.
Rasional: Kulit dingin, lembap, dan pucat merupakan akibat kenaikan
kompensasi pada stimulasi sistem saraf simpatis dan curah jantung
rendah dan desaturasi oksigen.
b. Periksa adanya perubahan tingkat kesadaran.
Rasional: Penurunan perfusi serebral dan hipoksia tercermin dalam
iritabilitas, kegelisahan, dan sulit berkonsentrasi. Pasien usia lanjut
sangat rentan terhadap perfusi yang berkurang.
c. Kaji denyut jantung dan tekanan darah.
Rasional: Sebagian besar pasien memiliki takikardia kompensasi dan
tekanan darah rendah secara signifikan sebagai respons terhadap
penurunan curah jantung.
d. Periksa pulsasi perifer, termasuk isi ulang kapiler.
Rasional: Pulsasi lemah hadir dalam volume stroke dan curah jantung
yang berkurang. Isi ulang kapiler kadang lambat atau tidak ada.
e. Perhatikan laju pernafasan, irama, dan suara nafas. Identifikasi adanya
dyspnea nokturnal paroksismal (PND) atau ortopnea.
Rasional: Dangkal, respirasi cepat adalah karakteristik penurunan
curah jantung. Crackles menunjukkan penumpukan cairan sekunder
akibat pengosongan ventrikel kiri yang terganggu.
f. Periksa keseimbangan cairan dan penambahan berat badan. Timbang
pasien secara teratur sebelum sarapan pagi. Periksa pedal dan edema
sakral.
Rasional: Mekanisme pengaturan yang dikompromikan dapat
menyebabkan retensi cairan dan natrium. Berat badan adalah indikator
yang lebih sensitif terhadap retensi cairan atau sodium daripada asupan
dan keluaran.
g. Catatlah keluaran urine Tentukan seberapa sering pasien kencing.
Rasional: Sistem ginjal menyeimbangkan BP rendah dengan menahan
air. Oliguria adalah tanda klasik penurunan perfusi ginjal.
h. Kaji suara jantung untuk gallops (S3, S4).
28
Rasional: S3 mengindikasikan pengurangan ejeksi ventrikel kiri dan
merupakan tanda kelas kegagalan ventrikel kiri. S4 terjadi dengan
penurunan kepatuhan ventrikel kiri, yang mengganggu pengisian
diastolik.
i. Pantau elektrokardiogram (EKG) untuk menilai, irama, dan ektopi.
Rasional: Disritmia jantung dapat terjadi akibat perfusi, asidosis, atau
hipoksia rendah. Takikardia, bradikardia, dan ketukan ektopik dapat
lebih membahayakan curah jantung. Pasien yang lebih tua sangat peka
terhadap hilangnya tendangan atrium pada atrial fibrillation.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam, diharapkan pola napas
pasien kembali efektif.
Kriteria Hasil :
a. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal.
b. Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji pernapasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi untuk
memantau saturasi oksigen.
Rasional: Tachipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada.
b. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum
dengan semi fowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30°.
Rasional: Posisi semi fowler akan meningkatkan ekspansi paru.
Berikan bantal atau sokongan agar jalan napas memungkinkan tetap
terbuka.
Rasional: Sokongan bantal akan membantu membuka jalan napas.
c. Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional: Pemberian O2 akan membantu memenuhi kebutuhan O2
tubuh.
29
3) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan....x24 jam, diharapkan masalah
Hipervolemia pasien teratasi.
Kriteria hasil :
a.Tidak ada edama
b.Tidak ada distensi Vena jugularis.
c.Tidak terjadi peningkatan berat badan dalam waktu singkat.
Intervensi :
a. Kaji status cairan dengan menimbang berat badan perhari,
keseimbangan masukkan dan halusran,turgor kulit dan adanya
edema,distensi,Vena jugularis,dan tanda tanda vital.
