Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. E DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN AKIBAT DEMAM
TYPOID DI RSUD CILILIN TAHUN 2021

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas stase keperawatan medikal bedah

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelasaikan makalah dengan judul “Laporan Pendahuluan Dan Laporan Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny. E Dengan Gangguan Sistem Pencernaan
Akibat Demam Typoid Di Rsud Cililin Tahun 2021” ini dengan tapat waktu dan
tanpa halangan yang berarti. Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas stase keperawatan


medikal bedah serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis
dan para pembaca khususnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak yaitu bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan
adanya kritik maupun saran sebagai perbaikan dalam penulisan selanjutnya.

Cililin, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................ 1
1.3. Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................... 3
2.1. Definisi Demam Thypoid................................................................... 3
2.2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan................................................ 3
2.3. Etiologi............................................................................................... 7
2.4. Manifestasi Klinis............................................................................... 8
2.5. Patofisiologis...................................................................................... 9
2.6. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 11
2.7. Penatalaksanaan.................................................................................. 13
2.8. Komplikasi.......................................................................................... 13
2.9. Konsep Teori Asuhan Keperawatan................................................... 14
BAB III KASUS ASUHAN KEPERAWATAN........................................... 17
3.1. Pengkajian.......................................................................................... 17
3.2. Diagnoasa Keperawatan..................................................................... 23
3.3. Intervensi Keperawatan...................................................................... 24
3.4. Implementasi Keperawaan.................................................................. 27
3.5 Evaluasi Keperawatan........................................................................ 29
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 31
4.1. Kesimpulan......................................................................................... 31
4.2. Saran................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang cepat
yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan
erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini
sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia. ( Widodo Djoko, 2009 )
Didunia pada tanggal 27 September 2011 sampai dengan 11 Januari 2012
WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderita Typhoid dan 214 orang
meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah maupun
sekolah akan tetapi tidak menutup kemugkinan juga menyerang orang dewasa.
Demam Typhoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan
masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan seperti
lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umun yang kurang serta perilaku
masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik. Telaah kasus di rumah sakit
besar di Indonesia kasus Demam Typhoid menunjukan kecenderungan meningkat
dari tahun ke tahun. ( Sudoyo, 2006 ) Masalah yang timbul pada pasien demam
typhoid yaitu kemungkinan pada usus halus anatara lain, perdarahan usus,
perforasi usus. Prioritas pada luar usus antara lain, bronkopnemonia, typhoid
ensefalopati, miningitis. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian
pada penderita demam typhoid.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi demam thypoid?
2. Bagaimana anatomi fisiologis sistem pencernan?
3. Apa etiologi demam thypoid?
4. Bagaimana manifestasi klinis demam thypoid?

1
5. Bagaimana patofisiologi demam thypoid?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada demam thypoid?
7. Bagaimana penatalaksanaan demam thypoid?
8. Bagaimana komplikasi demam thypoid?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypoid?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi demam thypoid.
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologis sistem pencernaan.
3. Untuk mengetahui etiologi demam thypoid.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis demam thypoid
5. Untuk mengetahui patofisiologi demam thypoid.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada demam thypoid.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan demam thypoid.
8. Untuk mengetahui komplikasi demam thypoid.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan demam
thypoid.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang di sebabkan
oleh Salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Typhoid adalah penyakit
infeksi bakteri pada usus halus, dan terkadang pada aliran darah, yang
disebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B
dan C, yang terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis dan
septicemia (Ardiansyah, 2012).
Typhoid ialah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran
pencernaan yang ditandai dengan demam yang berlangsung lebih dari satu
minggu, gangguan pencernaan dan bisa sampai terjadi gangguan kesadaran.
(Arfiana & Lusiana A, 2016).
Kesimpulan dari pengertian diatas dapat disimpulkan, typhoid
merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri usus halus
Salmonella typhi dengan ditandai panas berkepanjangan dan dapat pula
menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan serta gangguan kesadaran,
yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS SISTEM PENCERNAAN

