Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ADAB MEMBACA AL-QUR’AN DAN BERDOA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Materi Akidah Akhlak di Madrasah

Dosen Pengampu: Dr. Jaja Nurjanah, M.A.

Disusun Oleh:

Devi Alfiyanti 1907015010

Defa Tri Kusumastuti 1907015070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR. HAMKA

JAKARTA

1442 H / 2021 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini pada tepat waktu,tanpa
pertolongan darinya tentu penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat dan juga salam semoga selalu terlimpahkan kepada baginda tercinta
kita yakni Nabi Muhammad SAW yang mana beliau lah yang membawa kita selaku umatnya
dari zaman gelap gulita hingga zaman terang menerang seperti saat ini semoga kelak kita bisa
mendapatkan syafa’atnya di yaumul qiyamah nanti.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yakni untuk memenuhi tugas makalah yang
berjudul “Adab Membaca Al-Qur’an dan Berdoa” pada mata kuliah Materi Akidah Akhlak
di Madrasah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi penulis
dan juga bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Dr. Jaja Nurjanah, M.A., selaku
dosen bidang studi mata kuliah Materi Fiqih di Madrasah yang telah memberikan tugas ini
semoga bisa menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis berharap kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi
dikemudian hari. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 21 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Adab Membaca Al-Qur’an..............................................................................................3

1. Pengertian Membaca Al-Qur’an.....................................................................................3

2. Perintah Membaca Al-Qur’an.........................................................................................3

3. Adab Membaca Al-Qur’an..............................................................................................4

B. Adab Berdoa....................................................................................................................9

1. Pengertian........................................................................................................................9

2. Adab Berdoa..................................................................................................................10

BAB III PENUTUP..................................................................................................................13

A. Simpulan.......................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw melalui malaikat jibril yang merupakan mukjizat terbesar sepanjang sejarah
manusia. Bagi siapa yang membaca Al-Qur’an sekalipun tidak memahami maknanya,
terhitung sebagai ibadah dan mendapatkan balasan pahala yang sangat besar
sebagaimana dijelaskan dalam hadits Qudsi artinya diriwayatkan oleh Abu Said,
Rasulullah Saw bersabda “Allah Swt berfirman: siapa-siapa yang disibukkan dari
memohon kepada-Ku karena membaca Al-Qur’an, maka Aku akan berikan dia
sebaik-baik ganjaran orang yang bermohon. Kelebihan firman Allah Swt dari semua
perkataan adalah seperti kelebihan Allah Swt dari semua mahkluk-Nya.”
Dari hadits di atas, jelas sekali bahwa Al-Qur’an memiliki posisi yang sangat
mulia sebagai sebaik-baik kitab suci dan sekaligus pedoman hidup bagi umat
manusia. Karena kemuliaan Al-Qur’an dan untuk mendapatkan ganjaran pahala yang
besar.
Al-Qur’an merupakan kitab suci, dimana diperlukan adab-adab dalam
membaca Al-Qur’an ataupun berdoa kepada Allah Swt. Karena Allah Swt tidak akan
menerima amal yang dilakukan dengan maksud tujuan lain, tetapi Allah akan
menerima amal yang dilakukan dengan ikhlas, tulus, dan benar-benar maksud tujuan
dan kemurniannya untuk dilakukan hanya kepada Allah Swt.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengertian dari membaca Al-Qur’an?
2. Bagaimana perintah membaca Al-Qur’an?
3. Bagaimana adab membaca Al-Qur’an?
4. Bagaimana adab berdoa?

