Anda di halaman 1dari 13

Derivatif dan Lindung Nilai bagian 1

Pendahuluan

Risiko perubahan kurs mata uang asing bagi perusahaan multinasional berdampak pada tingkat
profitabilitas, arus kas bersih, dan nilai pasar perusahaan. Atas risiko perubahan kurs tersebut,
perusahaan dapat melakukan lindung nilai dengan menggunakan instrumen kontrak forward
valas. Pemahaman aspek pajak dari derivatif dan lindung nilai ini sangat perlu dikuasai oleh para
praktisi di lapangan

Perusahaan yang melakukan transaksi lintas negara (cross-border) terutama ekspor-impor pada
umumnya akan dihadapkan pada risiko perubahan kurs mata uang asing, atau memiliki eksposur
mata uang asing (foreign exchange exposure). Risiko perubahan kurs tersebut mempunyai
dampak potensial pada tingkat profitabilitas, arus kas bersih dan nilai pasar perusahaan.

Yang menjadi pertanyaan penting adalah apa yang akan terjadi pada suatu perusahaan jika kurs
mata uang asing mengalami perubahan? Menurut Eiteman, Stonehill dan Moffett [1],

terdapat 3 (tiga) tipe risiko perubahan kurs mata uang asing, yaitu transaksi, operasional dan
translasi.

Eksposur transaksi (transaction exposure) disebutkan untuk mengukur perubahan dalam nilai
piutang atau kewajiban keuangan yang belum jatuh tempo atau dibayar, yang timbul sebelum
perubahan dalam kurs mata uang asing tertentu, sampai dengan dibayar atau pelunasan di mana
telah terjadi perubahan kurs mata uang asing tertentu. Dengan demikian, ia terkait dengan
perubahan dalam arus kas yang berasal dari kewajiban kontraktual yang sudah ada, atau arus kas
di masa depan yang sudah terikat dalam suatu kontrak atau perjanjian (contractual future cash
flows). Risiko ini pada umumnya terjadi pada piutang dagang dan utang dagang dalam mata
uang asing[2].

Terkait dengan risiko transaksi, dapat dibedakan antara:

a. Eksposur Transaksi Tradisional

Contoh yang paling umum untuk resiko transaksi dalam mata uang asing adalah PT A di
Indonesia melakukan penjualan ekspor ke luar negeri. Penjualan dilakukan pada tanggal 1 Maret
2011 ke Singapura sebesar US$50.000. Kurs 1 Maret 2011 adalah Rp8.867/US$1. Jangka waktu
pembayaran adalah 60 hari, sehingga pembayaran akan diterima tanggal 30 April 2011, pada saat
kurs Rp8.617/US$1. Selama 2 bulan, kurs USD terhadap Rupiah mengalami pelemahan.

b. Eksposur Transaksi yang Diantisipasi (Anticipated Transaction Exposure)

Berdasarkan data historis penjualan dan pembelian PT A untuk 2 (dua) tahun terakhir, walaupun
belum memegang kontrak pembelian dan penjualan, PT A sudah dapat melakukan estimasi atau
mengantisipasi tingkat penjualan dan pembelian untuk beberapa bulan ke depan, serta
memperkirakan resiko perubahan nilai kurs mata uang asing yang akan dihadapinya.
Eksposur transaksi terkait dengan perubahan kurs mata uang asing timbul mulai dari saat
pengiriman surat penawaran harga (quotation) sampai dengan saat diperolehnya pelunasan
piutang dagang, sebagaimana tergambar dalam bagan 1.
Dalam tulisan ini, akan difokuskan pada diskusi mengenai lindung nilai menggunakan instrumen
kontrak forward valuta asing (valas), dari segi akuntansi dan perpajakan, serta hal-hal yang
potensial menimbulkan sengketa perpajakan.

Bagan 1:
Eksposur Transaksi Terkait dengan Perubahan Kurs Mata Uang Asing

Atas risiko perubahan kurs di atas, PT A dapat melakukan beberapa strategi, yaitu [3] :

Tidak melakukan lindung nilai (remainun hedged). Artinya, PT A bersedia menerima risiko
transaksi, baik risiko kalau kurs Dollar Amerika Serikat (USD) melemah, atau bahkan menikmati
keuntungan saat kurs USD menguat.
Lindung nilai melalui instrumen forward valuta asing (valas) (foreign currency forward
contract).
Lindung nilai melalui instrumen pasar uang (money market).