3
Pencernaan makanan adalah proses mengubah makanan, dari ukuran
besar menjadi ukuran yang kecil dan halus. Proses tersebut juga meliputi
pemecahan molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang lebih
sederhana dengan bantuan enzim dan organ-organ pencernaan. Zat makanan
yang sudah dicerna akan diserap oleh tubuh. Proses pencernaan makanan
pada tubuh manusia dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :
1. Proses pencernaan mekanik
Proses mengubah makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi
bentuk kecil dan halus.
2. Proses pencernaan kimiawi
Proses mengubah makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat
yang lebih sederhana dengan bantuan enzim.
Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat
pencernaan makanan. Alat-alat pencernaan dapat dibedakan menjadi saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan.
1. Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima
makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap tubuh. Proses
pencernaan meliputi proses mengunyah, menelan, dan mencampur
dengan enzim-enzim yang diproduksi, mulai dari mulut sampai anus.
a. Mulut
Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam
mulut. Rongga mulut merupakan bagian pertama dari tabung
pencernaan. Fungsi utamanya adalah untuk melayani sebagai
pintu masuk dari saluran pencernaan dan untuk memulai proses
pencernaan dengan air liur dan tenaga penggerak dari
pencernaan bolus ke faring. Bagian-bagian mulut meliputi :
bibir, rongga mulut, palatum, faring, gigi, lidah dan kelenjar
ludah.

b. Kerongkongan

4
Kerongkongan (esophagus) merupakan saluran penghubung
antara rongga mulut dengan lambung. Kerongkongan berfungsi
sebagai jalan bagi makanan yang telah dikunyah dari mulut
menuju lambung. Otot kerongkongan dapat berkontraksi secara
bergelombang, sehingga mendorong makanan masuk ke dalam
lambung, gerakan kerongkongan ini disebut gerak peristalsis.
Gerak ini terjadi karena otot yang memanjang dan melingkari
dinding kerongkongan mengerut secara bergantian.
c. Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak
disebelah kiri rongga perut. Ini adalah tempat sejumlah proses
pencernaan berlangsung. Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu
bagian atas (kardiak), letaknya berdekatan dengan hati dan
berhubungan dengan kerongkongan, bagian tengah (fundus),
yang berbentuk membulat, serta bagian bawah (pylorus), yang
berhubungan langsung dengan usus dua belas jari Ujung kardiak
dan pylorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur masuk
dan keluarnya makanan ke dan dari lambung.
d. Usus halus
Usus halus (intestinium) merupakan tempat penyerapan sari
makanan dan tempat terjadinya proses pencernaan yang paling
panjang. Usus halus terdiri dari, usus duabelas jari (duodenum),
usus kosong, usus penyerap (jejenum), dan usus penyerap
(ileum)
e. Usus besar
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa,
bersama dengan lender akan menuju ke usus besar menjadi
feses, didalam usus besar terdapat bakteri Escherichia Coli.
Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa makanan
menjadi feses.
f. Anus

5
Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.
Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu
pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka
otot spinker rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
2. Saluran pengeluaran limbah
a. Hati
Hati adalah organ serta kelenjar terbesar dari tubuh manusia.
Hati terletak di rongga perut, yaitu ruang yang berada diantara
dada dan daerah panggul. Dengan kata lain hati terletak tepat
dibawah diafragma, di kuadran kanan atas perut. Fungsi hati
adalah membantu dalam sintesis berbagai zat penting seperti
sintesis glukosa dan gliserol. Organ ini juga membantu
metabolisme lemak dan protein tertentu.
b. Ginjal
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh yang berfungsi
menyaring racun dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Selain fungsi tersebut, ginjal juga bekerja menghilangkan
limbah yang dihasilkan melalui proses metabolisme. Ginjal juga
membantu dalam mengontrol produksi sel darah merah dengan
mengeluarkan hormone yang disebut dengan eritropietin. Selain
dengan mendukung produksi sel darah merah, ginjal juga
membantu dalam merangsang vitamin D. Ginjal memainkan
peran penting dalam menjaga tekanan darah dan volume darah.
c. Pancreas
Pancreas terletak di belakang lambung dan dibagian belakang
perut. Panjang organ ini 15 cm dan berbentuk seperti ikan atau
tabung. Ada kelompok sel yang berbeda, disebut sebagai Pulau
Langerhans, yang menyusun pancreas. Kelompok sel tersebut
termasuk sel – sel beta, sel gamma, sel-sel alfa dan sel-sel delta.
Masing-masing ini memiliki fungsi tertentu dalam tubuh. Sel
alfa bertanggungjawab dalam memproduksi glucagon sedangkan

