LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh:
YANI YANUAR
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian Muskuloskeletal
Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata skeletal
yang berarti tulang. Muskulo atau muscular adalah jaringan otot-otot tubuh. Ilmu yang
mempelajari tentang muskulo atau jaringan otot-otot tubuh dan myologi. Skeletal atau
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia
sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan. Otot disebut alat gerak aktif
c. Tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari jaringan
ikat dan besrifat liat. Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, dibedakan
sebagai berikut:
1) Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
2) Inersio, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika
3
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas perintah dari
otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat pada otot paha, otot betis,
otot dada. Kontraksinya sangat cepat dan kuat. Struktur mikroskopis otot
Setiap serabut memiliki banyak inti yang terletak di tepi dan tersusun di bagian
perifer. Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar
b. Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja secara tak
sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih
dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,
reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur mikroskopis otot polos yaitu memiliki bentuk sel otot seperti
berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah). Memiliki satu buah inti sel
yang terletak di tengah sel otot dan mempunyai permukaan sel otot yang polos dan
halus/licin (Syaifuddin,2012)
c. Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur yang sama
dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung. Bekerja terus-menerus
setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu
setiap kali berdenyut Memilki banyak inti sel yang terletak di tepi agak ke tengah.
4
d. Otot Antagonis
Yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya bertolak belakang/tidak searah,
fleksor (membengkokkan), misalnya otot bisep dan otot trisep. Depressor (gerakan
ke bawah) dengan elevator (gerakan ke atas), misalnya gerak kepala menunduk dan
menengadah.
e. Otot Sinergis
Menurut (Heriana,2014) Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan yang bergerak
dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda
berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari
2. Etiologi
a. Kelainan Postur
e. Kekakuan otot
3. Manifestasi Klinis
Menurut (Potter & Perry, 2009) Manifestasi klinis pada gangguan aktivitas adalah
ketidak mampuan pasien untuk bergerak secara mandiri atau perlu bantuan alat ataupun
dengan bantuan orang lain, dan memiliki hambatan dalam berdiri juga memiliki
4. Patofisiologi
penyebab dari gangguan yang terjadi. Ada 3 hal yang dapat menyebabkan gangguan
a. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi
kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot
dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh benda tajam yang
penyakit dapat menggangu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka
diantaranya adalah fraktur, radang sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
Implus tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak.
Jadi, jika syaraf terganggu maka akan terjadi gangguan penyampaian implus dari
dank e organ target. Dengan tidak sampainya implus maka akan mengakibatkan
gangguan mobilisasi.
6
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pergerakan fisik tubuh atau salah
satu, atau semua ekstermitas yang mandiri dan terarah (NANDA, 1999 dalam Renata
tempat yang lain atau ke satu posisi ke posisi yang lain. Hambatan mobilitas fisik juga di
definisakan sebagai keterbatasan pergerakan fisik secara mandiri baik secara aktual
a. Gaya hidup
b. Ketidakmampuan
dua, yaitu: ketidak mampuan primer disebabkan oleh trauma atau sakit, (misalnya
c. Tingkat energi
Energi sangat di butuhan oleh banyak hal, salah satunya adalah untuk
mobilisasi, dalam hal ini cadangan dari energi yang di miliki masing- masing
d. Usia
Usia dapat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi, pada individu lansia,
3. Etiologi
Menurut Buckwalter (2011: 457-459) Beberapa faktor yang menyebabkan atau ikut
a. Intoleransi aktifitas
dan tonus otot atau karena gangguan aktifitas sel. Lansia mengalami kehilangan
tonus otot atau masa otot akibat penuaan normal, tetapi juga dapat beresiko
terhadap kelemahan lebih lanjut akibat sindrom disuse, yang berhubungan dengan
penyakit kronis, penurunan pada aktivitas dan pergerakan. Otot pernafasan juga
melemah, dan paru cenderung menjadi elastis. Oleh karena itu lansia memiliki
volume tidal yang lebih sedikit dan mengalami penurunan vital. (Buckwalter (2011:
457-459)
b. Nyeri
rentang terhadap nyeri kronis ataupun akut, baik somatopatik maupun psikogenik,
karena memiliki insiden penyakit kronis dan terapi yang lebih tinggi mengalami
peningkatan trauma yang diakibatkan jatuh dan fraktur, dan rentang terhadap
c. Gangguan Neuromuskular
intervasi parifer atau saraf pusat. Sistem saraf mengendalikan inervasi dan fungsi
seluruh dari bagian tubuh, dengan demikian, kontraksi dan reflek otot sangat
d. Gangguan Muskuloskeletal
yang di sebabkan oleh faktor struktural atau mekanis. Sumber struktural adalah
8
peralatan eksternal seperti restrain atau gips yang bias menghambat pergerakan.
