Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEDUDUKAN DAN SUMBER HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

DOSEN PENGAMPU : SUSI NUR KHOLIDAH, M.H.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. ADELIA ARDIATI (1921030004)

2. CHAIRUNNISA (1921030024)

3. FARA SALSABILLA (1921030045)

4. PRIDANTY AGUSTIA LINGGA (1921030283)

5. ANGGA SATRIA (1721030112)

Kelas : Muamalah A

PROGRAM STUDY HUKUM EKONOMI

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AKADEMIK 2021


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbi’l alaamiin.Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan nikmat dan sehat yang tak terhingga sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.Tak lupa pula shalawat serta salam kami curahkan kepada Nabi
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan ke
zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.Semoga kita selaku umatnya mendapatkan
syafaatnya kelak di Yaumul Qiyamah nanti. Dalam makalah ini yang berjudul
“KEDUDUKAN DAN SUMBER HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN”, kami
membuatnya guna memenuhi tugas mata kuliah HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
& PERSAINGAN USAHA yang diampu oleh Ibu SUSI NUR KHOLIDAH, M.H. Semoga
makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi kita semua,kami sangat menyadari bahwa
makalah ini masih banyak sekali kekurangan,sehingga kami mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun demi memperbaiki makalah ini menuju yang lebih baik.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kedudukan Pelaku Usaha dan Konsumen dalam Hukum


Perlindungan Konsumen.......................................................................2
B. Sumber Hukum Perlindungan Konsumen............................................5

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.......................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan Konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya


menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk mewujudkannya.Perlindungan hukum
bagi konsumen memiliki dimensi yang banyak, dimana salah satunya adalah perlindungan
hukum yang apabila dipandang baik secara materil maupun formal akan semakin terasa
sangat penting, dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap kepentingan bagi para konsumen merupakan salah satu hal yang penting serta
mendesak untuk dapat sesegera mungkin dicari solusi dan penyelesaian masalahnya.

Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok
bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk
barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya
berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang
aman. Oleh karena itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum
yang sifatnya universal. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya
dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal, maka
pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji
ulang.

B. Rumusan Masalah
1. Kedudukan hukum perlindungan konsumen?
2. Sumber hukum perlindungan konsumen?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kedudukan hukum perlindungan konsumen.
2. Untuk mengetahui sumber hukum perlindungan konsumen.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Pelaku Usaha dan Konsumen dalam Hukum Perlindungan Konsumen

Secara umum hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen merupakan
hubungan yang berkesinambungan dan lahir dari adanya hukum permintaan dan penawaran
dalam pasar. Hubungan hukum tersebut lahir dari kehendak kedua belah pihak dan keduanya
saling memiliki ketergantungan satu sama lain (Zulham, 2013). Hubungan hukum konsumen
dan pelaku usaha dapat dicermati dari pengertian keduanya dalam ketentuan hukum yang
berlaku. Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menentukan
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain,maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Sedangkan pelaku usaha adalah mereka yang
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.Ruang lingkup yang
melekat dalam hubungan pelaku udasa dan konsumen sebenarnya dibagi dalam dua dimensi
hukum yaitu hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Hukum konsumen pada
pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para
pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, dan tingkat pendidikan.
Sementara, hukum perlindungan konsumen merupakan genus dari hukum konsumen yang
mengatur dan melindungi kepentingan konsumen (Firman Tumantara Endipradja, 2016).
Hukum perlindungan konsumen dapat juga didefinisikan sebagai keseluruhan peraturan
perundang-undangan serta putusan hakim yang secara substansi mengatur kepentingan
konsumen (Inosentius Samsul, 2004). Hukum perlindungan konsumen lahir dari adanya
kesadaran konsumen bahwa adanya hubungan hukum yang tidak seimbang antara pelaku
usaha dan konsumen.1

Secara sosiologis, hukum perlindungan konsumen hadir untuk memberi kepastian


hukum yang melindungi kepentingan konsumen. Hal ini mengingat konsumen seringkali ada
dalam posisi pihak lebih lemah dari pelaku usaha (Firman Tumantara Endipradja, 2016).