1
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas penulis menentukan tujuan makalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui tentang pengertian dari membaca Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui tentang perintah membaca Al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui tentang adab membaca Al-Qur’an.
4. Untuk mengetahui tentang adab berdoa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Adab Membaca Al-Qur’an


1. Pengertian Membaca Al-Qur’an
Membaca dalam bahasa Arab adalah qira’ah. Ia merupakan bentuk masdar
dari qara’a. Kata Al-Qur’an juga merupakan bentuk masdar kedua dari qara’a yang
artinya memadukan atau mengumpulkan. Menurut sebagian ulama hal yang demikian
itu karena Al-Qur’an merupakan kumpulan dari kitab suci-kitab suci terdahulu bahkan
merupakan muara dari seluruh ilmu pengetahuan.1
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) membaca berarti
melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, baik melisankannya atau hanya di
dalam hati. Dengan demikian membaca bukan hanya sekedar menyuarakan tetapi
masuk juga di dalamnya tadabbur atau memahami dan mengkaji.
Sementara Al-Qur’an secara terminology berarti firman Allah Swt yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat jibril secara berangsur-
angsur, dan yang membacanya merupakan ibadah.

2. Perintah Membaca Al-Qur’an


Allah Swt telah menurunkan Al-Qur’an agar manusia membaca dan
melakukan tadabbur terhadapnya. Kelebihan Al-Qur’an dibandingkan dengan kitab
suci lainnnya adalah terpelihara keorisinalitasannya. Oleh karena itu Allah Swt
memerintahkan manusia untuk membacanya, baik berdasarkan Al-Quran atau Sunnah
Nabi. Di dalam Al-Quran Al-‘Alaq ayat 1 Allah Swt berfirman :

Artinya:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”. (QS.


Al ‘Alaq : 1)

Sementara di dalam hadits adalah hadits riwayat Abu Umamah:

3. Adab Membaca Al-Qur’an


1
Kementrian Agama. 2016. Akidah Akhlak: Kelas XII. Jakarta: Kementerian Agama, hlm 180.

3
Adab menurut bahasa adalah sopan santun, penggerak, keindahan dan
perlakuan baik.2 Adab juga diartikan sebagai etika jiwa dan moral. 3 Adab menurut
istilah ialah melatih jiwa dan memperindah akhlak dan menjadikan segala sesuatu itu
terpuji, mengeluarkan manusia kepada kemuliaan dari berbagai kemuliaan. Adab erat
kaitannya dengan tingkah laku, bertatakrama dalam berdiri dan duduk, berperangai
baik dan bersifat terpuji. 4

Adab yaitu berpegang kepada akhlak yang baik dengan kata lain berperangai
baik, yaitu melakukan hal-hal terpuji baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Segolongan lain berpendapat: adab adalah memperlakukan makhluk/sesama dengan
kebenaran yang tercermin dalam kenyataan.

Setiap perbuatan yang dilakukan manusia memerlukan etika dan adab untuk
melakukannya, terlebih lagi membaca Al-Qur’an yang memiliki nilai yang sangat
sakral dan beribadah agar mendapat rida dari Allah Swt. yang dituju dalam ibadah
tersebut.
Membaca Al-Qur’an tidak sama seperti membaca koran atau buku-buku lain
yang merupakan kalam atau perkataan manusia belaka. Membaca Al-Qur’an adalah
membaca firman-firman Allah Swt dan berkomunikasi dengan Allah Swt, maka
seseorang yang membaca Al-Qur’an seolah-olah berdialog dengan Allah Swt.
Agar bacaan yang dibaca berkualitas dan khusu’, maka seorang muslim harus
memperhatikan adab-adab membaca Al-Qur’an sebagai berikut:5
1. Adab Sebelum Membaca al-Qur’an
a. Bersiwak (Menggosok Gigi)
Selayaknya seorang qari (pembaca) jika akan membaca Al-Qur’an
membersihkan giginya terlebih dahulu, baik dengan cara bersiwak (memakai
kayu arok) atau cara lain, misalnya menyikat gigi. 6 Seseorang yang hendak
membaca Al-Qur’an hendaklah membersihkan kotoran yang ada dalam
mulutnya, yaitu dengan membersihkan kotoran-kotoran yang masih melekat

