Anda di halaman 1dari 120

PENGANTAR PERJANJIAN LAMA

PENGANTAR PERJANJIAN LAMA


DOSEN:Petrus A, M.Th (c)
STT- APOLOGET
Penjelasan Lengkap:
Kursus Pengantar PL ini akan mempelajari tentang pokok-pokok penting
dalam pengenalan akan dunia PL Alkitab,khususnya tentang hal-hal
yang melatarbelakangi sejarah PL, simbol- simbol PL, tema-tema PL,
etika PL, relasi PL dan PB, serta implikasi PL bagi kehidupan orang
Kristen.
Tujuan Pelajaran
Sesudah mengerjakan seluruh Pelajaran dan tugas-tugas yang diberikan
dan menyelesaikan PPL, maka diharapkan mahasiswa peserta akan
dapat:
Mengenal dunia Perjanjian Lama secara lebih luas sehingga memperoleh
kemampuan untuk mengerti dunia PL dengan lebih baik.
1.Mengenal Allah melalui Perjanjian Lama, kehendak-Nya yang
terwujud dalam tema-tema teologis, simbol-simbolyang digunakan,
etika, ataupun aspek praktis dalam kehidupan sehari-hari
2.Mengenal relasi yang jelas antara Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru, sehingga tahu bagaimana mengerti Alkitab secara keseluruhan
dengan baik.
3.Materi Pelajaran (Disesuaikan dengan materi pertemuan STTA)
PELAJARAN 01: PENTINGNYA PERJANJIAN LAMA
Tujuan: Dalam pelajaran ini peserta diharapkan dapat mengenal PL dari
sudut pandang keseluruhan kebenaran Alkitab supaya kita dapat melihat
dengan jelas relevansinya bagi kehidupan Kristen kita sekarang.
PELAJARAN 02: LATAR BELAKANG GEOGRAFIS PERJANJIAN
LAMA
Tujuan: Dalam pelajaran ini peserta diharapkan dapat belajar latar
belakang geografis dunia PL.
PELAJARAN 03: SEJARAH PERJANJIAN LAMA
Tujuan: Dalam pelajaran ini peserta diharapkan dapat belajar tentang
sejarah Perjanjian Lama secara sekilas, untuk mengetahui hal-hal yang
melatarbelakangi kejadian tertentu, serta beberapa bukti otentik dalam
Perjanjian Lama.
PELAJARAN 04: BUDAYA PERJANJIAN LAMA
Tujuan: Dalam pelajaran ini peserta diharapkan dapat belajar tentang
struktur masyarakat, kehidupan ibadah, dan sistem pendidikan masa PL.
PELAJARAN 05: KANON ALKITAB PERJANJIAN LAMA
Tujuan: Dalam pelajaran ini peserta diharapkan dapat belajar proses
kanonisasi alkitab PL.
PELAJARAN 06: HUBUNGAN PERJANJIAN LAMA DAN
PERJANJIAN BARU
Tujuan: Dalam pelajaran ini peserta diharapkan dapat belajar mengenai
hubungan Perjanjian Lama (PL) dengan Perjanjian Baru (PB).
Bahan Referensi PPL
Berikut ini adalah daftar buku yang dipakai sebagai referensi untuk
membantu peserta PESTA mendapatkan penjelasan-penjelasan yang
lebih dalam dan luas tentang pokok-pokok materi yang dibahas dalam
PENGANTAR PERJANJIAN LAMA. Karena tujuannya adalah untuk
melengkapi, maka akan sangat baik jika Anda bisa mengusahakan
memiliki buku-buku tsb. dalam bentuk cetaknya untuk kebutuhan di
masa y.a.d..
Baker, Dr. David L., MARI MENGENAL PERJANJIAN LAMA,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
Drane, John, BAGAIMANA MEMAHAMI PERJANJIAN LAMA III,
Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab,2003
Dyrness, William. TEMA-TEMA DALAM PERJANJIAN LAMA,
Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1979.
Green, Denis. PEMBIMBING PADA PENGENALAN PERJANJIAN
LAMA, Malang: Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 1984.
Guthrie, D, J.A. Motyer, D.J. Wiseman. Editors. TAFSIRAN ALKITAB
MMASA KINI 1, KEJADIAN-ESTER.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Cetakan ketiga 1987.
Hill, Andrew E. dan John H. Walton. SURVEI PERJANJIAN BARU.
Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,
1991.
Michaeli, Frank, BAGAIMANA MEMAHAMI PERJANJIAN LAMA,
Bandung: Kalam Hidup, 1961.
Wright, Dr. Christopher, HIDUP SEBAGAI UMAT ALLAH; ETIKA
PERJANJIAN LAMA, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1995.
----------, ENSIKLOPEDI ALKITAB MASA KINI. Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, Cetakan kedua
1994.
----------, CD SABDA (Software Alkitab, Biblika, Dan Alat-alat),
Yayasan Lembaga SABDA, 1999.
F,Charles dkk (Tafsirran Alkitab Wycliffe ),Indonesia : Gandum
Mas,2004

PENTINGNYA PERJANJIAN LAMA


Isi
Mengapa penting mempelajari Perjanjian Lama?
a.Perjanjian Lama adalah Bagian dari Rencana Allah
b.Perjanjian Lama adalah Bukti akan Kedaulatan dan Kesetiaan Allah
c.Perjanjian Lama adalah Firman Allah
d.Perjanjian Lama adalah Nubuat bagi Perjanjian Baru
1.Mengapa sulit mempelajari Perjanjian Lama?
a.Halangan Bahasa
b.Halangan Budaya
c.Halangan Ketekunan
d.Halangan Praduga yang Salah
PENTINGNYA PERJANJIAN LAMA
MENGAPA PENTING MEMPELAJARI PERJANJIAN LAMA?
Umat Kristen pada umumnya dapat menerima Alkitab Perjanjian Baru
(PB) dengan mudah karena Alkitab PB adalah dokumen yang memberi
kesaksian tentang kehidupan, kematian dan kebangkitan dan pengajaran
Kristus yang penuh kuasa serta sejarah pendirian gereja- Nya. Tetapi,
bagaimana dengan Perjanjian Lama? Sering umat Kristen bertanya,
apakah gunanya mempelajari kitab-kitab Perjanjian Lama? Bukankah
PL lebih banyak berbicara tentang cerita usang dari sejarah bangsa
Yahudi (Israel) dan tentang raja-raja dan nabi-nabi dan tokoh-tokoh yang
tidak ada hubungan langsung dengan kita sekarang? Dapatkah kita
menerima keseluruhan PL sebagai Firman Allah yang berotoritas mutlak
dalam hidup kita?Pertanyan-pertanyaan di atas sangat penting untuk
dijawab. Pelajaran pertama dari Kursus Pengantar Perjanjian Lama
(PPL) ini akan menolong kita untuk melihat PL dari sudut pandang
seseluruhan kebenaran Alkitab supaya kita dapat melihat dengan jelas
relevansinya bagi kehidupan Kristen kita sekarang.Marilah kita mulai
dengan menjawab pertanyaan, mengapa penting mempelajari Perjanjian
Lama?Perjanjian Lama adalah Bagian dari Rencana Allah Cara Allah
menyatakan Diri-Nya kepada manusia adalah dengan memberikan
Penyataan Umum dan Penyataan Khusus, yaitu melalui alam, sejarah,
hati nurani manusia dan juga melalui Firman dan Anak-Nya, Yesus
Kristus. Di dalam Penyataan-penyataan inilah Allah menyatakan Diri-
Nya dan rencana-Nya kepada manusia (Rom 1:19-20; Yes. 52:10).
Dalam Perjanjian Lama, Allah memakai hamba-hamba-Nya, dengan
latar belakang satu bangsa, yaitu bangsa Israel, untuk menjadi sarana
dalam menyampaikan Penyataan-penyataan rencana-Nya kepada
manusia (Yes 49:6). Oleh karena itu sejarah lahirnya bangsa Israel dan
bagaimana Allah menyertai, menghukum dan memberkati bangsa ini
(yang kita pelajari melalui kitab-kitab PL) seharusnya menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan iman Kristen. Karena melalui
sejarah bangsa ini Allah sebenarnya sedang memberitahukan kepada
manusia tentang Diri-Nya; siapakah Dia dan apakah rencana-Nya bagi
umat manusia, termasuk rencana-Nya bagi kita yang hidup sekarang.
Dengan mempelajari PL, maka kita akan melihat bagaimana Allah
secara progresif menyatakan Diri-Nya untuk dikenal; pertama melalui
bangsa pilihan-Nya (Israel), lalu selanjutnya melalui orang- orang yang
dipilih-Nya pada masa Perjanjian Baru (Rom 1:16).
Perjanjian Lama adalah Bukti akan Kedaulatan dan Kesetiaan Allah
Dibalik cerita sejarah bangsa Israel, PL juga menjadi bukti penting akan
kedaulatan Allah atas seluruh alam semesta yang diciptakan- Nya,
termasuk di dalamnya manusia. Dialah yang mengawasi sejarah dan
yang akan menyelesaikan rencana-Nya tepat pada waktu yang sudah
ditetapkan-Nya (Fil 1:6). Dia juga yang memilih hamba-hamba-Nya
sesuai dengan kedaulatan-Nya untuk melaksanakan rencana kekal-Nya.
Di sini sekaligus PL juga menjadi bukti penyataan progresif akan
kesetiaan Allah (Yes. 25:1). Allah turut bekerja dalam sejarah, termasuk
ketika Israel tidak taat, tetapi Allah tetap setia pada janji-Nya (Rom 3:3).
Oleh karena itu kitab-kitab PB tidak mungkin dilepaskan dari PL; Allah
PB adalah juga Allah PL yang setia melaksanakan rencana kedaulatan-
Nya (keselamatan) bagi umat pilihan- Nya.
Perjanjian Lama adalah Firman Allah
Mengakui bahwa PL adalah Firman Allah adalah bagian yang penting
dari iman Kristen, karena apabila kita mengakui otoritasnya maka berarti
kita bersedia tunduk pada otoritas tsb. Namun yang menjadi pertanyaan
sekarang, bagaimana kita tahu dan yakin bahwa kitab- kitab PL adalah
Firman Allah yang berotoritas? Berikut ini adalah beberapa bukti bahwa
PL adalah Firman Allah.
Pertama, bukti dari dalam Alkitab sendiri:
Yesus mengakui otoritas PL Selama Yesus hidup di dunia Ia mengakui
otoritas PL secara penuh. Hal ini terbukti jelas dalam kitab-kitab Injil
bagaimana Yesus selalu mengutip PL untuk menunjukkan dasar otoritas
dan pengajaran-Nya.Misalnya pada waktu Ia dicobai (Mat 4:1-11). Juga
ketika Yesus harus mengklaim kedudukan-Nya sebagai Anak Allah
(Yoh. 10:31-36). Sikap Yesus yang menjunjung tinggi PL cukup menjadi
bukti bahwa PL memiliki otoritas sebagai Firman Allah.
1.Para Rasul mengakui otoritas PL Diantara para Rasul tidak ada bukti
satupun yang memperlihatkan bahwa mereka tidak mempercayai PL
sebagai inspirasi dari Allah. Di antara para rasul, Paulus adalah yang
paling jelas memberikan pengakuan secara penuh akan otoritas PL. 2
Tim. 3:16, "tulisan" yang dimaksud pada waktu itu adalah tulisan dari
kitab-kitab PL.
2.Para penulis Alkitab mengakui otoritas PL Pola pengakuan otoritas PL
juga dijumpai pada penulis-penulis PB lain,seperti Yakobus atau penulis
kitab Ibrani. Mereka melihat PL bukan sebagai rangkaian sejarah dan
peraturan yang mati, tetapi merupakan kisah yang hidup tentang karya
Allah yang menyelamatkan manusia (Yak 1:22-23; Ibr. 4:12).
Bukti dari luar Alkitab:
3.Bapak-bapak gereja secara aklamasi menerima pengakuan akan
otoritas PL melalui pengkanonan Alkitab. Dinyatakan bahwa masing-
masing Kitab PL menunjukkan sifat yang tidak dapat dipisahkan dari
pengilhaman ilahi.
4.Allahlah yang memberi inspirasi kepada para penulis PL. Itulah
sebabnya sekalipun para penulis PL hidup pada jaman dan latar belakang
yang berbeda, berita yang mereka sampaikan tidak ada yang saling
bertentangan, malah sebaliknya memberikan satu benang merah berita
yang menunjuk pada karya keselamatan Allah.
5.Secara praktis terbukti bahwa kitab-kitab PL telah menjadi standard
kebenaran dan memberikan manfaat yang sanggup mengubah kehidupan
manusia, karena Allahlah yang ada dibalik penulisan itu.
6.Perjanjian Lama berisi Nubuatan bagi Perjanjian Baru
Kitab-kitab dalam PL banyak menunjuk pada nubuatan-nubuatan yang
akhirnya digenapi pada masa PB (Mat. 9:31; Luk24:44; Rom 10:4).
Keseluruhan dan kelengkapan berita keselamatan harus dimulai dari PL
dan diakhiri dengan PB; sehingga jelas keduanya tidak dapat dipisah-
pisahkan. Oleh karena itu PL harus dipelajari sebagai sumber dan
landasan untuk mengerti penggenapan rencana agung Allah.
Kitab-kitab dalam PL juga penuh dengan tipologi-tipologi yang kalau
dipelajari akan menolong pembaca kitab-kitab PB untuk mengerti lebih
jelas KEUTUHAN KESELURUHAN KEBENARAN Alkitab.
MENGAPA SULIT MEMPELAJARI PERJANJIAN LAMA?
Dari uraian di atas kita melihat bahwa penting sekali kita mempelajari
Penyataan Allah yang bersifat progresif itu mulai dari masa PL supaya
kita mendapatkan konteks lengkap bagaimana Penyataan Allah itu
diberikan. Namun demikian mempelajari kitab-kitab PL tidaklah tanpa
halangan. Ada faktor-faktor penghambat yang kadang menyulitkan kita
mengerti maksud sesungguhnya berita dalam PL. Kesulitan-kesulitan
tsb. dapat dijelaskan sbb.:
Halangan Bahasa
Kitab-kitab asli PL disampaikan dalam bahasa Ibrani kuno yang kadang
tidak dapat secara jelas diterjemahkan dalam bahasaIndonesia.
Halangan Budaya
Seluruh konteks PL adalah budaya bangsa Israel kuno yang informasi
sejarahnya tidak dapat kita pahami dengan lengkap.
Halangan Ketekunan
Kurangnya ketekunan dalam mempelajari Alkitab secara menyeluruh
dan berkesinambungan.

Halangan Praduga yang Salah


Sering kita telah memiliki praduga yang salah tentang PL sehingga kita
cenderung hanya memilih berita yang kita sukai dan mengerti, tapi
kemudian mengabaikan isi berita PL yang lain.
DOA
"Ya Allah, saya bersyukur bahwa Engkau berkenan untuk menyatakan
diri-Mu kepada bangsa Israel sedemikian rupa sehingga saya sekarang
dapat belajar mengenal tentang Engkau lebih baik. Tapi doronglah saya
untuk tidak cepat puas hanya sampai di sini.Ajarkan saya untuk semakin
rindu mempelajari Firman-Mu dalam PL sehingga saya bisa menjadi
semakin dekat dan mengenal kehendak-Mu lebih baik." Amin
PERJANJIAN LAMA
INSTRUKSI
Harap setiap Mahasiswa mengikuti petunjuk mengerjakan tugas sbb.:
Bacalah Bahan Pelajaran dan semua Referensi Pelajaran dengan teliti.
Bacalah Pertanyaan (A) dan (B) di bawah ini, lalu jawablah dengan jelas
dan tepat.
Lembar jawaban yang telah diisi harap dikirimkan dalam bentuk plain
text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk attachment ke:<>
Selamat mengerjakan!
Pertanyaan (A):
Dalam kisah-kisah Perjanjian Lama, bangsa mana yang Tuhan pakai
untuk menyatakan diri-Nya, kehendak-Nya dan rencana-Nya kepada
manusia?
1.Sebutkan bukti-bukti bahwa Tuhan Yesus mengakui Perjanjian Lama
sebagai Firman Allah yang berotoritas!
2.Ayat manakah dalam Perjanjian Baru yang membuktikan bahwa Rasul
Paulus mengakui otoritas Perjanjian Lama?
3.Seluruh kisah dalam PL menunjukkan rangkaian cerita yang memiliki
satu benang merah atau satu inti berita. Berita apakah itu?
4.Apakah faktor-faktor penghambat dalam kita mempelajari PL?
Pertanyaan (B):
Berikan contoh-contoh praktis pentingnya kita mempelajari PL?
PL banyak menyebutkan hukum-hukum Tuhan untuk bangsa Israel
(misalnya Hukum Taurat), apakah hukum-hukum itu juga masih berlaku
untuk kita sekarang?
PENDAHULUAN
Sebuah buku mengenai Perjanjian Lama sekarang ini tidak akan menjadi
buku yang laris. Bahkan di antara mereka yang berhasrat besar
mempelajari Alkitab dan terus-menerus menjadikannya buku terlaris
sepanjang zaman, konferensi-konferensi tentang Perjanjian lama tidak
akan menarik perhatian. Sebabnya sederhana saja. Sering kali orang-
orang Kristen memberikan waktu terbanyak untuk mempelajari
Perjanjian Baru, dan hanya sekali-sekali menyelidiki kitab Mazmur dan
Amsal, atau kadang-kadang ditambah dengan kitab nabi-nabi. Akibatnya
ialah bahwa banyak orang Kristen gagal untuk memahami keseluruhan
wawasan pengungkapan Allah tentang diri-Nya sendiri -- gambaran
mereka tentang maksud-maksud Allah tidak sempurna. Bahkan
Perjanjan Lama tidak diterjemahkan ke dalam semua bahasa di dunia.
Tentu saja dapat dipahami mengapa Perjanjian Baru merupakan bagian
pertama yang diterjemahkan kalau dana yang tersedia terbatas, tetapi
kalau para misionaris dan pendeta mendasarkan seluruh pengajaran
mereka pada Perjanjian Baru saja maka mereka tidak akan dapat
mengajarkan Firman Allah seutuhnya. Hal ini sangat penting dalam
situasi- situasi penginjilan, di mana sering kali terdapat jembatan
alamiah di antara Perjanjian Lama dengan kebanyakan orang, terutama
yang berasal dari kebudayaan bukan Barat. Ajaran Perjanjian Lama
berlatarkan rumah tangga dan pasar, kasih setia Allah disampaikan
dalam bentuk konkret. Jelaslah sudah bahwa Perjanjian Baru tidak dapat
berdiri sendiri.Tidaklah sulit untuk mendaftarkan contoh-contoh keadaan
ini dalam kepustakaan misionaris. Di Cina, misalnya, para misionaris
zaman dahulu sering kali hanya memakai Perjanjian Baru dalam
khotbah-khotbah mereka. Ketika membahas kelemahan misi-misi di
Cina, Arthur Glasser mencatat: Kekurangan yang nyata dalam
pergerakan misionaris adalah penggunaan Firman Allah yang tidak
memadai. Ia hanya menitikberatkan ajarannya pada sebagian dari
Alkitab, yaitu Perjanjian Baru dan Mazmur.... Alkitab tidak hanya berisi
mandat pekabaran Injil dari Perjanjian Baru, tetapi juga mengandung
panggilan Allah kepada tanggung jawab kebudayaan: suatu alur
kewajiban yang mengalir sepanjang Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Kalau Perjanjian Baru terutama berfokus pada seorang pribadi di
hadapan Allah, maka Perjanjian Lama menekankan hubungan yang
bersifat umum (keluarga, masyarakat, dan negara). Di Sinai Allah
memberikan kepada umatNya suatu gaya hidup yang egalitarian
(sederajat) dan manusiawi.... Pendek kata, Perjanjian Lama mengajarkan
suatu cara hidup di mana hak-hak setiap orang dilindungi. (New Forces
in Missions, ed. David Cho, Seoul 1976, hal. 194-95) Maksud penulisan
buku ini ialah memberikan penerangan tentang Perjanjian Lama bagi
orang Kristen. Buku ini pantas disebut sebagai buku teologi Perjanjian
Lama, dan penting sekali untuk memahami arti istilah tersebut. Semua
teologi yang benar, pastilah lebih kurang bersifat alkitabiah, tetapi
teologi alkitabiah (Biblika) ialah mata pelajaran khusus yang berusaha
mempelajari pokok-pokok Alkitab berdasarkan warna-warninya sendiri.
Berbeda dengan teologia sistematika yang berusaha memahami
hubungan timbal balik antara pokok- pokok Alkitab dengan implikasi-
implikasi historis dan filosofisnya, teologi Biblika mempelajari tema
pokok Alkitab menurut perkembangannya selama Allah berurusan
dengan manusia dalam periode alkitabiah.
Teologi Biblika bersifat historis dan berkesinambungan atau progresif.
Teologi Biblika berpusat pada penyingkapan diri Allah Penyelamat,
yang terwujud dalam kejadian-kejadian tertentu, di mana Allah
memanggil bagi diri-Nya sendiri suatu bangsa yang akan mencerminkan
sifat-Nya serta melanjutkan maksud-maksud-Nya yang penuh kasih.
Teologi Biblika melihat perkembangan-perkembanga ini dengan latar
belakang dunia yang diciptakan Allah sebagai wahana bagi maksud
tujuan serta nlai-nilai- Nya. Akhirnya, teologi Biblika melihat
bagaimana Allah menolak meninggalkan maksud tujuan-Nya, sekalipun
umat-Nya tidak setia sehingga allah bekerja terus untuk menciptakan
umat yang lebih sempurna dan utuh sebagai umat kepunyaan-Nya
sendiri.Jika kita dapat senantiasa mengingat pemikiran ini dan membaca
Perjanjian Baru (dan sebenarnya juga keseluruhan sejarah) dari sudut
pemikiran tersebut, kita telah engambil langkah awal yang penting
dalam berpikir secara teologis - dan dengan agak nekad dengan cara
Allah sendiri memandang dunia ini. Yan gpasti ialah bahwa pokok-
pokok pikiran ini diungkapkan secara khusus dalam Perjanjian Lama.
Hal ini bukan berarti tidak mengakui adanya perbedaaan di antara
keduanya. Maksud-maksud Allah terlihat lebih nyata di dalam Perjanjian
Baru. Perjanjian ini telah dimeteraikan sekali untuk selamanya dengan
kematian Kristus, dan bukan lagi berkali-kali seperti hanya dalam
upacara kurban Perjanjian Lama. Perjanjian Lama lebih berurusan
dengan bangsa Israel sedangkan Perjanjian Baru menaruh perhatian
yang lebih besar kepada seluruh dunia. Akan Tetapi, kesamaan di antara
kedua perjanjian itu lebih penting daripada perbedaannya. Kedua
perjanjian secara serempak mencatat sejarah tindakan-tindakan Allah
terhadap umat manusia secara tahap demi tahap. Pekerjaan Kristus lebih
merupakan puncak daripada sanggahan atas kebenaran Perjanjian Lama.
Meskipun Perjanjian Baru menyajikan sesuatu yang baru, sebenarnya itu
bukanlah sesuatu yang samasekali baru. Ada kesinambungan penting
yang menghubungkan kedua perjanjian tersebut, baik dalam cara
maupun hakikat dari ungkapan Allah dan di dalam cara manusia
menanggapi ungkapan tsb. Seperti dikatakan Yohanes Calvin, "Saya
mengakui adanya perbedaan- perbedaan dalam Alkitab... namun
sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi keutuhannya yang telah
ditetapkan.... Semua ini berkenaan dengan cara penyalurannya dan
bukan isi pokok" (Institusio II, II, I).
Pendekatan pada studi Alkitab yang telah terbukti berhasil dalam
menggambarkan kesatuan yang menyeluruh ini ialah tipologi atau ajaran
tentang lambang-lambang, suatu studi persesuaian di antara unsur-unsur
tertentu dari kedua perjanjian. Meski cara ini sering kali menjadi bahan
olok-olok dan mengakibatkan penafsiran yang berlebihan terhadap hal-
hal kecil, tetapi kalau dapat dipahami dengan benar maka pendekatan ini
akan menolong dalam menggarisbawahi perkembangan dari ungkapan
Allah yang konsisten dan historis. Suatu tipe atau lambang ialah "suatu
peristiwa, seorang tokoh, atau suatu lembaga dalam Alkitab yang
berlaku sebagai contoh atau pola untuk peristiwa- peristiwa, tokoh-tokoh
atau lembaga-lembaga lainnya", dan didasarkan pada konsistensi sifat
dan aktivitas Allah (Baker 1977, 267). Artinya, peristiwa atau objek
dalam Perjanjian Lama meskipun tetap memiliki makna yang utuh
dalam keseluruhan konteks Alkitab, namun artinya diperluas melalui
tampilnya padanan (dan penggenapan) dalam Perjanjian Baru, yang
boleh kita sebut sebagai konteks Perjanjian Baru. Jalan pemikiran ini
melatarbelakangi banyak diskusi dalam buku ini, apabila saya mengacu
kepada Perjanjian baru.

Perjanjian Lama adalah kumpulan buku-buku yang dikarang lebih dari


dua ribu tahun yang lalu. Maka bisa saja dipertanyakan apakah
Perjanjian Lama itu masih perlu dipelajari pada zaman yang modern ini.
Kalau kita membeli baju baru, yang lama dapat dibuang. Kalau kita
memasuki Orde Baru, yang lama tidak berlaku lagi. Bagaimana tentang
Perjanjian Lama? Apakah masih perlu? Ataukah sudah usang? Apakah
tidak ada buku-buku baru yang lebih penting untuk dibaca dan dihayati
pada akhir abad kedua puluh ini? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu
dapat dijawab dengan beberapa pokok.
Perjanjian lama merupakan Alkitab Yesus Kristus:
Yesus mengenal sejarah Perjanjian Lama (misalnya Yoh 3:14; bnd. Bil
21:4-9); m
Yesus mendasarkan pengajaranNya pada Perjanjian Lama (lihat Mat.
5:17; bnd. Mark 11:17); m
Yesus menggunakan pengajaranNya untuk menentang pencobaan (lihat
Mat. 4:1-11); m
Yesus menyatakan bahwa nubuat-nubuat Perjanjian Lama digenapi
dalam diriNya (misalnya Luk. 4:16-21; Yoh 15:25).
Perjanjian lama sering dikutip oleh Perjanjian Baru. Ada kurang lebih
2650 kutipan dari Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru, yaitu kurang
lebih 350 kutipan langsung, dan 2300 kutipan tidak langsung, serta
persamaan bahasa. Dengan kata lain,terdapat rata- rata satu kutipan
Perjanjian Lama dalam setiap tiga ayat Perjanjian baru. Kitab Yesaya
dan mazmur paling sering dikutip (masing-masing lebih dari 400 kali);
dan hanya kitab Kidung Agung yang tidak dikutip dalam Perjanjian
Baru.

