Anda di halaman 1dari 19

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA


DARUSSALAM - BANDA ACEH

BAHAN SEMINAR PROPOSAL

Judul :Pengaruh Beberapa Jenis Biochar dan Dosis Biochar pada


Media Tanam terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma
cacao L.)

Pemrasaran : Deby Susana/ 1605101050023


Pembimbing : 1. Ir. Agam Ihsan Hereri, M.P
2. Dr. Zaitun SP., Msi
Penguji : 1. Ir. Rita Hayati, S.P., M.Si
2. Ir. Erida Nurahmi, MP
3. Rika Husna S.P., M.P
Hari /Tanggal : Senin /19 Oktober 2020
Jam : 14.00 s/d selesai WIB
Tempat : Ruang Seminar Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1930 Kakao (Theobroma cacao L.) adalah salah satu komoditi
perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Kakao
(Theobrema cacao L.) juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri. Berdasarkan data dari BPS (2016), jumlah produksi
kakao di Indonesia pada 2012 s/d 2015 yaitu 740,51 ribu ton, 720,86 ribu ton, 728,40
ribu ton, dan 661,2 ribu ton. Hal ini mengindikasikan peran penting kakao baik
sebagai sumber lapangan kerja maupun pendapatan bagi petani. Areal dan produksi
kakao Indonesia juga terus meningkat pesat pada dekade terakhir, dengan laju 5,99%
tahun-1 (Ditjenbun, 2009).

Tanaman kakao saat ini sangat penting sebagai salah satu penghasil devisa
negara, penyediaan lapangan kerja, penyediaan bahan baku industri, dan sumber
pendapatan petani (Badan Litbang Pertanian 2007). Menurut Askindo (2012), pada
tahun 2011 ekspor biji kakao Indonesia sebesar 210.066 ton dengan nilai US$
1.614.496.350, sedangkan kakao olahan sebesar 178.951 ton dengan nilai US$
676.900.401. Mandfaat dan nilai kakao sangat besar yang diperoleh dari berbagai
aspek, sehingga mendorong pemerintah untuk terus megembangkan komoditas kakao.
Permasalahn yang dihadapi dalam pengembangan kakao yaitu produktivitas yang
masih rendah, yang baru mencapai 900 kg ha-1 tahun-1. Sedangkan potensi yang harus
dicapai lebih dari 2000 kg ha-1 tahun-1 (Rubiyo 2011).