2
Majiduddin Abu Tahir bin Ya’qub al Fairuz Ibadi, Al-Qamus al-Muhit Juz 1 (Cet.VIII; Beirut: Muassa
al-Risalah Li Taba’ah wa al-Nasyrwa al-Tauzi, 1426H/2005M), hlm 58.
3
Abu Nasr Isma’il bin Hammad al Jauhari al-Farabi, Al-Sihah Taj al-lugah wa Sihah al- ‘Arabiyah juz 1 (Cet.
IV; Beirut: Dar al-‘Ilm Li al-Malayin, 1407 H/ 1987M), hlm 82.
4
Salih bin Abdillah bin Hamid, Nadrah al-Na’im fi Makarim Akhlak al-Rasul al-Karim Juz 2 (Cet. IV; Jeddah:
Dar al-Wasilah li al-Nasyr wa al-Tauzi, t.th), hlm 141.
5
Kementrian Agama. 2016. Akidah Akhlak: Kelas XII. Jakarta: Kementerian Agama, hlm 180.
6
Abu Zakariya Yahya bin Syarafuddin Al-Nawawi, Al-Tibyan Fi Adab Al-Quran, terj. Tramana Ahmad Qasim,
Adab Mengajarkan Al-Quran (Cet. I; Jakarta: Hikmah, 2001), hlm 71.

4
pada gigi, guna menghilangkan bau mulut dan membersihkannya dari sisa-sisa
makanan, baik dengan bersiwak (memakai kayu arak) atau menggunakan sikat
gigi.
Banyak riwayat yang menjelaskan pentingnya untuk membersihkan
mulut dengan bersiwak antara lain: Artinya: “Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah Saw. bersabda: “Sekiranya tidak memberatkan ummatku atau
manusia, niscaya aku akan perintahkan kepada mereka untuk bersiwak
(menggosok gigi) pada setiap kali hendak shalat." (HR. Bukhari: 838)
b. Suci dari Hadas Besar dan Kecil
Salah satu adab yang sangat perlu diperhatikan ketika ingin membaca
Al-Qur’an adalah bersuci dari hadas kecil maupun besar dan bersih dari segala
najis sebab yang akan dibaca adalah perkara yang mulia dan suci.
Imam Malik juga berkata “tidak diperbolehkan seseorang membawa
Al-Qur'an dengan menentengnya atau dengan membungkusnya kecuali dia
dalam keadaan suci. Jika hal itu diperbolehkan maka ia harus membawanya
dengan penuh kehati-hatian, namun yang demikian masih dimakruhkan.
Terlebih lagi dengan orang yang membawanya dengan tidak dalam keadaan
suci, hal itu dilakukan sebagai penghormatan terhadap Al-Qur'an.7
Demikian pula dengan orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan
berhadas kecil, maka menurut kesepakatan umat Islam hal itu diperbolehkan,
tapi dikatakan bahwa ia melakukakn perbuatan makruh dan meninggalkan
sesuatu yang utama. Sementara seseorang yang berhadas besar (seperti junub
dan haid) diharamkan untuk membaca Al-Qur’an, sedikit ataupun banyak.8
c. Niat Membaca dengan Ikhlas
Seseorang yang membaca Al-Qur’an hendaknya berniat yang baik
yaitu niat beribadah yang ikhlas karena Allah untuk mencari ridha Allah,
bukan mencari ridha manusia atau agar mendapatkan pujian darinya.9
Ikhlas adalah upaya memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-
benar hanya terarah kepada Allah semata, sedang sebelum keberhasilan usaha

7
Malik bin Anas bin Malik bin A’mir al-Asbaha al-Madani, Muwatta al-Imam Malik, juz. I. hlm 199.
8
Abu Zakariya Yahya bin Syarafuddin Al-Nawawi, Al-Tibyan Fi Adab Al-Quran, terj. Tramana Ahmad
Qasim, Adab Mengajarkan Al-Quran, hlm 72-73.
9
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at, Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at As}im Dari Hafash. hlm 40.