FUTURUM - Derivatif dan Lindung Nilai bagian 1

Lindung nilai melalui instrumen opsi (foreign currency options).


Definisi Instrumen Keuangan, Derivatif dan Kontrak Forward Valas

Sejauh menyangkut (kewajiban) perpajakan, pembukuan atau laporan keuangan Wajib Pajak,
termasuk prinsip akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan menjadi kritikal.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), terutama Pasal 28
ayat (7) yang menyebutkan bahwa, “Pembukuan sekurang-kurang terdiri atas catatan mengenai
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat
dihitung besarnya pajak terutang, yaitu Pajak Penghasilan dan pajak lainnya.”

Lebih lanjut dalam memori penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP disebutkan bahwa, “Dengan
demikian, pembukuan HARUS diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di
Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-
undangan perpajakan menentukan lain.”

Sejauh menyangkut instrumen keuangan, instrumen derivatif dan aktivitas lindung nilai, pada
umumnya, penyusunan pembukuan perusahaan di Indonesia mengacu pada pedoman berikut
[4] :

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 50 mengenai Instrumen Keuangan:


Penyajian dan Pengungkapan (revisi 2006), yang mengadopsi International Accounting
Standards (IAS) 32, Financial Instruments: Presentation (Revised 2005) dengan beberapa
pengecualian.
PSAK No. 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran (revisi 2006), yang
mengadopsi IAS 39, Financial Instrument: Recognition and Measurement (Revised 2005)
dengan beberapa pengecualian

Untuk selanjutnya, seluruh PSAK di atas akan disebutkan sebagai PSAK 50/55. Dalam PSAK
50/55 terdapat tiga istilah yang umumnya digunakan terkait dengan kontrak forward mata uang
asing, yaitu instrumen keuangan, instrumen derivatif, dan lindung nilai (hedging).

Instrumen keuangan, adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan entitas dan
kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain. Instrumen keuangan terdiri dari berbagai
komponen, di mana instrumen derivatif adalah salah satunya.

Instrumen derivatif, adalah suatu instrumen keuangan atau kontrak lain dengan tiga karakteristik
berikut ini:

Nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan variabel yang telah ditentukan—(sering
disebut dengan variabel yang mendasari/underlying, antara lain suku bunga, harga instrumen
keuangan, harga komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks harga atau indeks suku bunga,
peringkat kredit atau indeks kredit, atau variabel lainnya. Untuk variabel non-keuangan, variabel
tersebut tidak berkaitan dengan pihak-pihak dalam kontrak;
Tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal neto dalam jumlah
yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk kontrak serupa lainnya
yang diharapkan akan menghasilkan dampak yang serupa sebagai akibat perubahan faktor pasar;
dan
Diselesaikan pada tanggal tertentu di masa mendatang.

Ketiga karakteristik tersebut bersifat kumulatif. Dengan kata lain, kalau ketiga karakteristik
tersebut tidak terpenuhi, maka suatu instrumen keuangan tidak dapat dikatakan sebagai suatu
produk atau instrumen derivatif.

Dalam website Bank Mandiri [5] , disebutkan bahwa transaksi forward valas adalah suatu
transaksi/kontrak pembelian atau penjualan suatu valuta asing lawan valuta (asing) lainnya pada
tanggal valuta asing di masa yang akan datang dengan rate/harga yang ditentukan sekarang (pada
tanggal kontrak)

FUTURUM - Derivatif dan Lindung Nilai bagian 1

Sumber: Martani, Dwi. Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Anggota Tim Implementasi IFRS. PSAK 50 dan 55 Overview

Sesuai dengan website Bank Mandiri, jangka waktu transaksi forward dapat dilakukan untuk
jangka waktu satu minggu sampai dengan satu tahun . Lebih lanjut, website Bank Mandiri
memberikan contoh tujuan transaksi forward, yaitu :

Untuk memenuhi kebutuhan cicilan utang dalam mata uang asing dan mengantisipasi
kecenderungan kurs valuta asing yang meningkat, Anda dapat melakukan pembelian forward
dengan jangka waktu yang sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan utang.
Untuk memenuhi kebutuhan pembayaran L/C impor dan mengantisipasi kecenderungan kurs
valuta asing yang meningkat, importir dapat melakukan pembelian forward dengan jangka waktu
sesuai saat pembayaran L/C impor.
Untuk mengantisipasi kecenderungan kurs valuta asing yang menurun, eksportir dapat
melakukan transaksi jual forward dengan jangka waktu sesuai dengan penerimaan pembayaran
ekspor (saat negosiasi WEB).