e. Gangguan Psikologis
Merupakan respon yang terjadi saat emosi yang terjadi saat stres melebihi
kemampuan individu untuk dapat berbicara secara efektif. Rasa takut atau duka cita
lansia yang sering kali harus menyesuaikan diri dengan perubahan gaya hidup dan
lingkungan. Tanpa di dukung oleh kondisi kesehatan yang baik dan sistem
yang tidak cocok, dan nilai budaya yang tidak cocok. Lansia sangat beresiko
terhadap hambatan hubungan sosial dan perubahan serta transisi peran, seperti
ketergantungan pada orang lain. Hambatan pada tipe ini biasanya muncul saat
g. Kurang pengetahuan
Induvidu sering kali tidak mampu mengelola penyakit atau cidera secara efektif
karena kurang pengetahuan tentang tindakan yang harus di lakukan. Selain itu
lansia lebih mudah mengalami defisit kognitif akibat penyakit stroke dan dimensia.
dan sumber yang tersedia untuk membantu mereka untuk mencegah gangguan lebih
mental dan atau kehilangan sensasi. Defisit ini cenderung menyertai penuaan
normal dan juga dapat terjadi sekunder akibat penyakit yang sering di alami oleh
lansia. Lansia juga sering mengalami keterbatasan lingkungan fisik dan sosial,
terutama karena hambatan mobilitas fisik. Lingkungan ini mengurangi input sensori
penting mobilitas yang optimum (misalnya untuk orientasi ruangan dan waktu,
i. Faktor latrogenik
kesehatan yang restritif dan asing serta pembedahan dan terapi lain yang membatasi
aktivitas, seperti pemberian cairan iv, pengisapan dan pemasangan kateter. Kondisi
ini penting untuk mengatasi cidera atau penyakit, tetapi juga bias menyebabkan
masalah yang serius, terutama pada lansia yang memiliki banyak faktor predisposisi
4. Jenis Mobilitas.
a. Mobilisasi penuh.
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
dalam sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer
b. Mobilitas sebagian
jelas, dan tidak mampu secara bebas, karena di pengaruhi oleh gangguan saraf
10
motorik dan sensorik. Hal ini dapat di jumpai pada kasus dengan cidera patah
tulang dengan pemasangan traksi. Mobilitas sebagian ini di bagi menjadi 2 tipe,
yaitu:
1) Mobilitas sebagian temporer
sementara. Hal tersebut dapat di sebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
sifatnya menetap. Hal ini di sebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
5. Manfaat Mobilisasi
sehari-hari.
persendian
a. Dampak Fisiologik
Menurut mass (2011: 449) pada situasi tertentu, penurunan mobilitas fisik
menjadi lebih lambat dan beban jantung menurun. Nyeri, ketengangan, dan
pengisian vena berkurang saat sistem muskuloskeletal rileks ketika posisi tubuh
supinasi. Banyak penyakit misalnya CHF dan fraktur. Memerlukan beberapa tingkat
fungsi tubuh berkurang jika bagian tubuh tersebut mengalami cidera atau terserang
penting untuk mempertahankan homeostasis dan mencegah cidera yang lebih lanjut.