6
sel beta penting dalam produksi insulin. Glucagon
mempertahankan jumlah glukosa diantara waktu makan. Insulin
memungkinkan glukosa yang diambil oleh sel-sel yang berbeda
di dalam tubuh untuk digunakan. Somatostatin, protein atau
hormon yang membantu mengatur system saraf dan system
endokrin, dilepaskan oleh sel –sel delta pancreas, serta oleh
beberapa sel-sel dari otak dan anus. Sel gamma berfungsi untuk
membantu dalam pengurangan nafsu makan.
d. Kandung empedu
Kandung empedu atau gallbladder adalah tempat cairan empedu
dikumpulkan sebelum di sekresikan kedalam usus halus. Cairan
empedu adalah cairan pencerna berwarna kuning kehijauan yang
dihasilkan oleh hati. Kandung empedu merupakan kantong otot
kecil yang memiliki bentuk seperti buah pir dengan panjang 7-
10 cm dan merupakan membrane berotot. Terletak di dalam
fossa dari permukaan visceral hati (Kirnanoro dan Maryana,
2014)

C. ETIOLOGI
Typhoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella thyposa/Eberthela
thyposa yang merupakan mikroorganisme pathogen yang berada di jaringan
limfatik usus halus, hati, limpa, dan aliran darah yang terinfeksi. Kuman ini
berupa gram negative yang akan nyaman hidup dalam suhu tubuh manusia.
Kuman ini akan mati pada suhu 70o C dan dengan pemberian antiseptic.
Masa inkubasi penyakit ini antara 7-20 hari. Namun, ada juga yang
memiliki masa inkubasi paling pendek yaitu 3 hari, dan paling panjang yaitu
60 hari. (Marni,
2016).

Salmonella thyphosa memiliki 3 macam antigen yaitu :


1. Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatic antigen (tidak menyebar)

7
2. Antigen H : Hauch ( menyebar ), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
3. Antigen V : Kapsul, merupakan kapsul yang menyelimuti tubuh
kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis. (Marni, 2016)
Padila (2013) dalam buku yang di tulis Dewi dan Meira (2016)
menyampaikan bahwa Salmonella parathyphi terdiri dari 3 jenis yaitu A, B,
dan C. ada dua sumber penularan Salmonella thyphi yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam
tinjadan air kemih selama lebih dari satu tahun. (Dewi & Meira, 2016).

D. MANIFESTASI KLINIS
Dewi dan Meira (2016) mengungkapkan gejala klinis penyakit
typhoid pada anak biasanya lebih ringan dibandingkan penderita dewasa.
Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat hari,
jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, jika infeksi melalui
minuman maSa tunas terlama berlangsung 30 hari. Selama masa inkubasi,
mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul
dengan gejala – gejala klinis sebagai berikut :
1. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat
febris remitten dan suhu tidak seberapa tinggi. Minggu pertama suhu
meningkat setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
pada sore dan malam hari. Minggu kedua pasien terus berada dalam
keadaan demam. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan
normal pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah
tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai
tremor, anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen

8
kembung, hepatomegali, dan splenomegli, kadang normal, dapat
terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi
spoor, koma, atau gelisah. (Ardiansyah, 2012)
Menurut pendapat Padila dari buku yang di tulis Dewi dan Meira
(2016) masa tunas typhoid adalah sekitar 10-14 hari dengan rincian sebagai
berikut :
1. Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari
dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri
kepala, anoreksia, dan mual, batuk, epistaksis, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut.
2. Minggu ke – 2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam,
bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi),
hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran. (Dewi dan Meira,
2016)

E. PATOFISIOLOGIS
S. typhi penularan melalui oral (makanan atau minuman yang
terkontaminasi) Melewati “barrier” asam lambung, Melewati “barrier” usus
halus, Menempel dan masuk ke dalam sel epitel usus halus,bergerak kearah
baso lateral, keluar dari epitel usus halus, masuk ke lamina propia
Fenomena “KUDA TROYA” menimbulkan bakteremia I yang asimtomatik.
Selain melalui lapisan sel epitel usus halus, S. typhi masuk lewat sel M yang
berada diatas “Plaque de Peyer” usus halus, Bakteremia I terjadi 24 – 72
jam setelah infeksi,Sebagian S. typhi dalam makrofag keluar dari sirkulasi
masuk ke dalam jaringan organ nonlimfoid berkembangbiak. S. typhi yang
ada dalam makrofag dapat bertahan hidup & berkembangbiak didalam
fagosom makrofag. Sel mengalami lysis S.typhi keluar ke peredaran darah