1
Heru Saputra Lumban Gaol dan Fransisca Yanita Prawitasari, Kedudukan Pelaku Usaha dan
Konsumen dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Jurnal YUSTIKA Media Hukum dan Keadilan, Surabaya,
Vol. 21, No. 2, Desember 2018), h. 36-38.

2
Konsep hukum perlindungan konsumen juga lahir dari gerakan perlindungan konsumen
yang menjunjung tinggi perlindungan hak-hak konsumen dalam hubungan horizontal antara
masyarakat dan pelaku usaha yang tidak lepas dari praktik eksplotasi (Inosentius Samsul,
2004). Kebijakan hukum dan politik hukum perlindungan konsumen ini secara tidak
langsung juga membawa konsekuensi hukum bagi konsumen dan pelaku usaha,
khsusunya terkait hak dan kewajiban sebagai subyek hukum perlindungan konsumen. John
F.Kennedy membagi hak konsumen secara universal dalam empat hal,yaitu hak atas keamaan
dan keselamatan (the right to safety), hak atas informasi (the right to be informed), hak untuk
memilih (the right to choose), hak untuk didengar (the right to be heard) (Aulia Muthiah,
2018). Keempat hak ini berkembang dengan dimasukannya hak mendapatkan pendidikan
konsumen, hak atas ganti rugi,dan hak atas lingkungan hidup (Andi Sri Rezky Wulandri dan
Nurdiyana Tadjuddin, 2018). Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen terkait hak
konsumen ini dijabarkan lagi dalam poin-poin yang lebih luas. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen menentukan hak konsumen dalam Pasal 4 meliputi :

a) Hak atas kenyamanan,keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang


dan/atau jasa
b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c) Hak atas informasi yang benar,jelas,dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa
d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan
e) Hak untuk mendapatkan advokasi,perlindungan,dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut
f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
h) Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi dan/atau penggantian,apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya
i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.2

Adapun hak konsumen ini berjalan berdampingan dengan kewajiban konsumen sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang meliputi:
2
Ibid.

3
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Menyeimbangi hak yang dimiliki konsumen sebagiamana diatur dalam Undang-Undang


Perlindungan Konsumen,maka Pasal 6 menentukan pula hak yang dimiliki oleh pelaku usaha,
meliputi :

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik
c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen
d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebagai bentuk konsistensi dan konsekuensi hukum ditentukannya hak konsumen secara
normatif,maka diatur pula kewajiban pelaku usaha meliputi :

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya


b) Memberikan informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan,perbaikan dan
pemeliharaan
c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan.3

3
Ibid.

4
f) Memberi kompensasi,ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan,pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
g) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Secara eksplisit,keberadaan Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen


lebih menekankan pada pelaku usaha dalam menjalankan usahanya untuk menerapkan
prinsip itikad baik. Hal ini disebabkan kemungkinan terjadinya kerugian bagi
konsumen dimulai sejak produk dirancang atau diproduksi oleh pelaku usaha (Aulia
Muthiah, 2018). Sehingga diharapkan dengan mengedepankan kegiatan usaha yang
menjalankan itikad baik dan mempertimbangkan segala aspek yang baik bagi
konsumen,maka dapat menghindari kerugian yang akan diterima konsumen
dikemudian hari.4

B. SUMBER HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Sumber hukum perlindungan konsumen tidak bisa dilihat dalam konteks


UUPK saja, tetapi juga harus dilihat dalam kerangka sistem hukum perlindungan
konsumen. Hukum sebagai suatu sistem merupakan tatanan, merupakan suatu
kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling
berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut (Sudikno, 1999:
115). Sehingga untuk mempelajari hukum perlindungan konsumen, selain
mempelajari UUPK sebagai sumber hukum yang utama,juga harus mempelajari
sumber-sumber hukum perlindungan konsumen lainnya yang terdapat dalam hukum
privat maupun hukum publik, walaupun tidak secara khusus bertujuan untuk
melindungi konsumen.