Perjanjian lama merupakan dasar untuk pengertian Perjanjian baru


antara lain:
a.Dari segi bahasa (Perjanjian Baru ditulis dalam sejenis bahasa Yunani
yang banyak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa Perjanjian Lama)
b.Dari segi sejarah (sejarah Perjanjian lama dilanjutkan oleh sejarah
Perjanjian Baru)
c.Dari segi teologi (tema-tema teologi Perjanjian lama, seperti
penciptaan, dosa, hukuman, pertobatan, kurban,keselamatan dan
sebagainya menjadi dasar teologi Perjanjian Baru).

d.Baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dinyatakan Allah


yang Esa. Allah Israel adalah sama dengan Bapa Yesus Kristus: sifatNya
sama (mahakuasa, mahakudus, mahapengasih, dsb.)
e.RencanaNya sama (untuk keselamatan manusia dan penyempurnaan
dunia yang diciptakanNya)
f.TuntutanNya sama (hidup yang suci; kasih kepada Allah dan sesama
manusia).
g.Perjanjian Lama merupakan firman Allah. Allah berbicara (berfirman)
melalui Perjanjian lama, sebagaimana juga melalui
h.Perjanjian Baru, untuk menyatakan kasihNya dan untuk
menyampaikan kehendakNya kepada manusia.
i.Perjanjian Lama mengandung sastra yang indah, termasuk cerita yang
termasyur, seperti cerita Yusuf, Rut, Daud, Elisa,Yunus, Ester dan
sebagainya; dan puisi yang bagus seperti dalam Kitab Ayub, Mazmur,
Yesaya dan lain-lain.
PENDEKATAN KEPADA PERJANJIAN LAMA
Mempelajari Perjanjian Lama adalah tugas yang amat besar, tetapi
persiapan yang tepat dapat menolong mahasiswa untuk menuai panen
yang melimpah. Allah yang berdaulat yang menciptakan alam semesta,
yang mengawasi sejarah, dan yang akan menyelesaikan rencanaNya
tepat pada waktu yang sudah ditetapkanNya yang telah memutuskan
untuk berbicara. Hal itu sendiri telah merupakan tindakan anugerah, dan
kita berkewajiban untuk mendengarkan. Walaupun demikian,
mendengarkan dapat terhalang oleh banyak faktor yang menyulitkan.
Pertama, wahyu atau penyataan Allah tidak disampaikan dalam bahasa
atau kebudayaan kita. Sebagai akibatnya, kita barangkali harus bekerja
lebih keras untuk dapat menerima berita yang disampaikan dengan jelas.
Semakin paham para mahasiswa akan kebudayaan Timur Dekat purba,
khususnya kebudayaan Israel, selama zaman Perjanjian Lama, semakin
mampulah mereka menyingkirkan penghalang-penghalang yang ada.
Faktor kedua yang mempersulit adalah bahwa kendati kita
mendengarkan, kita cenderung untuk memilih-milih apa yang kita
dengar atau mencoba untuk menyesuaikan berita itu dengan apa yang
kita ingin dengar. Jalan keluar untuk ini adalah dengan mengizinkan
Alkitab berbicara sendiri. Kita semua mempunyai berbagai praduga
tentang Alkitab. Praduga-praduga ini perlu dievaluasi terus-menerus dan
disaring agar jangan sampai memutarbalikkan ajaran Alkitab. Tujuan
para penulis Alkitab tidak boleh ditempatkan lebih rendah terhadap
maksud tujuan kita sendiri, betapapun berguna maksud tujuan kita itu.
Banyak hal yang sangat berharga dapat dipelajari dari Perjanjian Lama,
tetapi tidak semuanya itu hendak diajarkan oleh Perjanjian Lama. Jika
para mahasiswa berkeinginan untuk memeproleh pengajaran yang absah
dari teks Perjanjian lama, maka harus belajar untuk menambah ide-ide
mereka sendiri pada teks tersebut. Apabila Alkitab diizinkan untuk
berbicara dari ketinggiannya sendiri dan menurut agendanya sendiri,
pembaca akan dapat menjadi lebih terbuka untuk memepelajari apa yang
hendak diajarkan oleh Alkitab.
PENYATAAN DIRI
Sebagai penyataan diri Allah sasaran Perjanjian Lama adalah agar
pembaca akan mengenal Allah dengan lebih baik. Namun, proses ini
tidak dimaksudkan untuk sekedar mengetahui bahwa Allah ada.
Sebaliknya pengenalan akan Allah ini tercapai dengan cara mengalami
sifat- sifatNya. Mampu mencatat semua sifat Allah tidak penting. Yang
harus kita capai adalah bahwa sifat-sifatNya itu menjadi kerangka dari
pandangan hidup kita. Yang kami maksudkan dengan ini adalah bahwa
pandangan kita terhadap diri sendiri, masyarakat kita, dunia kita, sejarah
kita, perilaku kita, keputusan-keputusan kita - segala sesuatu – harus
disatukan dengan pandangan yang jelas dan terpadu tentang Allah.
Sasaran Perjanjian Lama bukanlah kehidupan yang diubah, kendatipun
pengenalan akan Allah sudah seharusnya mengubah kehidupan
seseorang. Sasaran Perjanjian Lama bukanlah menyetujui suatu sistem
nilai, kendatipun suatu sistem nilai tentu saja akan merupakan akibat
dari mengenal Allah dengan sungguh-sungguh. Perjanjian Lama
bukanlah tempat penyimpan berbagai model peran historis, kidung-
kidung yang berdebu, dan perkataan nubuat yang tidak jelas, tetapi
merupakan ajakan Allah untuk mendengarkan kisahNya.
Kisah Allah ini diawali dengan penciptaan. Akan tetapi, yang ditegaskan
bukanlah bagaimana dunia mulai, tetapi bagaimana rencana itu dimulai.
Segala sesuatunya sudah tepat untuk pelaksanaan rencana Allah. Dalam
pengertian itu, penciptaan hanya merupakan pendahuluan dari sejarah.
Kedaulatan Allah pada awalnya dijamin oleh kenyataan bahwa Ia
menciptakan. Meskipun kenyataan ini mau tidak mau menyangkal
kedaulatan ilah-ilah lain, maksud tujuannya bukanlah membuka polemik
melawan politeisme kafir pada zaman itu. Tetapi daripada mengadakan
pendekatan negatif yang mencela dan membuktikan ketidakbenaran ilah-
ilah lain, Perjanjian Lama mengadakan pendekatan positif dengan
memberitahukan seperti apa Allah yang esa dan benar itu dan apa yang
sudah dikerjakanNya. Sewaktu sejarah mulai, akan terlihat bahwa
Perjanjian lama tidak memberikan perhatian utama pada aspek-aspek
politik dan social dari sejarah. Yang terutama diperhatikan dari sejarah
ini adalah bagaimana Allah sudah menyatakan diriNya kepada orang-
orang pada masa lalu. Hal ini dicerminkan dalam nama-nama Allah yang
memenuhi halaman-halaman Perjanjian lama. Nama-nama ini
menggambarkan Dia sebagai Allah ayng kudus, mahakuasa, mahatinggi,
dan yang menyebabkan terjadinya segala sesuatu. Akan tetapi, Ia juga
adalah Allah yang mendengar, melihat, dan menyediakan. Pembrontakan
dan kelemahan yang biasa terdapat pada umat manusia menunjukkan
Dia sebagai Allah yang penuh kesabaran dan kasih karunia.
Sebagaimana halnya penciptaan memasuki sejarah, demikian juga
sejarah memasuki nubuat.
Rencana Allah diawali pada permulaan, dijalankan sepanjang sejarah,
dan akan terus berlangsung sampai semua tercapai. Dengan melihat
rencana Allah dijalankan pada masa lalu (Pentateukh dan kitab-kitab
sejarah dan dimaksudkan untuk masa depan kitab-kitab para nabi), kita
mulai menghargai hikmat yang tidak terduga dari Allah yang layak
dipuji dan disembah (Mazmur-mazmur dan sastra hikmat).Dengan
demikian, Perjanjian Lama harus dilihat sebagai penyajian sifat-sifat
Allah dalam perbuatan. Kita dapat mengetahui siapa Allah itu dan
seperti apa Dia dengan jalan mendengar apa yang sudah ada yang akan
dilakukanNya. Sesudah kita mengethui siapa Dia itu, dan seperti apa
Dia, maka tanggapan yang selayaknya adalah penyembahan, komitmen,
dan pelayanan.
PERJANJIAN ALLAH
Di bagian inti dari penyataan-diri ini, yang menggambarkan rencana
Allah, terdapat perjanjian Allah (covenant). Bahkan nama "Perjanjian
Lama" menunjukkan bahwa covenant itu merupakan konsep inti dari
kumpulan kitab-kitab ini. Melalui covenant atau perjanjian ini Allah
menyatakna seperti apa Dia dan mengharuskan diriNya untuk menuruti
kelakukan tertentu. KesetiaanNya (hesed) pada covenant itu sering kali
menyebakan Dia melakukan tindakan kasih karunia dan kemurahan,
namun keadilan juga
tercakup dalam covenant untuk memastikan pemberian
pertanggungjawaban oleh umatNya. Karena covenant itu merupakan
sarana yang digunakan Allah untuk mengadakan penyataan diri,
Perjanjian Lama sering kali tampil sebagai sejarah covenant, atau dari
berbagai aspeknya, lebih dari sekedar sejarah Israel. Jadi kitab Kejadian
12-50 adalah sejarah pengadaan perjanjian Abraham (atau Abrahamic
Covenant).
Kitab Keluaran sampai dengan kitab Ulangan adalah sejarah mengenai
penetapan perjanjian di Sinai. Kitab Yosua adalah catatan mengenai
kesetiaan Allah terhadap perjanjian itu, sedangkan kitab Hakim-hakim
adalah catatan mengenai ketidak-setiaan Israel terhadap perjanjian tsb.
Kitab Samuel dan Raja-raja adalah sejarah perjanjian kerajaan
(Perjanjian Daud atau Davidic Covenant). Perjanjian itu sebagai rencana
Allah terlihat dengan lebih jelas daripada orang-orang yang terlibat dari
generasi ke generasi.
Beberapa pendekatan yang berbeda-beda terhadap Perjanjian Lama
dapat dibedakan satu daripada yang lain melalui paham setiap
pendekatan itu mengenai gagasan perjanjian dan kaitan berbagai
perjanjian itu terhadap satu sama lain. Adakah banyak perjanjian yang
berbeda-beda yang terlepas dari yang lain mengatur berbagai periode
sejarah, ataukah hanya ada satu atau dua perjanjian yang mengatur yang
memiliki beberapa perjanjian tambahan lainnya yang menawarkan
perluasan dan penjelasan? Adakah satu perjanjian yang tidak bersyarat
yang terdiri atas beberapa perjanjian bersyarat sebagai bagian
pelangkapnya, ataukah keseluruhannya merupakan perjanjian bersyarat?
Pertanyaan-pertanyaan ini yang dijawab dalam berbagai cara oleh para
sarjana yang berbeda-beda, menjelaskan berbagai kontroversi teologis
tentang Perjanjian Lama, hubungannya dengan Perjanjian Baru dan
keterkaitannya dengan kita dewasa ini. Namun jawaban-jawaban yang
diberikan untuk pertanyaan-pertanyaan ini tidak mengubah citra Allah
yang diberikan oleh perjanjian itu. Hanya bentuk teologinyalah yang
dipertaruhkan dalam persoalan ini, dan bukan sifat Allah sebagaimana Ia
dinyatakan dalam Perjanjian Lama. Bahkan, jika seandainya pun ada
yang cenderung untuk membuat garis-garis pemisah yang jelas di antara
perjanjian-perjanjian itu, kesatuan organik dari perjanjian- perjanjian
tersebut tidak boleh diabaikan.
Ciri kesatuan organik inilah yang menolong kita untuk melihat rencana
Allah sebagai suatu wujud yang konsisten dan menyatu. Dalam
pandangan ini, perjanjian dengan Abraham menetapkan Israel sebagai
umat Allah "yang menyatakan Allah" maksudnya melalui umat Israel
Allah berkenan menyatakan diriNya kepada dunia. Taurat yang
diberikan di Sinai merupakan satu bagian utama dari penyataan yang
akan diberikan oleh perjanjian yang ditetapkan sebagai sasarannya. Pada
waktu yang sama, kitab Imamat, Ulangan, dan Yosua berisi
pembaharuan perjanjian yang memperkuat persetujuan itu. Perjanjian
Daud (Davidic Covenant) menggenapi beberapa dari janji-janji mula-
mula Allah kepada Abraham (misalnya, raja-raja akan berasal dari dia)
dan pada waktu yang sama memperluas persetujuan itu untuk mencakup
suatu garis keturunan dinasti. Para nabi berbicara tentang perjanjian
yang akan datang (bandingkan Yesaya 61:8; Yeremia 31:31-34;
Yehezkiel 16:60-63; 34:25- 30; 37:19-28; Hosea 2:18:20), dan semua ini
biasanya berhubungan dengan penggenapan yang akan datang dari
aspek-aspek perjanjian terdahulu yang sama sekali tidak terwujud karena
kegagalan umat Israel.

OTORITAS
Kendatipun tidaklah salah untuk mempelajari Alkitab dari perspektif
sastra dan menghargai sebagai karya sastra yang agung, kita tidak dapat
berhenti di situ. Jika Alkitab hendak dikenal sebagai penyataan diri
Allah, maka Alkitab harus dipandang sebagai karya yang tidak sekedar
mengetengahkan pandangan-pandangan umat yang saleh. Dengan kata
lain, jika Allah tidak dipahami sebagai sumber Perjanjian Lama, maka
Perjanjian Lama itu bukan penyataan-diri Allah. Jika Allah adalah
sumber Perjanjian Lama, maka dapat dimengerti bahwa Perjanjian Lama
memiliki otoritas. Kita menelaah Alkitab karena kita berharap akan
memperoleh firman yang memiliki otoritas dari Allah, bukan berbagai
pendapat yang subjektif dari manusia, betapapun berharga atau benar
pendapat-pendapat tersebut. Otoritaslah yang menjadikan Perjanjian
Lama lebih dari sekedar sastra yang bagus. Oleh karena itu Perjanjian
Baru mengacu kepada Perjanjian Lama sebagai tulisan yang dinapaskan
Allah, atau "diilhami". Pengilhaman adalah sifat yang menunjukkan
Allah sebagai sumber dan menjamin bahwa karya tulisan yang
dihasilkan memiliki otoritas (II Timotius 3:16).
Maka dapat dimengerti bahwa jika kita mengharapkan Alkitab berisi
penyataan yang berkuasa dan absah dari Allah maka otoritas tersebut
harus terdapat dalam apa yang hendak dikomunikasikan oleh Alkitab,
bukan dalam apa yang pembaca ingin dengar. Dalam hal ini pun Alkitab
berbeda dari kepustakaan yang lain. Bila kita membaca sebuah novel
atau syair, daya atau kekuatan buku atau tulisan itu dapat diukur melalui
kemampuannya untuk membangkitkan tanggapan dari pembaca dan
memadu hal itu dengan gagasan dari pengarangnya untuk menciptakan
dan menciptakan kembali "berbagai arti" baru setiap kali buku itu
dibaca. Dalam cara ini sebuah syair dapat berarti satu hal bagi seorang
pembaca, sedangkan bagi pembaca lain syair tersebut mempunyai
makna yang lain sama sekali. Kendatipun dinamika seperti ini dapat
merupakan hasil dari proses penerapan ketika membaca
Perjanjian Lama, kenyataan bahwa firman tertulis itu memiliki otoritas
sedangkan tanggapan pembaca tidak, hendaknya menjadi peringatan
agar kita tidak dapat merasa pias dengan mempelajari pelajaran-
pelajaran kita sendiri dari Alkitab, betapa pun bernilainya pelajaran-
pelajaran tersebut. Kita harus berusaha untuk menemukan apa yang
hendak dikumunikasikan oleh penulis, karena disitulah terkandung
otoritas. Apakah implikasi-implikasi dari otoritas yang dimiliki oleh
teks? Yang pertama adalah bahwa kita menerima apa yang dikatakan
teks sebagai kebenaran. Jika Allah tidak pernah mengadakan perjanjian
dengan Abraham atau tidak pernah berfirman kepada Musa di Sinai; jika
penaklukkan negeri perjanjian hanya sekedar suatu polemik khayal bagi
Israel untuk memebela ekspansi wilayahnya; jika perjanjian Daud tidak
lebih dari suatu siasat politik yang dilakukan oleh orang-orang Daud
untuk menyatakan bahwa Allah membenarkan keberlangsungan dinasti
mereka, maka Alkitab bukanlah penyataan-diri Allah, melainkan sekedar
propaganda dan tidak ada sangkut paut sama sekali dengan kita. Jika ada
pengertian meskipun sedikit, yang menunjukkan bahwa Alkitab adalah
firman Allah, maka Alkitab harus diterima sebagai kebenaran.
Implikasi kedua adalah bahwa kita perlu menanggapinya. Jika Alkitab
benar-benar pernyataan-diri Allah yang berwenang, maka kita tidak
boleh mengabaikannya ataupun tidak mengambil peduli. Allah tidak
hanya menghendaki penyembahan, tetapi juga ketaatan, keadilan,
kesetiaan, kekudusan, kebenaran, dan kasih. Singkatnya, Ia ingin agar
kita menjadi seperti Dia - itulah salah satu alasan Ia menyatakan diri
sebagaimana adanya itu.

LATAR BELAKANG GEOGRAFIS PERJANJIAN LAMA


Daftar Isi
1.Mengapa Penting Mempelajari Latar Belakang Geografi PL
2.Ruang Lingkup Geografi PL
3.Geografis secara fisik
4.Geografis secara politik
5.Geografis secara sejarah
6.Makna Teologis Latar Belakang Geografis PL Tanah Perjanjian
7.Peta Geografis Perjanjian Lama 4.
LATAR BELAKANG GEOGRAFIS PERJANJIAN LAMA
1. MENGAPA PENTING MEMPELAJARI LATAR BELAKANG
GEOGRAFI PL?
Pada pelajaran yang pertama telah kita pelajari bahwa melalui kitab-
kitab PL, yang berisi sejarah bangsa Israel, Allah telah menyatakan Diri-
Nya dan rencana-Nya kepada manusia. Untuk itu Allah telah melibatkan
Diri dalam sejarah hidup umat pilihan-Nya yang dibatasi dalam ruang
dan waktu. Kisah sejarah bangsa Israel dalam Kitab-kitab PL bukanlah
karya sastra yang direka-reka dan direncanakan oleh pikiran manusia.
Kita patut bersyukur bahwa Alkitab adalah unik dibandingkan dengan
kitab suci-kitab suci agama lain, karena Alkitab menyebutkan banyak
sekali nama-nama tempat yang memang pernah ada di dunia ini. Itulah
sebabnya ada dua alasan penting untuk mempelajari latar belakang
geografis dunia PL: untuk menjadi bukti bahwa sejarah umat Allah
dalam PL adalah sejarah yang sungguh terjadi di suatu tempat, di suatu
waktu di dunia ini. supaya kita dapat mengerti dan menginterpretasikan
teks Alkitab dengan lebih baik; ada ribuan nama tempat, gunung, sungai,
bukit, laut dll. dalam Alkitab sehingga diperlukan pengetahuan yang
cukup tentang data-data geografis tsb. Untuk dapat menafsirkan ayat
dengan tepat.
2. RUANG LINGKUP GEOGRAFIS PL
Adapun lingkup geografis PL dapat dilihat dari beberapa sisi:
Geografi secara fisik; berhubungan dengan bumi secara fisik: gunung,
sungai, lembah, dan struktur tanah, angin dan cuaca dll. Semua ini
mempengaruhi bagaimana masyarakat hidup di daerah itu; tipe
bangunan rumahnya, tipe pekerjaannya, gaya hidupnya dll.
.
Geografi secara politis; sehubungan dengan pengaturan kelompok
masyarakat yang ada, dari kelompok masyarakat sederhana yang tinggal
berpindah-pindah (nomandi) sampai akhirnya membentuk suatu daerah
pemukiman yang memiliki daerah teritori yang jelas dan bahkan menjadi
kerajaan yang berkuasa atas daerah yang lebih luas.
Geografi secara sejarah; berhubungan dengan perkembangan sejarah
masyarakat dalam satu tempat dan satu waktu. Alkitab mencatat
bagaimana, di mana dan kapan Allah menyatakan Diri dan rencana- Nya
pada umat pilihan-Nya.
3. MAKNA TEOLOGIS LATAR BELAKANG GEOGRAFIS PL
Tanah Perjanjian Wilayah tanah Kanaan memiliki porsi muatan makna
teologis yang sangat besar dalam seluruh kitab PL, karena tanah Kanaan
merupakan komponen utama dalam perjanjian Allah dengan bangsa
pilihan-Nya, Israel. Hal ini dimulai ketika Abraham dipanggil untuk
pergi ke tanah yang akan Tuhan berikan kepadanya dan bangsa
keturunannya, yaitu Tanah Perjanjian, (Kej. 11:31 - 12:10). Wilayah
Tanah Perjanjian itu disebutkan "mulai dari sungai Mesir sampai ke
sungai yang besar itu, sungai Efrat" (Kej. 15:18) dan janji itu
dikonfirmasi lagi kepada Ishak (Kej. 26:3) dan juga kepada Yakub (Kej.
28:13).Luas tanah yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham tidaklah jelas
batasnya. Namun dapat dipastikan lebih luas dari negeri Kanaan, karena
ketika Lot memilih untuk tinggal di lembah Yordan yang subur dan
banyak air di sebelah timur, Abraham tinggal di tanah Kanaan, dan di
situlah Tuhan berkata kepada Abraham: "Pandanglah sekelilingmu dan
lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan
selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan
kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama- lamanya." (Kej.
13:14-15). Ratusan tahun kemudian ketika Musa mengingatkan bangsa
Israel akan Tanah Perjanjian yang Tuhan telah berikan kepada mereka,
maka Musa menjelaskan batas-batas tanah itu sebagai, "Majulah,
berangkatlah, pergilah ke pegunungan orang Amori dan kepada semua
tetangga mereka di Araba-Yordan, di Pegunungan, di Daerah Bukit, di
Tanah Negeb dan di tepi pantai laut, yakni negeri orang Kanaan dan ke
gunung Libanon sampai Efrat, sungai besar itu. Ketahuilah, Aku telah
menyerahkan negeri itu kepadamu; masukilah, dudukilah negeri yang
dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni
Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka dan
kepada keturunannya." (Ul. 1:7-8). Dan saat itu bangsa Israel telah
menduduki tanah bahkan sampai ke TransJordan, yang lebih luas dari
batas Tanah Perjanjian.
Pada masa Yosua, Tuhan memberi perintah kepada Yosua untuk
mengambil seluruh teritori seperti yang telah disebutkan oleh Musa
(Yos. 1:4). Namun selama masa itu Israel gagal untuk mendapatkan
seluruh tanah yang telah Tuhan janjikan, sebab utamanya adalah karena
ketidaktaatan mereka kepada Tuhan, sehingga Tuhan menghukum
mereka dengan tidak memberikan seluruh tanah itu kepada bangsa
Israel. Dan selama masa raja-raja Israel, tidak ada satu raja pun yang
berhasil mendapatkan seluruh
Tanah Perjanjian itu kecuali Daud (itupun masih ada satu bagian tanah,
Tanah orang Het yang tidak menjadi kekuasaan Israel). Sebagai
kesimpulan dapat di katakan bahwa konsep Tanah dan Perjanjian dalam
PL saling memiliki kaitan yang erat. Tanah merupakan anugerah Tuhan
yang dijamin di atas perjanjian (covenant) yang sah. Oleh karena itu
Tanah Perjanjian merupakan simbol akan ketergantungan mereka pada
Tuhan. Hubungan Israel dengan tanah itu merupakan indikasi hubungan
mereka dengan Tuhan. Apabila mereka taat kepada Tuhan maka
kemakmuran yang luar biasa akan terjadi di atas tanah itu (Ul. 22).
Sebaliknya,ketidaktaatan bangsa Israel akan perintah Tuhan akan
berakhir dengan dibuangnya mereka dari Tanah Perjanjian (Ul. 4:25-28;
28:63-68; Yos. 23:13-16; I Raj. 9:6- 9; 2 Raj. 17:22-23; dll.). Dan
akibatnya pada masa-masa itu orang Israel harus hidup di tanah
pembuangan dan dijajah bangsa-bangsa lain. Namun karena janji bahwa
Tuhan akan setia menyertai bangsa ini, maka tidak untuk selamanya
bangsa Israel tinggal di tanah pembuangan. Pada jaman Ezra, sejarah PL
mulai diwarnai dengan pertobatan dan perjanjian untuk menjauhkan diri
dari pemcemaran dosa dari bangsa kafir (Ez. 9:10-15) sehingga bangsa
Israel akhirnya pulang kembali ke tanah airnya dan tinggal di tanah yang
Tuhan janjikan itu.
4. PETA GEOGRAFIS PERJANJIAN LAMA
DOA
"Allah Yahweh, Allah sumber segala berkat, saya bersyukur karena
Engkaulah yang menyediakan tanah di mana saya tinggal saat ini. Saya
bersyukur bahwa Engkau sediakan segala sesuatunya itu untuk kebaikan
saya. Ajarkan kepada saya untuk senantiasa ingat bahwa tempat dimana
saya berada adalah anugerah Tuhan. Di sinilah Tuhan ingin saya
berkarya dan memuliakan nama Tuhan. Oleh karena itu Allah, berikan
saya kekuatan agar saya senantiasa hidup suci di hadapan Tuhan. Amin."
INSTRUKSI
Harap setiap peserta mengikuti petunjuk mengerjakan tugas sbb.:
Bacalah Bahan Pelajaran dan semua Referensi dengan teliti.
1.Bacalah Pertanyaan (A) dan (B) di bawah ini, lalu jawablah dengan
jelas dan tepat.
2.Lembar jawaban yang telah diisi harap dikirimkan dalam bentuk plain
text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk attachment ke:<>
3.Selamat mengerjakan!
Pertanyaan (A)
1.Sebutkan 2 alasan penting mengapa kita perlu mempelajari latar
belakang geografis PL
2.Kepada siapakah Allah memberikan janji "Tanah Perjanjian" itu?
3.Menurut Kej. 15:18, dimanakah batas-batas "Tanah Perjanjian" itu?
4.Mengapa bangsa Israel sering tidak berhasil menduduki Tanah
Perjanjian seperti yang Tuhan janjikan?
5.Menjadi simbol apakah Tanah Perjanjian bagi bangsa Israel?