5
itu, hati masih diliputi atau dihinggapi oleh sesuatu selain Allah, misalnya
pamrih dan semacamnya.10
Seseorang yang membaca Al-Qur’an hendaknya hadir dalam hatinya
bahwa ia sedang berdialog dengan Tuhan dan membaca kitab suci-Nya. Jadi
seorang yang membaca Al-Qur’an seolah-olah menghadap kepada Tuhan, ia
melihat-Nya atau Tuhan melihatnya.11
d. Memilih Tempat yang Pantas dan Suci
Tidak seluruh tempat sesuai untuk membaca Al-Qur’an, ada beberapa
tempat yang tidak sesuai untuk membaca Al-Qur’an seperti WC, kamar mandi
pada saat buang air, di jalanan dan di tempat-tempat kotor. 12 Hendaknya
pembaca Al-Qur’an memilih tempat yang suci dan tenang seperti masjid,
mushola, rumah atau tempat yang dipandang pantas dan terhormat, sesuai
dengan kondisi Al-Qur’an yang suci dan merupakan firman Allah Swt. Yang
Maha Suci.13 Maka sangat relevan jika lingkungan pembaca mendukung
kesucian tersebut. Karena sejatinya tempat sangatlah mendukung kekhusyukan
pembaca dalam menghayati makna Al-Qur’an begitupun dengan yang
mendengarkannya.
e. Menghadap Kiblat dan Berpakaian Sopan
Pembaca Al-Qur’an disunnahkan menghadap kiblat secara tenang,
menundukkan kepala, dan berpakaian yang sopan seolah-olah pembaca
berhadapan dengan Allah Swt. untuk bercakap-cakap dan berdialog dengan-
Nya.14

2. Adab Ketika Membaca Al-Qur’an


a. Membaca Isti’azah
Seseorang yang akan membaca Al-Qur’an maka hendaknya membaca
isti’azah (memohon perlindungan Allah Swt.), yaitu mengucapkan a’uzu
billahi minasysyaitanirrajim (aku berlindung kepada Allah Swt. dari gangguan

10
M. Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. XV. (Cet. III; Ciputat:
Lentera Hati, 2005), hlm 445-446.
11
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at, Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at As}im Dari Hafash, hlm
40.
12
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at, Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at As}im Dari Hafash, hlm
41-42.
13
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at, Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at As}im Dari Hafash, hlm
41-42
14
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at, Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at Asim Dari Hafash, hlm. 42.

6
setan yang terkutuk), demikian pendapat mayoritas ulama.15 Disunnahkan
membaca ta’awuz terlebih dahulu sebelum membaca al-Qur’an sebagaimana
firman Allah Swt., dalam QS. Al-Nahl ayat 98 yang artinya: “Apabila kamu
membaca Al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah
dari syaitan yang terkutuk.”16
Sebelum membaca Al-Qur’an haruslah membaca ta’awuz terlebih
dahulu, dengan demikian membaca ta’awuz hanya dikhususkan untuk yang
akan membaca Al-Qur’an saja. Membaca bacaan-bacaan selain Al-Qur’an
seperti membaca buku, kitab, koran dan yang lainnya tidak perlu dengan
ta’awuz cukuplah membaca basmalah saja.
b. Membaca dengan Tartil
Tartil artinya membaca Al-Qur’an dengan perlahan-lahan dan tidak
terburu-buru dengan bacaan yang baik dan benar sesuai dengan makharij al-
huruf dan sifat-sifatnya sebagaimana yang dijelaskan dalam ilmu Tajwid.
Makharij al-huruf artinya membaca huruf-hurufnya sesuai dengan tempat
keluarnya seperti di tenggorokan, kerongkongan, di tengah lidah, antara dua
bibir dan hidung.17 Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Muzammil ayat 4 yang
artinya: “Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al-Qur’an itu dengan
perlahan-lahan.”18
Para ulama juga berpendapat, membaca satu juz secara tartil lebih baik
daripada membaca dua juz secara cepat dengan tempo waktu yang sama
dengan membaca bacaan secara tartil. Dianjurkannya membaca secara tartil
dimaksudkan untuk pendalaman, karena yang demikian itu lebih dekat dengan
pengagungan dan lebih berpengaruh di dalam hati. Anjuran ini, lebih
ditekankan kepada non Arab yang kurang memaknai maknanya.19
c. Merenungkan Makna Ayat yang Dibaca
Merenungkan makna ayat-ayat Al-Qur’an merupakan adab membaca
Al-Qur’an, yaitu dengan menggerakkan hati untuk memahami kata-kata dalam
Al-Qur’an, sehingga cahaya Al-Qur’an bisa sampai ke hati. Allah Swt.
15
Abu Zakariyah Yahya bin Syarafuddin, al-Tibyan fi adab Hamalat al-Qur’an (Cet. I: Bandung: al-Bayan.
1996), hlm 86.
16
Kementerian Agama RI, Mushaf al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemah Disertai Tema Penjelasan
Kandungannya, hlm 279.
17
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at, Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at Asim Dari Hafash, hlm 43.
18
Kementerian Agama RI, Mushaf al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemah Disertai Tema Penjelasan
Kandungannya, hlm 575.
19
Yusuf al-Qardawi, Kayfa Nata’amal Ma’a al-Qur‘an al-‘Azim (Cet.IX; Kairo: Dar alSyuruq, 2013), hlm 159.