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Sejak tanggal 20 April 1999 Indonesia telah memiliki peraturan perundang-


undangan yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen, yakni
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK
mulai berlaku efektif sejak tanggal 20 April 2010. UUPK merupakan undang-undang
payung yang memayungi dan mengintegrasikan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen di Indonesia.5

4
Ibid.
5
Agus Suwandono, S.H., LL.M., Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen, Modul, h. 121.

5
Terhadap peraturan perundang-undangan yang juga mengatur dan melindungi
konsumen baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya UUPK maka UUPK dapat
berkedudukan sebagai ketentuan umum (lex generalis) atau dapat juga berkedudukan
sebagai ketentuan khusus (lex specialis). UUPK sebagai lex generalis, berarti bahwa
ketentuan-ketentuan umum dalam UUPK pada dasarnya dapat diterapkan terhadap
ketentuan undangundang khusus yang mengatur perlindungan konsumen. Contohnya
adalah dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(UUOJK). Walaupun secara khusus dalam UUOJK telah ditentukan perlindungan
konsumen khusus bagi konsumen di sektor jasa keuangan, tetapi ketentuan-ketentuan
umum dalam UUPK dapat digunakan untuk melindungi konsumen di sektor jasa
keuangan, sepanjang sesuai dengan pengertian konsumen dalam UUPK.

Sebaliknya UUPK sebagi lex specialis, berarti bahwa ketentuanketentuan dalam


UUPK dapat diberlakukan menyimpangi ketentuan undangundang yang mengatur dan
melindungi konsumen. Contohnya adalah UUPK sebagai ketentuan lex specialis dari Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Perdata, di mana dalam pengajuan gugatan konsumen yang
diajukan oleh konsumen diajukan di tempat kedudukan konsumen bukan di tempat
kedudukan pelaku usaha (tergugat). Selain itu, dalam hal gugatan konsumen, yang harus
membuktikan adanya unsur kesalahan adalah beban dari pelaku usaha dan bukan pada
konsumen (penggugat).

Pasal langka (1) UUPK menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen. Perlindungan hukum pada dasarnya merupakan pemenuhan atas hak-hak
konsumen yang seharusnya diberikan kepada konsumen, sehingga perlindungan konsumen
sesungguhnya identik dengan perlindungan hukum yang terhadap hak-hak konsumen
(Shidarta, 2004: 19).6

Segala upaya yang dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam memberikan
perlindungan konsumen menunjukkan bahwa perlindungan konsumen tidak hanya
berorientasi kepada persoalan ganti rugi maupun pemberian sanksi kepada pelaku usaha.
Upaya-upaya perlindungan terhadap konsumen juga diarahkan dalam pemberdayaan
konsumen maupun peningkatan kesadaran pelaku usaha akan pentingnya perlindungan
konsumen. Selain itu, upaya perlindungan konsumen juga tidak melalu pada suatu bidang

6
Ibid.

6
hukum saja, tetapi juga menyangkut aspek-aspek hukum lain, antara lain hukum perdata,
hukum administrasi maupun hukum pidana.

Subyek perlindungan konsumen yang diatur dalam UUPK pada dasarnya harus
memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh UUPK, yakni kriteria konsumen yang dilindungi
oleh UUPK adalah konsumen dalam pengertian sebagai konsumen akhir, dan bukan
konsumen antara. Hal ini sesuai dengan definisi konsumen dalam Pasal 1 Angka (2) UUPK
yang menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia di masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Selanjutnya UUPK menentukan kriteria pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal
1 angka (3) UUPK adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha yang
dimaksud dalam UUPK termasuk dalam pengertian perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,
importir, pedagang, distributor, dll. UUPK membatasi pemberlakuan UUPK ini hanya
terhadap pelaku usaha yang berada di wilayah Republik Indonesia sehingga UUPK tidak
dapat menjangkau (diterapkan) kepada pelaku usaha yang berada di luar wilayah Republik
Indonesia.