Pertanyaan (B)
1.Mengapa mendapatkan Tanah Perjanjian menjadi begitu penting bagi
Bangsa Israel? Apakah implikasi teologisnya?
2.Setelah meneliti peta wilayah dimana bangsa Israel tinggal pada masa
Perjanjian Lama, bandingkan dengan peta wilayah negara Indonesia,
lalu sebutkan perbedaan dan persamaannya.
SURVEI PERJANJIAN LAMA
LATAR BELAKANG GEOGRAFIS PERJANJIAN LAMA
NEGERI PALESTINA
Negeri Palestina dinamai menurut bangsa Filistin (Pelishtim dalam
bahasa Ibrani) yang menetap di daerah pantai Laut Tengah dari Yope
sampai Gaza sekitar tahun 1300-1200 SM. Menurut Alkitab, orang-
orang Filistin berhubungan dengan orang Kaftor, yang biasanya
dikaitkan dengan pulau Kreta (Yeremia 47:4; Amos 9:7). Sebelum orang
Filistin bermigrasi daerah itu dikenal sebagai Kanaan. Nama ini
mengandung arti "negeri ungu" dan barangkali nama itu diambil dari
bahan pewarna ungu yang dihasilkan oleh orang pribumi dari sejenis
kerang-kerangan yang banyak terdapat sepanjang pantai Laut
Tengah.Palestina seringkali disebut sebagai pusat geografis dan teologis
dari dunia purbaka. Negeri ini tidak hanya terletak di persimpangan jalan
jalur-jalur perdagangan yang penting pada zaman purbakala tetapi juga
di daerah Yudaisme, Kekristenan, dan Islam mengawali keberadaan
mereka. Luas negeri itu sekitar 242 km dari Dan ke Bersyeba (utara-
selatan) dan 160 km dari Laut
Tengah ke sungai Yordan (timur-barat). Iklimnya normal bagi daerah
Timur Dekat, musim dinginnya sejak sampai dingin bergantung pada
ketinggiannya, dengan sedikit salju di tempat- tempat yang lebih tinggi.
Musim hujan berlangsung dari Oktober sampai April, dengan musim
panas yang kering, tidak berawan dari bulan Mei sampai Agustus.
Negeri Palestina terbagi dengan mudah dalam empat daerah geografis
utama yang membujur dari utara ke selatan: dataran pantai, daerah
perbukitan tengah, celah Yordan, dan dataran tinggi Transyordania.
Pembagian geografis utama Palestina yang melintang dari timur ke barat
berkaitan dengan segi-segi geografis negeri itu dan tapal batas politis
dari dua kerajaan Israel yang pecah.
Pembagian ini meliputi daerah Galilea di utara, Samaria dan di daerah
utaran-tengah Palestina. Yehuda di bagian selatan-tengah Palestina,
dataran Negev (atau padang rumput "kering") di selatan, dan
semenanjung Sinai yang membentuk perintang besar antara Palestina
dan Mesir (lihat peta dan gambar 4.1).
Dataran Pantai
Dataran pantai secara berangsur-angsur meluas sejauh 16 sampai 19 km
mil di Palestina selatan. Hamparan tanah subur ini menerima lebih dari
75 cm curah hujan setiap tahun dekat Laut Tengah. Tiga dataran berbeda
dikenali sepanjang pantai: Akre (Akko), membentang ke utara dari
Gunung Karmel; (sekitar 40 km panjangnya dan 8 sampai 13 km
lebarnya); Saron, antara Gunung Karmel dan Yope, kota Pelabuhan
(sekitar 80 km panjangnya dan 16 km lebarnya); dan dataran Filistin di
bagian paling selatan dari Yope ke Gaza. Dari segi geografis dataran
pantai tidak pernah memegang peranan yang sangat penting bagi umat
Ibrani selama sejarah Perjanjian Lama. Orang Fenesia menguasai
dataran sebelah utara, orang Filistin menguasai dataran selatan dan
dataran Saron merupakan gurun, rawa, dan hutan yang lebat pada zaman
dahulu kala.
Daerah Perbukitan Tengah
Daerah perbukitan tengah secara geografis paling beraneka ragam dan
secara historis paling penting pada masa Perjanjian Lama.Kebanyakan
kota-kota Israel terletak di daerah ini, dan wilayah tersebut merupakan
bagian terbesar yang dikuasai oleh kerajaan Ibrani ketika masih bersatu
dan ketika terpecah. Daerah yang berbukit-bukit membentuk punggung,
atau tulang belakang dari Palestina barat dan umumnya terbagi atas tiga
bagian utama: Galilea, Samaria, dan Yehuda. Daerah-daerah yang landai
mencapai ketinggian 900 m - 990 m; daerah tersebut menerima curah
hujan yang memadai dan cocok sekali bagi orang-orang ibrani untuk
mengembangkan pertanian, termasuk gandum, kebun anggur, buah-
buahan dan rumpun-rumpun pohon zaitun. Bagian-bagian utama Galilea
meliputi Gunung Tabor (Hakim-Hakim 4:6, 12) dan lembah Yizrel. Kota
Sikhem, diapit oleh Gunung Ebal dan Gunung Gerizim, yang dikuasai
oleh Samaria (Yosua 8:30-35). Yerusalem terletak secara menonjol di
persimpangan jalur-jalur lalu lintas perdagangan di Yehuda (2Samuel
5:6-12). Bidang tanah di antara dataran pantai di selatan dan daerah
pegunungan di bagian tengah dikenal sebagai shephelah. Daerah luas
subur (atau dataran tinggi antara pantai dan pegunungan) adalah daerah
hutan pada zaman Perjanjian Lama dan diduduki oleh orang Filistin (bd.
Hakim-Hakim 14-15; 1Samuel 17). Selama masa kerajaan Yehuda, Bet-
Semes dan Lakhis merupakan kubu-kubu pertahanan penting di sisi
barat daya Yehuda (2Tawarikh 25:17-28).
Lembah Yordan
Lembah Sungai Yordan atau celah Yordan, adalah lembah geologis besar
yang mulai di Siria di pegunungan Libanon dan membujur ke selatan
sampai ke Teluk Akaba dan Laut Merah. Lembah Sungai Yordan yang
membentuk perbatasan timur Palestina adalah bagian dari parit geologis
yang berigi-rigi ini.Sungai Yordan bermula pada lereng-lereng bagian
bawah dari Gunung Hermon dan timbul dari tiga anak sungai yang
mendapat airnya dari sumber-sumber. Sungai Yordan mengalir ke selatan
dari Gunung Hermon ke Danau Hula dan rawa-rawa dan selanjutnya
dengan deras mengalir turun sekitar 270 m, dan bermuara di Danau
Galilea. Danau air tawar di daerah pedalaman ini berada 195 m di bawah
permukaan laut dan dikelilingi oleh bukit-bukit kecil. Danau itu sendiri
sekitar 21 km lebarnya dan 11 km panjangnya. Dari Danau Galilea itu
Sungai Yordan mengalir ke selatan, berkelok-kelok menuju ke Laut
Garam atau Laut Mati yang besar, sekitar 390 m di bawah permukaan
laut - bagian yang paling rendah di muka bumi. Dahulu kala daerah
sekitar Danau Galilea berpenduduk sangat padat dan secara intensif dan
ditanami dengan memakai irigasi. Lebih jauh lagi ke selatan, lembah
sungai itu menyempit dan dipadati tumbuh-tumbuhan hingga berupa
hutan, tempat tinggal binatang-binatang liar pada masa Perjanjian Lama
(bd. Yeremia 49:19; 50:44; Zakharia 11:3). Sebagian besar wilayah
ujung selatan dari lembah sungai ini tidak ada penduduknya, kecuali di
tempat Sungai Yabok memasuki Yordan dan di Oasis yang diairi
sumber-sumber di Yerikho. Bukit-bukit tanah liat yang licin dan
berlumpur dan tumbuh-tumbuhan yang lebat yang berjajar sepanjang
lembah Yordan membuatnya tetap merupakan perintang alam antara
Palestina dan dataran tinggi Transyordan. Laut Mati tidak mempunyai
saluran keluar yang alami, dan airnya yang melimpah dengan mineral
mengandung kadar garam sampai 30 persen. Tebing-tebing batu kapur
yang berjajar sepanjang pantai barat Laut mati dipenuhi gua-gua yang
dipergunakan sebagai tempat persembunyian untuk penyamun, pelarian
politik, dan komunitas-komunitas berbagai sekte keagamaan. Di tempat
inilah di antara gua-gua dengan pemandangan "yang kurang
menyedapkan" ini ditemukan gulungan-gulungan naskah Laut Mati atau
gulungan-gulungan naskah komunitas Qumran. Di sebelah selatan Laut
Mati, lembah Araba membentang sejauh beratus-ratus km ke arah Teluk
Kaba. Penduduk di pinggiran daerah padang gurun yang kering dan
terpencil ini menambang endapan-endapan biji besi dan tembaga yang
dijumpai di daerah bukit-bukit di perbatasan Araba, atau giat dalam
perdagangan dengan kafilah-kafilah yang melintasi daerah itu.
Dataran Tinggi Transyordania
Pada umumnya, dataran tinggi Tranyordania merupakan dataran luas
yang menjulang dengan ketinggian sekitar 600-1800 m diatas
permukaan laut antara Sungai Yordan dan daerah paling utara dari gurun
Arabia. Daerah ini menghasilkan beberapa jenis mineral dan cocok
untuk gaya hidup pertanian dan penggembalaan. Empat wadi utama atau
anak sungai mengalir ke Sungai Yordan dari dataran tinggi ini, termasuk
Yarmuk, Yabok, Arnon, dan Zered.Dataran tinggi Transyordania ini
dapat dibagi menjadi tiga dataran tinggi utama: dataran tinggi Gunung
Seir di selatan (dari Teluk Elat sampai Sungai Zered), daerah Moab dan
Gilead di Transyordania tengah (membentang dari Zered ke Sungai
Yarmuk), dan dataran tinggi Basan di utara (memanjang dari Yarmuk
sampai Dan). "Jalan raya raja" menyusur sepanjang dataran tinggi
Transyordan dan Bozra ke Damsyik.Dataran tinggi Seir merupakan
daerah yang paling tidak datar dari ketiga daerah tersebut, dengan
puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi sampai hampir 1800 m.
Di sini orang Edom dan kemudian orang Nabeta membangun kota-kota
mereka di antara tebing-tebing karang yang curam. Moab dan Gilead
mempunyai tanah subur untuk bercocok tanam dan bidang tanah
berumput yang luas untuk kawanan ternak. Sisa-sisa hutan lebat masih
dapat dijumpai di Gilead. Dataran tinggi yang paling luas dan subur
adalah daerah Basan. Di sini dataran tinggi itu terletak sekitar 900-1500
m di atas permukaan laut, yang mengizinkan curah hujan yang memadai
untuk pertanian. Tanah gunung berapi subur dari dataran Basan
menjadikannya padang-padang rumput yang terbaik di seluruh daerah
Levantin di sebelah timur Laut Tengah (bd. Mazmur 22:13; bd. Amos
4:1). Daerah Trans-yordania adalah daerah yang pertama-tama didiami
oleh orang-orang Ibrani sebagai bagian dari penaklukkan
Palestina sesudah peristiwa-peristiwa Keluaran dari Mesir (Yosua 13:24-
31). Sepanjang sejarah PL daerah dataran tinggi ini sering kali
merupakan ajaran pertempuran militer sewaku orang Ibrani, orang
Aram, orang Asyur, orang Moab dan orang Amon semua berlomba-
lomba untuk menguasai pusat- pusat perdagangan sepanjang jalan raya
raja dan daerah subur di Gilea dan Basan, suatu komoditi yang sangat
bernilai di lingkungan gurun pasir dan kering dari bagian terbesar
wilayah Timur Dekat. Referensi 02b -

PENGENALAN PERJANJIAN LAMA


ILMU BUMI PERJANJIAN LAMA
Daerah Timur Kuno Daerah kejadian-kejadian Perjanjian lama pada
garis besarnya termasuk lembah utara dan delta/beting sungai Nil,
semenanjung Sinai, negara-negara Palestina, Fenesia, Aram (Siria),
lembah- lembah sungai Efrat, Tigris, dan negara Persia (Iran). Sekarang
seluruh daerah yang luas itu disebut "Sabit Subur" (Fertile Crescent).
Penduduknya mendiami daerah yang berbentuk seperti dua garis
memanjang yang merupakan lengan daripada suatu sudut, dengan ujung
sudut itu terletak di dekat mata air sungai Efrat. Garis timur dari sudut
tersebut menuju ke arah Selatan melalui lembah Efrat sampai ke Teluk
Persia. Pada garis itu terdapat bangsa Asyur, Babel dan Persia. Pada
garis Barat-daya, terdapat bangsa Aram (Siria), Fenesia, Israel dan
Mesir.
1.Kedua sistem sungai yang besar, yaitu sungai Nil (bagian Barat daya)
dan Efrat-Tigris (bagian Timur laut)memungkinkan tanah datar yang
luas dan berpengairan. Kedua daerah daratan tersebut menjadi pusat
daripada dua kekuasaan besar pada masa Perjanjian Lama, yaitu Mesir
dan Mesopotamia (Babel).
2.Perhatikanlah letak Israel di antara kedua kekuasaan besar tersebut.
Mula-mula Mesir, kemudian Asyur, setelah itu Babel, Persia dan
kerajaan-kerajaan Ptolemy dan Seleucus (raja-raja Yunani/Gerika),
sangat mempengaruhi jalannya sejarah Israel. Dibandingkan dengan
kerajaan-kerajaan yang kuat itu, Israel kelihatan kecil dan tidak berdaya,
bahkan tidak berarti bagi pandangan duniawi. Akan tetapi Israel telah
menandai dan mempengaruhi sejarah dunia dari segi agama dengan cara
yang tidak tercapai oleh kerajaan-kerajaan yang lain itu.
3.Palestina Tanah Palestina atau Kanaan adalah daerah yang terletak di
antara Lautan Tengah sebagai batas Barat dan Padang Gurun Arab
sebagai batas Timur. Batas Utara dan Selatan tidak ditetapkan dengan
pasti, tetapi kira-kira sesuai dengan ucapan yang sering kali terdapat
dalam Perjanjian Lama, yaitu "dari Dan sampai Bersyeba" (Hakim-
hakim 20:1; II Sam. 3:10; 17:11; I Tawarikh 21:2; II Tawarikh 30:5).
Namun ""Palestina" berasal dari nama "Filistin" sebab orang-orang itu
menduduki dataran pantai.
Panjang Tanah Palestina dari Dan sampai Barsyeba kurang lebih 240
km, sedangkan lebarnya kalau dihitung dari sungai Yordan ke pantai
kurang lebih 95 km di bagian Selatan, dan kurang lebih 50 km di bagian
Utara. Di sebelah Timur sungai Yordan, garis perbatasan agak kurang
jelas.
Sifat Umum - pada umumnya, tanah Palestina berupa daerah
pegunungan. Di antara gunung-gunung itu, terdapat lembah-lembah
yang cukup subur. Sebagai orang yang biasa hidup di daerah
pegunungan, bani Osrael kurang pandai berperang di tanah datar
(Hakim-hakim 1:9), walaupun kemudian mereka mulai memakai
pasukan kuda untuk melawan Siria dan Asyur. Oleh sebab itu bani Israel
tidak dapat mempertahankan bagian dataran pantai dalam waktu yang
lama,sedangkan Dataran Esdralon sering menjadi perjuangan, yang tidak
selalu berhasil baik bagi tentara Israel.
1.Bagian-bagian Umum - Tanah Palestina dengan sendirinya terbagi
menjadi empat bidang dengan arah Utara-Selatan."Dataran Pantai", yang
menyusur Lautan Tengah dari Gunung Karmel ke Selatan "Pegunungan
Tengah", yang mulai dari Libanon dan mengarah terus ke padang gurun
Selatan, dengan Datar Esdralon (Yiztreel) di pertengahannya.
b."Lembah Yordan" termasuk Laut Galilea dan Laut Mati.
c."Pegunungan Timur", mulai dari G. Hermon sampai ke tanah Moab.
d.Dataran Pantai: Lebarnya berubah-ubah dari 8 sampai 24 km. Di
sebelah Utara G. Karmel terletak Fenesia dengan .pelabuhan-
pelabuhannya yang terkenal yaitu Tirus dan Sidon. Tetapi dari Karmel
ke Selatan, garis pantai lurus saja dengan hanya satu tempat sebagai
kemungkinan pelabuhan, yaitu Yope (Jaffa), yang sejak semula menjadi
pelabuhan
Kota Yerusalem.
Pegunungan Tengah:
Bagian Utara - Disini sebenarnya terdapat dua pegunungan, yaitu
Libanon dan Anti-Libanon. Di antara dua pegunungan tersebut terdapat
rute yang biasa dipakai oleh penyerbu- penyerbu dari Utara/Timur. Para
pemazmur dan nabi sering menyebutkan tentang salju, pohon-pohon
cedar, sungai- sungai, keindahan dan kesuburan daerah Libanon itu (Yer.
18:14; Kidung Agung 4:15; Yes. 60:13). Gunung yang paling tinggi di
bagian ini adalah Hermon (2800 m) yang ditutupi oleh salju, juga
disebut "Siryon" di Perjanjian Lama (Ul. 3:9; Maz. 42:7; 89:13; 133:3).
Menuju ke Selatan pegunungan Libanon (Barat) menjadi pegunungan
Galilea, yang tidak setinggi pegunungan Libanon. Bagian ini jarang
masuk sejarah Perjanjian Lama karena jauh dari pusat kejadian-kejadian
besar. Namun, pada zaman Perjanjian Baru, daerah Galilea itu menjadi
tempat yang sangat penting. Pegunungan Samaria - sebelah Selatan
Dataran Esdralon, Pegunungan Tengah memasuki daerah "pegunungan
Samaria", tanah yang berbukit-bukit dengan lembah-lembah yang subur,
misalnya Dataran Dotan di mana kakak-kakak Yusuf penggembalakan
kambing domba ayah mereka (Kej. 37:17). Di Samaria juga terdapat
beberapa kota yang terkenal pada zaman Perjanjian Lama, misalnya kota
Sikhem (terletak di antara G. Ebal & Gerizim) yang ada hubungannya
dengan Abraham (Kej. 12:6) dan Yakub (Kej. 33:18), dan juga menjadi
tempat perkumpulan sidang-sidang besar orang Israel (Yos.
24).Pegunungan Yudea - Menuju ke Selatan lagi, terdapat "pegunungan
Yudea". Pada batas Utaranya terdapat banyak benteng-benteng, yang
menceritakan peperangan-peperangan antara Yehuda dan Israel. Di
bagian Selatan terletak kota Betlehem, tempat lahirnya Daud (I Sam.
16:1) dan tempat kejadian kisah Rut (Rut 1:1,19). Agak ke Selatan lagi
terletak Hebron, kota yang paling tua di Palestina, dimana para kepala
bangsa (patriarkh) dikuburkan di dalam Gua Makhpela (Kej. 23:19;
25:9; 50:13), dan yang dijadikan ibu kota Yehuda oleh Daud sebelum
Yerusalem ditaklukkan (I Taw. 11:1,2).
Lembah Yordan
Sungai Yordan - mata airnya terletak di sebelah Barat G. Hermon,
kurang lebih 525m. di atas permukaan laut. Dia mengalir ke Selatan
melalui dua danau, yaitu mata air Meron (Danau Huleh) (Yos. 11:1-9)
dan Laut Galilea, akhirnya masuk Laut Mati kira-kira 400m. di bawah
permukaan laut. Sebab daerahnya menurun, sungai itu mengalir cukup
deras dan tidak dapat dilayari secara praktis. Tetapi sungai Yordan dapat
diseberangi dengan memakai arungan yang terletak misalnya di Yerikho,
dan di beberapa tempat di sebelah Utara Yabok. Di tempat
penyeberangan Yabok itu Yakub bergulat pada waktu malam (Kej. 32:33
dst.).Laut Galilea - panjangnya 20 km. sedangkan pada bagian yang
paling lebar 12 km. Letaknya berupa tempat dalam (210m di bawah
permukaan laut), dikelilingi bukit-bukit tinggi. Laut ini jarang
disebutkan dalam Perjanjian Lama, kecuali dengan memakai nama
"Kinerot" (Yos. 11:2) atau "Kineret" (Ul. 3:17). Laut Mati - disebut
"Laut Asin" dalam Perjanjian Lama (Kej. 14:3; Bil. 34:3), atau "Laut
Araba" (Ul. 3:17). Panjangnya 69 km, lebarnya 5 km. sampai 14 km,
dan merupakan genangan air yang paling rendah di dunia (397m. di
bawah permukaan laut). Oleh sebab itu, iklimnya panas sekali. Tidak ada
saluran keluar, dan kalau air meluap, akhirnya menguap. Oleh karena itu
airnya penuh dengan garam dan mineral- mineral lain. Di sebelah barat
terletak jurang-jurang En- Gedi, tempat di mana Daud menyembunyikan
dirinya (I Sam. 24:1).
Pegunungan Timur Di bagian ini terdapat tanah berbukit-bukit yang
cukup subur, dengan hutan dan kebun buah-buahan. Di sini juga terdapat
dataran tinggi Basan, yang terkenal karena lembu-lembunya (Amos 4:1;
Ul. 32:14) dan kota-kotanya yang besar. Ke Selatan lagi terletak Gilead,
yang terkenal karena rempah-rempahnya (Kej. 37:25), dan tanah Amori
yang rajanya Sihon dikalahkan oleh Israel (Bil. 21:21 dst.). Di daerah ini
juga terletak Yabesy-Gilead, tempat Saul pertama kali muncul sebagai
seorang yang berkuasa di Israel (I Sam. 11); juga Ramot-Gilead, dimana
raja Ahab dikalahkan oleh Aram dan mati (I Raja-raja fas. 22). Lebih ke
Selatan lagi, yaitu dekat Laut Mati dan sebelah Timurnya, terdapat bani
Amon dan Moab, tetangga yang sering menyerang Israel. Daerah paling
Selatan didiami bani Edom. Oleh karena daerah ini sukar sekali
dipertahankan, maka Israel tidak dapat menegakkan diri secara tetap di
sebelah Timur sungai Yordan.
Dataran Esdralon Daerah yang bersegi-tiga ini sangat penting di dalam
sejarah Perjanjian Lama, maka karena itu diperhatikan secara khusus.
Letaknya di antara Galilea dan Samaria; pegunungan Galilea sebagai
batas Utara, pegunungan Karmel sebagai batas Barat- daya, dan
pegunungan Gilboa sebagai batas Timur. Sungai Kison mengalir
daripadanya ke Lautan Tengah. Jalan keluar dari sebelah Timur ke
lembah Yordan ialah melalui lembah Yizreel (dalam bahasa Yunani
"Esdralon""). Dataran ini sangat penting karena letaknya sangat
strategis. Pedagang-pedagang dari Damsyik, Arabia dan Mesopotamia
yang menuju ke pantai Siria atau Mesir, biasanya melewati dataran
Esdralon. Tanahnya juga subur sekali, maka dari itu dipandang sebagai
tanah yang berharga dan baik dimiliki.
Oleh karena daerah ini mudah dimasuki baik dari sebelah Timur maupun
dari sebelah Barat, maka menjadi medan peperangan Israel. Terutama,
pernah terjadi empat perang besar di sini:
1.Sisera, panglima Kanaan, dikalahkan oleh Debora dan barak (Hakim-
hakim 5:19-21)
2.orang Midian dihancurkan oleh Gideon dengan 300 prajuritnya di kaki
Gunung Gilboa (Hakim-hakim fas 7).
3.Raja Saul dan anaknya Yonathan dibunuh di G. Gilboa oleh orang
filistin (I Sam. 31)
4. Raja Yosia mati waktu dia berusaha menghalangi Firaun Nekho
memasuki Dataran Esdralon melalui jalan Megido (II Raja-raja 23:29,
30). Di G. Karmel, Elia mengadakan pengujian terhadap nabi-nabi Baal
(I Raja-raja 18:20 dst.) Kota Yizreel kadang-kadang menjadi tempat
tinggal Raja Ahab, dan di lereng gunung tersebut terletak kebun anggur
Nabot yang dirampas Ahab dengan tipu muslihat (I Raja-raja 21:1 dst).
Letak kota Yerusalem Yerusalem terletak 700m di atas permukaan laut,
di daerah pegunungan Yudea. Sebenarnya tempat itu kurang baik sebagai
lokasi ibu kota negara - jauh dari laut (54km), tidak terletak di tepi
sungai besar, tidak dekat dengan jalan raya/dagang, persediaan airnya
kurang bagus dan termasuk daerah kurang subur. Namun demikian, tidak
ada sebuah kota lain yang telah sedemikian rupa mempengaruhi sejarah
dunia.
SEJARAH PERJANJIAN LAMA
Daftar Isi
a.Hal-hal penting yang perlu diketahui dalam mempelajari sejarah PL
b.Sejarah PL adalah sejarah KEHIDUPAN MANUSIA YANG NYATA
c.Sejarah PL adalah PEKERJAAN ALLAH
d.Sejarah PL adalah SEJARAH KESELAMATAN
1.Kronologis Sejarah PL
Jaman Adam sampai Abraham (kira-kira 5000 - 4000 SM) .
Jaman Patriakh-Patriakh (kira-kira 2000 - 1400 SM) b.
Jaman Keluaran/Eksodus dari Mesir (kira-kira 2000 - 1400 SM) c.
Jaman Hakim-Hakim (kira-kira 1400-1050 SM) d.
Jaman Kerajaan Bersatu (kira-kira 1050 - 931 SM) e.
Jaman Kerajaan Terpisah (kira-kira 930 - 586 SM) f.
Jaman pembuangan di Babel dan kembali ke tanah Israel (kira-kira 587
B.C). g.
SEJARAH SINGKAT PERJANJIAN LAMA
Seperti yang telah disinggung pada pelajaran sebelumnya bahwa
sebagian besar Kitab-kitab dalam Perjanjian Lama berisi cerita sejarah,
khususnya tentang sejarah bangsa Israel. Cerita-cerita tsb. bukanlah
cerita yang sekedar kita dengar lalu kita lupakan, karena ada makna
teologis yang dapat ditarik kalau kita mempelajari dengan teliti dan
dengan tujuan yang benar.
Mempelajari sejarah PL harus dimulai dengan kerinduan untuk mengerti
maksud dan rencana Allah berintervensi (turut campur tangan) dalam
sejarah manusia. Hal inilah juga yang mendorong para ahli Alkitab
untuk meneliti dan menyusun urutan kejadian-kejadian dalam Alkitab
untuk melihat kembali bagaimana Allah berkarya, menyatakan Diri-Nya
dan bagaimana Ia bertindak dan berhubungan dengan manusia. Tindakan
Allah dalam sejarah ciptaan-Nya ini membuktikan akan penyertaan dan
pemeliharaan Allah terhadap ciptaan-Nya. Apa yang Allah kerjakan dan
tunjukkan di masa lampau dalam sejarah Perjanjian Lama, memberikan
dampak dan pengharapan bagi kita yang hidup pada masa kini.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini adalah hal-hal penting yang perlu
diketahui dalam mempelajari sejarah PL ini.
a. HAL-HAL PENTING YANG PERLU DIKETAHUI DALAM
MEMPELAJARI SEJARAH PL
Sejarah PL adalah Sejarah KEHIDUPAN MANUSIA YANG NYATA
Sejarah PL bukanlah cerita-cerita usang belaka dari suatu bangsa yang hanya
rekaan manusia. Sejarah PL adalah kisah dari sebuah bangsa yang betul-betul ada
di dunia, yang telah dipilih Allah untuk menjadi saluran kasih-Nya. Setiap kejadian
yang ada dalam sejarah PL merupakan sebuah mata rantai sejarah Keselamatan
Allah yang panjang yang saling menyambung, karena kisah yang ada dal

PL tsb. satu dengan yang lain memiliki hubungan/kaitan yang sangat


erat, baik hubungan sebagai kelanjutan cerita, tapi juga hubungan akan
penggenapan atas nubuat yang telah diberikan sebelumnya.
b.Sejarah PL adalah PEKERJAAN ALLAH
Alkitab PL bukan saja meliputi cerita kronologis bangsa Israel dari permulaan
pemilihan sampai jaman Yesus Kristus, tapi adalah sejarah pekerjaan Allah yang
terus menerus dinyatakan di dalam kehidupan orang-orang Israel agar mereka
mengerti tujuan pekerjaan dan rencana karya Allah untuk keselamatan mereka
serta menjadikan mereka rekan kerja Allah.
c.Sejarah PL adalah SEJARAH KESELAMATAN
Dari peristiwa-peristiwa yang disusun secara kronologis maka terlihatlah
suatu benang merah berita inti dalam seluruh sejarah umat manusia,
yaitu Sejarah Keselamatan yang Allah anugerahkan kepada manusia.
Manusia yang telah jatuh dalam dosa dan terputus hubungan dengan
Allah diberikan pengharapan baru; dan pada setiap generasi, sejarah
mencatat, Allah selalu mengulangi panggilan-Nya agar manusia berbalik
dan menerima keselamatan yang dari Tuhan. Dari tiga hal di atas
jelaslah bahwa untuk mempelajari sejarah PL kita harus melihat
keseluruhan beritanya dalam konteks yang tepat. Sejarah PL bukan
berisi perintah-perintah yang harus kita ikuti atau cerita yang bisa kita
ambil dan mengerti secara terpisahpisah, karena masing-masing
peristiwa memiliki latarbelakang historis yang menuju ke satu berita
utama, yaitu berita Keselamatan. Oleh karena itu mempelajari sejarah
PL akan menolong kita secara langsung untuk mempelajari konteks
dalam menafsirkan berita PL secara benar.
2. KRONOLOGIS SEJARAH PL
Sebelum memberikan garis besar sejarah seluruh PL, perlu terlebih
dahulu kita mengerti bagaimana para ahli Alkitab dan sejarah
menentukan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa tsb. secara kronologis.
Penentuan waktu kronologis sejarah PL (dari masa penciptaan, Adam
dan seterusnya) tidak begitu mudah untuk dipastikan, karena Alkitab
sendiri tidak ditulis untuk maksud memberikan catatan kronologis yang
urut dan lengkap. Tujuan Alkitab mencatat peristiwa-peristiwa penting
adalah untuk memberikan gambaran sehubungan dengan bagaimana
Allah bertindak terhadap manusia pada tempat dan waktu saat itu. Salah
satu cara menentukan waktu kejadian penciptaan Adam adalah dengan
teori Ussher (sekalipun sekarang teori ini tidak populer), yaitu dengan
cara menjumlahkan kebelakang genealogi- genealogi (silsilah) dan data-
data kronologis lain yang terdapat dalam PL (dengan asumsi bahwa
silsilah-silsilah PL semua lengkap dan berurutan). Dengan cara ini
ditentukan bahwa waktu penciptaan Adam adalah thn. 4004 SM
(Sebelum Masehi). Banyak orang masih memakai pedoman pentarikhan
waktu Ussher ini sebagai pedoman pengurutan kronologisnya saja,
sedangkan penentuan tahunnya tidak diikuti.
Berikut ini adalah garis besar pembagian sejarah PL secara kronologis:
Jaman Adam sampai Abraham (kira-kira 5000 - 4000 SM)
Jaman ini oleh beberapa sarjana ditempatkan dalam ruang waktu antara
5000-4000 SM, walaupun ada banyak pandangan yang berbeda- beda
tentang penetapan waktu ini. Dalam jaman ini dicatat dua peristiwa
besar:
Air bah (Kejadian 6:13; 9:17) - 3000 SM, tahun ini ditentukan dengan
memperhatikan kesamaan antara Air Bah di dalam Alkitab dengan
sebuah kisah air bah yang berasal dari Babel.
1.Menara Babel (Kejadian 11:1-9) - 3000-2000 SM, karena kejadiannya
ini tidak lama sesudah air bah, (dimana semua manusia masih tinggal di
satu daerah).
2.Jaman Patriakh-Patriakh (kira-kira 2000 - 1400 SM)
Kisah pengembaraan Abraham dalam Kejadian 12-50 dapat diyakinkan
dari berbagai keterangan yang cocok sekali dengan lingkungan
kebudayaan periode tahun 2000-1600 SM, dimana cara hidup orang-
orang jaman itu adalah mengembara (nomandik). Tanah Palestina saat
itu masih jarang penduduknya sehingga pengembaraan masih dapat
dilakukan dengan bebas di daerah-daerah yang subur, bahkan dari
daerah Mesopotamia (tempat asal Abraham) ke Palestina.
Jaman Keluaran/Eksodus dari Mesir (kira-kira 2000 - 1400 SM)
Ada dua periode besar pada jaman ini yang berjalan kira-kira 430 tahun
(Kel. 12:40-41). Pertama adalah masa Abraham dipanggil Tuhan sampai
Yakub masuk ke Mesir (Kej. 12:4; 2:15; 25:26; 47:9). Dan kedua adalah
masa bgs. Israel di Mesir sampai keluar dari Mesir. Thn. 1290 SM
diperkirakan sebagai tahun keluarnya (Eksodus) bangsa Israel dari
Mesir. Saat itu diperkirakan umur Musa adalah 80 tahun.