9
umum menimbulkan bakteremia II yang simtomatis (Bachrudin M & Najib
M. 2016).
Dalam hal ini system makrofag memiliki peran penting dalam
penyebaran dari kuman Salmonella typhi yang merupakan bakal penyakit
typhoid. Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dilambung dan sebagian lagi lolos masuk kedalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel sel epitel (terutama sel-
M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang
biak dan difagositkan oleh sel-sel fagosit terutama magrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak didalam magrofag dan selanjutnya dibawa ke
plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik (Baratawidjaja dan Iris, 2012).
Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu di eksresikan secara intermitten ke dalam usus
halus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang
kembali, karena makrofag yang telah teraktvasi, hiperaktif; maka saat
fogositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, gangguan vaskular,
mental, dan koagulasi. Didalam plak payeri makrofag hiperaktif
menimbukan reaksi hyperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat

10
terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear
di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi
(Baratawidjaja dan Iris, 2012).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut pendapat
Padila (2013) dalam buku yang di tulis oleh Dewi dan Meira (2016) terdiri
dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literature dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leucopenia dan limpositosis relative tetapi kenyataannya
leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-
batas normal.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOPT dan SGPT pada klien typhoid sering kali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan adanya penyakit
typhoid, tetapi bila biakan darah negative tidak menutup kemungkinan
juga tetap dapat terjadi penyakit typhoid. Hal ini karena hasil biakan
darah tergantung dari beberapa factor yaitu ;
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah saat demam tinggi, yaitu pada saat
bakterimia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

11
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif
pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibody dalam darah klien, antibody ini dapat
menekan bakterimia sehingga biakan darah negative.
d. Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan
obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
trerhambat dan hasil biakan mungkin negative.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibody (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella
thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
dilaboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutini dalam serum klien yang disangka menderita typhoid
(Dewi dan Meira, 2016).
5. Uji Typhidot
Uji thypidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang
terdapat pada protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif
pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadapa
antigen s.typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa
(Dewi dan Meira, 2016).

12
G. PENATALAKSANAAN
1. Non farmakologi
a. Bed rest
b. Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa
makanan rendah serat.
2. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari.
b. Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian, intervena saat belum dapat minum obat, selama 21
hari, atau amoksisilan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2-3 kali pemberian oral selama 14 hari.
c. Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50
mg/kgBB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari,
sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.
d. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon
(Nurarif & Kusuma , 2015).

H. KOMPLIKASI
1. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu :
1. Perdarahan usus
Tanda adanya perdarahan hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak

13
terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan
terjadi pada bagian distal ileum.
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut
yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan
nyeri pada tekanan.
2. Komplikasi diluar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia)
yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain. Terjadi karena
infeksi sekunder, yaitu bronkopneumia. Dehidrasi dan asidosis dapat
timbul akibat masukan makanan yang kurang dan perspirasi akibat
suhu tubuh yang tinggi (Arfiana & Arum Lusian, 2016).

I. MANAGEMEN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kaji pasien tentang penyediaan air bersih, kebersihan individu
dalam kebiasaan makan, minum, sanitasi lingkungan, Riwayat
vaksinasi, Penyakit Thyfoid berhubungan dengan ominalis
sebelumnya, Riwayat keluhan sekarang : lesu, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, sakit waktu menelan, perasaan tidak enak
diperut,
Suhu badan pada sore dan malam hari, Riwayat pengobatan anti
mikroba suhu badan meningkat, bradikardi relative, lidah yang khas
(kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus (akumulasi udara dalam intestin),
gangguan kesadaran : somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis.
2. Diagnosis keperawatan