Rasional : pengkajian merupakan dasar dan data berkelanjutan
untuk memntau perubahan dan mengevaluasi intervensi
b. Batasi masukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh
ideal,haluaran urin,dan respon terhadap terapi.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan
keluarga dalam pembatasan cairan.
d. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
e. Tingkatkan dan dorong oral hygiene dengan sering .
Rasional: hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa
mulut
4) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( iskemia )
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan ...x24 jam, pasien melaporkan bahwa nyeri
berkurang/ terkontrol atau hilang.
30
Kriteria Hasil :
a. Pasien menyatakan nyeri berkurang/ terkontrol atau hilang
dengan skala (0-1) dari skala nyeri (0-10).
b. Ekspresi wajah pasien tenang.
c. Pasien akan menunjukan keterampilan relaksasi.
d. Pasien akan tidur/ istirahat dengan tepat.
e. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam, diharapkan pasien
toleran terhadap aktivitas.
31
Kriteria Hasil :
a. Pasien tidak tampak kelemahan.
b. Dyspnea berkurang.
c. Tidak ada dyspnea saat aktivitas.
d. Tidak ada sianosis setelah aktivitas.
e. Dapat beraktivitas optimal.
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat lapoan dispnea.
Peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas. Rasional: Menetapkan kemampuan/kebutuhan
pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
b. Bantu anak dalam melakukan aktivitas yang sesuai dan berikan
aktivitas yang menyenangkan sesuai dengan kemampuan dan minat
anak.
Rasional: Menurunkan kebutuhan 02.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
d. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional: Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
32
Kriteria Hasil :
a. Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
b. Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
c. Tidak tampak gelisah.
d. Tidak tampak tegang.
Intervensi :
a. Dampingi pasien dan bina hubungan saling percaya.
Rasional: menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu.
b. Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional: membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu
tindakan.
c. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan.
Rasional: memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi
pemecahan masalah.
d. Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan tindakan.
2.4.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan
dimana rencana keperawatan yang telah di tentukan di laksanakan,
membagi implementasi menjadi 3 fase, yaitu fase persiapan, fase
implementasi yang berorientasi pada tujuan dan fase terminasi.
Pada setiap implementasi yang di lakukan perawat harus memantau
dan mencatat respon klien dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan lainnya.
Implementasi pada klien dengan asfiksia neonatorum secara
teoritis di laksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah di
tetapkan untuk masing masing diagnose keperawatan yang mungkin
muncul (Hidayat Alimul, 2006).
33
2.2.8.11 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, dimana
proses evaluasi ini di lakukan terus menerus, di perlukan untuk
menentukan seberapa baik rencana keperawatan bekerja. Evaluasi
merupakan proses yang interaktif dan continue, karna setiap tindakan
keperawatan yang di lakukan, respon klien di catat dan di evaluasi dalam
hubungannya dengan hasil yang di harapkan.
Kemudian, berdasarkan pada respon klien tersebut di lakukan revisi
intervensi keperawatan dan atau revisi hasil, mungkin di perlukan.