Jaman Hakim-Hakim (kira-kira 1400-1050 SM)


Jaman ini adalah masa sesudah kematian Yosua. Dalam periode ini ada
13 hakim yang ditunjuk Tuhan untuk memimpin bangsa Israel hidup di
Tanah Perjanjian. (Daftar Hakim-hakim lihat di bahan eferensi) Masa
Hakim-hakim ini dianggap sebagai masa gelap bangsa Israel,
diungkapkan sebagai masa dimana "setiap orang berbuat apa yang benar
menurut pandangannya sendiri." (Hak. 17:6). Pada masa ini sepertinya
Tuhan tidak bekerja, baik melalui mujizat maupun tanda-tanda lain yang
menyertai. Kehidupan bangsa Israel sangat mundur bukan hanya secara
rohani tapi juga dalam hal keamanan dan kesejahteraan jasmani. Mereka
sering dikalahkan, dirampok dan diperlakukan sangat buruk oleh
bangsa-bagsa lain yang lebih kuat. Kunci dari masalah ini adalah karena
dosa-dosa yang diperbuat oleh bangsa Israel, sehingga Tuhan
meninggalkan mereka.
Jaman Kerajaan Bersatu (kira-kira 1050 - 931 SM)
Dalam rangkaian sejarah bangsa Israel, periode jaman ini dapat
dikatakan sebagai jaman yang paling gemilang dan makmur. Israel
menjadi bangsa yang memiliki derajat tinggi diantara bangsa- bangsa di
sekitarnya. Hal ini ditandai dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai
dalam berbagai bidang (ilmu pengetahuan, kesusasteraan, pembangunan
dll.) Tapi pada pihak yang lain sistem pemerintahan "Teokrasi", yaitu
kepemimpinan langsung oleh Tuhan, mulai ditinggalkan oleh bangsa
Israel. Tuhan mengijinkan mereka memiliki raja sendiri untuk
memerintah karena kedegilan hati bangsa ini. Tetapi Tuhan memberikan
peringatan yang jelas (I Sam. 8) bahwa mereka akan menyesal
dikemudian hari. (Daftar Raja-raja Israel dapat dilihat di bahan
Referensi).
Jaman Kerajaan Terpecah (kira-kira 930 - 586 SM)
Kejayaan kerajaan Israel berakhir setelah pemerintahan raja Salomo,
karena kemudian kerajaan ini mulai pecah dan runtuh sedikit demi
sedikit dan akhirnya hancur karena kejahatan mereka di mata Tuhan dan
penyembahan-penyembahan mereka kepada patung- patung berhala.
Karena janji dan kesetiaan Tuhan pada bangsa ini maka tak henti-
hentinya Tuhan berbicara dengan mengirimkan utusan-utusan-Nya. Pada
jaman ini beberapa nabi dibangkitkan Tuhan untuk menyampaikan
Firman-Nya kepada raja dan rakyat dari kedua kerajaan yang pecah ini.
(Daftar nabi-nabi dapat dilihat di bahan Referensi).
Jaman pembuangan di Babel dan kembali ke tanah Israel (kira-kira 587
B.C).
Periode pertama jaman ini adalah masa yang sulit bagi bangsa Israel.
Mereka berkali-kali jatuh ke tangan bangsa lain, dijajah dan ditindas,
bahkan mereka sempat dibuang ke tanah asing untuk menjadi bangsa
tawanan. Hal ini Tuhan ijinkan terjadi karena Tuhan sedang menghukum
bangsa Israel atas dosa dan kejahatan mereka dengan harapan supaya
mereka mengoreksi diri lalu berbalik kepada Tuhan.Pada saat yang sama
Tuhan juga mengirimkan nabi-nabi-Nya untuk berbicara tentang janji
kesetiaan Tuhan bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan mereka asal
mereka mau berbalik dan mentaati perintah Tuhan. (Daftar nabi-nabi
dapat dilihat di bahan Referensi). Di tanah pembuangan inilah bangsa
Yahudi dan Yudaisme dilahirkan. Orang-orang yang Tuhan pakai, seperti
Ezra dan Nehemia, berhasil memimpin bangsa ini untuk kembali
menegakkan "monotheisme" dan menghargai Firman Tuhan yang
diajarkan oleh nenek moyang dari generasi-generasi sebelumnya,
termasuk di dalamnya adalah Hukum Taurat sebagai pusat pengajaran
mereka. Periode kedua dari jaman ini adalah kembalinya bangsa Yahudi
ke tanah Palestina yaitu setelah tahun 539 SM, ketika Raja Koresy dari
Persia menaklukkan Babel dan bangsa Israel pulang ke tempat asal dan
membangun bangsa dan tempat ibadah mereka kembali. Rombongan
pertama dipimpin oleh seorang yang bernama Sesbazar (Ezra 1:11; 5:14)
538 SM dimana fondasi Bait Suci diletakkan. Rombongan kedua
dipimpin oleh Hagai dan Zakharia 520 SM berjumlah 42.360 orang
(Ezra 2:64). Bait Suci selesai dibangun.
Tahun 458 SM ada pengutusan dilakukan oleh Ezra beserta
serombongan besar orang Yahudi (Ezra 7:1-7) dan tahun 445 SM
Nehemia datang ke Yerusalem menyelesaikan pembangunannya. Pada
akhir sejarah Perjanjian Lama kita ketahui bahwa orang-orang Yahudi
yang pulang ke tanah air mereka memiliki komitmen untuk menjunjung
tinggi Hukum Taurat dan tempat ibadah Bait Suci karena mereka
memiliki keyakinan yang teguh bahwa merekalah umat pilihan Allah.
Sampai pada permulaan sejarah Perjanjian Baru kita masih melihat
bahwa bangsa dan agama Yahudi berkembang terus dengan subur.
Akhir Pelajaran (PPL-P03)
DOA
"Allah yang hidup, kami bersyukur bahwa Engkau selalu setia sekalipun
kami sering tidak setia. KesetiaanMu dan janjiMu adalah jaminan bagi
kami untuk tetap hidup dan layak disebut sebagai anak-anak Allah."
Amin.
SEJARAH SINGKAT PERJANJIAN LAMA
INSTRUKSI
Harap setiap peserta mengikuti petunjuk mengerjakan tugas sbb.:
Bacalah Bahan Pelajaran dan semua Referensi 03 dengan teliti. 1.
Bacalah Pertanyaan (A) dan (B) di bawah ini, lalu jawablah dengan jelas
dan tepat. 2.
Lembar jawaban yang telah diisi harap dikirimkan dalam bentuk plain
text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk
attachment ke:
Pertanyaan (A):
1.Mengapa waktu kronologis PL sulit ditentukan?
2.Menurut teori Ussher, kapan atau tahun berapa Adam diciptakan?
3.Di antara pembagian jaman-jaman kronologis sejarah PL, jaman
manakah yang disebut sebagai "masa gelap"? Mengapa?
4.Apakah maksud Tuhan dengan membiarkan bangsa Israel dibuang ke
negeri lain dan menjadi bangsa tawanan?
5.Dimanakah bangsa Yahudi dan agama Yudaisme dilahirkan?
Pertanyaan (B)
1.Apakah sumbangsih pengetahuan sejarah Perjanjian Lama bagi iman
kepercayaan kita?
2.Mengapa agama Yudaisme disebut sebagai agama monotheisme?
SURVEI PERJANJIAN LAMA
TINJAUAN SEJARAH MASA PERJANJIAN LAMA
KRONOLOGI
Sepatah kata tentang kronologi perlu untuk suatu tinjauan sejarah masa
Perjanjian Lama. Para pembaca barangkali bertanya-tanya bagaimana
tanggal-tanggal dapat ditetapkan untuk semua peristiwa dan tokoh dari
sejarah dahulu kala bilamana catatan-catatan, paling banter, hanya
mengetengahkan sebuah ungkapan seperti "Dalam tahun ketiga
pemerintahan raja X." Ada banyak sumber dari Israel dan Timur Dekat
Kuno yang memberikan kronologi yang relatif (tahun ketiga seorang raja
anu adalah tahun pertama raja yang lain), dan dari data tersebut maka
suatu kerangka yang berkenaan dengan berbagai orang dan peristiwa
dapat disusun. Untuk menetapkan suatu kronologi yang pasti (raja mulai
pemerintahannya pada thun 465 SM), suatu waktu yang pasti harus
ditentukan yang dapat dikaitkan dengan jaringan kronologi yang relatif
itu.
Untuk Timur Dekat Kuno, waktu yang pasti ini disediakan oleh daftar
Eponim dari Asyur. Daftar Eponim setiap tahunnya mencatat pejabat
tertentu yang mendapatkan penghargaan dengan menamai tahun itu
menurut nama pejabat tersebut. Dalam daftar tersebut namanya dicatat
bersama- sama dengan satu atau dua peristiwa yang paling penting dari
tahun"nya", biasanya aksi militer. Secara kebetulan, dalam tahun Ishdi-
Sagale, gubernur Guzana, daftarnya melaporkan terjadinya gerhana
matahari. Para ahli astronomi dapat menghitung kapan gerhana matahari
terjadi, oleh karena itu tahun Ishdi-Sagale dapat ditentukan dengan pasti
sebagai tahun 763 SM. Ini merupakan tautan utama untuk kronologi
yang pasti dari Timur Dekat Kuno, dan hal itu tidak ditentang. Sebagai
akibatnya, dapat dipastikan bahwa daftar Eponim meliputi tahun 893-
666 SM. Karena setiap raja Asyur selama masa ini (sudah dapat
dikethaui termasuk diantara orang-orang yang dihormati, maka tanggal-
tanggal kerajaan Asyur dapat ditetapkan untuk masa yang lebih dari dua
abad itu. Ini adalah zaman Kerajaan Neo-Asyur, jadi semua peristiwa
dari kebanyakan bangsa Timur Dekat Kuno disinkronisasikan dengan
Asyur pada waktu itu. Dengan demikian Asyur sudah menjadi dasar
untuk kronologi Timur Dekat Kuno.
Akan tetapi, kita tidak boleh menganggap bahwa dengan demikian
semua persoalan kronologis terpecahkan. Seringkali data yang
bertentangan dengan skema kronologi relatif yang memperkenalkan
ketidakpastian untuk penentuan tanggal yang pasti. Dalam kesempatan
lain berbagai peristiwa atau tokoh tidak berhubungan dalam materi
naskah dengan jaringan kronologi relatif – misalnya kelalaian kitab
Keluaran untuk menyebutkan nama firaun yang memerintah waktu itu.
Persoalan-persoalan lain lagi terjadi manakala sumber-sumber kuno
tidak mencatat secara memadai kerumitan dari suatu keadaan - misalnya
berbagai kesenjangan dalam kronologi, pemerintahan oleh seorang wali
dinasti atau penguasa yang memerintah dalam waktu yang bersamaan
dengan dinasti atau penguasa lain dalam negara yang sama. Yang
terakhir, beberapa sumber menyediakan informasi mengenai jangka
waktu yang lebih panjang. Misalnya, dalam catatan Tiglat-Pileser I dari
Asyur dinyatakan bahwa bait suci yang dibangun oleh Shamshi-Adad I
sudah mau runtuh dalam waktu lebih dari 641 tahun; dalam doa Salomo
yang tercatat di I Raja-raja 6:1 dinyatakan bahwa 480 tahun sudah
berlalu antara peristiwa Keluaran dan Penahbisan bait Allah oleh
Salomon. Fakta-fakta ini dapat menimbulkan berbagai masalah jika
tidak bertautan dengan informasi yang disediakan oleh jaringan
kronologi relatif.
Akibatnya ialah bahwa masih ada banyak ketidakpastian tentang
kronologi yang tepat. Dalam hal raja-raja Israel dan
Yehuda,ketidakpastian itu biasanya hanya sekitar satu atau paling
banyak dua tahun, walaupun kadang-kadang sebanyak dua belas tahun
membedakan teori yang satu dari yang lain. Semakin jauh seseorang
kembali ke dalam sejarah, semakin banyaklah ketidakpastian yang
terjadi. Peristiwa paling awal dari Perjanjian Lama yang dapat
disinkronkan 2dengan seseorang yang dikenal dari catatan Timur Dekat
Kuno adalah serangan yang dilakukan oleh Sisak (Sheshonk I), raja
Mesir, terhadap Yerusalem pada tahun kelima masa pemerintahan
Rehabeam (925 SM, I Raja-raja 14:25-26). Dengan demikian, maka
masa hakim-hakim dan oleh karena itu masa para bapa leluhur, tetap
terselubung dalam misteri kronologis dan karenanya dijadikan sasaran
dari banyak penetapan yang spekulatif.
Beberapa orang percaya bahwa Alkitab menyediakan kunci untuk
menguak misteri-misteri kronologis. Teks yang kami kutip dalam I Raja-
raja 6:1 tampaknya menentukan tanggal terjadinya peristiwa Keluaran
pada tahun 1446 SM, sedangkan Keluaran 12:40 menunjukkan bahwa
Israel tinggal di Mesir selama 430 tahun. Berdasarkan data ini, Yakub
dan keluarganya pindah ke Mesir pada tahun 1876 SM, dan dengan
demikian usia yang diberikan untuk para patriarkh akan menghasilkan
suatu tabel kronologis yang mundur sampai Abraham. Akan tetapi, ahli-
ahli yang lain tidak dapat menerima sistem ini, karena mereka
berpendapat bahwa hal itu bertentangan dengan informasi arkheologis
yang sudah tersedia selama satu abad yang terakhir. Jadi, angka-angka
dalam I Raja-raja dan Keluaran kadang-kadang dianggap sebagai
perkiraan atau diartikan dalam cara-cara yang tidak harfiah, dan
kronologi masih tetap menimbulkan pertentangan.
SEJARAH PERJANJIAN LAMA LANJUTAN
Catatan:
Tidak ada sistem Kronologi Alkitab yang diterima secara umum. Tahun-
tahun yang dipakai di bawah ini adalah penurut pentahunan Ussher,
tetapi tahun-tahun tsb. hanya sebagai patokan kerja saja bukan sebagai
pentahunan yang lengkap dan tepat.
(SM = Sebelum Masehi)
Tahun Peristiwa Utama 4004-2234 SM
Periode Permulaan 4004 Kejatuhan Manusia
2348 Air Bah
2234 Bangsa-bangsa Tercerai-berai
2346-1606 SM Periode Patriarkh
1921 Abraham Dipanggil
1760 Yakub Melarikan Diri Dari Esau
1715 Yusuf menjadi Perdana Menteri di Mesir
1606 Keluarga Yakub Mengungsi ke Mesir
1606-1451 SMPeriode Keluar dari Mesir sampai Masuk ke Tanah
Perjanjian
1630 Yusuf Mati
1571 Musa Lahir
1491 Keluar dari Mesir
1452 Yosua ditunjuk sebagai pemimpin
1451 Menyeberang S. Yordan
1451-1444 Kanaan ditaklukkan
1394-2095 SM Periode Hakim-hakim
1394-1304 Otniel Ehud Shamgar Debora
1249-1209 Gideon Abimelekh Tola Yair Yefta Ebzan Elon Abdon
Samson
1157-1117 Eli
1117-2095 Samuel
2095-975 Periode Kerajaan Bersatu
2095-2055 Saul
2055-2015 Daud
1157-1117 Eli
1117-2095 Samuel
975-587 SM Periode Kerajaan Pecah 975 Yerobeam Nadab Baesa Ela
Zimri Omri Ahab Ahazia Yoram Yehu Yoahas Yoas Yerobeam Zakharia
Menahem Pekahya Pekah Rehabeam Abiyam Asa Yosafat
Yoram Ahazia Atalya Yoas Amazia AzaryaYotam
730 Hosea Ahas
721 Israel Ditaklukkan Hizkia Manasye Amon Yosia Yoahas Yoyakim
Yoyakhin
598 Zedekia
587 Yehuda ditaklukkan
530 Bangsa Yahudi kembali dibawah Zerubabel
516 Bait Allah didedikasikan
458 Ezra memimpin Bangsa Yahudi
587-400 Periode Sesudah Pembuangan
445 Nehemia kembali ke Yerusalem dan membangun tembok Daftar
Nama Nabi-nabi (periode Kerajaan Pecah sampai periode Pembuangan)
Elia Elisa Yunus, Amos Mikha Hosea, Yoel Yesaya, Nahum Habakuk
Zefanya, Obaja Yeremia Yehezkiel Zakharia, Daniel Haggai Maleaki
BUDAYA PERJANJIAN LAMA
Daftar Isi
a.Struktur Masyarakat PL Keluarga Lembaga Pernikahan
1.Suami
2.Istri
3.Anak-anak
b.Anggota Masyarakat lain
1.Kehidupan Ibadah PL
2.Sistem Pendidikan PL
BUDAYA PERJANJIAN LAMA
Membicarakan tentang sosio-budaya PL adalah sangat luas, oleh karena
itu dalam pelajaran ini pembahasan akan dibatasi hanya pada struktur
masyarakat, kehidupan ibadah, dan sistem pendidikan masa PL.
1. STRUKTUR MASYARAKAT PERJANJIAN LAMA
KELUARGA adalah unit utama dalam struktur masyarakat PL, karena
memang sejak dari semula Allah memulai rencana penebusan-Nya
melalui satu keluarga, yaitu keluarga Abraham. Dan melalui keluarga
Abraham inilah Allah memanggil keluar umat-Nya untuk membina
suatu hubungan yang istimewa dengan Dia, yang dikokohkan dengan
membuat suatu Perjanjian (Covenant). Itu sebabnya anggota yang
termasuk dalam Perjanjian ini adalah mereka yang disebut sebagai
"keturunan" (secara jasmani) Abraham - dan selanjutnya keturunan Ishak
dan Yakub (Im. 26:42,45). Kata "keturunan" ini (Ibr. 'ab' artinya bapak)
muncul seribu dua ratus kali dalam PL. Konsep "keturunan" secara fisik
sangat penting bagi bangsa Israel, karena disitulah ikatan keanggotaan
dalam Perjanjian didasarkan. Oleh sebab itu tidak heran jika banyak
sekali ditemui catatan silsilah dalam Alkitab, termasuk dalam kitab-kitab
PB (Mat. 1 dan Luk. 3). Jika mereka termasuk dalam silsilah itu maka
mereka memiliki hak sebagai anggota masyarakat Yahudi yang terikat
dalam hubungan Perjanjian dengan Allah. Keluarga Dasar pelembagaan
keluarga diletakkan oleh Allah sendiri dalam Kej. 2, sebagai kesatuan
ikatan yang permanen antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Istilah Ibrani yang dipakai untuk keluarga adalah 'misphahah' dan 'bayit'
yang arti harafiahnya adalah "rumah" (bhs. Inggris 'household' atau
dalam bhs. Indonesia lebih tepat "rumah tangga") yaitu diartikan sebagai
mereka yang tinggal dalam satu atap rumah. Namun demikian, dalam PL
sering kali keluarga bukan hanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak,
karena (tergantung dari konteksnya) yang dimaksud keluarga dalam PL
lebih cenderung sebagai perluasan keluarga, yaitu suami, istri, anak-anak
(sampai dua/tiga generasi), budak-budaknya dan termasuk juga keluarga
dekat lain yang tinggal bersama, bahkan kadang seluruh suku juga
disebut sebagai satu keluarga (1 Taw.13:14).
Lembaga Perkawinan
Ikatan permanen antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam
perkawinan yang diresmikan oleh Allah sendiri sebelum kejatuhan
manusia dalam dosa (Kej. 1:26-27). Perkawinan dalam PL diterima
sebagai suatu norma umum (tidak ada kata "bujangan" dalam bahasa
Ibrani). Ketika Allah memberikan Hawa kepada Adam, dikatakan,
"Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku" (Kej. 2:23)
sebagai pengakuan Adam akan keserupaan dan kesepadanannya dengan
Hawa. Hubungan permanen perkawinan/pernikahan yang harmonis yang
diciptakan oleh Allah ini rusak setelah manusia jatuh dalam dosa. Dan
sejak itu, institusi pernikahan menjadi kabur dan akibatnya manusia
lebih cenderung untuk merusak daripada mempertahankannya. Dalam
seluruh PL ada ditunjukkan bentuk-bentuk penyelewengan pernikahan
yang dilakukan oleh nenek moyang bangsa Israel, misalnya dalam
praktek-praktek poligami dan perceraian (Baca Referensi 1 – Poligami
dan Perceraian PL).
1.Suami
Dalam masyarakat PL, suami mempunyai kedudukan sebagai "tuan"
yang memerintah atas istri dan anak-anak dan keluarga anak- anaknya,
juga seluruh anggota keluarga yang lain dan budak- budaknya. Tapi pada
sisi yang lain,suami juga menjadi penangungjawab atas semua tindakan
yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarganya. Oleh karena itu tidak
jarang kepala keluarga akan menanggung hinaan, bahkan hukuman,
untuk tindakan yang dilakukan oleh anak-anaknya (keluarganya). Suami
juga mempunyai tanggungjawab untuk mencarikan istri/suami bagi
anakanaknya.Untuk itu ia harus paham betul hal-hal apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan sehubungan dengan pernikahan menurut hukum
bangsa Israel (Im. 18; Ul. 7; 20). Silsilah keluarga PL diurutkan dengan
mengikuti keturunan dari suami, karena suamilah yang memberi
identitas dan nama bagi keluarganya. Itu sebabnya dalam hukum Israel
disebutkan berbagai peraturan untuk melindungi kelangsungan keluarga
(Im. 25:47-49; Yer. 32:68; Ruth 2,3,4). Suami PL juga mempunyai
fungsi sebagai imam bagi keluarganya. Ia diharapkan memimpin seluruh
keluarganya dalam mengikuti perayaan-perayaan keagamaan Yahudi.
Seluruh tanggungjawab pendidikan anak-anak, khususnya anaknya laki-
laki juga ada di tangannya. Sebagai negara yang dikelilingi oleh bangsa-
bangsa kafir, tugas ini merupakan tugas yang tidak ringan.
Istri
Sekalipun kelihatannya tanggungjawab suami lebih besar, namun tidak
berarti bahwa istri PL pasif. Amsal 31 menceritakan secara panjang lebar
tentang tugas-tugas seorang istri yang berbudi dan ideal. Dari tugas yang
begitu banyak itu, tugas utama istri adalah untuk menghasilkan
keturunan. Tapi itu bukan berarti tugas satu-satunya. Dari Amsal 31
dapat diambil kesimpulan bahwa istri PL tidak hanya melakukan tugas
yang sehubungan dengan anak-anak dan rumah saja, Alkitab pada
dasarnya memberikan tanggung-jawab yang besar bagi istri PL untuk
menguasai bidangbidang lain di luar rumahnya. Dalam peristiwa-
peristiwa khusus, PL juga mencatat istri-istri menjalankan tugas-tugas
yang tidak lazim dilakukan dalam budaya Israel, mis. memimpin perang
(Debora), menjadi nabi (Miryam), bertindak untuk suami (Abigail), dll.
Dalam perkawinan Yahudi, istri dengan kerelaan menundukkan diri di
bawah suaminya dan mengambil kedudukan sebagai "penolong" (Kej,
2:18). Setelah melahirkan anak mereka akan menyusui anak- anaknya
sampai usia dua atau tiga tahun. Pendidikan anak sampai usia lima tahun
adalah tanggung jawab ibu, namun kemudian anak laki-laki akan dididik
oleh ayahnya, sedangkan anak perempuan akan diajar oleh ibunya
bagaimana menjadi seorang istri dan ibu yang sukses. Kesuksesan istri
menjalankan keluarga seringkali menjadi ukuran bagaimana suami
Yahudi akan dihormati di antara para pemimpin Israel.
2.Anak-anak
Anak-anak adalah berkat dari Tuhan, buah yang diharapkan dari
perkawinan. Itu sebabnya keluarga PL selalu mengharapkan sebuah
keluarga yang besar. Merupakan suatu dukacita dan aib bagi keluarga PL
yang tidak dikaruniai anak, seperti peristiwa yang menimpa Sara dan
Hana. Sebaliknya banyak puji-pujian yang ditujukan bagi wanita yang
melahirkan banyak anak (Maz. 128).
3.Anak dalam PL diterima sebagai anggota masyarakat Israel secara
penuh. Oleh karena itu tanggungjawab memelihara dan mendidik
mereka adalah juga tanggungjawab masyarakat, selain tentu saja
keluarganya. Ul. 6:4-9 merupakan perintah langsung dari Tuhan akan
pentingnya pendidikan anak, untuk itu yang harus diperhatikan adalah:
Orang tua yang mengasihi Tuhan dan menyimpan Firman Tuhan dalam
hatinya menjadi teladan bagi anak-anaknya (ay. 4-6).
1.Firman Tuhan harus menjadi percakapan utama dalam keluarga supaya
tertanam dalam diri anak-anak (ay. 7)
2.Firman Tuhan harus dilahirkan dalam tingkah laku sehari-hari (ay. 7-9)
3.Anak laki-laki dalam keluarga Yahudi adalah tumpuan harapan bagi
pemeliharaan masa tua orang tuanya, yaitu supaya mereka mendapat
penguburan yang layak. Anak sulung dalam keluarga Yahudi, baik laki-
laki maupun perempuan, mendapat tempat yang istimewa. Sepanjang
hidupnya ia akan dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang lebih
besar atas tindakannya dan tindakan saudara- saudaranya yang lain.
Apabila orang tuanya mati, anak sulung akan mendapat bagian warisan
dua kali lipat. Jika ayahnya tidak memiliki anak laki-laki maka anak
perempuan akan mewarisi seluruh harta ayahnya jika ia menikah dengan
kaum keluarganya sendiri. Dibandingkan dengan bangsa-bangsa
tetangga Israel, anak perempuan Yahudi mendapatkan perlakukan yang
jauh lebih baik.
Anak perempuan Yahudi diijinkan menikah sesudah usia 12 tahun. Pada
usia itu diharapkan ia telah mempelajari semua kecakapan mengurus
rumah tangga dan bagaimana menjadi istri dan ibu yang baik. Sebelum
menikah maka ayahnya memiliki hak penuh atas putrinya. Ayah jugalah
yang pertanggungjawab mencarikan suami bagi putrinya. Sesudah
menikah maka ibu mertuanya akan mengambil alih pendidikan
selanjutnya. Apabila karena sesuatu hal suaminya mati, maka ia akan
dinikahkan dengan saudara laki-laki dari suaminya untuk
menyelamatkan garis keturunan keluarganya. Namun jika suaminya
tidak memiliki saudara laki-laki lain yang dapat menikahinya, maka
seringkali ia akan kembali ke rumah ayahnya lagi (contoh kasus Ruth
dalam keluarga Naomi).
Strata Dalam Masyarakat PL
Sekalipun tidak ditonjolkan, ada perbedaan klas-klas dalam masyarakat
PL, khususnya setelah jaman kerajaan terbentuk. Perbedaan antara
mereka yang kaya dan miskin menjadi sangat nyata. Beberapa orang
mendapat penghasilan dari tanah yang berlebihan dan akhirnya menjadi
kaya. Tapi ada juga yang karena melakukan praktik- praktik yang tidak
adil sehingga menekan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan,
sehingga mereka yang tidak diuntungkan menjadi miskin. Berikut ini
adalah perbedaan strata dalam masyarakat PL secara umum:
Kelompok masyarakat yang berpengaruh Mereka adalah para tua-tua
agama dan kepala rumah tangga. Setelah jaman kerajaan, muncul
kelompok yang disebut sebagai para pemuka, yaitu pembantu-pembantu
raja dan juga para pahlawan.
1.Penduduk asli setempat Mereka yang memiliki tanah dan tinggal
sebagai penduduk asli di Palestina.
2.Penduduk asing Mereka adalah pendatang dan orang bebas (bukan
budak) tetapi tidak memiliki hak penuh sebagai warganegara Palestina.
3.Pekerja upahan Mereka tidak memiliki tanah, hidup sebagai tenaga
upahan.
4.Pedagang Mereka adalah orang-orang asing yang datang untuk
berdagang.
5.Budak-budak Mereka bukan hanya orang Israel saja (yang miskin),
tetapi juga pendatang asing yang hidup sebagai tawanan perang.
Perbudakan adalah salah satu kebiasaan cara hidup pada masa PL (Baca
Referensi 2 - Perbudakan).
2. SISTEM IBADAH PL
Israel dikelilingi oleh bangsa-bangsa tetangga yang tidak mengenal
Allah (kafir). Itu sebabnya Allah berkali-kali harus mengingatkan bangsa
Israel untuk tidak mengikuti kebiasaan peribadahan bangsa- bangsa tsb.
Namun demikian telah berulang kali terjadi bangsa Israel tidak taat dan