Indonesia merupakan wilayah yang beriklim tropis, dengan intensitas curah hujan
yang tinggi, sangat mempengaruhi pembentukan tipe tanahnya. Umumnya tipe tanah
yang mendominasi lahan yang ada di Indonesia merupakan jenis tanah ultisol atau
dikenal dengan nama podsolik merah kuning (PMK). Jenis tanah ini merupakan
bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Tanah ultisol
sering digunakan sebagai lahan pertanian untuk jenis tanaman perkebunan. Pada
kondisi ini, upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman, sering kali terkendala
oleh sifat fisikokimia tanah tanah jenis ultisol ini. Hal tersebut disebabkan karena
tingkat pencucian yang tinggi, sebagai akibat intensitas curah hujan yang besar.
Selain itu faktor aliran permukaan (run off) juga mengakibatkan penurunan
kandungan bahan organik yang cepat merupakan salah satu kendala fisik pada tanah
ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Keadaan ini
menyebabkan kesuburan tanah ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan
bahan organik pada lapisan atas. Erosi (run off) menyebabkan kemunduran sifat kimia
dan fisika tanah seperti hilangnya unsur hara dan bahan organik tanah. Selain itu juga
berpengaruh terhadap kemampuan tanah menahan air dan menurunkan kapasitas
infiltrasi tanah serta meningkatkan kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah (Arsyad,
2010).
Secara umum lahan perkebunan kakao di Indonesia didominasi oleh perkebunan
rakyat yang saat ini rata rata umur tanamannya sudah tua dan harus menjalani
peremajaan dan penggantian tanaman dengan tanaman muda (replanting).
Keberhasilan usaha replanting tanaman kakao juga sangt dipengaruhi oleh kualitas
bahan tanam yang digunakan. Bahan tanam yang baik biasanya akan adaptif dengan
lingkungan tumbuhnya. Hal demikian diperlukan lingkungan tumbuh (media tanam)
yang optimal bagi pertumbuhan bibit kakao yang vigor (Rubiyo dan Siswanto 2012).
Media tanam merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pertumbuhan
dan perkembangan bibit kakao. Kesuburan media tanam dapat diperbaiki atau
ditingkatkan dengan cara pemberian bahan amelioran (pembenah tanah) baik organik
maupun anornaik. Bahan tersebut dapat berupa pupuk, maupun penggunaan
mikroorganisme (biostimulan). Hasil penelitian Hendrata dan Sutardi (2010), jenis
media tanam dapat meningkatkan tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang serta
panjang akar bibit kakao. Selain itu frekuensi penyiraman 3 hari sekali juga
memberikan pengaruh yang lebih baik dalam memperbaiki pertumbuhan dan
perkembangan bibit kakao.
Biochar atau arang hitam merupakan salah satu bahan pembenah tanah yang
dapat memperbaiki baik sifat fisik maupun kimia tanah. Bahan ini merupakan hasil
dari proses pembakaran biomassa. Biomassa yang digunakan umumnya merupakan
limbah pertanian atau perkebunan. Proses pembakan terhadap biomassa tersebut
dilakukan dalam keadaan oksigen terbatas, sehingga hasil pembakaran yang diperoleh
masih kandungan karbon yang tinggi (Mulyati et al., 2014) . Pemberian biochar ke
dalam tanah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki atau meningkatkan
kesuburan tanah terutama yang digunakan untuk budidaya. Pengaplikasian biochar ke
dalam tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah baik sifat fisik, kimia maupun
biologi tanah, sehingga tanaman yang sedang diusahalan dapat lebih optimal
pertumbuhan da perkembangannya (Gani, 2009).
Bahan untuk mebuatbiochat dapat digunakan limbah pertanin seperti ranting,
tempurung kelapa, jerami, sekam padi, kulit kakao dan lain sebagainya. Pengaruh
biochar terhadap produktivitas tanaman bergantung pada sumber bahan baku dan
jumlah penggunaannya. Penelitian menunjukkan, pemberian 4 - 8 ton karbon (C) per
hektar meningkatkan produktivitas tanaman sebesar 20-220%, bergantung pada
komoditas yang dibudidayakan (Gani, 2009). Selanjutnya Rostaliana, dkk. (2012),
pemanfaatan biochar 12 ton/ha memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan
kualitas tanah, yaitu berat volume dan K tersedia, selain itu juga berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman jagung. Sejumlah studi yang dilakukan melaporkan efek
positif dari aplikasi biochar ke tanaman pangan dengan dosis 5-50 ton/ha dengan
pengelolaan yang tepat, ini merupakan kisaran yang besar, akan tetapi seringkali
beberapa kisaran penggunaan dosis tertinggi menunjukkan hasil terbaik (Adi, 2013).

Biochar berbahan baku dari limbah bambu dapat memperbaiki kualitas tanah
dengan berbagai cara, antara lain meningkatkan porositas, BV dan ketersediaan air,
meningkatkan pH, C-Organik, K, dan KTK, mengurangi pencucian N, dan
meningkatkan aktivitas populasi mikroba. Pengaruh biochar bambu di tanah terhadap
sifat biologi, kimia dan fisik sangat kompleks, sehingga perlu dilakukan kajian
biochar hingga diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman meningkat secara
signifikan. Hasil penelitian Rona, (2014) menunjukkan bahwa pemberian biochar
(sekam dan tempurung) dengan dosis 2,5 ton ha-1dan kompos 12,5 ton ha -1 cenderung
menghasilkan tinggi tanaman cabai yang lebih baik dari perlakuan lainnya.