7
berfirman dalam QS. Sad ayat 29 yang artinya: “Kitab (Al-Qur’an) yang
Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah agar mereka memperhatikan
ayat-ayat-Nya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat
pelajaran.”20
d. Khusyu’ wa Khudu’
Khusyu’ wa Khudu’ artinya merendahkan hati dan seluruh anggota
badan kepada Allah Swt. sehingga Al-Qur’an yang dibaca mempunyai
pengaruh bagi pembacanya. Ayat-ayat yang dibaca mempunyai pengaruh rasa
senang, gembira dan banyak berharap ketika mendapati ayat-ayat tentang
rahmat atau tentang kenikmatan. Demikian juga ayat-ayat yang dibaca
mempunyai pengaruh rasa takut, sedih dan menangis ketika ada ayat-ayat
ancaman.21
Banyak di antara ulama yang menghabiskan semalam penuh atau
sebagian besar dari malam untuk merenungkan ayat yang dibacanya,
kemudian di antara mereka menangis lantaran hanyut dan menghayatinya.
Menangis dalam membaca Al-Qur’an adalah sifat orang-orang khusyuk.
Seseorang yang membacanya tidak bisa membuat hatinya khusyu’,
matanya menangis dan jiwanya bersedih, hendaklah dia memaksakannya dan
berusaha semaksimal mungkin untuk itu. Inilah yang dituntut saat membaca
Al-Qur’an dan saat mendengarnya.
e. Memperindah Suara
Di antara adab-adab membaca Al-Qur’an sebagaimana yang sudah
disepakati ialah membaguskan suara bacaan. Tidak diragukan bahwa Al-
Qur’an adalah baik, dan bahkan merupakan puncak kebaikan, sehingga suara
yang bagus bisa menambah kebaikan Al-Qur’an, agar ia lebih dapat
menggetarkan hati dan jiwa. Ulama menyatakan apabila membaca Al-Qur’an
dianjurkan untuk memperbaiki suara dan melagukannya dengan baik, selama
bacaan itu tidak keluar daripada mad bacaan yang sepatutnya. Jikalau
seseorang berlebihan dalam membaca Al-Qur’an sehingga menambah satu
huruf atau pun menghilangkannya maka hukumnya adalah haram.
f. Menyaringkan Suara

20
Kementerian Agama RI, Mushaf al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemah Disertai Tema Penjelasan
Kandungannya, hlm 456.
21
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at, Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at Asim Dari Hafash, hlm 45.