selalu jatuh pada dosa yang sangat dibenci Allah yaitu menyembah
kepada ilah yang lain. Tidak jarang Tuhan menghukum mereka, bahkan
dengan menyerahkan mereka untuk dikalahkan dan dijajah oleh bangsa-
bangsa lain.Cara-cara beribadah bagaimanakah yang diikuti bangsa
Israel sehingga membuat Allah Yahweh murka dan menghukum mereka?
Berikut ini adalah beberapa karakteristik penyembahan agama kafir:
a.Mereka memiliki banyak tuhan (dewa), karena kebanyakan agama
kafir adalah politheistik. Mereka menyembah kepada patung-patung,
atau gambaran-gambaran yang menyerupai binatang, manusia atau
benda-benda lain sebagai simbol akan allah mereka.
b.Keselamatan adalah usaha manusia untuk melepaskan diri dari
kecenderungan berbuat dosa.
c.Mereka percaya bahwa persembahan-persembahan yang mereka bawa
kepada ilah-ilah mereka dapat memberikan kekuatan gaib yang akan
menghindarkan mereka dari kecelakaan atau bahaya.
d.Dibandingkan dengan penyembahan yang dilakukan oleh bangsa Israel
kepada Allah Yahweh, Israel sendiri sebenarnya mempunyai cara-cara
ritual yang telah dipelihara sejak masa Adam dan Hawa; juga Kain dan
Habel. Dari contoh-contoh itu jelas bahwa Allah menerima
penyembahan manusia (Kej. 4:6). Tidak dikatakan dengan jelas oleh
Alkitab mengapa mereka harus memberikan korban persembahan, tapi
dari konteks Kejadian 4, terlihat bahwa persembahan itu diberikan
sebagai ucapan syukur atas pemeliharaan Tuhan yang disertai dengan
harapan bahwa Allah akan senantiasa memelihara mereka di hari-hari
kemudian.Tetapi Alkitab juga tidak menjelaskan mengapa Allah
menerima persembahan Habel tetapi Kain tidak. Tapi inilah pertama kali
disebutkan dalam Alkitab korban persembahan memakai binatang. Dan
sejak itu persembahan binatang dipakai sebagai korban bakaran untuk
menjadi salah satu tata upacara yang dilakukan dalam ibadah.
Pada masa Musa penyembahan kepada Allah tidak lagi dilakukan di
tanah terbuka, tapi di kemah pertemuan Bait Suci, sedangkan penjelasan
secara lengkap diberikan dalam Kel. 27:1-3, sesuai perintah yang
diterima Musa dari Allah, dan Musa sendiri bertindak sebagai imam,
menjadi perantara antara Allah dan umat Israel. Pada masa iman-iman,
bangsa Israel telah memiliki kelompok imam yang dipilih dari keturunan
keluarga Harun, suku Lewi, yang bertugas untuk mengatur tata ibadah
kepada Allah. Kitab Imamat mencatat berbagai macam peraturan tata
ibadah bagi bangsa Israel. Tidak selalu bangsa Israel melakukan ibadah
yang benar, karena ibadah yang sejati bukanlah tergantung dari tempat
dan tata caranya tetapi dari sikap hati yang benar. Tapi sering kali bangsa
Israel tidak memiliki hati yang tertuju kepada Tuhan, sehingga tata
ibadahpun tidak ada gunanya.
Ketika akhirnya bangsa Israel dihukum karena telah meninggalkan
Tuhan, dan Tuhan menyerahkan mereka sebagai tawanan kepada
bangsa- bangsa lain, barulah bangsa Israel menyadari betapa pentingnya
kembali beribadah kepada Tuhan dan memelihara Taurat-Nya. Oleh
karena itu dalam rangka menyelamatkan kehancuran bangsa ini karena
tidak lagi hidup sebagai umat Tuhan, maka Ezra, Bapak Yudaisme,
mulai mengembalikan/membangkitkan kesukaan untuk beribadah dan
memelihara Firman Tuhan agar bangsa ini boleh berjalan sesuai dengan
jalan Tuhan. Tetapi karena di tanah pembuangan mereka tidak dapat lagi
pergi beribadah ke Yerusalem (apalagi Bait Allah di Yerusalem telah
dihancurkan musuh), maka didirikanlah tempat ibadah sinagoge di tanah
pembuangan Babel. Di sinilah akhirnya agama Yudaisme lahir dan
berkembang. Sekalipun di sinagoge mereka tidak lagi memberikan
korban bakaran seperti di Bait Suci, namun di sinagoge ini bangsa Israel
belajar Taurat Tuhan dengan teliti dan tradisi nenek moyang mereka
terpelihara dengan baik sampai dengan masa Perjanjian baru.
3. SISTEM PENDIDIKAN PL
Keluarga menjadi pusat dimana pendidikan diberikan pada masa PL,
khususnya oleh mereka yang telah berumur. Sumber bijaksana dan
pengetahuan, dipercaya oleh bangsa Israel, didapatkan dari pertambahan
umur seseorang. Oleh karena itu orang-orang muda akan belajar segala
sesuatu dari orang-orang tua (tua-tua) yang ada di sekitar mereka.
Keluarga memiliki tanggung jawab penuh bagi pendidikan anak-
anaknya, khususnya pendidikan rohani. Tidak ada pilihan untuk mereka
menyerahkan pendidikan ini kepada orang lain karena alasan kesibukan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, anak-anak Israel pada usia balita
dididik oleh ibu mereka. Ketika anak laki-laki cukup besar maka ayah
akan memperkenalkan mereka pada pekerjaannya sehari-hari, dan sejak
itu anak akan terus mendengar didikan ayahnya sambil bekerja.
Sedangkan ibu akan bertanggung jawab terhadap pendidikan anak
perempuannya, untuk menjadikannya istri dan ibu yang baik. Setiap
makan malam orang tua akan menggunakan waktu berkumpul dengan
keluarganya dan mengajarkan nilai-nilai luhur ajaran nenek moyang
mereka, dengan meminta anak-anak yang terkecil dalam keluarga untuk
menanyakan apa saja yang dilakukan oleh nenek moyang mereka.Jika
seorang anak Yahudi mendapat didikan dari orang lain selain ayahnya
sendiri, maka ia juga akan memanggilnya "ayah". Hal pertama yang
diajarkan kepada mereka adalah pelajaran tentang sejarah bangsa Israel,
dalam bentuk kredo-kredo dimana inti sari sejarah Israel telah
diformulakan. Dan untuk itu anak harus menghafal luar kepala selama
satu tahun. Namun demikian pada dasarnya tidak ada sekolah formal
pada masa PL. Anak belajar bersama dengan orang tuanya dan orang
dewasa yang lain dengan terlibat dalam urusan kehidupan sehari-hari.
Mereka bertanya dan belajar sepanjang kehidupan mereka melalui setiap
kesempatan yang datang, dan orang tua akan selalu siap memberikan
penjelasan. Akhir Pelajaran (PPL-P04)
DOA
"Jika bukan karena pemeliharan-Mu, ya Allah, maka tak mungkin kami
dapat memilih cara hidup yang berkenan kepada-Mu.Begitu banyak
godaan, karena dunia sering menawarkan gaya hidup yang kelihatannya
lebih baik, lebih mudah dan lebih menarik, padahal ujungnya
membinasakan. Oleh karena itu, berilah kami hati yang bijaksana agar
kami selalu ingat bahwa Engkaulah junjungan kami, bahwa untuk
Engkaulah kami hidup. Amin!"
BUDAYA PERJANJIAN LAMA
INSTRUKSI
Harap setiap peserta mengikuti petunjuk mengerjakan tugas sbb.:
1.Bacalah Bahan Pelajaran dan semua Referensi 04 dengan teliti.
2.Bacalah Pertanyaan (A) dan (B) di bawah ini, lalu jawablah dengan
jelas dan tepat.
Lembar jawaban yang telah diisi harap dikirimkan dalam bentuk plain
text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk attachment ke:<>
Pertanyaan (A):
1.Mengapa KELUARGA menjadi unit utama dalam struktur masyarakat
PL?
2.Apakah yang menjadi tanggungjawab/tugas suami dalam keluarga
Yahudi PL?
3.Apakah yang menjadi tanggungjawab/tugas istri dalam keluarga
Yahudi PL
4.Sebutkan inti utama Ulangan 6:4-9 tentang tugas pendidikan rohani
bagi anak-anak Yahudi?
5.Apakah peranan sinagoge dalam perkembangan agama Yudaisme?
Pertanyaan (B)
Bagaimanakah bangsa Israel, sebagai umat pilihan Allah, bergumul
memerangi pengaruh budaya/norma/kebiasaan kafir yang ada di sekitar
mereka yang tidak sesuai dengan ajaran Firman Tuhan?
1.Pelajaran apakah yang dapat kita ambil dari mempelajari sistem
pendidikan di PL untuk kita aplikasikan dalam system pendidikan kita
sekarang?
BUDAYA PERJANJIAN LAMA
POLIGAMI DAN PERCERAIAN
POLIGAMI
Walaupun poligami memang ada dalam Perjanjian Lama, namun
jangkauannya jangan dilebih-lebihkan, karena hamper terbatas pada
raja-raja atau para pemimpin atau pejabat tinggi. Kecuali Salomo,
umumnya yang sering terdapat adalah bigami, bukan poligami.
Monogami tampaknya biasa terdapat dikalangan rakyat. Bapak-bapak
leluhur kadang-kadang dianggap sebagai contoh untuk poligami. Tetapi
poligami harus dibedakan dari perseliran. Pembedaan itu kelihatannya
tidak penting bagi kita, tetapi sangat penting di dunia kuno. Seorang selir
adalah budak, sangat berbeda dan jauh lebih rendah dalam hubungannya
dengan tuannya, bila dibandingkan dengan istrinya. Baik Abraham
maupun Ishak membunyai hanya satu istri, sedang Yakub, yang
sebenarnya menginginkan hanya satu istri, mengenal empat perempuan
dalam kehidupannya (dua istri dan dua selir) akibat tipu daya dan iri
hati. "Tetapi sejak semula tidaklah demikian" (Mat. 19:18). Kata-kata
yang diucapkan Yesus tentang perceraian itu berlaku juga untuk
poligami. Riwayat penciptaan secara jelas berbicara tentang satu suami
satu istri, "satu daging" antara satu laki-laki dan satu perempuan (Kej.
2:24). Di samping itu, ada bagian-bagian dalam tulisan-tulisan hikmat
yang mendorong, atau setidak-tidaknya menganjurkan, monogami yang
kokoh (Ams. 5:15-20; 18:22; 31:10-31, Kidung Agung) dan ada
penggunaan gambaran pernikahan untuk melukiskan hubungan yang
eksklusif antara Allah dan Israel. Meskipun orang sadar bahwa dari segi
teologis poligami adalah kurang ideal, namun poligami ditoleransi di
Israel sebagai suatu kebiasaan sosial.
Tetapi ada hukum-hukum yang membatasi dampak-dampaknya yang
mungkin menghina pihak perempuan.Seperti dikatakan di atas,
kedudukan seorang selir adalah jauh di bawah kedudukan seorang istri,
tetapi para selir mempunyai hak legal, sebagaimana dinyatakan dalam
Keluaran 21:7:11. Ia tidak dapat dijual kembali oleh tuannya; ia harus
diperlakukan sebagai selir satu orang saja, bukan mainan keluarga.
Kalau tuannya mengambil selir lain, ia tidak boleh mengabaikan
kewajibanya kepada selir yang pertama dalam hal materi maupun
seksual. Kalau demikian hak-hak selir, maka hak-hak istri dalam
keadaan poligami tentu saja tidak kurang dari itu. Ulangan 21:10-14 juga
melindungi hak seorang perempuan tawanan perang yang diambil
menjadi istri. Ia harus diperlakukan secara layak dan manusiawi dan
tidak dapat diperlakukan sebagai budak. Hukum warisan dalam Ulangan
21:15-17 secara tidak langsung mengecam bigami bahwa seorang laki-
laki tidak dapat mencintai dua orang perempuan secara sama, atau pada
akhirnya salah seorang sama sekali tidak dicintainya lagi. Istri yang
tidak dicintai itu dilingdungi dari perlakukan yang tidak adil; jika anak
laki-lakinya adalah anak sulung maka anak itu tidak bileh kehilangan
warisannya karena ibunya tidak dicintai. Cerita tentang Elkana danistri-
istrinya yang saling bersaing (1 Sam. 1) memang tidak untuk mengkritik
bigami secara langsung, tetapi bisa menjadi ilustrasi yang hidup tentang
kesengsaraan yang dapat ditimbulkan oleh praktik tersebut.
PERCERAIAN
Poligami diterima tanpa persetujuan yang jelas, namun ada hukum yang
mengecamnya secara tidak langsung. Perceraian juga diijinkan, tetapi
akhirnya dikecam pula secara langsung. Perceraian hampir tidak
disinggung dalam hukum Perjanjian Lama, sebab pernikahan dan
perceraian bukanlah kasus perdata seperti dalam kebudayaan masa kini.
Kedua-duanya termasuk yuridiksi rumah tangga. karena itu, orang tidak
harus pergi ke pengadilan untuk bercerai. Hukum-hukum mengenai
perceraian menyebutkan tentang keadaan yang tidak mengijinkan
adanya perceraian dan aturan-aturan mengenai hubungan kedua belah
pihak setelah perceraian terjadi. Dalam kedua kasus ini perlindungan
terhadap perempuan rupanya menjadi pokok utama hukum-hukum
tersebut. Dalam, Ulangan 22:28-29 ada larangan untuk menceraikan
perempuan yang harus dinikahi oleh laki-laki yang telah
memeperkosanya. Peraturan dalam Ulangan 24:1-4 menjadi pokok
pertentangan antara Yesus dan orang Farisi. Peraturan itu tidak
"memerintahkan" perceraian tetapi mengandaikan bahwa perceraian
sudah terjadi. Dalam kasus ini, sang suami diminta menulis surat cerai
untuk melindungi istrinya. Jika tidak, ia atau suami barunya yang
kemudian dapat dituduh berzinah. Suami pertama dilarang mengambil
kembali perempuan apabila suaminya yang berikut menceraikannya atau
meninggal dunia. Dapat disebutkan lagi kasus perempuan tawanan yang
hendak diceraikan dan tidak boleh dijual sebagai budak, kalau suaminya
tidak merasa puas. Dalam hal itu perceraian tampaknya lebih baik
daripada perbudakan. Setidak-tidaknya martabat dan kemerdekaan
masih dipertahankan, bila dibandingkan dengan perbudakan (Ul 21:4).
Dengan demikian perceraian ditoleransi dalam batas-batas hukum.
dibandingkan dengan poligami, perceraian lebih jauh dari kehendak
Allah. Dalam Maleakhi 2:13-16 ada serangan yang tidak mengenal
kompromi terhadap perceraian, yang memuncak dengan kecaman yang
terang-terangan: "Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah
Israel". Tidak ada kecaman atas poligami yang setajam atau dilengkapi
dengan argumen teologis yang kuat seperti itu, barangkali karena
poligami hanya merupakan "perluasan" pernikahan yang melampaui
batasan monogami yang dimaksudkan Allah, tetapi perceraian sama
sekali menghancurkan pernikahan. Dalam kata Maleakhi, perceraian
berarti "menutup [diri] dengan kekerasan"". Poligami menggandakan
hubungan tunggal yang Allah kehendaki, sedangkan perceraian
menghancurkan hubungan itu atau mengandaikan hubungan itu sudah
hancur.
PERBUDAKAN
Perjanjian lama, sebagaimana juga Rasul Paulus, sering dikecam karena
membiarkan perbudakan. Dalam dunia kuno pada zaman Perjanjian
Lama perbudakan adalah bagian integral dari kehidupan sosial, ekonomi
dan kelembagaan, sehingga sulit membayangkan masyarakat tanpa
perbudakan itu atau bagaimana Israel dapat menghapuskannya secara
efektif. Namun demikian, ada dua hal yang dapat dicatat.
Pertama, perbudakan dalam masyarakat yang relatif kecil seperti Israel
sangat berbeda dengan perbudakan dalam peradapan yang besar, seperti
kekaisaran-kekaisaran Timur Tengah kuno sezamannya dan khususnya
kekaisaran-kekaisaran Yunani dan Romawi kemudian. Di sana pasar-
pasar budak penuh dengan tawanan perang dan orang-orang buangan.
Para budak diperlakukan sebagai mesin kerja tanpa perikemanusiaan.
Tetapi dalam masyarakat Israel yang bertani dan beternak, budak
biasanya melayani dan tinggal dalam suatu rumah tangga; tenaganya
melengkapi tetapi tidak menggantikan tenaga anggota-anggota rumah
tangga yang bebas. Dengan kata lain, tenaga kerja budak tidak
melepaskan orang Israel yang bebas dari kerja fisik, seperti dalam
masyarakat Yunani kuno. Sepanjang mereka diperlakukan secara
manusiawi (seperti yang dituntut oleh hukum), perbudakan itu dapat
dikatakan tidak begitu berbeda dengan berbagai jenis pekerjaan upahan.
Dan seperti yang kita akan lihat di bawah, budak-budak mempunyai
lebih banyak hak dan perlindungan hukum di Israel daripada di
masyarakat lain sezamannya. Sungguh, budak-budak menikmati lebih
banyak jaminan hukum dan ekonomi daripada orang- orang yang bebas
tetapi tidak mempunyai tanah, para pekerja sewaan dan tukang sewaan.
Kedua, perbudakan dalam Perjanjian Lama tidak dibiarkan tanpa kritik.
Beberapa segi pemikiran dan praktik Perjanjian lama dalam bidang ini
sebenarnya "menetralkan" perbudakan sebagai suatu lembaga dan
menjadi benih penolakan yang radikal terhadap perbudakan dalam
pandangan Kristen kemudian. Tentu saja segi-segi itu membuat Israel
menjadi unik di dunia kuno dalam sikapnya terhadap perbudakan, suatu
hal yang diakui secara bulat oleh para ahli Timur Tengah kuno. Ada tiga
pokok yang perlu diperhatikan.
Faktor pertama dan yang paling berpengaruh dalam pandangan teologis
dan perlakukan hukum Israel terhadap perbudakan adalah sejarah Israel
sendiri. Israel tidak pernah melupakan bahwa asal usulnya ialah
sekelompok rakyat miskin dari budak-budak yang dibebaskan. Hal ini
memang luar biasa, kalau tidak unik, di antara cerita- cerita tentang asal
usul suatu bangsa. Karena kebanyakan mitos etnis mengagungkan masa
lalu nenek moyang bangsanya. tetapi Israel melihat kembali perbudakan
para leluhurnya selamaempat abad di negeri asing, yang semakin lama
menjadi semakin menindas, tidak manusiawi dan tidak tertahankan.
Pengalamanitu benar-benar mewarnai sikap mereka selanjutnya terhadap
perbudakan. Pada satu pihak, orang Israel tidak diperbolehkan
memperbudak atau memaksakan syarat-syarat kerja atas teman
sebangsanya. Perbuatan itu tidak sesuai dengan kedudukan mereka
sebagai saudara-saudara yang sama- sama ditebus Allah, budak-budak
Allah sendiri (bdn. Im. 25:42-43, 46, 53, 55). Pada pihak lain,
perlakukan Israel terhadap orang asing dalam masyarakatnya, baik
sebagai orang merdeka yang menjadi pekerja sewaan tanpa memiliki
tanah ataupun budak belian, harus ditandai dengan belas kasihan,
mengingat perbudakan di Mesir yang tidak mengenal belas kasihan.
Prinsip ini sangat jelas dalam hukum Perjanjian lama yang tertua, yaitu
Kitab Perjanjian dalam Keluaran 21-23: "Orang asing janganlah kamu
tekan, karena kamu sendiri telah mengenal keadaan jiwa orang asing,
sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir" (Kel. 23:9;
bnd. 22:21; Ul. 15:15).Kedua, sikap yang lahir dari sejarah itu
diterjemahkan ke dalam perundang-undangan khusus yang memberikan
budak-budak di Israel kedudukan, hak, perlindungan yang tidak terdapat
pada bangsa-bangsa lain. Budak-budak pun diikutsertakan dalam
kehidupan keagamaan masyarakat. Mereka dapat disunat dan ikut ambil
bagian dalam perjamuan Paskah (Kel. 12:44). Mereka boleh mengikuti
perayaan- perayaan besar (UL. 16:11-14; khususnya ay. 12).
Mengingat tugas mereka mungkin yang paling bermanfaat adalah
perintah yang memberi kesempatan bagi budak-budak, laki-laki dan
perempuan, untuk ikut beristirahat pada hari sabat (Kel. 20:10). Bahkan
dalam Keluaran 23:12 dikatakan bahwa perintah itu memang
diperuntukkan bagi para budak dan binatang yang bekerja.Tidak hanya
dalam bidang sosio-kultis, budak-budak juga mendapat perlindungan
dalam hukum perdata. Ada dua buah hukum dari Kitab Perjanjian (Kel.
21:20-21, 26-27) yang berkenaan dengan perlakukan seorang majikan
atas budak-budak sendiri. Itulah sebabnya hukum- hukum itu bersifat
unik di antara hukum-hukum Timur Tengah kuno. Dalam perundang-
undangan yang lain ada banyak hukum mengenai pemukulan atau
pembunuhan atas budak-budak orang lain, tetapi tidak ada hukum
mengenai budak sendiri. Dalam hukum Israel, kalau seorang majikan
memukul seorang budak sehingga mati, maka budak itu harus
"dibalaskan"".Demikianlah makna harafiah kata kerja yang dipakai di
sini. Dalam konteks lain kata itu berarti pihak yang bersalah akan
dibunuh oleh keluarga korban. Meskipun beberapa penafsir ragu- ragu
menerimanya, arti yang wajar dari hukum itu adalah bahwa majikan
yang membunuh budaknya harus dihukum mati oleh masyarakat atas
nama budak itu, yang tidak mempunyai keluarga untuk membalasnya.
Hukum yang berikutnya melindungi seorang budak dari kecelakaan
tubuh. Jika ia dilukai oleh tuannya ia harus dibebaskan. Kata "gigi"
memperlihatkan bahwa luka yang dimaksud bukan hanya luka yang
mengurangi kemampuan budak untuk bekerja. Di situ ada keprihatinan
yang mendalam atas kemanusiaan budak itu. Perlu dicamkan bahwa
peraturan ini adalah hukum perdata, bukan
seruan untuk berbuat baik. Oleh sebab itu dalam keadaan demikian,
seorang budak dapat naik banding kepada peradilan para tua-tua
melawan majikannya sendiri. Hal ini juga menjadi hak yang unik.
Kelihatannya Ayub menunjuk pada peraturan ini ketika ia menyatakan
tidak pernah berbuat tidak adil terhadap budak-budaknya ketika mereka
beperkara dengannya (Ayb. 31:13). Setelah melayani selama enam
tahun, seorang budak diberi kesempatan untuk bebas pada tahun ketujuh.
Karena ia tetap tidak memiliki tanah, sangat mungkin "kemerdekaan" itu
hanya berarti dapat berganti majikan. Dalam Ulangan 15: 13-14 hukum
asli itu diperluas dengan pemberian yang melimpah, yakni suatu bentuk
tunjangan pengangguran pada zaman itu. Perbudakan tidak harus
bersifat menindas. Hal ini tampak dari hukum Taurat yang
mengandaikan seorang budak sering lebih suka tinggal dalam rumah
tangga tuannya daripada kebebasan (Ul. 15:16-17). Namun yang paling
unik dan mengagumkan ialah hukumt tentang suaka yang terdapat dalam
Ulangan 23:15-16. Budak yang melarikan diri tidak dihukum atau
ikembalikan pada tuannya, tetapi diijinkan hidup bebas di tempat
pilihannya. Dalam masyarakat lain pada waktu itu budak yang melarikan
diri dihukum keras dan siapa saja yang membantunya juga dihukum.
Tetapi hukum Israel tidak hanya memberi kebebasan bahkan
memerintahkan agar ia dilindungi. "Luar biasa sekali, satu-satunya
masyarakat Timur Tengah kuno yang hukumnya melindungi budak yang
melarikan diri adalah masyarakat yang berasal dari kelompok budak-
budak yang melarikan diri dari Mesir! .... Israel telah mengalami Allah
sebagai
Allah yang bersimpati kepada budak-budak yang melarikan diri. Jadi
peraturan ini bukanlah hanya suatu prinsip etis atau hokum yang
mempertahankan hak-hak asasi manusia saja, tetapi mencerminkan
pengalaman keagamaan Israel sendiri dan itulah cirri khusus etika
Alkitab." (Clines: hal. 8) Sedemikian tajam perbedaan sehingga sebagian
ahli berpikir, hukum ini hanya dapat berlaku pada budak-budak asing
yang mencari suaka di Israel. Tetapi hukum tersebut tidak menyatakan
demikian. Seandainya pandangan mereka benar, hal ini tetaplah unik dan
memperlihatkan bahwa masyarakat Israel menarik budak-bduak untuk
mencari perlindungan di dalamnya. Kalau benar berlaku di Israel,
hukum itu mulai memperlemah perbudakan itu sendiri. Perbudakan tidak
dilindungi atau dianggap pranata hakiki yang tidak boleh diganggu gugat
di bawah hukum Israel. Setidak-tidaknya dapat dikatakan bahwa hukum
itu menganggap budak-budak yang melarikan diri adalah kekecualian,
yang tidak terus menerus terjadi. Ini mendukung pandangan bahwa pada
umumnya perbudakan di Israel bukanlah penindasan yang kejam. Tentu
saja kalau semangat dari hukum-hukum tentang perbudakan dalam Kitab
Keluaran dan Ulangan diwujudkan dalam praktik.
Hal ketiga yang perlu dikatakan tentang perbudakan dalam Perjanjian
Lama muncul dari catatan di atas bahwa perbudakan tidak dilindungi
sebagai pranata Israel yang hakiki. Itu berarti perbudakan tidak pernah
dipandang sebagai hal yang wajar, suatu bagian ciptaan yang diatur
secara ilahi seolah-olah budak dan orang bebas adalah jenis manusia
yang berbeda. Bagian pertama yang menyebut tentang budak- budak dan
perbudakan berada dalam konteks kutukan. Dalam Kejadian 9:25-27
status perbudakan Kanaan di kemudian hari dikaitkan dengan kutukan
Nuh. Perbudakan dilihat sebagi hal yang tidak wajar dan terkutuk akibat
kejatuhan manusia ke dalam dosa. perbudakan sama sekali bukanlah
keadaan manusia yang hakiki dan tidak dapat diubah. Tetapi titik puncak
kritik etis Perjanjian lama atas perbudakan ditemukan dalam ucapan
Ayub yang menegaskan kesetaraan majikan dan
budak sebagai ciptaan Allah. Berbicara tentang budak-budaknya sendiri
ia berkata:
"Bukankah Ia yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu
juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?" (Ayub
31:15). Ayat nas dari etika penciptaan dalam Perjanjian lama sangat
dekat dengan penegasan Paulus bahwa budak dan orang merdeka adalah
satu di dalam Kristus (Gal. 3:28). Walaupun penegasan Paulus itu cukup
jelas, namun penghapusan perbudakan tidak terselesaikan dalam negeri-
negeri Kristen selama berabad-abad, apalagi oleh jemaat Perjanjian
Baru. Mengingat itu, kita tidak dapat mengecam Israel pada zaman
Perjanjian Lama yang memang membiarkan perbudakan tetapi dengan
derajat kemanusiaan dan belas kasihan yang tinggi.