FUTURUM - Derivatif dan Lindung Nilai bagian 1

Dengan demikian, kontrak forward valas adalah suatu kontrak, di mana kedua belah pihak,
misalnya antara PT A dengan pihak bank, setuju untuk melakukan jual beli valas untuk sejumlah
tertentu (dikenal sebagai jumlah nosional). Jual beli dilakukan pada kurs tertentu yang telah
disepakati di muka (disebut sebagai kurs forward), dan dilakukan pada tanggal tertentu di masa
mendatang (disebut sebagai tanggal forward), di mana kontrak tersebut perlu dilaksanakan, baik
dengan melakukan penyerahan aktual atas item yang mendasarinya, atau menyelesaikannya
secara bersih (net) melalui transaksi berlawanan (yaitu, hanya selisih keuntungan atau kerugian
saja yang dibayarkan, yang pada umumnya melibatkan item non keuangan seperti komoditas).
Kontrak forward bisa merupakan kontrak pembelian atau penjualan valas.

Kontrak forward tidak diperdagangkan di bursa (organized exchange) [7] , dan tidak
distardarisasi. Artinya dapat disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak yang
bertransaksi, baik untuk nilai transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement). Pelaku pihak
lainnya (counterparty) umumnya melibatkan bank atau pialang valas, dan karena tidak terdapat
atau diperlukan lembaga kliring terpisah, maka sistem penyelesaiannya akan tergantung pada
bank atau pialang individual. Biaya transaksi ditentukan oleh spread (selisih) antara harga jual
dan harga beli kurs valas pada bank atau pialang tersebut.

Kontrak forward valas dapat disimpulkan sebagai suatu produk derivatif, sehingga termasuk
dalam ruang lingkup PSAK 50/55, di mana PSAK 50/55 mengatur pengakuan dan pengukuran
derivatif untuk dicatat pada neraca sebagai aset keuangan atau kewajiban keuangan, yang diukur
pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, termasuk perubahan atas nilai wajar derivatif antar
tanggal laporan keuangan, dengan pengecualian bahwa derivatif tersebut merupakan kontrak
jaminan keuangan atau sebagai instrumen lindung nilai yang ditetapkan dan efektif.
Perlakuan akuntansi untuk derivatif di atas sama dengan aset keuangan yang dimiliki untuk
tujuan diperdagangkan (for trading purposes). Menurut PSAK 50/55, nilai wajar didefinisikan
sebagai nilai suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas diselesaikan antara pihak yang
memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction).

Penentuan harga wajar menurut Buletin Teknis Nomor 3 Penentuan Nilai Wajar Instrumen
Keuangan Ketika Pasar Tidak Aktif yang diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun 2008,
mengacu kepada hierarki sebagai berikut [8]:

a) Kuotasi harga di pasar aktif;

b) Jika pasar tidak aktif, maka menggunakan teknik penilaian yang meliputi:

Penggunaan transaksi-transaksi pasar wajar yang terkini antara pihak-pihak yang mengerti,
berkeinginan, jika tersedia;
Referensi atas nilai wajar terkini dari instrumen lain yang secara substansial sama;
Analisis arus kas yang didiskonto (discounted cash flow analysis); dan
Model penetapan harga opsi (option pricing model).

Buletin Teknis Nomor 3 menyatakan bahwa harga yang dikuotasikan di pasar yang aktif
merupakan bukti terbaik atau acuan ideal dari nilai wajar, dan adalah mungkin bahwa dua entitas
yang menilai instrumen keuangan yang sama, akan memperoleh estimasi nilai wajar yang
berbeda untuk instrumen keuangan yang sama pada tanggal pengukuran yang sama, dan bahwa
teknik penilaian dan input yang digunakan oleh kedua entitas masih dapat mencapai tujuan
pengukuran nilai wajar dan sesuai dengan panduan akuntansi. Fakta bahwa terjadi perbedaan
estimasi nilai wajar mencerminkan pertimbangan dan asumsi yang diterapkan serta
ketidakpastian yang inheren dalam estimasi nilai wajar instrumen keuangan yang tidak memiliki
kuotasi harga di pasar aktif.