34
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
35
4. DISABILITY
a. GCS : E4V5M6
b. Kesadaran : Composmentis
36
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda –tanda Vital : Tekanan Darah : 140/60 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 32 x/menit
Suhu : 36,5
SPO2 : 98 %
4. Pemeriksaan Head To Toe
1) kepala : mesocepal
Masalah keperawatan : Tidak ada
2) Rambut : Beruban, sedikit kasar dan sedikit berminyak
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3) Kulit kepala : tidak ada ketombe , massa (-)
Masalah Keperawatan : Tidak ada
4) wajah : tidak ada lesi/luka dan tidak ada massa
Masalah Keperawatan : Tidak ada
5) Mata : tidak menggunakan alat bantu penglihatan namun merasa
penglihatan agak berkurang/ menurun, sklera putih, refleks cahaya
baik
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
6) Telinga : tidak ada nyeri tekan dan tampak simetris, dan
pendengaran baik
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
7) Hidung : tidak ada massa dan nyeri tekan
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
8) Mulut
▪ Bibir : baik
▪ Gigi : ada karies
▪ Mukosa : baik
▪ Lidah : baik
▪ Palatum : baik
▪ Tonsil : tidak ada tanda tanda peradangan
37
▪ Suara : terdengar jelas
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
9) Leher : tidak ada pembesaran tyroid, arteri karotis teraba, tidak
ada distensi vena jungularis
Masalah Keperawatan : Tidak ada
10) Dada : bentuk dada normal, perkembangan dada mengikuti gerak
nafas,teraba adanya nyeri tekan didada sebelah kiri, tidak ada
suara tambahan
Masalah Keperawatan : Ada masalah keperawatan
11) Thoraks Dada
Tampak penggunanan otot-otot napas tambahan, pergerakan cepat
dan dangkal, ireguler, tidak tampak adanya jejas. Terdengar bunyi
napas tambahan, brochovesikuler Jantung : Terdengar ireguler
dan cepat, tidak terdengar adanya BJ tambahan
Masalah Keperawatan : Ada masalah keperawatan
12) abdomen : Tidak teraba adanya massa, tidak tampak adanya jejas,
terdengar bising usus 16 x/menit
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
13) Punggung : tidak ada massa dan nyeri tekan
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
14) Ekstremitas
Ekstremitas Atas : terpasang infus di tangan sebelah kanan
Ekstremitas Bawah : tidak ada udem, kekuatan otot 5555
5 5
5 5
Masalah Keperawatan : Gangguan Imobilitas fisik
15) Daerah genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
16) Rektum : tidak dilakukan pemeriksaan
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
17) integumen : warna kulit sedikit gelap dan sedikit keriput
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
38
3.1.5 Pemeriksaan Penujang
1. Laboratorium
Nama Test Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
HB L 10.9 g/dl 12-14
Hematokrit L 34 % 35 - 47
Hitung jenis
leukosit
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 1 % 1-3
Batang 2 % 2-6
Segmen 46 % 50 - 70
Limfosit 39 % 20 - 40
Monosit 12 % 2-8
Kimia klinik
CKNA 40 u/L < 190
39
2. EKG
g. Tyarit 1 x tab
h. Sucralfat syr 3 x 1 sendok
i. Lansoprazole 1 x 1 cap
j. Nystatin drop 3
k. Candosartan 1 x 16 mg
l. Ceftriaxone 2 x 1 mg
40
3.2 ANALISA DATA
Fungsi pernafasan
Dyspnea
3.3 Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
41
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
42
2 Selasa, Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi lokasi, a. Untuk mengetahui sifat
23 berhubungan keperawatan 3 x 24 jam pasien karakteristik durasi, dan tingkat nyeri
Novemb dengan agen mengatakan nyeri berkurang frekuensi, kualitas, intensitas sehingga memudahkan
er 2021 pencedera dengan kriteria hasil : nyeri serta skala nyeri dalam memberikan
fisiologis - Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi respon nyeri non tindakan
(iskemia) - Muntah menurun verbal b. Relaksasi nafas dalam
- Mual menurun c. Berikan teknik non dapat mengurangi
- Nafsu makan membaik farmakologis untuk rangsangan nyeri
mengurangi rasa nyeri c. Analgetik membantu
d. Fasilitasi istirahat tidur mengurangi rasa nyeri
e. Kolaborasi dengan tim medis
43
3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari, tanggal : Selasa, 23 November 2021
No jam Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 Selasa pola nafas a. Monitor vital signs S : klien mengatakan sesak nafas