KANON ALKITAB PERJANJIAN LAMA


Daftar Isi
Pengertian/Definisi
a.Arti Etimologis .
b.Arti Figuratif
c.Arti Teologis
1.Sejarah Kanon PL
2.Pembentukan Kanon PL
a.Ucapan-ucapan yang Berotoritas .
b.Dokument (Tulisan) yang Berotoritas
c.Kumpulan Tulisan yang Berotoritas
d.Kanon yang Ditetapkan
3.Penerimaan Kanon PL
4.Susunan Kanon PL
KANON ALKITAB PERJANJIAN LAMA
1. PENGERTIAN/DEFINISI "KANON"
Untuk mengerti lebih jelas apa yang dimaksud dengan Kanon Alkitab
PL, marilah terlebih dahulu kita mempelajari pengertian kata "Kanon".
Arti Etimologis
"Kanon" berasal dari kata Yunani 'kanon', artinya "buluh". Karena
pemakaian buluh dalam kehidupan sehari-hari jaman itu adalah untuk
mengukur, maka kata "kanon" dipastikan memiliki arti harafiah sebagai
batang tongkat/kayu pengukur atau penggaris. (Yeh. 40:3; 42:16 =
tongkat pengukur).
Arti Figuratif
Namun demikian kata "kanon" juga memiliki arti figuratif sebagai
peraturan atau standard norma (kaidah) dalam hal etika,sastra, dsb.
Arti Teologis
Dalam sejarah gereja abad pertama kata "kanon" dipakai untuk
menunjuk pada peraturan atau pengakuan iman. Tetapi pada pertengahan
abad keempat (dimulai oleh Athanasius), kata ini lebih sering dipakai
untuk menunjuk pada Alkitab yang memiliki dua arti, yaitu:
Daftar naskah kitab-kitab, yang berjumlah 66 kitab, yang telah
memenuhi standard peraturan-peraturan tertentu, yang diterima oleh
gereja sebagai kitab kanonik yang diakui diinspirasikan oleh
Allah.Kumpulan kitab-kitab, yang berjumlah 66 kitab, yang diterima
sebagai Firman Tuhan yang tertulis, yang berotoritas penuh (menjadi
patokan= Gal. 6:16) bagi iman dan kehidupan manusia.
SEJARAH KANON PL
Kanon PL tidak mengalami banyak kesulitan untuk diterima karena pada
waktu kita-kitab PL itu selesai ditulis, saat itu juga langsung diterima
sebagai kitab-kitab yang memiliki otoritas yang diinspirasikan oleh
Allah. Kitab-kitab (yang berupa gulungangulungan) disimpan bersama-
sama dengan Tabut Perjanjian yaitu di Kemah Tabernakel dan kemudian
dibawa ke Bait Allah. Para imam memelihara kitab-kitab itu dan mereka
juga yang membuat salinan- salinannya apabila diperlukan. Ul. 17:18;
31:9; 24:26; 1 Sam. 10:25; 2 Raj. 22:8; 2 Taw. 34:1 Pada waktu bangsa
Yahudi dibuang ke tanah Babel, dan Yerusalem dihancurkan pada tahun
587 SM, kitab-kitab itu dibawa bersama-sama ke tanah pembuangan
(Dan. 9:2). Pusat ibadah mereka kini bukan lagi Bait Allah di Yerusalem,
tetapi beralih kepada kitab-kitab yang berotoritas itu. Setelah
pembangunan kembali Bait Allah, kitab- kitab itupun tetap dipelihara
dan dipindahkan ke tempat yang baru. (Ezr. 7:6; Neh. 8:1; Yer. 27:21-
22). Penyusunan seluruh kitab-kitab PL selesai pada tahun 430SM.
Menurut tradisi diakui bahwa imam Ezralah yang memainkan peranan
penting dalam proses pengumpulan dan penyusunan kitab-kitab PL ini.
Selain kitab-kitab Pentateuk (Kejadian sampai Ulangan) yang sangat
dihargai, kitab-kitab para nabi juga biasa dibaca dalam ibadah Yahudi (di
sinagoge), juga pada waktu jaman PB (Luk. 4:16-19). Pada tahun 90M
para ahli Taurat dan pemimpin bangsa Yahudi melakukan persidangan di
Yamnia. Salah satu keputusan yang diambil dalam persidangan itu
adalah penerimaan Kanon PL, yaitu 39 kitab sebagai Kanon Alkitab PL
(seperti yang kita pakai sekarang). Jadi penetapan itu sebenarnya hanya
memberikan pengakuan akan kitab- kitab yang memang sudah lama
dipakai dalam ibadah orang Yahudi.
Pembentukan Kanon PL
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa pada umumnya kitab-kitab
PL langsung diterima sebagai kitab yang berotoritas. Namun demikian
bukan berarti tidak ada proses pembentukan sampai akhirnya kitab-
kitab itu dikanonkan. Paling tidak ada 4 tahap yang dikenal dalam proses
pembentukan kanon kitab PL:
Ucapan-ucapan yang Berotoritas
Prinsip pengkanonan kitab dimulai ketika bgs. Israel menerima 10
perintah/hukum-hukum dari Tuhan melalui Musa di gunung Sinai.
Perintah-perintah itu disampaikan kepada Musa sebagai perkataan
(ucapan) Tuhan yang memiliki otoritas penuh. Dan umat Tuhan yang
menerima Perintah-perintah itu wajib tunduk kepada wewenangnya,
bahkan generasi-generasi berikutnya juga tunduk pada otoritas Perkataan
Tuhan itu. Dokumen (Tertulis) yang Berotoritas Agar Perintah/Perkataan
Tuhan itu menjadi warisan yang akan menuntun generasi-generasi
berikutnya, maka Musa secara teliti menjabarkannya (memberikan
tambahan penjelasan) dalam bentuk tulisan (Kel. 24:3), lalu umat Lewi
diperintahkan untuk menyimpan tulisan/dokumen itu di samping Tabut
Perjanjian Allah (Ul. 31:24- 26). Demikian juga dengan perkataan-
perkataan Tuhan lain yang Tuhan sampaikan sepanjang sejarah bangsa
Israel melalui nabi-nabi-Nya, Tuhan seringkali memerintahkan agar apa
yang Tuhan ucapkan itu dituliskan untuk menjadi peringatan bagi umat-
Nya. (Ul. 31:19, Yes. 30:2; Hos. 2:2). Tulisan-tulisan itu menjadi
dokumen-dokumen yang sangat berotoritas, karena di sanalah bangsa
Israel telah diikat dalam perjanjian (covenant) dengan Allah sebagai
bangsa umat pilihan-Nya. Kumpulan Tulisan yang Berotoritas Menurut
tradisi, selama ratusan tahun, tulisan/dokumen-dokumen yang
berotoritas itu dikumpulkan sebagai kitab-kitab Ibrani, yang dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1.Kitab-kitab Hukum (5 Kitab Pentateuk)
2.Kitab-kitab Nabi-nabi (Nabi Besar dan Nabi Kecil)
3.Kitab-kitab Mazmur/Ucapan Bijaksana (Mazmur, Amsal, dll.)
Pengelompokan ini mungkin sekaligus menunjukkan bagaimana tahap-
tahap pembentukan kanon itu terjadi, sesuai dgn.pokok bahasannya.
Namun demikian prosedur penyortiran tulisan-tulisan itu memang tidak
jelas. Yang dapat diketahui hanyalah bahwa para pemuka agama Yahudi
dengan dipimpin oleh Roh Allah menyepakati pilihan kumpulan tulisan
itu sebagai tulisan-tulisan yang berotoritas yang harus diterima oleh
seluruh umat.
Kanon yang Diresmikan
Sebagian besar Tulisan-tulisan yang berotoritas (yang sudah
dikelompokkan di atas) telah ditulis dan dikumpulkan sesudah masa
Pembuangan yaitu kira-kira thn. 550 SM (sebelum Masehi). Namun
Pengesahan pengelompokan "Kanon Ibrani" itu dikenal baru sesudah
thn. 150 SM. Kemungkinan besar Kanon inilah yang juga dikenal oleh
masyarakat Yahudi pada jaman Yesus, karena Yesus menyebutkan:
"dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur" (Luk.
24:44). Suatu Konsili di Yamnia pada thn. 90 M, yang dihadiri oleh
tokoh- tokoh utama agama Yahudi (rabi), melalui suatu konsensus
bersama, akhirnya memberikan penetapan terhadap Kanon PL yang
terdiri dari 39 kitab (sama dengan yang dimiliki dalam Alkitab agama
Kristen).

4. PENERIMAAN KANON PL
Istilah penerimaan Kanon PL lebih disukai dari pada penetapan Kanon
PL, karena memang pada dasarnya manusia/gereja hanya menerima
kitab-kitab PL tsb. sebagai tulisan-tulisan yang berotoritas. Adapun dasar
penerimaan "Kanon PL" adalah sbb.:
a.Adanya bukti dari dalam Alkitab sendiri.
Alkitab memberikan kesaksian bahwa perkataan-perkataan yang ditulis
bukan berasal dari manusia, seperti dikatakan: "Beginilah Firman
Tuhan......" atau "Tuhan berkata....."
b.Ditulis oleh orang-orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Allah.Pada
umumnya penulis-penulis kitab PL adalah mereka yang ditunjuk oleh
Allah dan menduduki jabatan seperti imam, nabi, hakim, dan raja.
c.Pengaruh kuasa Allah dalam tulisan-tulisannya.
d.Perkataan ilahi yang dituliskan mempunyai kuasa untuk memberikan
pengajaran kebenaran yang mengubah hidup manusia.
e.Adanya bukti tentang keaslian naskah dan tulisannya.
f.Bukti-bukti arkeologi memberikan dukungan akan keotentikannya
g.Secara aklamasi diterima oleh umat Allah secara luas.Otoritas tulisan
tsb. diakui oleh para pemimpin masyarakat keagamaan Ibrani melalui
pimpinan Roh Allah.
SUSUNAN KANON KITAB PL
DOA
"Firman-Mu adalah harta yang paling berharga bagi jiwaku. Sungguh
indah aku boleh melihat bagaimana Firman-Mu itu Engkau turunkan
kepada manusia. Sekali lagi aku boleh menyaksikan kesetiaan dan kasih-
Mu kepada manusia yang berdosa ini. Hanya dengan Firman-Mulah
maka aku akan dapat belajar untuk hidup lebih dekat kepada-Mu. Aku
bersyukur Tuhan karena hanya dekat dengan-Mu, hatiku mendapat
kelegaan." Amin
Pertanyaan 05 - KANON ALKITAB PERJANJIAN LAMA
INSTRUKSI
Harap setiap peserta mengikuti petunjuk mengerjakan tugas sbb.:
1.Bacalah Bahan Pelajaran dan semua Referensi 05 dengan teliti.
2.Bacalah Pertanyaan (A) dan (B) di bawah ini, lalu jawablah dengan
jelas dan tepat.
Lembar jawaban yang telah diisi harap dikirimkan dalam bentuk plain
text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk attachment ke:<>
Pertanyaan (A):
1.Apakah arti kata "kanon" secara harafiah?
2.Pada jaman PL, dimanakah Kitab-kitab Kanon itu disimpan?
Pada masa pembuangan bangsa Israel, siapakah nama imam yang
memiliki peranan besar dalam pengumpulan dan penyusunan kitab-kitab
PL?
3.Pada tahun berapakah dan dimanakah penentuan 39 kitab-kitab PL
yang menjadi Kitab Kanon PL yang kita kenal sekarang?
4.Apakah dasar-dasar yang dipakai untuk penerimaan Kanon PL? 5.
Pertanyaan (B)
1.Mengapa penting mengetahui sejarah pengkanonan Perjanjian Lama?
2.Mengapa istilah "penerimaan Kanon PL" lebih cocok dibandingkan
dengan "penetapan Kanon PL"?

KANON ALKITAB PERJANJIAN LAMA


PEMBENTUKAN KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA
Perjanjian Lama disusun selama periode seribu tahun lebih yang kira-
kira dimulai sekitar pertengahan milenium kedua sampai ke pertengahan
milenium pertama SM. Walaupun Perjanjian Baru menguraikan bahwa
Allah adalah pengarang Perjanjian Lama dengan ilham Roh Kudus
(2Timotius 3:16), paling tidak empat puluh orang telah disebut sebagai
penulisnya. Teks Perjanjian Lama semula dicatat dalam dua bahasa,
bahasa Ibrani klasik atau alkitabiah dan bahasa kerajaan Aram (Kejadian
31:47; Yeremia 10:11; Ezra 4:8 - 6:18; 7:12-26 saja). Di antara para
penulis kuno itu terdapat tokoh-tokoh Alkitab yang terkenal seperti
Musa, Daud, dan Salomo. Penulis-penulis yang kurang dikenal termasuk
wanita-wanita Ibrani seperti Debora (bandingkan Hak. 5:1) dan Miriam
(bd. Keluaran 15:20-21) serta orang bukan Ibrani seperti Agur dan
Lemuel (bd. Amsal 30:1; 31:1). Perjanjian Lama terdiri atas empat gaya
atau jenis sastra dasar, termasuk hukum, kisah sejarah, syair, dan
perkataan nubuat.
TEKS DAN TRANSMISI
Tulisan Dalam Masa Timur Dekat Kuno Sistem tulisan paling awal yang
dimiliki oleh manusia telah ada sebelum 3000 SM dan dibuktikan dalam
kehidupan masyarakat kuno baik di Mesir maupun di esopotamia.
Tingkat awal dalam pengembangan tulisan adalah piktogram, di mana
gambar-gambar melambangkan obyek-obyek material yang sama
(gambar 2.1). Akhirnya piktogram berkembang menjadi ideogram di
mana simbol-simbol gambar mengetengahkan ide-ide juga. Seiring
dengan perjalanan waktu, piktogram dan ideogram ini menjadi lebih
abstrak (sejenis steno atau tulisan cepat) dan menandakan kata
(logogram) dan suku kata. Tingkat terakhir dari tulisan merupakan
peralihan dari sistem penulisan suku kata kepada tulisan bersifat abjad,
di mana satu simbol melambangkan satu
huruf dari sistem penulisan abjad. Bahasa Ibrani dari Perjanjian Lama
adalah suatu sistem penulisan abjad dan tergolong sebagai bahasa Semit
Barat Laut yang berbeda dengan sistem penulisan suku kata dari Asyur
dan Babilonia di Mesopotamia (gambar 2.2). Bahasa Ibrani dan Fenisia,
Moab, Amon Edom, dan Ugarit semuanya adalah dialek abjad yang
diperoleh dari suatu sistem bahasa abjad proto-Semit yang lazim (lihat
Yesaya 19:18, di mana nabi menyebut bahasa Ibrani sebagai suatu dialek
orang Kanaan). Bahan-bahan untuk Tulis Berbagai macam bahan
dipergunakan sebagai permukaan untuk menulis oleh bangsa-bangsa dari
Timur dekat kuno. Berbagai inskripsi penting terpelihara di tembok-
tembok batu dan lempengan-lempengan batu (lihat daftar ilustrasi).
Misalnya, inskripsi Behistun yang tersohor dalam tiga bahasa dari Raja
Darius dari Persia itu digoreskan ada permukaan batu dari sebuah tebing.
Batu Roseta dan batu Moab merupakan contoh- contoh lain yang
terkenal dari dokumen-dokumen yang diukirkan pada batu padat.
Perjanjian Lama menunjukkan bahwa Dekalog (Sepuluh Hukum)
dituliskan pada "loh-loh batu" (Keluaran 32:15-16) dan bahwa kemudian
Yosua membuat salinan dari Hukum Musa di atas batu (Yosua 8:32).
Bahan-bahan kuno lain untuk tulis menulis termasuk lempengan tanah
liat dan kayu (terutama di Mesopotamia, tetapi juga dikenal di Siro-
Palestina di Ebla dan Ugarit, bdg Yesaya 30:8; Habakuk 2:2), manuskrip
dan kitab gulungan dari papirus (dipergunakan mulai dari milenium
ketiga sampai milenium pertama SM, bdg. Ayub 8:11, Yesaya 18:2), dan
perkamen kulit binatang yang disamak). (Kitab gulungan Yeremia yang
dibakar oleh Raja Yoyakim mungkin merupakan papirus atau perkamen
bdg. Yeremia 36:2). Ostraka (pecahan-pecahan tembikar) biasanya
dipergunakan sebagai bahan untuk tulis yang bukan hanya berlimpah
ruah tetapi juga tidak mahal di seluruh wilayah Timur Dekat Kuno,
kendatipun bahan itu tidak disebut dalam Perjanjian Lama. Kitab
gulungan logam yang ditempa kadang-kadang dipergunakan untuk suatu
tujuan khusus. (Sebuah kitab gulungan tembaga ditemukan di antara
tulisan-tulisan yang ditinggalkan dalam gua-gua sepanjang Laut Mati
oleh masyarakat Qumran; lihat pasal 5 untuk suatu uraian tentang kitab-
kitab gulungan Laut Mati.
Perjanjian Lama tidak menyebut penggunaan tinta untuk menulis pada
kitab gulungan, tetapi menulis mengenai besi pengukir atau pena besi
(Ayub 19:24; Yeremia 17:1), pena buluh (Yeremia 8:8), pisau raut untuk
menajamkan pena (Yeremia 36:23), dan tempat tinta (Yeremia 36:18)
sebagai alat-alat yang dipergunakan untuk menulis. Sifat dari proses
penyalinan dengan tangan dalam dunia kuno sangat mengutamakan
pendengaran, penghafalan, dan pembacaan dokumen-dokumen di
hadapan umum - karena itu Perjanjian Lama selalu menekankan hal
"mendengarkan" firman Tuhan. Menyebarluaskan perkataan yang
tertulis juga menyebabkan diperlukannya pelayan-pelayan seperti pelari
cepat pembawa kabar, bentara yang mengumumkan berita, dan juru tulis
(bdg. 2Samuel 18:19- 23; Daniel :4).
Para Juru Tulis Perjanjian Lama
Pengembangan sistem menulis di Timur Dekat Kuno menyebabkan
munculnya golongan juru tulis yang profesional. Hal ini juga berlaku
bagi masyarakat Ibrani pada zaman Perjanjian Lama. Di Israel pada masa
sebelum pembuangan para sekretaris atau panitera negara merupakan tokoh
penting baik di bidang keagamaan maupun di pemerintahan sipil (lihat 2Samuel
8:16-17; 20:23-26). Selama zaman kerajaan-kerajaan Ibrani para juru tulis sedikit
banyak berfungsi sebagai "diplomat" karena keahlian mereka dalam bahasa-
bahasa dan kesusastraan pada waktu itu memudahkan hubungan surat- menyurat
secara internasional (bdg. 2Raja-Raja 18:18-26). Para juru tulis ini juga menulis
surat-surat pribadi dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat umum (misalnya, Yesaya 50:1; Yeremia 36:18) dan mencatat data yang
sah mengenai kemiliteran dan keuangan untuk kerajaan (bdg. 1Raja-Raja 4:3;
2Raja-Raja 22:3-4; 2Tawarikh 24:11; 26:11). Orang -orang Lewi juga melayani
sebagai juru tulis dan pencatat untuk Bait Allah (2Tawarikh 34:13,15). Sesudah
kejatuhan kerajaan Ibrani golongan juru tulis pada masa pasca pembuangan Israel
semata-mata dihubungkan dengan Bait Allah dan fokus pekerjaan mereka lebih
dipersempit. Para juru tulis Bait Allah ini pada dasarnya adalah cendekiawan yang
mengabdikan diri mereka untuk
nyalin, melestarikan, menerbitkan, dan menafsirkan Hukum Musa. Ezra sering kali

disebut sebagai pelopor dari golongan ahli kitab atau ahli Taurat ini (Ezra 7:1-10).

Pada masa Perjanjian Baru, para ahli Taurat merupakan suatu golongan agama dan

politik yang berpengaruh di kalangan Yudaisme. Mereka merupakan penentang

utama dari pelayanan Yesus, menuduh Dia telah melanggar hukum-hukum Yahudi

(bdg. Matius 23:2).

Teks dan Berbagai Versi Perjanjian Lama

Naskah-naskah yang paling awal dari Perjanjian Lama ditulis dalam dua puluh dua

huruf konsonan dari abjad Ibrani. Tulisannya diatur dalam baris-baris berlajur tanpa

disertai pemisahan kata-kata untuk menghemat tempat. Para ahli kitab melanjutkan

pemindahan teks-teks konsonan itu sampai pada zaman para Masoret (kira-kira

tahun 500-900 TM). Para Mazoret adalah cendekiawan dan ahli kitab Yahudi yang

memperbaiki pembagian kata-kata dan menambahkan huruf hidup atau tanda huruf

hidup, tanda baca, dan pembagian ayat pada Perjanjian Lama Ibrani. Sekarang ini

teks Ibrani Perjanjian Lama disebut teks Masoret (MT), yang menunjukkan

pentingnya sumbangan para Masoret pada pemeliharaan Alkitab Ibrani. Di samping

catatan-catatan di pinggir halaman yang dibuat oleh para Masoret yang

menunjukkan peningkatan atau pembetulan versi dari kata- kata atau


ayat-ayat, maka perkembangan-perkembangan yang terjadi kemudian

dalam Alkitab Ibrani meliputi pembagian tambahan dari kitab- kitab

Perjanjian Lama ke dalam pasal-pasal.

Pertama kalinya diperkenalkan dalam Alkitab bahasa Latin oleh Stephen

Langdon (1150- 1228), pembagian pasal-pasal dipergunakan di Alkitab

Ibrani dalam tahun 1518 (Edisi Bomberg). Pasal-pasal diberi nomor

dalam Alkitab Ibrani oleh Arius Montanus (sekitar tahun 1571),

sedangkan cara ini sudah dipakai dalam Perjanjian Lama edisi Latin

(sekitar 1555). Perubahan nasib dalam sejarah dan politik yang dialami

bangsa Israel mengharuskan penerjemahan Alkitab Ibrani ke dalam

bahasa- bahasa lain. Beberapa versi kuno ini masih tersedia dalam

bentuk manuskrip dan dianggap sebagai saksi-saksi penting sehubungan

dengan teks Perjanjian Lama Ibrani. Versi yang lebih penting lagi

termasuk Pentateukh versi Samaria (Alkitab orang Samaria yang

tanggalnya ditentukan sekitar abad keempat atau kelima SM), Targum

versi Aram (saduran pra-Kristen dari Perjanjian Lama dalam bahasa

Aram, bahasa pergaulan dari zaman Babilonia dan awal zaman Persia,

bdg. Neh. 8:8). Septuaginta Yunani (hasil tambahan dari dampak


Helenisme pada bangsa Yahudi, sekitar tahun 250 SM), Vulgata Latin

dari Hieronimus (382-405 TM) dan Pesyita Siria (sekitar tahun 400 Tm).

Kritik Teks

Penyalinan dan penerjemahan Perjanjian Lama Ibrani selama berabad-

abad telah melipatgandakan jumlah naskah yang tersedia sehingga

terdapat beribu-ribu salinan yang masih ada dalam bahasa yang berbeda-

beda dari berbgai periode. Dengan sendirinya proses penyalinan yang

terus dilakukan dengan tangan menyebabkan terjadinya berbagai

kekeliruan transmisi. Kekeliruan-kekeliruan dari penglihatan,

pendengaran, tulisan, daya ingat dan penilaian manusia ini disebut

sebagai varian (ejaan atau bunyi yang berbeda-beda dari kata yang

sama) atau bacaan yang berbeda dari teks. Kritik teks, atau kritik rendah

terhadap penulisan Alkitab adalah ilmu pengetahuan perbandingan

naskah. Tujuan penelitian naskah adalah menetapkan atau memulihkan

teks tertulis Perjanjian Lama sedapat mungkin kepada bacaannya yang

asli. Praktik atau metodologi penelitian naskah termasuk


mengumpulkan, menyortir, dan mengevaluasi bacaan- bacaan yang

berbeda-beda dari ayat atau bagian tertentu di Alkitab, kemudian

dilanjutkan dengan menilai bukti naskah itu untuk memilih bacaan yang

paling cocok dari teks yang diteliti atas dasar data yang tersedia (bdg.

catatan tepi dalam Alkitab bahasa Inggris modern di 1Samuel 13:1, di

mana penelitian naskah digunakan untuk memperbaiki angka yang

menunjukkan lama pemerintahan Raja Saul). Sepatah kata peringatan

diperlukan di sini, agar kita tidak disesatkan oleh orang-orang yang

menekankan berbagai varian dalam naskah-naskah Perjanjian Lama

sebagai bukti yang menentang integritas dan kebenaran Alkitab.

Mengingat usianya yang sudah berabad-abad, Perjanjian lama

sebenarnya berada dalam keadaan terpelihara yang sangat baik. Hal ini

antara lain disebabkan oleh prosedur penyalinan yang cermat sekali dari

para ahli kitab Ibrani dan Kristen, penyaluran naskah-naskah Alkitab ke

mana-mana sejak awal, dan sikap hormat dan komitmen terhadap

Alkitab sebagai "Firman Allah yang diilhami" baik oleh orang Ibrani

maupun orang Kristen selama berabad-abad. Yang sama pentingnya

adalah pekerjaan Roh Kudus, yang mengilhami penulis manusia,


menerangi para pembacanya, dan menjadi pengawas dalam proses

kanonisasi.