Namun demikian, entitas tunggal menerapkan pertimbangan secara konsisten (sepanjang waktu
dan untuk semua jenis instrumen keuangan) ketika mengukur nilai wajar. Hal inilah yang justru
memerlukan pengungkapan yang memadai mengenai teknik yang digunakan dan pertimbangan
yang dibuat adalah sangat penting bagi pengguna laporan keuangan. Lalu, bagaimana
menentukan nilai wajar suatu kontrak forward valas pada tanggal laporan keuangan?

Nilai wajar kontrak forward valas pada tanggal laporan keuangan adalah berdasarkan rumus di
bawah ini [9] :
FUTURUM - Derivatif dan Lindung Nilai bagian 1

di mana :

Notional amount : jumlah valas yang disepakati dalam kontrak forward, misalnya sebanyak
US$50.000.
Current forward rate : kurs forward valas untuk tanggal penyerahan (settlement date) yang
ada pada tanggal laporan keuangan.
Contracted forward rate : kurs forward valas yang ada dalam kontrak forward.
r : tingkat diskonto, yang pada umumnya mendekati tingkat bunga pinjaman
inkremental perusahaan
t : periode dari tanggal laporan keuangan sampai dengan tanggal penyerahan.

Catatan: untuk kontrak forward valas dengan jangka waktu singkat, misalnya 1 bulan, r dan t
di atas dapat diabaikan dalam kondisi normal.

Dengan diakuinya seluruh perubahan nilai wajar atas derivatif kontrak forward valas melalui
laporan laba rugi, yang kemudian menjadi isu dengan pihak otoritas perpajakan, adalah apakah
rugi (atau laba) yang timbul dari perubahan nilai wajar kontrak forward valas tersebut dapat
diakui oleh pihak otoritas perpajakan sebagai pengurang (atau penambah) penghasilan bruto
untuk menentukan penghasilan kena pajak [11]?

Argumentasi yang sering dikemukakan adalah mengenai:

1. Penetapan atau pengukuran nilai wajar kontrak derivatif pada tanggal laporan keuangan

Di perusahaan-perusahaan multinasional, divisi treasury (keuangan) kantor pusat yang


tersentralisasi pada umumnya menangani seluruh aktivitas yang terkait dengan manajemen risiko
fluktuasi mata uang asing, termasuk kontrak forward valas. Pada kasus ini dapat ditemukan
adanya kerjasama treasury kantor pusat bekerja sama dengan bank atau perusahaan-perusahaan
penyedia informasi independen mengenai: (i) pengukuran nilai wajar produk-produk derivatif,
misalnya kontrak forward, futures, options, swap, maupun derivatif melekat (embedded
derivatives); dan (2) mereview tingkat efektivitas aktivitas lindung nilai (hedge effectiveness)
atas instrumen derivatif yang ada pada level setiap perusahaan.

Kerjasama-kerjasama tersebut adalah demi efisiensi dan efektivitas mengingat akan sangat
menguras energi dan waktu bila tugas (1) dan (2) di atas harus dilakukan oleh masing-masing
personel di setiap perusahaan di setiap negara. Pasalnya, kontrak derivatif dilakukan dengan
berbagai bank domestik dan asing/internasional, dan tidak ada jaminan bahwa personel-personel
keuangan di setiap negara memiliki pengetahuan dan pengalaman serta tidak menjamin adanya
suatu kerangka kerja yang konsisten di seluruh perusahaan dalam grup.

Namun praktik di atas justru menimbulkan permasalahan tersendiri dengan otoritas perpajakan
setempat. Bila kembali ke rumus pengukuran nilai wajar, informasi kurs forward pada tanggal
laporan keuangan untuk tanggal penyelesaian, berasal dari pihak atau bank yang berbeda dengan
pihak bank di mana Wajib Pajak mengadakan kontrak forward valas.
Konsep nilai wajar dalam International Financial Reporting Standards (IFRS) [12] , yang
menjadi acuan PSAK di Indonesia, adalah suatu pengukuran yang berbasis pasar (market-based
measurement), dan bukan pengukuran yang spesifik untuk suatu entitas. Untuk beberapa aset dan
liabilitas, transaksi pasar yang dapat teramati atau informasi pasar dapat saja tersedia. Sementara,
untuk aset dan liabilitas lainnya, transaksi pasar yang dapat teramati dan informasi pasar
kemungkinan tidak tersedia.