14
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien typhoid adalah :
a. Resiko ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan hipertermi dan muntah.
b. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari
berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan
dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
(Bachrudin M & Moh. Najib. 2016).
3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan hipertermi dan muntah.
Tujuan ; Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Dengan Kriteria hasil : Membran mukosa bibir lembab, tanda-
tanda vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi dan Rerpiratory Rate)
dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering,
turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh.
2) Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam,
3) Catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan
distorsi lambung.
4) Anjurkan pasien minum banyak ± 2000-2500 cc per hari,
5) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K,
Na, Cl) dan
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
a. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat

15
Tujuan ; Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak
terjadi
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji pola nutrisi pasien, kaji makan yang di sukai dan tidak
disukai pasien,
2) Monitor asupan makanan, berat badan dan hasil
pemerikasaan laboratorium.
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet Bantu
klien mengidentifikasi jenis makanan rendah selulosa
4) Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau
hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung,
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik
seperti (ranitidine).
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella
thypi
Tujuan ; Hipertermi teratasi
Kriteria hasil ; Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal
bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang
berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi Keperawatan :
1) Observasi suhu tubuh pasien, dan kadar elektrolit pasien.
2) Berikan lingkungan yang dingin
3) Beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah
axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas,
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat
menyerap keringat seperti katun,
5) Anjurkan klien untuk minum banyak (2-3 lt/hari)
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti
piretik.
7) Berikan antibiotik sesuai resep (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018)

16
BAB II
LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. E


DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN AKIBAT DEMAM
TYPOID DI RSUD CILILIN TAHUN 2021

Nama : Ny. E Nrm : 82***9


Ruangan : Rawat Inap Tgl Mrs : 18/10/21
Kamar : Ar-Rauf Tgl Pengkajian : 18/10/21

A. PENGKAJIAN
1. Identifikasi
a. Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
S Perkawinan : kawin
Agama/Suku : Islam
Warga Negara : Indonesia
Bahasa : Indonesia dan Sunda
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Lain - lain
Alamat : Kp. Cihurang
Dx Medik : Demam Typoid
b. Penangung Jawab
Nama : Tn. H
Alamat : Kp. Cihurang

17
Hub dgn Pasien : Suami
2. Keadaan Umum
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh demam sudah satu minggu
b. Riwayat Kesehaan Sekarang
Pasien mengatakan tubuhnya demam sejak satu minggu
yang lalu, kemudian keluarga pasien membawa pasien ke IGD
RSUD Cililin pada tanggal 18 Oktober 2021. Di IGD klien
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan mendapatkan terapi.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan Ny. E
mengalami Typhoid dengan hasil Serologi tes Widal : S. Thypii
Titer O 1/320, S. thypii Titer H 1/160 kemudian dokter
memberikan terapi infus RL 1500 cc/24 jam, memberikan terapi
diantaranya paracetamol, ondansentron, solvitral dan
ceftriaxsone. Setelah mendapatkan terapi Ny. E di pindahkan ke
ruang rawat inap.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah memiliki
riwayat penyakit yang sama.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit serupa.
e. Riwayat penggunaan obat : -
f. Riwayat alergi : -
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : pasien tampak sakit ringan, lemah
b. Kesadaran : Compos mentis ( E4, M6, V5)
c. Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg, Suhu : 38,5 x/menit,
Nadi : 100 x/ menit, RR : 22x/menit.
d. Pemerikasaan persistem :
1) Sistem Susunan Saraf Pusat
Kesadaran kompos mentis, tidak ada kelainan

18
2) Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris, bear pupil isokor, konjungtiva mata
tidak ada kelainan, sklera tidak ada kelaianan, tidak
menggunakan alat bantu pernafasan.
3) Sistem Pendengaran
Tidak ada kelainan
4) Sistem penciuman
Tidak ada kelainan
5) Sistem pernafasan
Tidak ada kelainan. Pola nafas normal, jenis pernafasan
pernafasan dada, irama nafas teratur, tidak ada kesulitan
nafas dan tidak ada batuk dan sekresi.
6) Sistem Kardiovaskular
Tidak ada kelainan. Tidak ada nyeri dada, denyut nadi
teratur, akral hangat dan pulsasi kuat.
7) Sistem Pencernaan
Lidah pasien kotor berwarna putih, pasien mengeluh mual
dan perutnya terasa kembung sehingga tidak nafsu makan.
Di palpasi adanya detensi abdomen, porsi makan tidak di
habiskan.
8) Sistem Persyarafan
Tidak ada kelainan
9) Sistem endokrin
Tidak ada kelainan
10) Sistem Genitourinaria
Tidak ada kelainan
11) Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada kelainan
12) Sistem Integumen
Kulit memerah akibat demam
4. Pola kehidupan sehari – hari