KANON ALKITAB PERJANJIAN LAMA

SUSUNAN PERJANJIAN LAMA (KANON)

Dalam mempelajari setiap buku, sangat penting kita mengetahui susunan

isinya. Demikian juga untuk Alkitab, dan dalam hal ini perlu diketahui

suatu istilah, yaitu "kanon", yang berarti "susunan kitab- kitab Alkitab"

atau "daftar isi Alkitab". Ada dua kanon Perjanjian Lama yang penting,

yakni "Kanon Ibrani" dan "Kanon Yunani". Isinya sebenarnya sama,

hanya susunan kitab-kitabnya yang berbeda. Kanon Ibrani ialah daftar

isi yang berlaku untuk Alkitab dalam bahasa Ibrani. Kanon Ibrani itu

terdiri dari 24 kitab, yang dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut:

KANON IBRANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA IBRANI

1. TAURAT

(bahasa Ibrani: tora)

1. Kejadian

2. Keluaran

3. Imamat
4. Bilangan

5. Ulangan

2. NABI-NABI

(a) Nabi-nabi yang dahulu (bahasa Ibrani: nevi'im)

6. Yosua

7. Hakim-hakim

8. Samuel

9. Raja-raja

(b) Nabi-nabi yang kemudian

10. Yesaya

11. Yeremia

12. Yehezkiel

13. 12 nabi

3. KITAB-KITAB (bahasa Ibrani: ketuvim)

14. Mazmur

15. Amsal

16. Ayub

17. Kidung Agung


18. Rut

19. Ratapan

20. Pengkhotbah

21. Ester

22. Daniel

23. Ezra-Nehemia

24. Tawarikh

Yesus menyebut ketiga bagian kanon Ibrani dalam Lukas 24:44 (bagian

ketiga disebut "Mazmur", sesuai dengan nama kitab yang pertama dan

terpenting dalam bagian itu). Dalam Matius 23:35 Dia menyebut dua

pembunuhan, yaitu yang pertama dan yang terakhir dilaporkan dalam

kanon Ibrani (Kej 4:8; 2Taw 24:20-21). Agaknya Yesus membaca

Alkitab dalam bahasa Ibrani dan mengenal Kanon Ibrani, sebagaimana

biasa di antara orang-orang Yahudi di Palestina pada zaman itu. Kanon

Yunani berlaku untuk Alkitab berbahasa Yunani dan juga dipakai untuk

Alkitab dalam bahasa Indonesia. Dalam Kanon Yunani beberapa kitab

yang terdiri dari lebih dari satu bagian dihitung sesuai dengan jumlah

bagian tersebut, misalnya Kitab Samuel menjadi 39, yang dibagi atas
empat kelompok sebagai berikut:

KANON YUNANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA

YUNANI/INDONESIA

1. TAURAT

1. Kejadian

2. Keluaran

3. Imamat

4. Bilangan

5. Ulangan

2. SEJARAH (a) Sejarah yang pertama

6. Yosua

7. Hakim-hakim

8. Rut

9. 1Samuel

10. 2Samuel

11. 1Raja-raja

12. 2Raja-raja

(b) Sejarah yang kedua


13. 1Tawarikh

14. 2Tawarikh

15. Ezra

16. Nehemia

17. Ester

3. SASTRA 18. Ayub

19. Mazmur

20. Amsal

21. Pengkhotbah

22. Kidung Agung

4. NUBUAT

(a) Kitab-kitab nabi besar

23. Yesaya

24. Yeremia

25. Ratapan

26. Yehezkiel

27. Daniel

(b) Kitab-kitab nabi kecil


28. Hosea

29. Yoel

30. Amos

31. Obaja

32. Yunus

33. Mikha

34. Nahum

35. Habakuk

36. Zefanya

37. Hagai

38. Zakaria

39. Maleakhi

Kalau kita membandingkan Kanon Ibrani dengan Kanon Yunani,

ternyata bahwa urutan kitab-kitab adalah sama dalam kedua kanon untuk

kelompok kitab yang merupakan dasar Perjanjian Lama, yakni "Taurat".

Kitab- kitab yang lain disusun menjadi tiga kelompok, sesuai dengan

jenis masing-masing kitab, yaitu sejarah, sastra dan nubuat. "Nabi-nabi

yang dahulu" sebenarnya mengandung lebih banyak sejarah daripada


nubuat, maka digolongkan sebagai sejarah. Sedangkan "Nabi-nabi yang

kemudian" kebanyakan terdiri dari nubuat-nubuat dan digolongkan

dalam bagian terakhir sebagai nubuat. Kelompok "Kitab-kitab" dibagi

dalam kanon Yunani menurut jenis masing-masing: Rut, Ester, Ezra-

Nehemia dan Tawarikh berjenis sejarah; Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung

Agung dan Pengkhotbah dikumpulkan sebagai tulisan-tulisan sastra; dan

Ratapan serta Daniel digolongkan sebagai kitab nubuat.

Kanon Yunanilah yang dikenal oleh orang Kristen pada umumnya,

karena diikuti oleh Alkitab dalam bahasa Latin, Inggris, Indonesia dan

hampir semua terjemahan Kristen. Oleh karena itu maka kanon Yunani

yang menjadi dasar buku pengantar ini. Perjanjian Lama boleh dilukisan

sebagai suatu perpustakaan kecil, yang terdiri dari 39 kitab pada 6 rak,

sesuai dengan pembagian kanon Yunani, sebagaimana nampak dalam

gambar berikut ini:

TAURAT SEJARAH I SEJARAH II SASTRA

NABI-NABI

BESAR

NABI-NABI
KECIL

KEL

KEJ

IM

BIL

UL

YOS

HAK

RUT

1SAM

2SAM

1RAJ

2RAJ

1TAW

2TAW

EZR

NEH

EST
AYB

MZM

AMS

PKH

KID

YES

YER

RAT

YEH

DAN

HOS

YL

OB

YUN

MI

NAH

HAB

ZEF
HAG

ZA

MAL

Kitab-kitab Apokrifa/Deuterokanonika

Kitab-kitab Perjanjian Lama yang disebut di atas adalah kitab-kitab yang

diterima oleh gereja-gereja Protestan (Reformasi). Perlu diketahui

bahwa ada juga beberapa tulisan yang diterima oleh gereja Katolik

Romawi dan termuat dalam Alkitab terbitan pihak Katolik dan dalam

beberapa Alkitab terbitan ekumenis, yaitu:

riwayat 1Tobit

riwayat 1 yudit

Kitab I dan II Makabe

Kebijaksanaan Salomo;

hikmat Yesus bin Sirakh

Kitab Barukh serta Surat Yeremia

tambahan-tambahan pada Kitab Ester dan Daniel.

Tulisan-tulisan tersebut dinamakan "Apokrifa" ('tersembunyi') atau

"Deuterokanonika" ('kanon yang kedua').Pada umumnya kitab-kitab


Apokrifa/Deuterokanonika dikarang sesudah Perjanjian Lama yang lain,

dan sebagian dikarang dalam bahasa Yunani, sehingga tidak termuat

dalam Alkitab bahasa Ibrani. Sewaktu Alkitab diterjemahkan ke dalam

bahasa Yunani (Septuaginta) maka kitab-kitab tersebut diikutsertakan,

ditambah juga dengan beberapa tulisan lainnya. Agama Yahudi dan

gereja-gereja Prostestan hanya menerima kitab-kitab dari Perjanjian

Lama Ibrani sebagai firman Allah, sedangkan gereja Katolik Romawi

menerima juga beberapa kitab dari Septuaginta. Akibatnya, kitab-kitab

Aprokifa/Deuterokanonika dianggap sebagai buku bacaan saja oleh

gereja Protestan; sedangkan oleh gereja Katolik Romawi diakui sebagai

kitab suci.

KANON PERJANJIAN LAMA

Nama dan Konsepsi

Kata Yunani kanon, berasal dari bahasa Semit (bnd Ibrani qaneh, Yeh.

40:3 dst). Pada mulanya berarti alat pengukur,kemudian dalam arti

kiasan berarti 'peraturan'. Kata itu mendapat tempat dalam bahasa

gerejawi. Pertama, menunjukan kepada rumusan pengakuan iman,

khususnya simbol (pengakuan) baptis, atau gereja pada umumnya. Kata


kanon juga dipakai mengacu pada peraturaran-peraturan gereja yang

sifatnya berbeda-beda, tapi hanya dalam arti 'daftar', 'rentetan'. Baru

pada pertengahan abad 4 kata itu diterapkan kepada Alkitab. Dalam

pemakaian Yunani kata 'kanon' agaknya menunjuk hanya kepada daftar

tulisan- tulisan kudus, tapi dalam bahasa Latin kata ini juga menjadi

sebutan bagi Alkitab sendiri, jadi menyatakan bahwa Alkitab menjadi

patokan bagi perbuatan yang mempunyai kuasa ilahi. Maksud yang

terkandung dalam pemakaian istilah 'Kanon PL' ialah bahwa PL adalah

wujud lengkap dan utuh dari kumpulan Kitab-Kitab yang tak boleh

dikutak-kutik lagi, yaitu Kitab-Kitab yang diilhamkan oleh Roh Allah.

Dan Kitab-Kitab itu mempunyai wibawa normative serta dipakai sebagai

patokan bagi kepercayaan dan kehidupan kita.

I.Sifatnya membuktikan keotentikannya

Kitab-kitab PL sama dengan Kitab-kitab PB, yakni dilhamkan oleh

Allah. ILHAM, PENGILHAMAN. Tapi Roh Kudus bekerja dalam hati

umat Allah, sehingga mereka menerima Kitab-kitab itu sebagai Firman

Allah, dan menundukkan diri kepada wibaan ilahinya. Pemeliharaan

Allah secara khusus meliputi baik asal usul masing-masing kitab


maupun pengumpulannya, oleh pemeliharaan Allah secara khusus inilah

maka bilangan-bilangan Kitab PL seperti yang ada sekarang ini, tidak

lebih dan tidak kurang. Inilah kebenaran asasi mengenai Kanon PL dan

asal usulnya. Dan apa yang telah dikatakan di atas mengandung gagasan,

bahwa Allah menyediakan Kanon, Ia memakai manusia sebagai alat-

Nya; perbuatan- perbuatan dan pemikiran-pemikiran manusia turut

berperan dalam seluruh proses ini. Karena itu timbul persoalan. Apakah

yang kita ketahui mengenai perbuatan-perbuatan dan penalaran manusia

itu? Sejak kapan Kanon ini atau bagian-bagiannya diakui kanonik?

Bagaimana cara pengumpulan Kitab-kitab kudus itu? Pengaruh siapa

yang berperan dan menentukan dalam tahapan-tahapan

perkembangannya yang bermacam-macam? Data-data berikut perlu

guna menjawab persoalan-persoalan itu. Tapi baiklah di perhatikan,

bahwa data-data itu sedikit sekali, justru tidak dapat menarik kesimpulan

yang pasti erdasarkan data itu. Penelitian historis hanya menunjukkan

sedikit peranan sinode-sinode atau embaga-lembaga berwenang

mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini dapat dimaklumi, sebab tidak

dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan data itu. Penelitian


historis hanya menunjukkan sedikit peranan sinode-sinode atau

lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini

dapat di maklumi, sebab itu diperlukan badan atau lembaga berwibawa

seperti itu yang harus mendapat peranan besar dalam perumusannya.

Alkitab memiliki wibawanya bukan dari pernyataan- pernyataan

gerejawi, juga bukan dari wibawa manusia apa pun. Alkitab bersifat

autopistos, 'membuktikan sendiri keotentikannya' dengan menyinarkan

sendiri wibawa ilahinya. Karena kesaksian Roh Kudus maka orang di

mampukan menjadi cakap menangkap terang ini. Seperti dikatakan oleh

Confessio Belgica (Pengakuan Iman Gereja-gereja di Nederland), art 5,

'Kita percaya tanpa sedikit meragukan segala sesuatu yang tercakup di

dalamnya; bukan karena gereja menerimanya dan menganggapnya

demikian, tapi khususnya Roh Kudus memberi kesaksian di dalam hati

kita, bahwa kitab-kitab itu datangnya dari Allah'(bdn Westminster

Confession, I, 4, 5). Konsili-konsili gereja dan badan- badan yang

berwibawa lainnya telah mengambil kesimpulan mengenai kanon itu,

dan II. pertimbangan-pertimbangan ini memang mempunyai fungsi

penting dalam menjadikan Kanon itu diakui. Tapi bukan suatu konsili
gereja, juga bukan wibawa manusia apa pun yang lain, yang membuat

Kitab-kitab dari Alkitab itu menjadi Kanon atau yang memberikan

wibawa ilahi kepadanya. Kitab-kitab itu pada dirinya memiliki sendiri

dan menggunakan sendiri wibawa ilahinya sebelum badan-badan seperti

itu membuat pernyataan mereka; wibawa kitab-kitab itu diakui

dikelompok besar ataupun kelompok kecil. Konsili-konsili gerejawi

tidak memberikan wibawa ilahi kepada Kitab-kitab itu, tapi mereka

justru beroleh dan mengakui bahwa Kitab-kitab itu memiliki wibawa

dan menggunakannya.

Pengakuan terhadap masing-masing Kitab

Kita akan membicarakan data-data yang disajikan sendiri oleh PL,

berkaitan dengan pengumpulan dan pengakuan terhadap Kitab-kitab itu.

Dalam rangka ini kita akan mengikuti urutan Kitab-kitab itu sesuai

Alkibar Ibrani. Sambil lalu baiklah mengamati bahwa kehadiran

beberapa dari kitab itu secara tersendiri, berkaitan dengan pekerjaan

pengumpulan yang mendahuluinya. Hal ini menjadi amat jelas, antara

lain, dengan Mazmur (lihat ump Mazmur 75:20) dan Amos (lih ump

Amsal 25:1).
Taurat

Sedini zaman Musa, pengumpulan hukum Taurat disertai pelestariannya

dalam bentuk tertulis. Seperti nampak dari Kel. 24:4-7, Musa membuat

'kitab perjanjian' dan orang-orang mengakui wibawa ilahinya. Ul.31:9-

13 (lih juga ay 24 dab) memberitakan bahwa Musa menulis 'hukum

Taurat itu', yakni inti UI, dan mengambil langkah-langkah untuk

memastikan, bahwa wibawa ilahinya akan diakui sampai jauh di masa

depan. Perlu diperhatikan, di sini telah dinubuatkan bahwa umat itu akan

sering gagal untuk mengakui wibawa ilahi itu. Banyak kesaksian

menunjukkan bahwa sepanjang sejarah Israel, Taurat Musa ipandang

sebagai tolok ukur ilahi bagi iman dan hidup (ump Yos 1:7,8; 1Raj 2:3;

2Raja 14:6, dab). Kita tidak tahu pasti bilamana Pentaeukh (Kitab Lima

Jilid) lengkap seutuhnya, tapi boleh dianggap, bahwa sejak awal telah

dihormati berwibawa tinggi. Pentateukh berisi hukum Taurat yang

diberikan Allah kepada Israel dengan perantaraan Musa, dan sebagai

tambahan, laporan tentang awal sejarah Israel, yakni perlakuan Allah

terhadap umat pilihanNya. Dua catatan dapat ditambahkan. Pada zaman

dahulu orang tidak memperlakukan Kitab-kitab yang dianggap Kudus


sebagaimana kita memperlakukannya sekarang. Dalam beberapa kitab

ada bagian-bagian--kecil atau besar--yang dianggap tambahan dari

zaman yang lebih kemudian. Satu hukum dapat diganti dengan hukum

lain, karena keadaan-keadaan yang berubah mengharuskan

kebijaksanaan itu (bnd Bil. 26:52-56 dengan 27:1-11;36; dan bnd Bil.

15:22 dab dengan Im 4). Sekalipun demikian, jelas orang Israel sangat

berhati-hati dalam memperlakukan naskah-naskah tertulis yang berisi

sejarah Israel atau hukum-hukum mereka. Penambahan atau perubahan

agaknya terbatas dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang berwenang

berbuat demikian karena jabatan mereka. Sekedar catatan bernada lebih

umum dapat diberikan: kenyataan bahwa orang Israel sangat hati-hati

memperlakukan tulisan-tulisan kudusnya nampak dari cara para penulis

PL memakai sumber-sumber mereka. Mereka tidak memperlakukan

seperti para penulis modern, tapi menyalin bagian-bagian yang perlu

seharafiah mungkin.

1.PL mencatat bahwa pada dua kesempatan, orang Israel dengan tulus

berjanji untuk mentaati kitab Taurat yang diberikan Allah dengan

perantaraan Musa, yakni pada pemerintahan Yosua (2Raj. 22, 23; 2Taw.
34, 35; 'kitabTaurat' mungkin berarti Kitab UI) dan pada zaman Ezra dan

Nehemia (Ezr. 7:6, 14; Neh. 8-10; 'kitab Taurat' disini mungkin berarti

seluruh Pentateukh).

2.Nabi-nabi Tiga faktor khusus memberi sumbangan kepada pengakuan

terhadap 'nabi- nabi terdahulu' (Yos, Hak, Sam, Raj) sebagai Kitab-kitab

yang berwibawa. Pertama, Kitab-kitab ini menguraikan perlakuan Allah

terhadap umat-Nya yang telah dipilih-Nya. Kedua, Kitab-kitab ini

menguraikan perlakuan Allah terhadap pilihan-Nya itu dalam jiwa

hokum Taurat dan para Nabi-nabi. Ketiga, para penulis Kitab itu tentu

adalah penjabat khusus, dalam arti setidak-tidaknya demikian. Menarik

sekali membaca Yosua 24:26, bahwa beberapa tambahan kemudian

diberikan kepada 'kitab perjanjian Allah', yang anaknya ialah kitab

hukum Taurat yang disebutkan dalam Ul. 31:24, dab. Karena sifatnya

khas maka tulisan 'nabi-nabi yang kemudian' (Yes, Yer, Yeh dan ke-12

'Nabi-nabi kecil') dihormati berwibawa sejak semula oleh kelompok

kecil atau besar. Bahwa nubuat-nubuat mereka mengenai bencana

digenapi dalam Pembuangan, secara pasti mendampakkan peluasan

wibawa mereka. Fakta bahwa seorang nabi kadang-kadang mengutip


nabi lain, jelas menyatakan bahwa mereka mengakui wibawa nabi

terdahulu itu. Justru lebih dari sekali seorang nabi memarahi Israel

karena mereka tidak mendengarkan para nabi yang mendahuluinya (bnd

Za. 1:4 dab; Hosea 6:5, dst). Yesaya 34:16 agaknya menyebut gulungan

yang di dalamnya dituliskan nubuat-nubuat Yesaya dan disebut sebagai

'kitab Tuhan'. Daniel 9:2 menyebut 'kumpulan Kitab' yang dengannya

jelas dimaksudkan kumpulan tulisan nabi-nabi, di antaranya termasuk

nubuat- nubuat Yeremia. Dari hubungannya jelas bahwa tulisan para

nabi ini dihormati sebagai memiliki wibawa ilahi.

Tulisan-tulisan

Bagian ketiga dari Kanon Ibrani berisi Kitab-kitab yang sifatnya

berbeda-beda, sehingga beberapa dari antara kitab itu dihormati sebagai

tulisan kudus. Mengenai Kid sering dikemukakan, bahwa tempatnya di

dalam Kanon adalah disebabkan oleh penafsiran alegoris yang

dikenakan kepadanya. Tapi keterangan ini tak dapat dibuktikan.

Pertama, penempatan demikian bermula pada suatu konsepsi yang keliru

tentang 'kanonisasi' (lih butir II di atas).

Kedua, sekalipun seandainya Kid belum lengkap seutuhnya sebelum


Zaman Pembuangan, namun kitab itu masih memuat bahan-bahan kuno

(ump Kid. 6:4). Tiada alasan untuk menyangkal kemungkinan, bahwa

pada zaman kuno kidung-kidung cinta ini, yang di dalamnya Salomo

menjadi salah seorang tokoh utama, pada dasarnya dipandang tulisan

kudus. Akhirnya, seruan bagi pengakuan-pengakuan formal dalam

kepustakaan Yahudi (ump di Aboth de- Rabbi Nathan, 1) adalah lemah,

karena pengakuan-pengakuan formal itu tidak berasal dari zaman. Tak

perlu mempersoalkan mengapa Mazmur dihormati sebagai tulisan

kudus. Banyak dari mazmur mungkin berfungsi sebagai rumusan-

rumusan bagi tempat kudus; Daud memberi sumbangan penting dalam

penulisan mazmur; beberapa mazmur bernada nubuat (ump Mazmur 50;

81; 110), mengenai Kitab-kitab hikmat, diantaranya Amsal dan

Pengkotbah dan, sampai taraf tertentu, Ayub, baiklah diingat, bahwa

hikmat dan khususnya kuasa untuk berbuat sebagai guru hikmat,

dipandang sebagai kekecualian anugerah Allah (bnd 1Raj. 3:28; 4:29;

Ayb. 38, dab; Mzm. 49:1-4; Ams. 8; Pengkotbah 12:11, dst). Kenyataan

bahwa banyak Amsal berasal dari Salomo tentu telah memberi

sumbangan bagi pengakuan amsal. Pengamatan-pengamatan yang sama


seperti di lakukan dibutir (b) di atas, dapat diterapkan atas Kitab- kitab

historis dan nabiah: Ezr, Neh, Rut, Est dan Rat. Halnya sama dengan

kedua Kitab Tawarikh, yang sekalipun dengan cara yang berbeda dengan

Kitab Raja-Raja, namun ditulis dalam jiwa hukum Taurat dan Nabi-nabi.

Sajian di atas tentu sama sekali tidak menjawab segala persoalan yang

mungkin timbul. Marilah kita bahas salah satu dari persoalan itu.

Mengapa sumber-sumber yang dipakai bagi penulisan Tawarikh tidak

dimasukkan ke dalam Kanon? Benar, bahwa beberapa kitab yang ada

selama waktu penulisan Kitab-kitab PL telah hilang, ump 'Kitab Orang

Jujur' (Yos. 10:13; 2Sam.1:18). Tapi bertalian dengan sumber-sumber

Tawarikh persoalan lebih gawat dan hangat, karena Kitab-kitab sumber

data itu ada selama waktu penyusunan Tawarikh, dan karena Kitab-kitab

sumber itu ditulis, paling sedikit sebagian, oleh nabi-nabi (ump 1 Taw.

29:29; 2Taw. 9:29; 32:32). Kita harus menganggap bahwa kitab-kitab itu

- atau apakah itu satu kitab? - diungguli dan diganti oleh Tawarikh.

HUBUNGAN PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU

Daftar Isi

Perbedaan dan Persamaan antara PL dan PB


a.Perbedaan antara PL dan PB .

b.Persamaan antara PL dan PB b.

1.Perjanjian Lama adalah Bagian dari Seluruh Kebenaran Alkitab

2.Perjanjian Lama adalah Bayang-bayang dari apa yang akan datang

(PB)

3.Yesus Kristus adalah Puncak dari Berita PL dan PB

HUBUNGAN PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU

Satu pertanyaan penting akan timbul ketika kita mulai mempelajari

Alkitab Perjanjian Lama secara serius, yaitu apa hubungan Perjanjian

Lama (PL) dengan Perjanjian Baru (PB)? Memang PL adalah bagian

dari Alkitab, yang berotoritas, namun bagaimana menempatkannya

dalam KESELURUHAN KEBENARAN Firman Tuhan? Apakah PL dan

PB mempunyai nilai dan arti yang sama? Hal ini bisa membingungkan,

karena seringkali peranan PL dalam iman dan kehidupan tidak begitu

ditekankan dan dipahami oleh gereja. Sebaliknya PB kelihatan lebih

sering ditonjolkan karena dianggap maksud-maksud Allah bagi gereja-

Nya lebih nyata diungkapkan di sana. Meskipun alasan di atas tidak

seluruhnya salah, namun sangat tidak tepat kalau kita hanya


mendasarkan diri pada pengetahuan PB saja untuk mengerti

KESELURUHAN KEBENARAN Alkitab, karena pengenalan tentang

Allah dalam Alkitab dimulai dari PL. Oleh karena itu dalam pelajaran ini

kita akan secara khusus melihat hubungan antara PL dan PB, supaya

dalam mempelajari Alkitab kita mengerti sistematika keutuhan

kebenaran berita Alkitab.

1. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ANTARA PL DAN PB

Perbedaan antara PL dan PB

Apakah ada perbedaan antara PL dan PB? Ya ada, tetapi ketika kita

membicarakan tentang perbedaan PL dan PB, perlu dimengerti bahwa

perbedaan di sini bukan berarti adanya pertentangan. Kita melihat ada

perbedaan dalam hal jangkauan dan keluasan pembahasan antara PL dan

PB, namun demikian hal-hal tsb. tidak saling bertentangan. Misalnya:

PL bercerita tentang hubungan Allah dengan bangsa Israel, tetapi PB

lebih banyak bercerita tentang hubungan Allah (melalui Yesus dan Para

Rasul) dengan jemaat-Nya (gereja-Nya).PL menolong kita mengerti

sifat-sifat Allah yang suci, adil dan benar, tetapi PB lebih menekankan

kepada sifat-sifat Allah yang kasih, sabar dan pemurah.PL memberikan


panggilan keselamatan dari satu orang (Abraham) kepada satu bangsa

(Israel). Tetapi PB memberikan panggilan keselamatan dari satu bangsa

(Israel) kepada bangsa-bangsa lain. PL memberikan gambaran

penebusan dosa melalui korban bakaran yang tidak sempurna karena

harus dilakukan berkali-kali, tetapi PB memberikan aplikasi penebusan

yang sempurna dalam Yesus Kristus, yang dilakukan sekali dan untuk

selama-lamanya. .

Persamaan antara PL dan PB

Persamaan antara PL dan PB tidak dimaksudkan untuk mensejajarkan

kedudukan dan nilai antara PL dan PB, namun persamaan di sini untuk

menyatakan bahwa tidak ada pertentangan antara PL dan PB. Sebaliknya

kita melihat bahwa PL dan PB adalah dua perjanjian yang kebenarannya

saling menguatkan satu dengan yang lain.

Misalnya:

PL percaya pada Allah sebagai Pencipta alam semesta dan isinya

demikian juga PB.

PL menceritakan tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa, PB

menegaskan bahwa dosa telah menguasai manusia.


PL mencatat bagaimana Allah menyatakan Diri-Nya dan kehendak- Nya

dan PB secara konsisten melihat penyataan Diri Allah itu secara lebih

luas dan lengkap.

PL melihat bayang-bayang janji keselamatan, PB melihat fakta janji

keselamatan itu dengan jelas. m

PL membicarakan nubuat Mesias yang akan datang sedangkan PB

menggenapkan nubuat datangnya Mesias di dalam Yesus Kristus.

PERJANJIAN LAMA ADALAH BAGIAN DARI KESELURUHAN

KEBENARAN ALKITAB

Untuk mengerti hubungan antara PL dan PB, perlu terlebih dahulu

dipahami bahwa PL dan PB adalah satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. PL dan PB yang berdiri sendiri adalah seperti satu bagian

cerita yang belum selesai atau seperti satu pembahasan yang tidak

memiliki kesimpulan (konklusi). Namun demikian PL adalah

sepenuhnya Firman Allah yang berisi penyataan Allah tentang Diri- Nya

dan rencana-Nya dan yang secara progresif terus menerus dibukakan

menjadi lebih dalam dan lebih lengkap sampai kepada puncaknya yaitu

ketika Ia menyatakan Diri-Nya dalam Yesus Kristus di PB. Oleh karena


itu sebagai Penyataan Allah yang progresif, baik PL dan PB adalah

Firman Allah dan masing-masing adalah bagian dari Kebenaran Allah.