Namun demikian, tujuan dari pengukuran nilai wajar dalam kedua situasi di atas adalah sama,
yaitu untuk mengestimasi harga pada mana suatu transaksi yang teratur (orderly transaction)
untuk menjual aset atau untuk mentransfer liabilitas akan terjadi antara para partisipan pasar
pada tanggal pengukuran di bawah kondisi pasar saat ini (yaitu merupakan harga keluar (exit
price) pada tanggal pengukuran dari sudut pandang partisipan pasar yang memegang aset atau
memiliki liabilitas).

Ketika suatu harga untuk suatu aset identik atau liabilitas tidak dapat teramati, suatu entitas
mengukur nilai wajar menggunakan teknik penilaian lainnya yang memaksimumkan penggunaan
input-input teramati yang relevan dan meminimumkan penggunaan input-input yang tidak dapat
teramati. Karena nilai wajar adalah suatu pengukuran berbasis pasar, ia diukur dengan asumsi-
asumsi yang akan digunakan oleh para partisipan pasar ketika melakukan penilaian (pricing) atas
aset atau liabilitas, termasuk asumsi tentang risiko. Dengan demikian, keinginan suatu entitas
untuk memegang suatu aset atau menyelesaikan atau membayar liabilitas menjadi tidak relevan
ketika mengukur nilai wajar.

Konsep pengukuran berbasis pasar dalam penentuan nilai wajar kontrak derivatif forward valas
menjadi relevan, mengingat bahwa sifat kontrak forward valas adalah bersifat OTC (over the
counter), yaitu ditransaksikan dengan syarat dan ketentuan hanya antara dua belah pihak yang
sepakat, dan bukan di bursa (seperti untuk kontrak futures). Dengan demikian, penentuan nilai
wajarnya termasuk informasi kurs forward pada tanggal laporan keuangan tidak semata-mata
hanya mengandalkan pada informasi dari pihak bank di mana perusahaan Wajib Pajak
mengadakan transaksi forward valas. Data-data yang tersedia di pasar valas domestik dan
internasional pada dasarnya dapat dipakai dalam penentuan nilai wajar kontrak valas.

Definisi nilai wajar di atas berfokus pada aset dan liabilitas karena mereka merupakan subjek
utama pengukuran akuntansi (komersial)[13] . Namun demikian, tetap kalau dikembalikan ke
akuntansi pajak, apakah konsep nilai wajar dikenal dalam akuntansi pajak?

Yang jelas, ketentuan perpajakan yang ada pada saat ini belum mengatur mengenai penerapan
penggunaan nilai wajar dalam pengakuan dan pengukuran aset atau liabilitas untuk laporan
keuangan fiskal. Namun, bila belum diatur, bukan berarti tidak dapat dipakai oleh pihak Wajib
Pajak, apalagi kalau konsep tersebut merupakan bagian dari dasar akrual yang menjadi salah satu
hal yang dipersyaratkan dalam penyusunan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi di
Indonesia [14].

Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP secara jelas menyebutkan bahwa pembukuan HARUS
diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK), kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan
menentukan lain. Produk laporan keuangan di mana standar akuntansi keuangan diterapkan,
adalah demikian sentral peranannya, sehingga penjelasan Pasal 3 ayat (6) UU KUP menyatakan
semua lampiran dalam Surat Pemberitahuan Tahunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Pemberitahuan Tahunan, dan merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi oleh
setiap Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Bahkan karena sedemikian pentingnya
fungsi laporan keuangan, ayat (7) menyatakan Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan
apabila tidak atau tidak sepenuhnya dilampirkan dengan keterangan dan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam ayat (6).

Pengakuan perubahan nilai wajar instrumen keuangan pada tanggal laporan keuangan jelas
merupakan bagian dari penerapan stelsel/dasar akrual. Walaupun penjelasan Pasal 28 ayat (5)
UU KUP mengakui adanya stelsel/dasar kas (stelsel yang diakui dalam penjelasan Pasal 28 ayat
(5) UU KUP, biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa,
misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan
penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama). Namun, SAK di Indonesia hanya
mengijinkan penggunaan dasar akrual, yang disebutkan bahwa entitas menyusun laporan
keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas [16] . Ketika akuntansi berdasarkan dasar
akrual digunakan, entitas mengakui pos-pos sebagai aset, liabilitas, ekuitas, penghasilan, dan
beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria
pengakuan untuk unsur-unsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan.