8
Membaca dengan suara nyaring (jahar) lebih utama daripada pelan
(sirr). Suara yang nyaring dan kencang itu akan dapat menggugah hati yang
sedang tidur agar ikut merenungkan maknanya, akan tambah semangat
membacanya dan bermanfaat bagi pendengar lain. Di samping itu, seseorang
yang memperdengarkan suara bacaan pada telinga sendiri akan dapat
mengoreksi bacaan tersebut dan lebih berpengaruh kepada renungannya.
Kecuali, jika dikhawatirkan riya, tidak ikhlas atau mengganggu orang lain
yang sedang shalat tentunya pelan lebih afdal.22

B. Adab Berdoa
1. Pengertian
Doa berarti permohonan, harapan dan memuji kepada Allah Swt. Doa
dilakukan oleh manusia karena manusia meyakini ada kekuatan besar yang
memberikan andil dalam kehidupan, yaitu Allah Swt.
Doa menurut Ibnu al-Qayyim doa merupakan sebab yang paling kuat dalam
menolak sesuatu yang tidak diinginkan dan merupakan sebab terkuat bagi sesuatu
yang diinginkan. Doalah yang menolak, mengobati dan mencegah timbulnya musibah
bahkan melenyapkan atau meringankan musibah itu sendiri karena doa merupakn
senjata bagi seorang mukmin. Allah Swt menganjurkan manusia untuk berdoa dan Ia
menyatakan bahwa diri-Nya dekat.23 Dalam hal ini Allah Swt berfirman:
ِ

Artinya: “Dan apabila hambahambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, Maka


(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, Maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintahKu) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran”. (QS. Al Baqarah : 186)

Rasulullah Saw juga menganjurkan untuk berdoa. Di dalam hadits qudsi


Rasulullah Saw bersabda:

22
Abdul Majid khon, Praktikum Qira’at, Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at Asim Dari Hafash, hlm 47-48.
23
Kementrian Agama. 2016. Akidah Akhlak: Kelas XII. Jakarta: Kementerian Agama, 183.

9
Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. berkata: Rasulullah Saw bersabda
sesungguhnya Allah Swt berfirman: “Aku berada di sisi prasangka hambaKu
denganKu dan Aku bersamanya apabila ia berdoa kepadaKu”. (HR. Muslim)

Doa terbagi menjadi dua macam, yaitu: Doa masalah dan doa ibadah. Doa
masalah ialah permohonan seorang hamba akan hal-hal yang bermanfaat baginya atau
agar terhindar dari kerusakan. Sementara doa ibadah adalah memohon kepada Allah
Swt dengan berlaku ikhlas kepada-Nya dalam beribadah untuk mendapatkan apa yang
ia inginkan atau agar ia terhindar dari suatu kejahatan yang akan menimpanya. Hanya
saja dua hal ini sesungguhnya terkait dengan kuat.

2. Adab Berdoa
Imam al-Ghazali menyatakan ada 10 hal adab berdoa:
a. Berdoa di Waktu-Waktu Khusus
Waktu-waktu khusus yang dimaksud seperti hari ‘Arafah yang jatuh
pada tanggal 9 Dzulhijah, Ramadhan satu bulan penuh, hari jum’at dan waktu
sahur atau sepertiga akhir malam.24
b. Berdoa Pada Kondisi Tertentu
Kondisi yang dimaksud seperti berdoa saat turun hujan, akan
melaksanakan shalat lima waktu, jedah di antara adzandan iqamahdan saat
bersujud. Sebenarnya waktu-waktu yang memudahkan terkabulnya doa
kembali pada kondisi yang ada. Misalnya ketika waktu sepertiga malam di
mana waktu itu adalah waktu yang sunyi yang tepat untuk berdoa sehingga
bisa menjadi khusu’.
c. Menghadap Kiblat
Dalam berdoa hendaklah seseorang menghadap kiblat karena ini
adalah arah yang dituju oleh orang yang hendak beribadah kepada Allah Swt.
Selain itu hendaklah doa dilakukan dengan mengangkat kedua tangan dengan
merenggangkan keduanya sejajar dengan bahu sehingga warna putih yang ada
pada kedua ketiaknya terlihat. Selain itu seseorang disarankan untuk
mengusap kedua wajahnya. Dalam hal ini Umar R.A. berkata: “Rasulullah
Saw apabila memanjangkan tangannnya dalam berdoa, maka ia tidak