Namun demikian bagian bukanlah keseluruhan. Masing-masing bagian

tidak lengkap tanpa bagian yang lain. PB jelas tidak lengkap tanpa PL.

Ketergantungan PB pada PL ditunjukkan bahkan dari pertama halaman

kitab PB dimulai, yaitu Mat. 1:1 "Inilah silsilah Yesus...." Seluruh urutan

dan nama-nama dalam silsilah Tuhan Yesus tsb. hanya akan dipahami

kalau kita terlebih dahulu mempelajari PL.

PERJANJIAN LAMA ADALAH BAYANG-BAYANG DARI APA

YANG AKAN DATANG (PB)

Seperti telah dibahas pada pelajaran sebelumnya bahwa dalam PL Allah

telah menyatakan tentang Diri-Nya dan rencana-Nya kepada manusia

melalui sejarah bangsa Israel. Dari bagaimana Allah berhubungan

dengan bangsa Israel kita bisa memahami sifat-sifat Allah. Juga dari hal-

hal yang Allah nyatakan kita melihat kerinduan dan rencana Allah untuk

memanggil bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain untuk kembali kepada-

Nya dan bersekutu dengan-Nya. Namun demikian tidak mudah

memahami secara penuh PL, baik yang menceritakan sifat-sifat,


kerinduan atau rencana Allah, karena PL banyak sekali dipenuhi dengan

simbol-simbol, gambaran-gambaran dan nubuatan-nubuatan yang tidak

dapat secara langsung dimengerti maksudnya. Banyak dari simbol-

simbol, gambaran-gambaran, nubuatan- nubuatan, dan hukum-hukum

dan upacara-upacara yang ditujukan sebagai janji dan menjadi bayang-

bayang untuk hal-hal yang akan Allah lakukan dan genapi di masa yang

Perjanjian Baru (Ibr. 10:1). Oleh karena itu untuk mengerti hal-hal yang

Allah nyatakan dalam PL kita perlu sekali mendapatkan penerangan dari

PB. Tanpa diterangi oleh PB, maka PL akan selamanya menjadi kitab-

kitab yang misterius yang tidak akan dipahami beritanya.

4. YESUS KRISTUS ADALAH PUNCAK DARI BERITA PL DAN PB

Kemanakah sebenarnya PL ingin memimpin pembacanya? Kepada

Kristus! Kristus adalah puncak berita yang ingin disampaikan oleh

Alkitab, karena Ia adalah Pengantara bagi Perjanjian yang baru (Ibr.

9:15). Seluruh rangkaian peristiwa PL, juga termasuk pengajaran-

pengajaran hukum dan nubuatan-nubuatan yang disampaikan oleh para

nabi-nabi PL, semuanya itu (baik secara langsung maupun tidak

langsung) menunjuk kepada gambaran akan kedatangan, hidup dan misi


Kristus di dunia ini, yaitu melaksanakan rencana keselamatan Allah

kepada manusia.

Bukti-bukti Alkitab

Yesus adalah pusat dari sejarah PL

Ketika berjalan dengan dua murid di jalan Emaus, Lukas mencatat

bahwa "Ia (Yesus) menjelaskan kepada mereka apa YANG TERTULIS

TENTANG DIA dalam SELURUH KITAB SUCI, mulai dari KITAB-

KITAB MUSA dan segala

KITAB NABI-NABI."

Yesus adalah penggenapan Hukum Taurat Dalam Mat. 5:17 Yesus

berkata, "jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk

meniadakan HUKUM TAURAT atau KITAB PARA NABI. Aku datang

bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya."

Yesus adalah penggenapan dari nubuat-nubuat PL

Tuhan Yesus berkata kepada 10 murid-Nya yang dicatat di Lukas 24:44-

47, "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku

masih bersama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua YANG

ADA TERTULIS tentang AKU dalam KITAB TAURAT MUSA dan


KITAB NABI-NABI DAN KITAB MAZMUR. Lalu Ia membuka

pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada

mereka: Áda tertulis demikian:

Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari

yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan

pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari

Yerusalem." Namun suatu teguran yang sangat ironis karena sekalipun

Allah telah menyatakan maksud rencana-Nya dalam Yesus Kristus

melalui para nabi dan utusan-utusan-Nya, bangsa Israel tetap saja

menolak Yesus dan tidak mau menerima Dia. Seperti yang dikatakan

dalam Yoh. 5:39 and 40, ketika Yesus sedang bercakap-cakap dengan

orang-orang Yahudi, Ia berkata: "Kamu menyelidiki KITAB-KITAB

SUCI, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup

yang kekal, tetapi walaupun

Kitab- kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu

TIDAK MAU DATANG KEPADA-KU untuk memperoleh hidup itu."

Oleh karena itu pada pelajaran PPL yang terakhir ini, marilah kita

menyadari betapa pentingnya menempatkan Kristus sebagai pusat


sejarah PL dan PB karena di dalam Kristuslah kita dapat melihat

kepenuhan Allah dinyatakan. Biarlah mulai saat ini kita bias melihat PL

dengan terang PB untuk kita dapat menggali kekayaan Firman Tuhan

(Alkitab) ini dengan sebaik mungkin. Seperti teladan penulis-penulis PB

yang menggunakan PL untuk menjelaskan tentang Yesus dan juga

menggunakan Yesus untuk menjelaskan PL.

DOA

"Kami bersyukur Tuhan karena Engkau berkenan menyatakan Diri-Mu

kepada kami dalam bahasa manusia (Alkitab) sehingga kami sekarang

boleh menerimanya sebagai harta rohani yang tak ternilai. Ajarkan

kepada kami untuk mau dengan teliti mempelajarinya, merenungkannya

dan mengaplikasikannya dalam hidup kami. Pimpinlah umat-Mu pada

jaman ini untuk mengerti rencana Tuhan melalui Firman-Mu ini, supaya

genaplah apa yang Engkau rencanakan dan biarlah Kerajaan-Mu datang

di tengahtengah kami. Amin."

HUBUNGAN PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU

INSTRUKSI

Harap setiap peserta mengikuti petunjuk mengerjakan tugas sbb.:


1.Bacalah Bahan Pelajaran dan semua Referensi 06 dengan teliti.

2.Bacalah Pertanyaan (A) dan (B) di bawah ini, lalu jawablah dengan

jelas dan tepat.

Lembar jawaban yang telah diisi harap dikirimkan dalam bentuk plain

text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk attachment ke:<>

Pertanyaan (A):

1.Sebutkan beberapa perbedaan antara PL dan PB!

2.Sebutkan beberapa persamaan antara PL dan PB!

3.Mengapa PL dan PB adalah satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan?

4.Mengapa kadang sulit memahami berita-berita dalam PL?

5.Siapakah yang menjadi puncak berita PL dan PB?

Pertanyaan (B)

Mengapa baangsa Israel (Yahudi) tidak mau menerima Tuhan Yesus

Kristus sebagai penggenapan nubuatan PL tentang Mesias?

1.Apakah peranan PL bagi iman dan kehidupan kita sekarang ini?

BAGAIMANA MEMAHAMI PERJANJIAN LAMA

HUBUNGAN PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU


Gereja Yesus Kristus hanya dapat hidup apabila dibangun di atas Firman

Allah, yaitu Alkitab. Tidak ada hal lain yang dapat menjamin bahwa

Gereja secara keseluruhan, atau anggota-anggotanya secara perorangan,

akan dapat berdiri teguh. Setiap orang yang ingin menjadi orang Kristen

harus menerima petunjuk-petunjuk dan petunjuk-petunjuk itu didasarkan

pada Alkitab. Iman Kristen dipelihara dengan pelajaran- pelajaran

Alkitab. Tetapi Alkitab tidak selamanya mudah dimengerti. Dan salah

pengertian dapat menimbulkan bidat. Bidat adalah suatu cara berpikir

dan kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Firman Allah secara

keseluruhan. Bidat mengambil sebagian dari ajaran Alkitab dan

menganggap hal itu sebagai sesuatu yang utama, sedangkan hal-hal yang

lain yang tidak kurang pentingnya, sama sekali dikesampingkan.

Misalnya, kita mengambil sebagian dari ajaran Paulus tentang

perkawinan (I Korintus 7) dan mengatakan bahwa perkawinan itu

dilarang dan semua orang yang hidup bersama sebagai keluarga, tidak

menaati Firman Allah. Tetapi, itu bukanlah ajaran seluruh Alkitab. Kita

harus menempatkan kata-kata Rasul Paulus itu pada tempat yang

sebenarnya dan dalam hubungan dengan ayat-ayat sebelum dan


sesudahnya Jika tidak, kita akan sesat. Alkitab itu terdiri dari dua bagian:

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kita akan mempelajari hubungan

antara keduanya. Apakah masing- masing mempunyai nilai dan arti yang

sama? Apakah ada perbedaan- perbedaannya? Jika ada, apakah

perbedaannya. Gereja Kristen yang mula-mula mempunyai dua

pedoman Alkitab bangsa Yahudi, yaitu Perjanjian Lama dan ucapan-

ucapan serta ajaran Yesus. Kemudian surat-surat para rasul dan kitab-

kitab lain digabungkan dengan Injil sehingga terbentuklah Perjanjian

Baru.

Kebanyakan orang Kristen yang mula-mula itu adalah bangsa Yahudi.

Tetapi ada banyak pertentangan antara orang-orang Yahudi dan orang-

orang Kristen. Oleh karena itu, dengan segera orang Kristen harus

membuat keputusan tentang sikap mereka terhadap Perjanjian Lama.

Mereka tetap mengakui bahwa Perjanjian lama adalah Firman Allah.

Namun mereka bukan lagi orang-orang Yahudi, mereka adalah murid-

murid Mesias, Mesias yang tidak diakui oleh bangsa Yahudi yang masih

kukuh berbegang kepada

adatnya. Ada tiga macam pandangan terhadap Perjanjian Lama:


Yang pertama: Gereja itu menyatakan Yesus sebagai Tuhannya, dan

hanya Perjanjian Baru yang menceritakan tentang kehidupanNya dan

ajaranNya. Oleh sebab itu, tidak ada gunanya kita berpegang pada

Perjanjian Lama. Pada abad kedua, seseorang bernama Marcion

mencoba agar pendapat ini diterima oleh gereja. Tetapi untung Gereja

memutuskan bahwa ia adalah seorang yang sesat dan ajarannya itu salah

serta membahayakan

Yang kedua. Gereja itu didirikan atas dasar Firman Allah dan Yesus

selalu emngutip Perjanjian Lama dan mengakui bahwa Perjanjian Lama

adalah sama seperti Perjanjian Baru serta mempunyai wewenang yang

sama. Pendapat ini mungkin nampaknya sangat kuat, tetapi ada

bahayanya. Untuk menunjukkan bahwa Injil terdapat dalam Kitab

Imamat, misalnya, maka kitab itu harus ditafsirkan dengan cara yang

sangat aneh. Pada abad yang pertama, tafsiran semacam itu sangat

populer dan para cendekiawan, seperti Origen, membahas Perjanjian

Lama dengan cara demikian. Tetapi, baik orang-orang Yahudi maupun

orang-orang kafir merasa berkeberatan sebab cara menafsirkan Alkitab

seperti itu tidak jujur. Anda dapat membuatnya sesuka hati anda.
Keberatan yang lebih besar adalah: jika di dalam segala hal Perjanjian

lama itu sama dengan Perjanjian Baru, apa gunanya Yesus datang? Di

mana letak nilai berita yang dibawaNya dan pekerjaan yang

dilakukanNya? Apakah Gereja Kristen memiliki alasan yang kuat untuk

hidup?

Pandangan yang lain: Perjanjian Lama itu tidak dapat dihilangkan,

karena tanpa Perjanjian lama, kita tidak dapat mengerti Perjanjian Baru.

Kedua "Perjanjian" itu tidak sama. Masing-masing merupakan sebagian

dari satu keseluruhan: keduanya seia sekata, karena Alkitab itu satu.

Tetapi keduanya berbeda dalam hal isi dan cara memandang peristiwa-

peristiwa.

BAGAIMANA MEMAHAMI PERJANJIAN LAMA LANJUTAN

Bagi orang Kristen, PL senantiasa penting karena kutipannya terdapat

pada hampir setiap halaman PB. Namun, PL juga menjadi masalah bagi

kekristenan dan bahkan sejak masa awal gereja makna dan relevansi PL

telah menjadi sumber perdebatan dan kontroversi yang hangat. Hal-hal

tersebut merupakan salah satu isu yang menyebabkan gesekan dan

perpecahan dari gereja-gereja muda di tahun-tahun segera setelah


kematian dan kebangkitan Yesus. Yesus sendiri telah mengklaim bahwa

hidup-Nya sendiri adalah penggenapan PL. Namun banyak tindakan-

Nya seakan mengabaikan pengajaran-pengajaran utama PL (Mat. 5:17),

terutama pada subjek seperti peraturan Sabat (Mrk 2:23-28), hukum

mengenai makanan (Mrk. 7:14-23), bahkan juga beberapa pengajaran

moralnya (Mat. 5:21-48). Jadi, otoritas seperti apakah seharusnya

dimiliki PL dalam kehidupan pengikut-pengikut Yesus? Tidak timbul

masalah khusus bagi generasi pertama Kristen yang adalah juga orang

Yahudi. Sejauh ini, mereka terus mengikuti cara hidup yang sudah

mereka terima sejak kecil, yang mendasarkan diri kepada PL sesuai yang

dimengerti oleh agama Yahudi abad pertama. Namun, setelah jelas

bahwa berita Kristen ditujukan kepada orang-orang non-Yahudi, dan

bahwa orang Romawi dan Yunani juga bisa menjadi pengikut Yesus,

pertanyaan mengenai otoritas PL muncul dalam bentuk yang lebih

mendesak. Apakah orang kafir perlu menjadi Yahudi terlebih dahulu

sebelum menjadi Kristen? Paulus dan penulis PB dengan tegas

menjawab: tidak mereka tetap menerima PL sebagai kitab suci mereka,

dan sering menggunakannya sebagai dasar penjelasan iman Kristen.


Justru di sinilah letak masalahnya. Kalau bagian-bagian tertentu PL bisa

diabaikan sebagai tidak relevan lagi bagi iman dan tindakan Kristen,

bagaimana kita bisa membedakannya, dan apa yang harus kita lakukan

dengan bagian sisanya?

Mencari Jalan Keluar

Pertanyaan mengenai hubungan antara PL dan PB diungkapkan dengan

lantang oleh seorang Kristen abad ke-2, Marcion. Ia bukan hanya

melihat sikap para rasul yang ambigu mengenai masalah ini, tetapi ia

juga memperhatikan masalah-masalah lain di dalam kepercayaan Kristen

kepada PL. Yesus telah berbicara tentang kasih Allah yang memedulikan

kesejahteraan semua manusia. Akan tetapi, ketika membaca PL, Marcion

sering melihat gambaran Allah yang agak berbeda, di mana Ia

kelihatannya dihubungkan dengan kekejaman dan kebuasan yang

ekstrem. Jauh dari kehendak menyelamatkan manusia, Ia kadang-kadang

dihubungkan dengan penghancuran mereka. Tentu saja, Marcion sedikit

melenceng di dalam melihat gambaran itu: penghakiman yang keras

merupakan bagian penting dari pengajaran Yesus, dan kasih Allah tidak

pernah absen dari iman PL, seperti yang telah kita lihat dalam berbagai
cara. Namun, bagaimanapun pembaca modern seringkali merasakan hal

yang sama, dan beberapa orang Kristen sekarang akan mengalami

kesulitan untuk mendamaikan beberapa aspek dari pandangan PL

tentang Allah dengan apa yang mereka anggap sebagai pandangan

umum Kristen tentang PB. Selain permasalahan yang diangkat oleh

Marcion, mereka juga menunjuk kepada perbedaan antara berita kasih

Allah yang universal dalam Yesaya 40-55 dengan apa yang tampak

sebagai suatu nasionalisme sempit dari kitab seperti Ezra. Bahkan

penafsir yang ulung sekalipun sangat kesulitan untuk mendamaikan

sikap sentimental Mazmur 137:8-9 dengan pernyataan untuk mengasihi

musuh di dalam khotbah di bukit Yesus (Mat. 5:43-48). Juga, banyak

orang sekarang ini sulit memahami beberapa aspek ibadah PL, terutama

persembahan korban yang (paling tidak menurut pandangan barat)

kelihatannya primitif dan kejam, bahkan sama sekali tidak masuk akal.

Jawaban Marcion terhadap semua ini adalah sederhana: robek PL dan

buang ke dalam tempat sampah! Namun pandangan itu tidak didukung

secara luas oleh gereja awal, terlebih karena Marcion juga ingin

menyingkirkan sebagian besar PB. Hal itu kelihatannya menimbulkan


tanda tanya terus akan kesejatian iman Kristennya.

Namun, para pemimpin gereja mula-mula dapat mengerti dengan cukup

baik permasalahan yang dipertanyakan Marcion. Pertanyaan mengenai

PL itu sungguh nyata. Kalau kedatangan Yesus adalah tindakan yang

baru dan menentukan dari Allah dalam dunia ini, lalu apa relevansinya

yang dapat dimiliki sejarah umat purba untuk iman di dalam Yesus?

Jawaban umum yang diberikan ialah bahwa ketika PL dimengerti

dengan tepat maka PL akan mengatakan hal yang persis sama dengan

yang dikatakan PB. Namun, untuk dapat membuktikan hal ini maka

perlulah menafsirkan PL sedemikian sehingga dapat menunjukkan

bahwa arti sebenarnya entah bagaimana tersembunyi bagi pembaca

biasa. Secara kebetulan, sarjana-sarjana Yahudi telah menghadapi

pertanyaan ini dalam konteks yang berbeda. Lebih dari satu abad

sebelumnya, penafsir agung Yahudi, Filo (sekitar 20SM-45M), yang

tinggal di Aleksandria, Mesir, telah mencoba menyelaraskan PL dengan

pemikiran para filsuf besar Yunani. Ada sedikit kaitan yang jelas antara

PL dengan filsafat Yunani. Namun, dengan menerapkan penafsiran

alegoris yang mistis terhadap PL, Filo berhasil menunjukkan (paling


tidak sampai ia merasa puas) bahwa Musa dan para penulis PL lainnya

sebenarnya telah menyatakan kebenaran-kebenaran filsafat Yunani

beberapa abad sebelum para pemikir Yunani memikirkannya!

Beberapa pemimpin Kristen awal, terutama mereka yang di Aleksandria,

mengadopsi pendekatan seperti ini dengan penuh semangat. Mereka

segera juga menggunakan teknik yang sama untuk menunjukkan bahwa

PL memuat segala sesuatu yang ada dalam PB, bagi mereka yang

memiliki mata untuk melihat.Bahkan hal-hal mendetail yang

kelihatannya tidak penting dari kisah PL dijadikan lambang-lambang

bagi Injil Kristen. Apa pun yang berwarna merah dapat dimengerti

sebagai referensi kepada kematian Yesus di kayu Salib (sebagai contoh,

lembu betina merah dari Bil.19, tali kirmizinya Rahab dari Yos. 2:18).

Air kemudian menjadi gambaran akan baptisan Kristen. Kisah Keluaran,

dengan kombinasi dengan darah (di ambang pintu pada saat Paskah) dan

air (ketika menyeberangi laut Teberau), menghasilkan banyak penjelasan

yang kompleks akan hubungan antara salib dan keselamatan Kristen,

juga dengan dua sakramen Kristen, baptisan dan perjamuan kudus!

Uskup Hilary dari Poitiers, Perancis (315-368 M) menjelaskan cara


pembacaan PL ini sebagai berikut:

"Setiap karya yang termuat di dalam kitab-kitab suci mengumumkan

melalui kata, menjelaskan melalui fakta, dan mensahkan melalui contoh-

contoh kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus .... Sejak permulaan dunia

ini, Kristus melalui prafigurasi yang otentik dan mutlak dalam pribadi

para patriakh melahirkan, membersihkan, menguduskan, memilih,

memisahkan dan menebus gereja: melalui tidurnya Adam, banjir besar

pada masa Nuh, berkat dari Melkisedek, pembenaran Abraham,

kelahiran Ishak, penawanan Yakub ... Tujuan karya ini adalah untuk

menunjukkan bahwa dalam setiap pribadi dalam setiap masa, dan dalam

setiap tindakan, gambaran tentang kedatangan, pengajaran, kebangkitan-

Nya, dan tentang gereja kita direfleksikan seperti pada cermin" (Hilary,

Introduction to The Treatise of Mysteries). Tidak semua pemimpin

gereja senang dengan pendekatan terhadap PL di atas: terutama mereka

yang berhubungan dengan pusat Kekristenan besar lainnya di Antiokhia,

Siria. Namun, biasanya diterima begitu saja bahwa PL adalah kitab

Kristen, dan dengan satu dan lain cara isinya berkaitan dengan

kepercayaan mendasar teologi Kristen. Selama Reformasi Protestan,


keseluruhan pokok pembicaraan ini sekali lagi dibuka untuk diperiksa.

Martin Luther (1483-1546) dan John Calvin (1509-1564) menekankan

pentingnya mengerti iman PL berdasarkan konteks sejarah dan

sosialnya. Dalam hal ini, pendekatan mereka tidaklah berbeda dari

pendekatan banyak sarjana modern. Namun, Luther ingin membedakan

nilai PL dari PB dengan melihat PL sebagai Taurat dan PB sebagai Injil.

Hal ini memberikan kepadanya alat yang baik untuk memisahkan

gandum Injil sejati (menurut Luther ditemukan pada surat- surat Paulus)

dari jerami legalisme yang sudah diganti (diidentifikasikan dengan PL

dan kekristenan Yahudi). Pemikiran ini telah sangat mempengaruhi

kesarjanaan Alkitab sampai masa kini. Akan tetapi, pandangan ini keliru

dalam beberapa hal mendasar:

Pandangan ini mengabaikan fakta bahwa Taurat bukan dasar iman PL

dan juga tidak sama sekali tidak ada di dalam PB. Di dalam PL maupun

PB, Taurat diletakkan di dalam konteks pemahaman perjanjian dengan

kasih Allah sebagai prinsip dasarnya.Luther sangat keliru

mengidentifikasikan Yudaisme dengan legalisme moralistis. Hal ini

sangat tidak adil bahkan terhadap pandangan Farisi yang jelas-jelas


ditolak oleh Paulus. Dalam hal ini, Luther membiarkan reaksinya sendiri

terhadap kekristenan Roma Katholik untuk mewarnai pandangannya

terhadap iman PL. Calvin mengenali beberapa kekurangan ini, dan

sebaliknya menekankan kepentingan dari tema perjanjian di PL dan PB.

Dengan perbandingan yang teliti akan hubungan Allah dengan umat

Israel purba dan dengan gereja Kristen, Calvin mampu mengklaim

bahwa dua bagian dari Alkitab Kristen tersebut disatukan oleh suatu

pewahyuan yang progresif, di mana janji-janji purba yang diberikan

kepada Israel dalam PL mencapai puncaknya di dalam kehidupan gereja

Kristen. Pandangan ini bukan tidak memiliki kesulitannya sendiri.

Namun, paling tidak pandangan ini mencoba untuk melihat iman PL

secara serius. Pandangan Calvin ini masih dipegang oleh banyak orang

dari kelompok Kristen konservatif.

Setelah Reformasi, pertanyaan mengenai PL sebagai kitab Kristen

tersimpan dengan rapi sampai pada generasi kita. Zaman pencerahan

Eropa, dengan tekanan kepada memahami PL sebagai koleksi kitab-

kitab kuno dalam konteks masanya sendiri, membawa penyelidikan para

sarjana ke arah lain. Namun, dalam 100 tabun terakhir atau lebih ini,
pertanyaan teologis tadi telah mencuat ke permukaan lagi. Hal penting

yang mendorongnya adalah gerakan Nazi di negara Jerman modern.

Perasaan anti Yahudi yang diciptakan oleh Nazi telah berdampak pada

gereja-gereja Jerman sendiri, dan kehadiran PL di dalam Alkitab Kristen

menjadi isu politis yang membara sekaligus menjadi bahan kajian

teologis. Sejumlah teolog Jerman mulai mengadopsi sikap yang sama

seperti Marcion. Namun, banyak sarjana Kristen Jerman yang

memberikan penilaian positif terhadap signifikansi PL, walaupun

mereka menghadapi tekanan secara politik. Sarjana-sarjana seperti

Walter Eichrodt dan Gerhard von Rad bahkan juga teolog Swiss, Karl

Barth, justru menghasilkan karya-karya yang paling kreatif pada masa

tersebut. Sekarang ini, umat Kristen mengadopsi berbagai sikap terhadap

nilai PL:

Ada yang ingin memberikan PL nilai dan otoritas yang sama dengan PB,

dengan dasar bahwa setiap kata di dalam keduanya adalah kata-kata

Allah sendiri secara langsung. Namun, kita harus cukup berhati-hati

untuk tidak terlalu gampang menerima gambaran seperti ini karena ada

sejumlah pengajaran Yesus sendiri yang dalam berita-Nya jelas


menunjukkan sikap penolakan atau perevisian yang sangat radikal

terhadap beberapa aspek mendasar dari pengajaran PL. Orang lain

memperdebatkan bahwa PL digantikan seluruhnya oleh PB, sehingga

bisa disingkirkan. Di sini kita juga harus memelihara suatu

keseimbangan yang teliti yang kita temukan pada pengajaran Yesus

sendiri karena Yesus juga menguraikan pelayanan-Nya dalam segi

tertentu menggenapi PL. Kita bisa secara sah mendebatkan artinya,

namun ini pastilah harus mengikutsertakan asumsi bahwa PL memiliki

sesuatu untuk kekristenan dan karenanya memiliki tempat yang sah di

dalam Alkitab Kristen. Beberapa orang mencoba membedakan antara

beberapa bagian dari PL. Mereka akan memisahkan hal-hal seperti

hukum-hukum tentang imam, persembahan korban, dan ketahiran (yang

tidak lagi dilakukan oleh Kristen) dari bagian-bagian lain seperti

Dekalog dan pengajaran- pengajaran moral dari para nabi (yang

dianggap masih Relevan). Calvin melakukan pembagian yang serupa.

Namun, jauh lebih mudah membagi seperti itu daripada membuktikan

kebenarannya. Dengan menyingkirkan unsur-unsur yang kelihatannya

tidak relevan itu, kita sebenarnya sedang menggeser beberapa aspek


paling dasar dari iman PL. Sebagai tambahan, PB justru paling sering

menemukan korelasi antara iman PL dengan kepercayaan Kristen

tentang Yesus di dalam konsep-konsep seperti persembahan kurban.

Juga umum bagi orang Kristen untuk berbicara tentang pewahyuan

progresif kehendak dan sifat Allah yang mengaliri kedua perjanjian

tersebut. Pandangan ini mengatakan bahwa kehendak Allah dinyatakan

melalui sejumlah tahapan, disesuaikan secara kasar dengan kapasitas

manusia untuk memahaminya. Jadi, beberapa dari bagian yang lebih

sulit dari PL dapat dijelaskan sebagai sesuai dengan masa primitif, yang

kemudian diganti dengan pandangan yang lebih maju, dan memuncak

pada pengajaran Yesus tentang Allah yang adalah kasih. Namun ini

adalah ide yang tidak menolong karena didasarkan kepada ide

evolusioner yang sudah ketinggalan zaman mengenai perkembangan

moral yang tidak terhindarkan dalam diri manusia. Pandangan ini juga

mencampuradukkan pernyataan tentang Allah sebagaimana Dia adanya

dengan pernyataan tentang apa yang manusia, pikirkan tentang Dia.

Sebagai tambahan pandangan ini memuat juga implikasi yang

meragukan bahwa orang modern pasti mengetahui lebih banyak


mengenai kehendak Allah dan lebih taat kepadanya daripada para bapa

leluhur, nabi-nabi, dan tokoh-tokoh utama kisah PL.

Anda mungkin juga menyukai