Dengan kata lain, baik Wajib Pajak yang akan melakukan rekonsiliasi fiskal atau pihak otoritas
perpajakan akan melakukan koreksi atas item-item rekonsiliasi fiskal, perlu berpijak pada satu
ketentuan yang sudah diatur dalam ketentuan perpajakan. Belum adanya aturan ketentuan
perpajakan, tidak dapat digunakan sebagai basis atau pembenaran untuk melakukan koreksi baik
oleh pihak wajib pajak atau pihak fiskus.

2. Laba atau rugi dari perubahan nilai wajar pada tanggal laporan keuangan

Sebagaimana disebutkan di atas, PSAK 50/55 memperlakukan derivatif dalam kelompok


diperdagangkan (for trading purposes) sehingga seluruh laba atau rugi dari perubahan nilai wajar
antar tanggal laporan keuangan dikreditkan atau dibebankan ke laporan laba rugi. Pengecualian
diberikan untuk derivatif yang merupakan kontrak jaminan keuangan atau sebagai instrumen
lindung nilai yang ditetapkan dan efektif.
Walaupun akuntansi lindung nilai (hedge accounting) mengakui pengaruh saling hapus pada
laporan laba rugi atas perubahan nilai wajar dari instrumen lindung nilai dan item yang dilindung
nilai, namun PSAK 50/55 tidak mewajibkan penggunaan akuntansi lindung nilai atau dengan
kata lain, bersifat opsional. Akuntansi lindung nilai dapat dikatakan sebagai suatu akuntansi
khusus yang diperbolehkan digunakan jika memenuhi persyaratan tertentu. Entitas yang
berkeinginan menggunakan akuntansi lindung nilai wajib memiliki sistem dan prosedur yang
tertib untuk memonitor setiap hubungan lindung nilai.

Banyak perusahaan kemungkinan mendapatkan bahwa banyak persyaratan ini terlalu berat untuk
dipenuhi [17] dan memutuskan untuk tidak menggunakannya [18]. Namun demikian, pilihan
tidak menggunakan akuntansi lindung nilai dibarengi dengan suatu ongkos yang harus dibayar,
yaitu volatilitas laba rugi.

Suatu hubungan lindung nilai memenuhi kualifikasi akuntansi lindung nilai , jika dan hanya jika,
seluruh kondisi berikut ini terpenuhi:

pada saat dimulainya lindung nilai terdapat penetapan dan pendokumentasian formal atas
hubungan lindung nilai dan tujuan manajemen risiko entitas serta strategi pelaksanaan lindung
nilai. Pendokumentasian tersebut harus meliputi identifikasi instrumen lindung nilai, item atau
transaksi yang dilindungi nilai, sifat dari risiko yang dilindungi nilai, dan cara yang akan
digunakan entitas untuk menilai efektivitas instrumen lindung nilai tersebut dalam rangka saling
hapus eksposur yang berasal dari perubahan dalam nilai wajar item yang dilindung nilai atau
perubahan arus kas yang dapat diatribusikan pada risiko yang dilindung nilai.
Lindung nilai diharapkan akan sangat efektif dalam rangka saling hapus atas perubahan nilai
wajar atau perubahan arus kas yang dapat diatribusikan pada risiko yang dilindung nilai,
konsisten dengan strategi manajemen risiko yang telah didokumentasikan diawal untuk
hubungan lindung nilai tersebut.
Untuk lindung nilai atas arus kas, suatu prakiraan transaksi yang merupakan subyek dari suatu
lindung nilai harus bersifat kemungkinan besar terjadi dan terdapat eksposur perubahan arus kas
yang dapat mempengaruhi laporan laba rugi.
Efektivitas lindung nilai dapat diukur secara handal, yaitu nilai wajar atau arus kas dari item
yang dilindung nilai yang dapat diatribusikan pada risiko yang dilindung nilai, dan nilai wajar
instrumen lindung nilai tersebut harus dapat diukur secara andal.
Lindung nilai dinilai secara berkesinambungan dan ditentukan bahwa efektivitasnya sangat
tinggi sepanjang periode pelaporan keuangan dimana lindung nilai tersebut ditetapkan