Tingginya berat basah total dan berat kering oven total per tanaman pada dosis
biochar 10 tha-1 diduga disebabkan biochar mampu memperbaiki kesuburan tanah,
efek biochar pada kesuburan tanah mencakup peningkatan porositas tanah, kapasitas
menahan air, penambahan nutrisi, dan meningkatnya aktivitas mikroba di dalam
tanah. Sifat-sifat tanah ini sangat penting dalam mendorong pertumbuhan awal dan
merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti terlihat bahwa pada perlakuan
dosis biochar 10 tha-1 memberikan tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas daun per
tanaman tertinggi. Meningkatnya jumlah daun dan luas daun dapat meningkatkan laju
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena jumlah cahaya yang dapat di
intersepsi dalam proses fotosintesis untuk membentuk bahan kering tanaman akan
semakin meningkat (Situmeang dan sudewa, 2013). menurut gani (2009) Pemberian
biochar sampai 20 ton/ha dapat memperbaiki sifat fisik tanah sehingga tanaman
dengan mudah menyerap unsur hara baik yang tersedia maupun yang ditambahkan
untuk menunjang pertumbuhan tanaman.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Apakah penggunaan beberapa jenis biochar dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan bibit tanaman kakao.
2. Apakah dosis biochar berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit tanaman kakao.
3. Apakah ada interaksi antara jenis biochar dan dosis biochar yang digunakan
terhadap pertumbuhan bibit kakao.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis dan dosis biochar
serta interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan bibit tanaman kakao.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang
pengaruh jenis biochar dan dosis terhadap pertumbuhan bibit tanaman kakao.

1.5 Hipotesis
1. Jenis biochar berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit tanaman kakao.
2. Dosis biochar berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit tanaman kakao.
3. Terdapat interaksi antara jenis biochar dan dosis yang digunakan terhadap
pertumbuhan bibit tanaman kakao.
BAB II. METODE PENELITIAN

2.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini akan dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh. Penelitian ini direncanakan akan
dilakukan pada bulan Oktober 2020 sampai Januari 2021.

2.2 Alat dan Bahan


2.2.1 Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital,
kalkulator (Citizen 12 digit), jangka sorong ukuran 300mm (akurasi 0,01 mm),
ayakan tanah (ukuran 9 mesh), oven (Memmert 300oC), kamera 20 MP, gembor 10
liter, pisau, cangkul, gunting kertas, dan alat tulis.

2.2.2 Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao yang
berasal dari buah kakao varietas lokal, yang diperoleh dari kebun kakao rakyat di
Pidie, tanah top soil Ultisol (±30 cm), yang diperoleh dari Kebun Percobaan Fakultas
Pertanian Unsyiah Sektor Timur Kopelma Darussalam, pasir sungai, pupuk NPK
Mutiara (16:16:16), abu gosok (abu sekam padi) yang diperoleh dari hasil produksi
Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala,
biochar bambu 5 kg, biochar kayu pulai 5 kg, biochar batok kelapa 5 kg, pestisida
Decis (Deltametrin), fungisida Mankozeb, polybag semai (baby polybag), polybag
(volume 5 liter), paranet hitam (60%), pondok bibit ukuran 3x3 meter, label nama,
plastik sungkup transparan dan amplop coklat ukuran A4.

2.3 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial
3x4 dengan 3 ulangan. Ada dua faktor yang diteliti, yaitu jenis Biochar (B) dan dosis
biochar (K).
Faktor jenis Biochar (B) terdiri atas 3 taraf, yaitu :
B1 = Biochar bambu
B2 = Biochar kayu pulai
B3 = Biochar batok kelapa

Faktor dosis Biochar terdiri atas 4 taraf, yaitu :