23 November tidak efektif TD : 137/68 mmHg O : - terpasang BNC 4 ml
- Vital Signs
2021 berhubungan N : 93 x/menit
TD : 137/68 mmHg
08.00 WIB dengan RR : 20 x/menit N : 93 x/menit
Pagi hambatan SPO2 : 96% RR : 20 x/menit
SPO2 : 96%
upaya nafas T : 36 derajat celcius
T : 36 derajat celcius
b. Auskultasi bunyi nafas A : Pola Nafas Tidak Efektif
c. Memberikan posisi semi fowler kepada pasien P : Intervensi Dilanjutkan
- Monitoring Tanda-tanda Vital
d. Kolaborasi pemberian terapi O2 Binasal Canul
- Berikan posisi semi fowler
4 ml - Kolaborasi O2 BNC 4 ml
44
b. Memberikan posisi semi fowler kepada RR : 24 x/menit
pasien SPO2 : 98%
c. Kolaborasi pemberian terapi O2 Binasal A : Pola Nafas Tidak Efektif
Canul 4 ml P : Intervensi Dilanjutkan
- Monitoring Tanda-tanda Vital
- Berikan posisi semi fowler
- Kolaborasi O2 BNC 4 ml
25 November a. Monitor Tanda- tanda Vital S : klien mengatakan tidak lagi sesak
2021 TD : 159/82 mmHg nafas
N : 107 x/m O : - Tidak terpasang BNC lagi
08.00 WIB
RR : 18 x/menit - Vital Signs
SPO2 : 98% TD : 137/68 mmHg
T : 36 N : 93 x/menit
b. Memberikan posisi semi fowler kepada RR : 20 x/menit
pasien SPO2 : 96%
c. Kolaborasi pemberian terapi O2 Binasal T : 36 derajat celcius
Canul 4 ml A : Pola Nafas Efektif
P : Intervensi Dihentikan
45
2 23 November Nyeri Akut a. Mengkaji keluhan dan derajat nyeri S : Klien mengatakan nyeri dada
berhubungan Pengkajian nyeri (PQRST) : O : - KU Lemah
2021
dengan Agen P: Klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri - GCS 15 Composmentis
08.00 WIB Pencedera
Q: Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk- - Skala 5
Fisiologis
tusuk jarum hilang timbul - Terpasang O2 BNC 4 ml
R: Klien mengatakan nyeri dirasakan dari dada - Terpasang Infus RL gtt 15 x/m
sebelah kiri menjalar sampai ke ulu hati - Tanda tanda vital
S: Skala nyeri 5 TD : 137/68 mmHg
T: Klien mengatakan nyeri muncul tiba-tiba N : 93 x/menit
selama 30 menit RR : 20 x/menit
b. Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas SPO2 : 96%
dalam kepada pasien T : 36 derajat celcius
c. Menyarankan agar pasien istirahat tidur A : Nyeri Akut
Memberikan terapi obat oral dan injeksi P : Intervensi Dilanjutkan
- Mengajarkan pasien teknik
relaksasi nafas dalam kepada
pasien
- Menyarankan agar pasien istirahat
tidur
- Memberikan terapi obat oral dan
injeksi
46
Rabu a. Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas S : Klien mengatakan nyeri dada sedikit
24 November dalam kepada pasien berkurang
b. Menyarankan agar pasien istirahat tidur O : - KU sedang
2021
c. Memberikan terapi obat oral dan injeksi - GCS 15 Composmentis
08.00 WIB - Skala 2
Pagi - Tanda tanda vital
TD : 159/82 mmHg
N : 107 x/m
RR : 24 x/menit
SPO2 : 98%
A : Nyeri Akut
P : Intervensi Dilanjutkan
- Menyarankan agar pasien istirahat
tidur
- Memberikan terapi obat oral dan
injeksi
Kamis a. Menyarankan agar pasien istirahat tidur S : Klien mengatakan tidak lagi nyeri
25 November b. Memberikan terapi obat oral dan injeksi dada
O : - KU sedang
2021
- GCS 15 Composmentis
08.00 WIB - Skala nyeri 0
Pagi - Tanda tanda vital
TD : 133/82 mmHg
N : 86x/m
47
RR : 20 x/menit
SPO2 : 98%
T : 36
A : Nyeri Akut Teratasi
P : Intervensi Dihentikan
48
3.6 Catatan Perkembangan
49
BAB IV
4.1 Hasil
1. Karakteristik Partisipan
Tabel Karakteristik Partisipan
No. Karakteristik Pasien Ny. C
1. Umur 54 tahun
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Agama Islam
4. Pendidikan SMP
5. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
6. Status Perkawinan Menikah
7. Alamat Jl Sri Tanjung Kampung 2
Kec. Tanjung Batu
8. Diagnosa Medis Chest Pain e. Mstemi
Sumber : Studi Dokumentasi
Berdasarkan tabel 4.1 partisipan yang digunakan dalam studi kasus ini
adalah seorang Ny. C berusia 54 tahun, beragama islam, sudah menikah,
bertempat tinggal di Jl. Sri Tanjung Kampung 2 Kecamatan Tajung Batu,
dengan diagnosa medis Chest Pain e. Nstemi
2. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Chest Pain e. Nstemi
Berdasarkan hasil pengkajian dari pasien Ny. C Klien merasa nyeri pada
bagian dada sebelah kiri secara tiba-tiba, sesak bila merasakan nyeri. Klien
mengatakan nyeri dirasakan dari dada sebelah kiri menjalar sampai ke ulu
hati, skala nyeri 5. Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum
hilang timbul, Klien mengatakan nyeri muncul tiba-tiba selama 30 menit.