Semakin besar hambatan mobilitas fisik, semakin besar pula kemungkinan timbul
Penurunan RPS terjadi akibat hambatan mobilitas fisik karena jaringan ikat
di sekitar kapsula sendi dan di dalam otot menjadi padat. serat otot yang
terkena mendadak dan atrofi karena tidak secara teratur tidak memendek dan
memanjang dalam rentang pergerakan penuh otot tersebut. Radang, trauma dan
Penurunan kekuatan otot dan ketahanan otot terjadi jika kontraksi otot kurang
dari 20% tengangan maksimum setiap hari. Pemeliharaan kekuatan dan ketahanan
kuat setiap hari cukup untuk mempertahankan massa dan kekuatan otot jika asupan
protein adekuat. Namun, otot yang istirahat sempurna akan kehilangan 10- 15%
kekuatan setiap minggu dan dapat kehilangan sebesar 5,5% kekuatan setiap harinya,
dengan kegilangan yang cepat terjadi adalah pada fase awal imobilitas. Penurunan
mobilitas. Struktur skeletal biasanya selalu di perbarui melalui absorbs dan pergantian
tulang. Proses ini bergantung pada kontraksi Penurunan kekuatan skeletal otot dan
tegangan otot untuk meningkatkan deposisi tulang osteoporosis terjadi saat destruksi
3) Gangguan Kardiovaskuler
mobilitas menyebabkan lansia harus tirah baring lama hanya atau dapat duduk
di kursi. Efek kemunduran akan lebih berat jika saat yang sama terjadi demam,
dan peningkatan frekuensi jantung saat posisi berubah dari supinasi ke posisi
tegak, tidak lagi efektif. Sebaliknya terjadi vasodilatasi dan pengisian vena, dan
darah.
4) Ketidakseimbangan metabolik
mengakibatkan posisi induvidu harus terus rekumben, aliran urine dari ginjal ke
melawan gravitasi, pelvis ginjal terisi penuh sebelum urine mengalir ke ureter.
Oleh karena itu, terjadi statis urine. Akibatnya, terjadi statise urine yang
lain.
7) Gangguan pernapasan
sempurna aveoli, yang biasanya dicapai saat melakukan aktivitas fisik pada
hanya terdapat terjadi apabila alveoli terisi penuh oleh udara dan dekat dengan
b. Dampak Psikologis
Mobilitas fisik mempengaruhi konsep diri, harga diri, dan kemampuan manusia
dengan konsep diri dan peran diri. Hambatan mobilitas mengganggu aspek konsep
diri dan harga diri. Akibatnya imobilitas menyebabkan kurang minat dan kurang
menurun, dan emosi dapat di ekspresikan secara berlebihan atau tidak tepat,
termasuk marah, apati, agresi, atau regresi. Isolasi dan ketergantunagn paksa dapat
c. Dampak Sosioekonomik
Bagi lansia, dampak sosioekonomik hambatan mobilitas sering kali berat.
orang tua, teman, karyawan, dan anggota kelompok sosial dan komunitas.
hubungan tulang.
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
4) Pemeriksaan Laboratorium
Terapi yang dapat di lakukan antara lain (Potter and Perry (2012)
a. Kesejajaran Tubuh
klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang tepat, dan memindahkan klien
dengan posisi yang aman dari tempat tidur ke kursi atau brankar. Pengaturan posisi
dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk meningkatkan
kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu: posisi
fowler (setengah duduk), posisi litotomi, posisi dorsal recumbent, posisi supinasi
(terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral (miring), posisi sim, posisi
b. Mobilisasi Sendi
mengajarkan klien latihan ROM (Range of Motion). Apabila klien tidak mempunyai
control motorik volunteer maka perawat melakukan latihan rentang gerak pasif.
Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik ROM aktif
sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu: Fleksi dan ekstensi
pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi lengan bawah,
pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari,
infersi dan efersi kaki fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut,
1. Pengkajian
baik dan saling percaya yang akan mendasari hubungan terapeutik selanjutnya antara
perawat dan klien dalam asuhan keperawatan. Untuk itu, format pengkajian pada lansia
yang di kembangkan minimial terdiri atas: data dasar yaitu identitas, alamat, Pendidikan,
pekerjaan, agama, dan suku bangsa (Sunaryo, dkk, 2016)
a. Identitas
Beberapa penyakit muskuloskeletal banyak terjadi pada klien di atas usia 60 tahun.