K0 = Biochar 0 ton ha-1
K1 = Biochar 10 ton ha-1 (25 g polybag-1 )
K2 = Biochar 20 ton ha-1 (50 g polybag-1 )
K3 = Biochar 30 ton ha-1 (75 g polybag-1 )
Dengan demikian tedapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan maka
didapat 36 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 3 tanaman sehingga
secara keseluruhan terdapat 108 tanaman. Adapun Susunan kombinasi perlakuan
antara jenis biochar dan dosis pupuk kandang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan Jenis Biochar Dan Dosis Biochar.
No Kombinasi Jenis Biochar Dosis Biochar (ton ha-1)
Perlakuan
1. B1K0 Biochar bambu
2. B2K0 Biochar kayu pulai 0
3. B3K0 Biochar batok kelapa
4. B1K1 Biochar bambu
5. B2K1 Biochar kayu pulai 10
6. B3K1 Biochar batok kelapa
7. B1K2 Biochar bambu
8. B2K2 Biochar kayu pulai 20
9. B3K2 Biochar batok kelapa
10. B1K3 Biochar bambu
11. B2K3 Biochar kayu pulai 30
12. B3K3 Biochar batok kelapa

Model matematika rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Yijk = µ + βi + Mj + Kk + (MK)jk + ɛijk
Dimana:
Yijk = Hasil pengamatan dari faktor jenis biochar (B) pada taraf ke-j dan
faktor dosis Biochar (K) pada taraf ke-k dalam ulangan ke-i
µ = Nilai rata-rata umum
βi = Pengaruh ulangan pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3)
Mj = Pengaruh jenis biochar pada taraf ke-j (j = 1,2,3)
Kk = Pengaruh dosis biochar pada taraf ke-k ( k = 1, 2, 3,4)
(MK)jk = Pengaruh interaksi antara faktor jenis biochar (B) taraf ke-j dengan
faktor dosis biochar (K) pada taraf ke-k
ɛijk = Pengaruh galat dari faktor K pada taraf ke-j dan faktor D pada taraf ke-k
pada kelompok ke-i

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji F dan apabila menunjukkan
berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Beda nyata Jujur (BNJ) pada taraf
5% (BNJ0,05) yaitu:
KTA
BNJ0,05 = q0,05 (p.dbA)
√ r
Keterangan:
BNJ0,05 = Beda nyata jujur pada taraf 5%
q0,05 = Nilai baku q pada taraf 5% jumlah perlakuan dan derajat bebas acak
(tabel Q)
dbA = Derajat bebas acak
KTA = Kuadrat tengah acak
r = Jumlah ulangan

2.4 Pelaksanaan Penelitian


2.4.1 Persiapan Lahan dan Naungan
Persiapan areal tempat pembibitan dilakukan dengan membersihkan areal
penanaman untuk diletakkan polybag bibit kakao. Kemudian dibuat pondok tempat
naungan menggunakan paranet untuk menjaga bibit kakao dari cahaya matahari
langsung. Pada areal percobaan, polybag bibit kakao disusun dengan jarak 30 cm x 30
cm antar polybag dan 50 cm x 50 cm antar blok.

2.4.2 Persiapan Media Tanam


Media tanam yang digunakan adalah tanah top soil dari jenis tanah ultisol, dan
biochar arang tempurung kelapa, arang bambu, dan arang kayu pulai. Tanah dikering
anginkan selama 2 hari. Kemudian tanah dan biochar diayak menggunakan ayakan
pasir dengan ukuran 8 mesh agar sisa-sisa kotoran dan akar dapat dipisahkan.
Kemudian biochar dan tanah ditakar sesuai dengan perlakuan yang akan dicobakan,
kemudian dicampur ke dalam polibag bibit. Media tanam yang sudah siap disiram
sampai keadaan kapasitas lapang. Setelah diisi air media ditutup menggunakan plastik
sampai 14 hari. Media tanam ini dibuat sebanyak 108 polybag.

2.4.3 Persiapan Benih dan Penyemaian


Benih diperoleh dari buah kakao yang telah masak (hijau kekuningan sampai
kuning). Buah dibelah, diambil bijinya 2/3 bagian tengah dari pod buah. Lendir (pulp)
buah dihilangkan secara manual dengan menggunakan abu gosok sampai kesat,
kemudian dicuci sampai bersih, dan dikering anginkan 15-30 menit. Tahapan
selanjutnya penyemaian benih di dalam polybag semai (baby polybag) pada media
campuran tanah dan pasir berdasarkan volume yang telah di tetapkan, dengan cara
meletakkan benih kakao dengan posisi tempat keluar akar mengarah kedalam tanah.