24
Kementrian Agama. 2016. Akidah Akhlak: Kelas XII. Jakarta: Kementerian Agama, 184.

10
mengembalikan pada posisi semula sampai ia mengusap wajahnya dengan
kedua tanggannya”.
d. Melirihkan Suara di Antara Suara Pelan Sekali dan Keras
Melirihkan suara artinya dalam berdoa tidak dilakukan dengan berdiam
atau berdoa di dalam hati. Tidak juga dilakukan dengan suara keras atau
dengan berteriak-teriak. Lakukanlah doa dengan suara yang sedang apalagi
bila doa dengan berjamaah.
e. Tidak Berdoa dengan Kalimat yang Dibuat-buat
Dalam berdoa sebaiknya dilakukan dengan doa-doa yang ma’tsur atau
doa-doa yang terdapat di dalam Al-Qur’an atau berasal dari Rasulullah Saw.
Hal ini dilakukan karena terkadang seseorang dalam berdoa memohon sesuatu
yang sesungguhnya tidak mengandung maslahahbagi dirinya.
f. Tunduk dan Khusu’
Posisi seseorang yang berdoa di hadapan Alalh Swt seperti posisi
seorang atasan dan bawahan. Karena doa memang sejatinya permohonan dari
seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan demikian diperlukan ketertundukan
dan khusu’. Khusu’ dalam berdoa diperlukan karena saat itu memang yang
pantas dilakukan. Jika seseorang khusu’, niscaya Allah Swt senang dan
mengabulkan doanya.25
g. Berdoa dengan Tekad yang Kuat dan Yakin akan Terkabul
Dalam berdoa seseorang dianjurkan agar yakin dengan terkabulnya doa
yang dipanjatkan. Oleh karena itu saat berdoa hendaklah tidak menggunakan
kata-kata yang kurang meyakinkan seperti kata apabila Engkau menghendaki
Ya Allah. Kata-kata tersebut memiliki kesan bahwa yang berdoa kurang yakin
akan terkabulnya doa.
h. Mengokohkan Doa dan Mengulang-ulangnya
Di dalam berdoa hendaklah dilakukan denagn memperkokoh posisi
doa. Agar doa menjadi kokoh, maka doa sebaiknya diulang beberapa kali. Hal
ini memberikan kesan bahwa doa yang dipanjatkan dilakukan dengan serisu
dan sungguh-sungguh. Dengan demikian doa yang panjatkan akan cepat
dikabaulkan oleh Allah Swt.
i. Memulai Doa dengan Memuji Allah Swt

25
Kementrian Agama. 2016. Akidah Akhlak: Kelas XII. Jakarta: Kementerian Agama, 185.

11
Seseorang yang berdoa hendaklah memulai doanya dengan berdzikir
kepada Allah Swt lalu membaca shalawat kepada Rasulullah Saw. Kurang etis
apabila dalam berdoa langsung dimulai dengan permohonan, sebab
bagaimanapun Allah Swt merupakan Dzat yang Maha Agung yang syarat
dengan pujian.
j. Mensucikan Bathin
Di antara adab berdoa yang tidak kalah pentingnya adalah kesucian
bathin. Etika berdoa seperti ini kurang diperhatikan oleh seseorang yang
berdoa. Padahal salah satu kunci terkabulnya doa ada di sini. Kesucain bathin
ini dapat dilakukan dengan bertaubat dan berupaya mengembalikan kezaliman
yang pernah dilakukan dan bersemangat di dalam berdoa.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

