gelombang penyelewengan terhadap kitab Taurat, Imran tetap teguh mengajarkan dan mengamalkannya dengan benar. Ia sama sekali tidak mau berkolaborasi dengan rahib-rahib lain yang memilih memanfaatkan isi Taurat untuk mengeruk keuntungan duniawi. Di antara perilaku para rahib ‘nakal’ itu adalah mereka menarik semacam infak atau zakat, tetapi nyatanya mereka menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri. Suatu hari, doa Imran dan Hanah terkabul. Dalam usia yang tak muda lagi, Hanah hamil. Sungguh, itulah janji Allah yang akan mengabulkan pinta hamba-hamba-Nya. “Suamiku, kelak anak ini akan aku serahkan untuk mengabdi di Baitul Maqdis. Biarlah ia menjadi manusia yang dekat kepada Allah,” kata Hanah saking senangnya. Rasa syukur ia ungkapkan dalam sebentuk nazar untuk menyerahkan anaknya kelak di jalan Allah. “Mengapa engkau bicara begitu? Baitul Maqdis hanya dihuni oleh laki-laki. Bagaimana jika anak kita perempuan?” tanya Imran dengan gusar. Ia adalah seorang pengajar Taurat di Baitul Maqdis. Ribuan santri yang berada di majelis ilmu itu semuanya laki-laki. Nyatanya, anak Imran dan Hanah benar-benar terla- hir perempuan. Nazar harus ditepati. Bayi mungil yang di- beri nama Maryam itu pun diserahkan ke Baitul Maqdis. Tak lama kemudian, Hanah meninggal dunia sedangkan Imran telah mendahuluinya menghadap Sang Khaliq ketika Maryam masih berada dalam kandungan.
Sesuci Maryam binti Imran | 3
Maryam kecil berada dalam asuhan pamannya, yaitu Nabi Zakaria. Beliau adalah salah satu pengajar Taurat di Baitul Maqdis. Demi keselamatan dan keamanan Maryam, Nabi Zakaria membuatkan mihrab tersendiri. Tiada seorang pun boleh masuk ke dalamnya kecuali Nabi Zakaria dan Yusuf An-Najar yang beliau percayai untuk mengantarkan makanan. Begitulah, Ukhti. Sejak kecil, Maryam binti Imran ber- ada dalam lingkungan yang kental oleh nuansa keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sehari-hari, Maryam melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang beribadah ke- pada Allah. Sejak kecil pula, ilmu yang pertama-tama di- terimanya adalah tentang Allah maka tak heran jika ia pun tumbuh sebagai remaja yang dekat dengan Allah. Hatinya suci dari ingar-bingar keburukan dunia. Perilakunya terja- ga dari perbuatan yang mengundang dosa. Maryam telah ‘mengenal’ Allah sejak ia mulai bisa melihat, mendengar, berbicara, dan berjalan. Nama Allah terikat kuat dalam jiwa dan raganya sehingga langkahnya tak pernah lepas dari aturan-Nya. *** Subhanallah... Menelisik kembali sepenggal kisah Maryam di atas membuat hati saya bergetar. Dunia saat ini telah berubah dengan sangat cepat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serupa banjir yang tak dapat dibendung. Dunia kita dijejali dengan segala kesenangan duniawi yang mengasyikkan.
4 | Salihah ala 4 Wanita Penghuni Surga
Proiil Penulis enulis adalah seorang ibu rumah tangga yang
P menetap di Kota Kediri, Jawa Timur. Ia tinggal di
desa Setonorejo bersama suami tercinta, Muchid Zaenal, serta dua permata hati; Rumaisha R. Zahra dan Rumi A. Maulana. Menulis adalah salah satu jalan bagi penulis untuk berbagi kebaikan agar kelak menjadi ladang pahala di hadapan Allah, serta warisan berharga untuk anak cucunya kelak. Bagi yang ingin bersilaturahmi lebih dekat, silakan menghubungi akun Facebook Ririn Rahayu Astutiningrum atau Instagram ririn_astutiningrum.