19
a. Pola Aktifitas
Mandiri dalam makan/minum, mandi, eliminasi, berpakaian dan
berpindah
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari, saat sakit pasien
makan 2 kali sehari dengan porsi sedikit.
c. Pola Tidur
Pasien tidur 6-7 jam sehari.
d. Pola Eliminasi
Tidak ada kelaianan BAB ataupun BAK
5. Data Psikologis
Tidak ada kelainanan, pasien menunjukan sikap tenang dan
komunikasi pasien dengan keluarganya maupun perawat baik.
6. Data Penunjang (Laboraorium)
a. Hematologi

No Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan


1 Hemoglobin 14,8 g/Dl 11,7 – 15,5
2 Hematokrit 43 % 35-47
3 Leukosit 6.840 103/mm3 4000-11.000
4 Trombosit 193.000 103/mm3 150.000-450.000
5 Eritrosit 5,1 106/mikroL 3,8-5,2
6 MCV 83 fL 80-100
7 MCH 29 Pg 26-34
8 MCHC 35 % 32-36

b. Imunoserelogi (Widal)

No Parameter Hasil Nilai Rujukan


Titer Titer
O H
1 S.Thypii 1/320 1/160 Negatif
2 S.Parathypii A - - Negatif
3 S. Parathypii B - - Negatif
4 S. Parathypii C - - Negatif

20
7. Terapi Obat

No Nama Dosis Pemberian Kegunaan


1 Paracetamol 3 x 500 Oral Menurunkan
mg demam
2 Ondansentron 2 x 4mg IV Mengurangi/
menghilangakn
mual
3 Solvitral 1x1 tab Oral Sebagai suplemen
mengandung zat
besi, kalsium, vit B
kompleks dan
vitamin lainnya.
4 Ceftriaxone 2x1g IV Antibiotik sebagai
pengobatan infeksi
bakteri.

8. Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1 DS : Pasien mengeluh Bakteri salmonela Hipertermia
demam sejak 1 minggu thypii masuk
yang lalu. kedalam tubuh
DO :
Suhu : 38,5 C, nadi Bakteri beredar di
100x/menit, TD : sirkulasi darah dan
120/80, RR 22x/menit, melepaskan
kulit memerah terutama mediator inflamasi
wajah. (zat pirogen)

Widal test Mempengaruhi


O : 1/320 pusat panas di
H : 1/160 hipotalamus

21
Hipertermia
2 DS : Pasien mengeluh Bakteri salmonela Resiko ketidak
demam sejak 1 minggu thypii masuk saeimbangan
yang lalu, mengeluh kedalam tubuh volume cairan
mual dan perut terasa dan elektrolit
kembung. Bakteri beredar di
DO : sirkulasi darah dan
Suhu : 38,5 C, nadi melepaskan
100x/menit, TD : mediator inflamasi
120/80, RR 22x/menit. (zat pirogen)

Widal test Mempengaruhi


O : 1/320 pusat panas di
H : 1/160 hipotalamus

Hipertermia

Evaporasi

Resiko
ketidaksaeimbangan
volume cairan dan
elektrolit
3 DS : Pasien mengeluh Salmonella Thypii Resiko defisit
mual, tidak enak perut nutrisi
merasa kembung, dan Masuk kedalam
nafsu makan berkurang. tubuh
DO :
- KU Lemah Berkembang biak di
- Nafsu makan usus
berkurang ditandai

22
dengan porsi Meningkatkan asam
makan tidak di lambung
habiskan
Mual

Anoreksia

Intake berkurang

Resiko defisit
nutrisi

B. DIGANOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
2. Resiko ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan hipertermi dan muntah.
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Setelah diberikan 1. Observasi suhu tubuh 1. Mencegah
intervensi pasien peningkatan suhu
keperawatan 1 x 24 2. Berikan lingkungan yang tubuh yang tidak