2.4.4 Pemindahan Bibit


Bibit kakao dapat dipindahkan ke media tanam setelah berumur 14 hari atau
ketika daun sudah berjumlah 4 helai. Pemindahan bibit kakao harus dilakukan dengan
sangat hati-hati agar akar tunggang tidak sampai putus. Setelah dipindahkan, bibit
disiram secara rutin 2 kali sehari agar tidak layu. Pemindahan dilakukan pada sore
hari. Sebelum pemindahan bibit, terlebih dahulu dilakukan pengukuran awal terhadap
tinggi tanaman, diameter pangkal batang, dan jumlah daun.

2.4.5 Pemupukan
pemupukan dilakukan menggunakan pupuk NPK mutiara sebagai pupuk dasar
sebelum penanaman bibit kakao dengan dosis 2,5 g polybag-1. Pemupukan dilakukan
pada saat membuat/persiapan media tanam.

2.4.6 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan pada proses pembibitan kakao meliputi kegiatan
penyulaman terhadap bibit yang mati ataupun yang pertumbuhannya abnormal,
penyiraman 2 kali sehari pagi dan sore menggunakan gembor. Penyiangan gulma
dilakukan secara mekanis yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh di dalam
polybag dan di areal pembibitan. Pengendalian hama dan penyakit pada bibit tanaman
kakao, jika bibit terindikasi sakit, dapat dilakukan dengan pemberian pestisida atau
fungisida yaitu menyemprotkan pestisida Decis bahan aktif Deltametrin dengan
konsentrasi 1 ml L-1 air dan fungisida bahan aktif Mankozeb dengan konsentrasi 1 g L-
1
air.

2.4.8 Pembongkaran Tanaman


Pembongkaran tanaman dilakukan pada 90 HST yang bertujuan untuk
melakukan pengamatan yaitu menghitung panjang akar, volume akar, berat
berangkasan segar dan berat berangkasan kering.

2.5 Parameter Pengamatan


2.5.1 Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)
Pengamatan pertambahan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur
bibit dari pangkal bibit yang sudah ditandai, sampai dengan titik tumbuh tertinggi dan
untuk menhindari kekeliruan dalam pengukuran maka dibuat patok setinggi 1 cm dari
leher akar. Kemudian tinggi bibit yang diperoleh dikurangi dengan tinggi bibit pada
saat awal ditanam. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada umur 30, 60 dan 90
HST.

2.5.2 Pertambahan Diameter Pangkal Batang (mm)


Pengamatan diameter pangkal batang dilakukan dengan cara mengukur bagian
pangkal batang menggunakan jangka sorong. Perhitungan dilakukan dengan cara hasil
pengukuran akhir dikurangi dengan hasil pengukuran awal diameter pangkal batang.
Pengamatan ini dilakukan pada 30, 60 dan 90 HST.

2.5.3 Pertambahan Jumlah Daun Bibit-1 (helai)


Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 30, 60 dan 90 HST.
Perhitungan jumlah daun dilakukan pada helai daun yang sudah berkembang
(membuka) dengan sempurna dengan cara mengurangi jumlah daun pada saat
pengamatan dengan jumlah daun awal.

2.5.4 Panjang Akar (cm)


Panjang akar dihitung pada akhir pengamatan yaitu pada umur 90 HST. Panjang
akar diukur menggunakan meteran. Polibag bibit dibuang, bibit dan media tanam
dimasukkan ke dalam ember yang berisi air, secara perlahan pisahkan media tanam
dari akar. Setelah semua sisa media tanam terpisah, akar bibit dicuci sampai bersih,
dan dikeringanginkan sebelum bibit diukur dengan meteran.