Saat ini usia klien 54 tahun.
Pada saat pengkajian pasien terpasang infus RL gtt 15 x/menit di
tangan kanan, suhu pasien 36,5 C, Tekanan darah 140/60 mmHg, Nadi 82
50
x/m, Respirasi 32 x/m, dan SPO2 98 %. Keluarga klien mengatakan belum
pernah dirawat di RS sebelumnya, Keluarga klien mengatakan klien
mempunyai riwayat penyakit hipertensi, keluarga klien tidak memiliki
riwayat penyakit hipertensi, DM dan tidak menderita penyakit seperti yang
diderita pasien dan kien ada riwayat alegi tehadap makanan.
Untuk diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Chest
Pain e. Nstemi menurut SDKI adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemik
miokard)
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
( kelelahan otot bernafas )
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap perubahan status
kesehatan saat ini
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai O2 miokard dan kebutuhan
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit jantung
Berdasarkan studi dokumentasi pada pasien Ny. C. evaluasi
keperawatan dari pelaksanaan tersebut adalah sudah teratasi. Karena nyeri
pada dada sebelah kiri sudah jauh berkurang, muntah dan mual menurun,
frekuensi nafas membaik.
4.2 Pembahasan
51
dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah dan gigi. Nyeri
disebabkan karena saraf eferan visceral akan terangsang selama iskemik
miokard, pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan
berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Gejala awal
dan lokasi infark miokard berkorelasi dengan pembuluh darah yang
tersumbat.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Chest Pain
e. Nstemi yang dialami Ny. C akibat insufisiensi pasokan oksigen
miokardium dari hasil pengkajian juga ditemukan nyeri dada, mual, muntah
dan sesak nafas. Manifestasi yang ditemukan pada pasien dengan Chest pain
dikarenakan akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena
lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura
viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit.
52
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
53
5.2 Saran
54
DAFTAR PUSTAKA
Bare, Brenda and Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal
Bedah Bruner and Suddarth. Jakarta : EGC.
Benson, H & Proctor, W. 2002. Dasar-dasar respon relaksasi: bagaimana
menggabungkan respon relaksasi dengan keyakinan pribadi anda (alih
bahasa oleh Nurhasan). Bandung: Kaifa
Candra, Pastatik Kristanto. 2013. Efektifitas Teknik Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Di Irina D Blu RSUP Prof. Dr.
Kandaou Manado. (Jurnal)
Depkes RI. 2010. Pedoman Pelayanan ICU Di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan ICU Di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan ICU Di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
Finamore, et al. 2002. Task Force On The Management Of Chest Pain. European
Heart Journal 23: 1153-1176.
Kabo & Karim. 2008. Patofisiologi Buku I, Dasar – Dasar Keperawatan. Jakarta :
EGC
Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta : TIM
Pembimbing Lapangan
( Mawadah Yuspita,S.Kep.,Ners)