23
jam status suhu tubuh dingin terpantau dan
berada pada rentang 3. Beri kompres dengan air menyebabkan
normal dengan kritria dingin (air biasa) pada komplikasi.
hasil. daerah axila, lipat paha, 2. Mengurangi suhu
1. Suhu tubuh temporal bila terjadi tubuh secara radiasi
membaik (36,5- panas, maupun konduksi
37,5) 4. Anjurkan keluarga untuk 3. Perpindahan panas
2. Suhu kulit memakaikan pakaian secara konduksi,
membaik yang dapat menyerap lipatan tubuh memiliki
3. Kulit merah keringat seperti katun, banyak pembuluh
menurun 5. Anjurkan klien untuk darah
minum banyak (2-3 4. Mencegah hipotermi
lt/hari) (menggigil)
6. Kolaborasi dengan 5. Menggantikan cairan
dokter dalam pemberian yang hilang akibat
obat anti piretik. evaporasi
7. Berikan antibiotik sesuai 6. Menurunkan panas
resep dengan cara
mempengaruhi
stimulus panas di
hipotalamus
7. Mengobati infeksi
bakteri.
2 Setelah diberikan 1. Kaji tanda-tanda 1. Menentukan
intervensi dehidrasi seperti mukosa kebutuhan cairan yg
keperawatan 1 x 24 bibir kering, turgor kulit diberikan
jam keseimbangan tidak elastis. 2. Mengetahui status
cairan meningkat 2. Pantau intake dan output cairan pasien
dengan kriteria hasil : cairan dalam 24 jam, 3. Hal – hal tersebut
1. Asupan cairan 3. Catat laporan atau hal- dapat mempengaruhi
meningkat hal seperti mual, muntah masuknya cairan

24
2. Haluaran cairan nyeri dan distorsi 4. Memperbaiki status
meningkat lambung. cairan dan elektrolit
3. Kelembaban 4. Anjurkan pasien minum 5. Memperbaiki status
membran mukosa banyak ± 2000-2500 cc cairan apabila secara
meningkat per hari, oral masih belum
4. Tekanan darah 5. Kolaborasi dengan terpenuhi.
dalam batas dokter dalam pemberian
normal cairan tambahan melalui
5. Turgor kulit baik parenteral sesuai
indikasi.
3 Setelah diberikan 1. Kaji pola nutrisi pasien, 1. Mempersiapkan
intervensi 2. Monitor asupan pemenuhan nutrisi
keperawatan x 24 makanan, 2. Mencegh komplikasi
jam, keadekuatan 3. Kolaborasi dengan ahli dan sebagai indikasi
asupan nutrisi gizi untuk pemberian intervensi yang
membaik dengan diet klien dan sebaiknya dilakukan.
kriteria hasil : mengidentifikasi jenis 3. Memberikan nutrisi
1. Porsi makan di makanan rendah selulosa yang bsesuai bagi
habiskan 4. Anjurkan pasien makan pasien demam thypoid
2. Perasaan tidak sedikit tapi sering, catat agar idak
enak perut laporan atau hal-hal menimpulakn
menurun seperti mual, muntah, komplikasi
3. Nafsu makan nyeri dan distensi 4. Teknik agar asupan
meningkat lambung, makanan terpenuhi
5. Kolaborasi dengan 5. Mencegah mual
dokter dalam pemberian muntah sehingga
obat antiemetik. asupan makanan tidak
terpenuhi.

25
D. IMPLEMENTASI

Tanggal/Wakt No dx Implementasi Keperawatan Respon Klien


u
18/10/2021 1 1. Mengobservasi suhu tubuh pasien 1. Suhu : 38,0 C
14 : 00 2. Memberikan lingkungan yang dingin 2. Pasien tidak menunjukan perasaan
3. Memberikan kompres dengan air dingin (air tidak nyaman di ruangan baik secara
biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal vebal maupun non verbal
bila terjadi panas dan mengajari keluarga 3. Pasien mau untuk I kompres dan
untuk melakukan kompres dingin saat suhu keluarga pasien menyanggupi untuk
tubuh pasien meningkat. melakukan kompres saat suhu pasien
4. Mengnjurkan keluarga untuk memakaikan meningkat.
pakaian yang dapat menyerap keringat seperti 4. Keluarga pasien mengerti dan
katun, memakaikan pasien baju yang
5. Menganjurkan klien untuk minum banyak (2-3 menyerap keringat dan tipis
lt/hari) 5. Pasien mau untuk minum 2 liter/hari
6. Mengkolaborasikan pemberian obat anti 6. Pasien mau untuk meminum obat
piretik paracetamol 3 x 500mg paracetamol
7. Berikan antibiotik sesuai resep dokter 7. Kilen menyetujui intuk diberikan
Ceftriaxone 2 x 4mg antibiotik melalui IV