2.5.5 Volume Akar (ml)


Pengamatan volume akar dilakukan dengan cara memasukkan akar kedalam gelas
ukur yang berisi air dalam jumlah tertentu, kemudian dihitung selisih angka antara
volume air sebelum dan setelah dimasukkan akar sampai batas leher akar.

2.5.6 Berat Berangkasan Segar (g)


Berat berangkasan segar tanaman dihitung pada umur 90 HST menggunakan
timbangan digital dan segera dilakukan ketika tanaman sudah bersih dari kotoran dan
sisa media tanam.

2.5.7 Berat Berangkasan Kering (g)


Untuk menghitung berat berangkasan kering, terlebih dahulu tanaman kakao
dikering anginkan. Setelah itu barulah tanaman kakao dikeringkan menggunakan oven
dengan suhu 60oC selama 2x24 jam atau hingga mencapai berat konstan. Selanjutnya
tanaman kakao yang sudah kering ditimbang menggunakan timbangan digital.
Pengukuran berat berangkasan kering dilakukan pada umur 90 HST.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, R.K., 2013. Biochar sang pembenah
tanah.http://bbppbinuang.info/news23-.html. 10 Mei 2013

Arsyad Sitanala, (2010). Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua, IPB Press. Bogor

Askindo. 2012. Standarisasi Kakao Indonesia. Asosiasi Indusatri kakao Indonesia.


Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao.
Edisi 2. Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian. Jakarta.

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2016. Produksi Tanaman Kakao Indonesia 2012-2015
(Ton).https://www.bps.go.id/index.php/publikasi/index?Publikasi%5BtahunJud
%5D=&Publikasi%5BkataKunci%5D=kakao&yt0=Tampilkan ( 5 Juli 2020).

Ditjenbun. 2009. Kakao, Statistik Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan


Jakarta.

Ditjenbun, 2010. Kakao, Statistik Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan


Jakarta.

Gani A. 2009. Potensi arang hayati Biochar sebagai komponen teknologi perbaikan
produktivitas lahan pertanian. Iptek Tanaman Pangan 4(1): 33-48

Hendrata, R., dan Sutardi. 2010. Evaluasi media dan frekuensi penyiraman terhadap
pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal Agronomi. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Yogyakarta.

ICCO.2011. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol: XXXVII (2)

Karmawati, E., Zainal, M., Syakir, M., Joni, M., Ketut, A., Rubiyo. 2010. Budidaya
dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Mulyati, Baharudin A.B., Tejowulan S., Muliatiningsih. 2014. Penggunaan biochar


limbah pertanian sebagai Pembenah Tanah (Soil ameliorant) Untuk
meningkatkan produktivitas lahan pada tanaman kedelai. Seminar Nasional:
Pengelolaan Lahan Terdegradasi Pada Tanggal 5 Maret 2014. Mataram.
Rostaliana, P. Prawito, P., dan Turmudi, E., 2012. Pemanfaatan Biochar untuk
perbaikan kualitas tanah dengan indikator tanaman jagung hibrida dan padi gogo
pada sistem lahan tebang dan bakar. Naturalis-Jurnal penelitian Sumberdaya
Alam dan Lingkungan. Vol. 1 No. 3. Univ. Bengkulu.

Rubiyo. 2011. Bahan Tanam dan Metode Perbanyakan Kakao. Prosiding Seminar
Teknologi Budidaya Tanaman Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan
pertanian. Jakarta.

Rubiyo , dan Siswanto. 2012. Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao


(Theobroma cacao L.) di Indonesia. Buletin RISTRI Vol 3 (1). (hal 44-45).