12
Membaca dalam bahasa Arab adalah qira’ah. Ia merupakan bentuk masdar
dari qara’a. Kata Al-Qur’an juga merupakan bentuk masdar kedua dari qara’a yang
artinya memadukan atau mengumpulkan. Sementara Al-Qur’an secara terminology
berarti firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui
malaikat jibril secara berangsur-angsur, dan yang membacanya merupakan ibadah.
Allah Swt memerintahkan manusia untuk membacanya, baik berdasarkan Al-
Quran atau Sunnah Nabi. Di dalam Al-Quran Al-‘Alaq ayat 1 Allah Swt berfirman :

Artinya:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”. (QS. Al


‘Alaq : 1)
Membaca Al-Qur’an tidak sama seperti membaca koran atau buku-buku lain
yang merupakan kalam atau perkataan manusia belaka. Membaca Al-Qur’an adalah
membaca firman-firman Allah Swt dan berkomunikasi dengan Allah Swt, maka
seseorang yang membaca Al-Qur’an seolah-olah berdialog dengan Allah Swt. Adab-
adab membaca Al-Qur’an, yaitu: membaca isti’azah, membaca dengan tartil,
merenungkan makna ayat yang dibaca, khusyu’ wa khudu’, memperindah suara,
menyaringkan suara, menghadap kiblat dan berpakaian sopan, serta memilih tempat
yang pantas dan suci.
Imam al-Ghazali menyatakan ada 10 hal adab berdoa, yaitu; berdoa di waktu-
waktu khusus, berdoa pada kondisi tertentu, menghadap kiblat, melirihkan suara di
antara suara pelan sekali dan keras, tidak berdoa dengan kalimat yang dibuat-buat,
tunduk dan khusu’, berdoa dengan tekad yang kuat dan yakin akan terkabul,
mengokohkan doa dan mengulang-ulangnya, memulai doa dengan memuji Allah Swt,
dan mensucikan bathin.

13
DAFTAR PUSTAKA

al-Majidih, Abdussalam Muqbil. Idzhab Al-Hazan wa Syif’ As-Sadr As-Saqim fi’Ta’lim


Al-Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam Ashabahu Radiyallahu Anhum Fadail wa Adab
wa Ahkam Tilawah wa Tajwid Al-Qur’an Al-Karim. Terj. Azhar Khalid bin Seff
dan Muh. Hidayat, Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada para
Sahabat. Cet. I; Jakarta: Dar al- Falah, 2008.

al-Qardawi, Yusuf Kayfa Nata’amal Ma’a al-Qur‘an al-‘Azim. Cet. IX; Kairo: Dar al-
Syuruq, 2013.

Kementrian Agama. 2016. Akidah Akhlak: Kelas XII. Jakarta: Kementerian Agama.

Khon, Abdul Majid Praktikum Qira’at. Keanehan Bacaan Al-Qur’an, Qira’at Asim Dari
Hafash. Cet. I; Jakarta: Ahzam, 2008.

Malik bin Anas bin Malik bin A’mir al-Asbaha al-Madani. Muwatta al-Imam Malik, Juz.
I. Beirut: Dar Ihyau al-Turas al-‘Araby, 1406 H/1985M.

Salih bin Abdillah bin Nadrah al-Na’im fi Makarim Akhlak al-Rasul al-Karim Juz 2. Cet.
IV; Jeddah: Dar al-Wasilah li al-Nasyr wa al-Tauzi, t.th. 141.

Shihab, M. Quraish. Secercah Cahaya Ilahi, Hidup Bersama al-Qur’an. Cet.1; Bandung:
Mizan Media Utama, 2007.

Syarafuddin, Abu Zakariyah Yahya. al-Tibyan fi adab Hamalat al-Qur’an. Cet. I:


Bandung: al-Bayan, 1996.

Syarafuddin, Abu Zakariyah Yahya. al-Tibyan fi adab Hamalat al-Qur’an. Cet. I:


Bandung: al-Bayan, 1996.

14

Anda mungkin juga menyukai