Cakupan perlindungan konsumen dalam UUPK mencakup perlindungan secara luas


yakni perlindungan terhadap penggunaan barang dan/atau jasa. Pasal 1 angka (4) UUPK
menyebutkan bahwa barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan,
dipakai, diperdagangkan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Adapun yang dimaksud dengan
Jasa berdasarkan Pasal 1 Angka (5) UUPK adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.7

Secara garis besarnya, UUPK mengatur hal-hal sebagai berikut :

a. Ketentuan Umum
Memuat pengertian-pengertian tentang istilah yang dipakai dalam UUPK, antara lain
pengertian mengenai perlindungan konsumen, konsumen, pelaku usaha, barang dan

7
Ibid.

7
jasa, promosi, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, Klausula
Baku, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dll.
b. Asas dan Tujuan
Memuat asas-asas perlindungan konsumen dan tujuan perlindungan konsumen.
c. Hak dan Kewajiban
Memuat hak dan kewajiban yang dimiliki oleh konsumen maupun pelaku usaha.
d. Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Memuat sejumlah perbuatan-perbuatan yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku
usaha, yang berkaitan dengan kegiatan produksi, memasarkan, promosi atau iklan,
penjualan dengan obral, dll.
e. Ketentuan Pencantuman Klasula Baku
Memuat ketentuan-ketentuan mengenai larangan pencantuman klasula baku.
f. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Memuat aturan-aturan tentang tanggung jawab pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya, baik tanggung jawab secara privat maupun publik.
g. Pembinaan dan Pengawasan
Memuat ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dalam
perlindungan konsumen.
h. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Memuat ketentuan tentang fungsi, tugas, organisasi dan keanggotaan BPKN.
i. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Memuat tentang tugas dan fungsi LPKSM.
j. Penyelesaian Sengketa
Memuat ketentuan-ketentuan tentang penyelesaian sengketa konsumen, baik di
pengadilan maupun di luar pengadilan.
k. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Memuat tentang fungsi, tugas dan kewenangan BPSK.
l. Penyidikan
Memuat tentang ketentuan penyidikan perkara konsumen yang diduga memenuhi
unsur-unsur pidana.
m. Sanksi
Memuat ketentuan-ketentuan tentang jenis sanksi, meliputi sanksi administratif
maupun sanksi pidana.
n. Ketentuan Peralihan

8
Memuat ketentuan tentang ketentuan peralihan berkaitan dengan pemberlakuan
UUPK.
o. Ketentuan Penutup
Memuat tentang mulainya berlakunya UUPK.
2. Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Perdata

Hukum perlindungan konsumen dalam hukum perdata yakni dalam pengertian


hukum perdata dalam arti luas, yakni hukum perdata yang terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUH Dagang), serta Peraturan PerundangUndangan Nasional yang
tergolong dalam hukum privat. KUH Perdata walaupun tidak secara khusus mengatur
menyebutkan istilah konsumen, tetapi ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata juga
mengatur masalah hubungan antara pelaku usaha. Salah satu aspek hukum privat yang
terdapat dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan, yakni berkaitan dengan
aspek hukum perjanjian maupun Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Selanjutnya,
dalam KUH Dagang yang berkaitan Pengangkutan, Asuransi, dll. Adapun dalam
peraturan perundang-undangan nasional perlindungan konsumen antara lain yang
terdapat dalam UU Pangan.8

3. Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Publik

Hukum perlindungan konsumen dalam hukum publik yang dimaksud adalah


hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau
hubungan antara negara dengan perorangan. Adapun yang termasuk dalam hukum
publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan
konsumen adalah Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Pidana, Hukum Acara
Perdata/ Pidana, dan Hukum Internasional.9

8
Ibid.
9
Ibid.

9
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Secara umum, kedudukan hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam
hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam
kedudukan sosial ekonomi,daya saing,dan tingkat pendidikan. Sementara,hukum
perlindungan konsumen merupakan genus dari hukum konsumen yang mengatur dan
melindungi kepentingan konsumen. Secara sosiologis, kedudukannya untuk memberi
kepastian hukum yang melindungi kepentingan konsumen. Hal ini mengingat
konsumen seringkali ada dalam posisi pihak lebih lemah dari pelaku usaha.
 Sumber hukum perlindungan konsumen :
a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
b. Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Perdata
c. Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Publik

10
DAFTAR PUSTAKA

1. https://journal.ubaya.ac.id/index.php/yustika/article/view/1720/1428

2. HKUM4312-M1%20(1)%20(1).pdf

11

Anda mungkin juga menyukai