Situmeang, Y.P. dan Sudewa, K.A. 2013. Respon Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
jagung pada Aplikasi Biochar Limbah Bambu. Prosiding Seminar Nasional.
Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa. Denpasar.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi Varietas

Nama Varietas : Lokal


Hasil Persilangan : F1 x Upper Amazone Hybrida
Tajuk : Sedang dan Merata
Produktivitas : 1.766 kg/ha/tahun
Berat Buah : 634 g
Panjang Buah : 18,7 cm
Lebar Buah : 8,6 cm
Rata-rata Jumlah Buah/Pohon : 57
Jumlah Biji/Buah : 47
Rata-rata Jumlah Biji/Buah : 45
Berat Biji Basah/Buah : 172 g
Berat Rata-rata Biji Basah/Butir : 2,71 g
Berat Rata-rata Biji Kering/Butir : 1,15 g
Kadar Lemak Biji : 56%
Warna Daun : Merah
Warna Batang : Coklat
Tajuk Tanaman : Sedang
Ukuran Biji : Sedang
Bentuk Buah : - Bulat lonjong
: - Warna buah sebelum masak hijau
: - Warna buah setelah tua merah jingga
: - Ujung buah agak tumpul
Ketahanan Penyakit : Moderat terhadap Penyakit Busuk Buah
Lampiran 2. Bagan Penelitian

Blok II Blok I Blok III

B1K0 B3K0 B2K2

U
B2K1 B3K1 B1K2

B2K3 B1K0 B3K1

B1K3 B2K2 B2K0

B3K2 B2K1 B2K3

B3K0 B3K1 B3K1

B1K1 B2K0 B3K2

B2K0 B2K3 B1K3

B3K1 B3K2 B1K1

B1K2 B1K3 B2K1

B3K1 B1K1 B3K0

B2K2 B1K2 B1K0

Keterangan :
B1 = Biochar bambu
B2 = Biochar kayu pulai
B3 = Biochar batok kelapa
K0 = Biochar 0 tha-1
K1 = Biochar 10 tha-1 (25 g/polybag)
K2 = Biochar 20 tha-1 (50 g/polybag)
K3 = Biochar 30 tha-1 (75 g/polybag
Lampiran 3. Diagram Alur Penelitian

Persiapan Lahan dan Naungan

Persiapan Media Tanam

Persiapan Benih

Pengecambahan Benih

Pemindahan Benih

Pemupukan

Pemeliharaan

Pembongkaran

Pengamatan

Analisis Data

Laporan Penelitian
Lampiran 4. Perhitungan Pupuk

Volume 1 ha = Luas lahan x kedalaman top soil


= 10.000 m2 x 0,2 m
= 2.000 m3
= 2.000.000 kg

Volume polybag = 5 kg

Volume Polybag
Kebutuhan Pupuk/polybag = x dosis pupuk anjuran
Berat tanah per ha
5 kg
= x 1000 kg ha-1
2.000.000 kg
= 0.0025 kg ha-1
= 2.5 g

Kebutuhan pupuk NPK = Kebutuhan pupuk x jumlah polybag


= 2.5 g x 108
= 270 g
= 0.27 kg
Lampiran 5. Perhitungan Biochar

Volume 1 ha = Luas lahan x kedalaman top soil


= 10.000 m2 x 0,2 m
= 2.000 m3
= 2.000.000 kg
Volume polybag = 5 kg

Volume Polybag
 Kebutuhan biochar/polybag = x dosis pupuk anjuran
Berat tanah per ha
5 kg
= x 10000 kg ha-1
2.000.000 kg
= 0.025 kg ha-1
= 25 g
Kebutuhan biochar 10 tha-1 = Kebutuhan pupuk x jumlah polybag
= 25 g x 99
= 2475 g
= 2.475 kg

Volume Polybag
 Kebutuhan biochar/polybag = x dosis pupuk anjuran
Berat tanah per ha
5 kg
= x 20000 kg ha-1
2.000.000 kg
= 0.05 kg ha-1
= 50 g
Kebutuhan biochar 20 tha-1 = Kebutuhan pupuk x jumlah polybag
= 50 g x 99
= 4950 g
= 4.950kg

Volume Polybag
 Kebutuhan biochar/polybag = x dosis pupuk anjuran
Berat tanah per ha
5 kg
= x 10000 kg ha-1
2.000.000 kg
= 0.075 kg ha-1
= 75 g
Kebutuhan biochar 30 tha-1 = Kebutuhan pupuk x jumlah polybag
= 75 g x 99
= 7425 g
= 7.425 kg

Anda mungkin juga menyukai