26
18/10/2021 2 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti 1. Bibir pasien kering, namun pasien
14:00 mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis. tidak menunjukan tanda – tanda
2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 dehidrasi sedang-berat.
jam, 2. Pemenuhan kebutuhan cairan pasien
3. Mencatat laporan atau hal-hal seperti mual, kurang,
muntah nyeri dan distorsi lambung. 3. Pasien mengeluh mual dan tidak enak
4. Menganjurkan pasien minum banyak ± 2000- perut
2500 cc per hari. 4. Pasien bersedia meminum cairan oral
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian yang di anjurkan
cairan tambahan melalui parenteral RL 5. Pasien terpasang IV line RL 1500
1500cc/24 jam cc/24 jam
18/10/2021 3 1. Mengkaji pola nutrisi pasien, dan Memonitor 1. Pasien makan 2 kali sehari porsi
14:00 asupan makanan, makan tidak dihabiskan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian 2. Klien menyetujui untuk diberikan
diet Bantu klien mengidentifikasi jenis jenis makanan dan porsi makan yang
makanan rendah selulosa di anjurkan ahli gizi
3. Menganjurkan pasien makan sedikit tapi 3. Pasien mengerti dan menyetujui
sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, untuk makan porsi sedikit namun
muntah, nyeri dan distensi lambung, sering
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian 4. Pasien telah diberikan terapi

27
obat antiemetik Ondansentrin 2 x 4mg. ondansentron melalui IV

E. EVALUASI

Tanggal dan Waktu No DX Evaluasi


18/10/2021 1 S : Pasien mengeluh masih demam
20:00 O : KU : lemah, KES : CM, Suhu 36,6 C TD : 110/70, RR 24x/menit, N
92x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan
18/10/2021 2 S : Pasien mengeluh masih demam mual berkurang
20:00 O : KU : lemah, KES : CM, Suhu 36,6 C TD : 110/70, RR 24x/menit, N
92x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan
18/10/2021 3 S : Pasien mengatakan sudah dapat makan karena mual berkurang dan nafsu
20:00 makan meingkat
O : KU : lemah, KES : CM, Suhu 36,6 C TD : 110/70, RR 24x/menit, N
92x/menit, porsi makan tersisa sedikit,
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan

28
29
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi
C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang
berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi
kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat
sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia. pasien dengan thypoid memerlukan
penanganan medis dan keperawatan yang profesional dan perlu ditangani sesegera
mungkin. Sehingga perlu diberikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga
evaluasi keperawatan secara profesional.

4.2 Saran

Sadar akan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, maka dengan segala
kerendahan hati dan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun bagi penulisan makalah ini. Demikian saran demi saran yang
penulis bisa sampaikan, mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam
penulisan laporan ini, semoga laporan ini bisa bermanfaat dan menjadikan sedikit
ilmu bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Terimakasih.

30
DAFTAR PUSTAKA

Bachrudin, M & Najib, M .(2016). Keperwatan Medikal Bedah 1. Jakarta


:Pusdik SDM Kesehatan
Arfiana & Lusiana, A. (2016) Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak
PraSekolah.Yogyakarta : Trans Medika
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.
Kirnamoro & Maryana (2014) Anatomi Fisiologi .Yogyakarta : Pustaka Baru
Press
Marni. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Jakarta:
Erlangga.
Dewi W. & Meira E. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Jogjakarta:
Pustaka Pelajar
Baratawidjaja, K,G & Rengganis I. (2012). Imunologi Dasar Edisi ke-
10.Jakarta : FKUI
Amin huda nurarif, & Hardhi kusuma, (2015). aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan nanda nic noc (jilid 3). penerbit
mediaction jogja
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

31

Anda mungkin juga menyukai