Lindung nilai dianggap sangat efektif jika kedua kondisi di bawah ini terpenuhi:

a) Pada saat dimulainya lindung nilai dan periode-periode sesudahnya, lindung nilai tersebut
diharapkan akan sangat efektif untuk saling hapus terhadap perubahan nilai wajar atau arus kas
yang diatribusikan pada risiko yang dilindung nilai selama periode lindung nilai tersebut.
Harapan tersebut dapat ditunjukkan melalui beberapa cara, termasuk dengan:
a. Membandingkan perubahan nilai wajar atau arus kas di masa lalu dari item yang dilindung
nilai yang diatribusikan pada risiko yang dilindung nilai dengan perubahan nilai wajar atau arus
kas di masa lalu dari instrumen lindung nilai; atau
b. Menunjukkan korelasi statistik yang tinggi antara nilai wajar atau arus kas dari item yang
dilindung nilai dengan nilai wajar atau arus kas dari instrument lindung nilai. Entitas dapat
memilih rasio lindung nilai selain satu banding satu dalam rangka meningkatkan efektivitas
lindung nilai.

b) Hasil aktual dari lindung nilai berada dalam kisaran 80 – 125% .


FUTURUM - Derivatif dan Lindung Nilai bagian 1

Sumber: Slide presentasi BDO: PSAK 55, Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.

Bagi perusahaan Wajib Pajak yang tidak “memanfaatkan” akuntansi lindung nilai, bagaimana
menyikapi laba atau rugi dari perubahan nilai wajar kontrak forward valas antar tanggal laporan
keuangan? Penjelasan lebih lanjut akan dipaparkan dalam bagian kedua dari artikel ini.

(bersambung)

Sumber :

[1]. Eiteman, David K., Arthur I. Stonehill dan Michael H. Moffett. Multinational Business
Finance. Boston: Pearson Education, Inc., 2007. Halaman 253.

[2]. Dalam istilah akuntansi teknis, mata uang asing yang dimaksud di sini adalah mata uang di
luar mata uang fungsional (functional currency). Misalnya, mata uang fungsional PT A di
Indonesia pada umumnya adalah dalam mata uang Rupiah. Dengan demikian, transaksi dalam
mata uang selain mata uang Rupiah, akan memberikan eksposur transaksi terhadap PT A.

[3]. Menurut Eiteman, Stonehill dan Moffett (2007, halaman 269), pemilihan strategi yang mana
yang akan diambil oleh PT A akan tergantung pada (1) tingkat toleransi resiko PT A, dan (2)
perkiraan atau ekspektasi PT A terhadap arah dan seberapa jauh kurs USD akan bergerak dalam
jangka waktu 2 bulan ke depan, atau dari titik waktu penyerahan surat penawaran harga sampai
pelunasan piutang dagang.

[4]. Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun 2010 telah menerbitkan


• Eksposure Draft PSAK 50 (Revisi 2010) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian, yang
mengadopsi IAS 32 (2009), Financial Instruments: Presentation, dengan beberapa pengecualian.
• Eksposure Draft PSAK 60 (2010) tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan, yang
mengadopsi International Financial Reporting Standards (IFRS) 7 (2009), Financial Instruments:
Disclosures, dengan beberapa pengecualian.

[5]. http://www.bankmandiri.co.id/article/312261278522.asp?article_id=312261278522.
[6]. Mengingat kontrak forward pada dasarnya adalah kesepakatan kedua belah pihak, tentunya
jangka waktu transaksi forward valas dapat disesuaikan lebih dari 1 tahun.

[7]. Kontrak forward yang diperdagangkan di bursa dikenal sebagai futures, yang telah
distandarisasi baik menyangkut jumlah, mata uang, tanggal jatuh tempo, dan lain-lain. Pasar
valas sendiri adalah suatu pasar keuangan yang terdesentralisasi secara global untuk mata uang
yang diperdagangkan. Pusat-pusat keuangan di seluruh dunia berfungsi sebagai jangkar
perdagangan di antara berbagai tipe pembeli dan aktivitas jual-beli selama 24 jam. Pasar valas
adalah pasar keuangan yang paling likuid di dunia, dengan pemain mencakup bank-bank besar,
bank sentral, investor institusional, spekulator mata uang, perusahaan-perusahaan, pemerintah,
institusi keuangan lainnya, dan investor retail.

[8]. Eksposure Draft PSAK 60 (2010) paragraf 28 menyebutkan bahwa suatu entitas harus
mengklasifikasi pengukuran nilai wajar dengan menggunakan hierarki nilai wajar yang
mencerminkan pentingnya input yang digunakan dalam melakukan pengukuran.

[9]. Trombley, Mark A. Accounting for Derivatives and Hedging. New York: The McGraw-Hill,
2003. Halaman 131.

[10]. Pada tanggal dilakukan kontrak forward, nilai wajar kontrak derivatif adalah nol.

[11]. Pembahasan perpajakan dalam artikel ini tidak terkait dengan Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ.313/1993 tentang Perlakuan Pajak atas Transaksi Forward Sales
Valas, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.43/1998 tentang Perlakuan
Perpajakan Penghasilan Bunga (Bunga Deposito) terhadap Premi Swap dan Forward, karena isu
yang menjadi pembahasan berbeda.

[12]. nternational Financial Reporting Standard 13, Fair Value Measurement. Mei 2011. Pasal 2
dan 3.

[13]. Standar Akuntansi Internasional lebih menitikberatkan pada pendekatan aset-liabilitas


(asset-liability approach) dibandingkan pendekatan (memadankan) pendapatan-biaya (matching
revenue-expense approach).

[14]. PSAK Nomor 1 (Revisi 2009). Penyajian Laporan Keuangan. Paragraf 24 dan 25.

[15]. PSAK Nomor 1 (Revisi 2009), Penyajian Laporan Keuangan menyatakan dalam paragraf
10 dan 11 bahwa seluruh 6 (enam) komponen laporan keuangan, termasuk neraca, laporan laba
rugi komprehensif selama periode, merupakan satu kesatuan, bahkan dipertegas entitas
menyajikan semua komponen laporan keuangan lengkap dengan tingkat keutamaan yang sama.

[16]. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1 (Revisi 2009). Penyajian Laporan
Keuangan. Pasal 24 dan 25. Pasal berikutnya mengatur soal materialitas yang tentunya perlu
diperhatikan juga, artinya suatu transaksi dapat saja diakui dengan dasar kas, kalau tidak
material, akan tetapi tetap saja untuk keseluruhan, stelsel/dasar akrual yang harus digunakan.
Stelsel/dasar sendiri mengacu kepada keseluruhan atau sistem pembukuan dan bukan hanya
diterapkan pada satu atau beberapa transaksi.

[17]. International Accounting Standards Board telah menerbitkan Eksposure Draft ED/2010/13
tentang Hedge Accounting pada bulan Desember 2010 yang bertujuan menyederhanakan
akuntansi lindung nilai.

[18]. Marie Lione dalam artikel tanggal 5 September 2008 berjudul “Why CFOs Still Don’t Like
Hedge Accounting” menyebutkan bahwa alasan yang sering diutarakan untuk tidak menetapkan
suatu derivatif sebagai lindung nilai adalah adanya beban dokumentasi dan evaluasi yang terus
menerus terhadap keefektifan lindung nilai. Dapat diunduh dari
www.cfo.com/article.cfm/12076863.

[19]. Terdapat tiga hubungan lindung nilai, yang terdiri dari 3 (tiga) jenis:
a) Lindung nilai atas nilai wajar (fair value hedge): suatu lindung nilai terhadap eksposur
perubahan nilai wajar atas aset atau kewajiban yang telah diakui, atau komitmen pasti yang
belum diakui, atau bagian yang telah diidentifikasi dari aset, kewajiban, atau komitmen past
tersebut, yang dapat diatribusikan pada resiko tertentu dan dapat mempengaruhi laporan laba
rugi.
b) Lindung nilai atas arus kas (cash flow hedge): suatu lindung nilai terhadap eksposur
variabilitas arus kas yang (i) dapat diatribusikan pada risiko tertentu yang terkait dengan aset
atau kewajiban yang telah diakui (misalnya seluruh atau sebagian pembayaran bunga di masa
datang atas utang dengan suku bunga variabel) atau yang dapat diatribusikan pada risiko tertentu
yang terkait dengan prakiraan transaksi yang kemungkinan besar terjadi, dan (ii) dapat
mempengaruhi laporan laba rugi.
c) Lindung nilai atas investasi neto pada operasi di luar negeri sebagaimana didefinisikan
dalam PSAK 10: Transaksi dalam Mata Uang Asing dan PSAK 11: Penjabaran dalam Mata
Uang Asing.

[20]. Isu perpajakan lainnya adalah apakah laba atau rugi dari bagian lindung nilai yang
dinyatakan “tidak efektif” menurut penerapan akuntansi lindung nilai berdasarkan PSAK 50/55,
apakah dapat diterima sebagian dari komponen penentuan penghasilan kena pajak oleh otoritas
perpajakan?

Anda mungkin juga menyukai