Lansia yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yang mengalami gangguan sistem
muskuloskeletal dari pada perempuan, pekerjaan yang berat juga akan dapat
b. Keluhan utama
Riwayat penyakit mulai dari timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat
peralatan eksternal seperti restrain atau gips. atau kondisi kronis seperti
2019)
Perlu di kaji ada tidaknya anggota keluarga yang memiliki Riwayat penyakit
keturunan keluarga atau apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama
karena faktor genetik. Misalnya tentang ada tidaknya riwayat alergi, stroke,
menjalankan ibadahnya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
umumnya lemah. Timbang berat badan klien, apakah ada gangguan penyakit karena
b. Kesadaran
c. Tanda-tanda vital
2) Mata
penciuman.
penurunan pendengaran.
5) Dada
suara nafas vesikuler, ada tidaknya suara tambahan, ada tidaknya suara jantung
tambahan, pemeriksaan ictus cordis, dan ada tidaknya keluhan yang dirasakan.
6) Abdomen
Pemeriksaan bentuk perut, nyeri tekan, kembung, bising usus, dan massa
7) Ekstermitas
1) : Lumpuh
2) : Ada kontraksi
mengalami kelemahan pada otot karena biasa terjadi akibat nyeri pada
ekstermitas atau penyakit lain seperti stroke, osteoporosis, gout arthritis, dll
(Buckwalter, 2011)
mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual, yang terdiri dari 10 hal yang
pengawasan, pengarahan dan bantuan dari orang lain. Instrument yang biasa
digunakan dalam pengkajian status fungsional yaitu Indeks Katz, Bartel Indeks, dan
Sullivan Indeks Kats. Lingkup pengkajian meliputi keadekuatan enam fungsi yaitu:
mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan makan, yang hasilnya untuk
Penilaian: jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab selalu (poin 2), kadang- kadang
e. Tingkat Depresi
Mengkaji seberapa tingkat depresi pada lansia mengetahui nilai normal dalam
tingkat depresi (Nugroho, 2010). Penilaian tingkat depresi dengan cara menilai
Pengkajian ini untuk mengetahui kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-
harinya. Dan untuk mengetahui kemandirian tersebut dapat di lihat dari kemandirian
41 41
42
42
ASUHAN KEPERAWATAN TERHADAP NY. A DENGAN GANGGUAN
MOBILITAS FISIK
DI RUANG FRESIA 2 RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
A. Kasus Terkait
B. Pengkajian
1. IDENTITAS
a. Pasien
Nama Pasien : Ny. A
Tanggal Lahir : 29/07/2000
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Kawungsari 02/08 Wargamekar Baleendah
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Status marital : Menikah/Tidak menikah/duda/janda
Nomor RM : 0001980718
Diagnosa Medis : Myeloradikulopathy cervical setinggi segmen
C5 e.c lesi ekstra dural e.c spondilitis TB
Tanggal Pengkajian : 26/10/2021
Tanggal Masuk RS : 25/10/2021
b. Penanggung Jawab Pasien
Nama : Neng Shima
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SLTA
Hubungan dengan Pasien : Kakak Ipar
Alamat : Kp. Kawungsari 02/08 Wargamekar Baleendah
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat Kesehatan Pasien
Riwayat Penyakit Sekarang
1). Keluhan Utama :
Lemah ke 4 ekstremitas
3 3
0 0
-----------
Pasien tinggal dengan suami dan anaknya, diantara keluarganya tidak ada
yang memiliki penyakit menular. Saat pasien sakit sangat berpengaruh
terutama dalam mengurus anaknya yang baru berusia 3 bulan
c. Pengkajian Biologis
26
manual evakuasi fekal, walaupun pasien sering makan buah namun tidak
banyak membantu, defekasi 3 hari sekali, pengeluaran feses lama dan sulit, feses
Eliminasi urin
Pasien tidak merasakan sensasi BAK sehingga sejak 1 bulan yang lalu
terpasang folley kateter, urin berwarna merah karena mengkonsumsi OAT
Kebutuhan Oksigen dan Karbondioksida
Pernafasan
RR 16 x/menit saturasi 98% dengan tanpa bantuan oksigen, Bunyi nafas
vesikuler dispneu tidak ada, tidak pernah mengkonsumsi obat – obatan
untuk melancarkan pernafasa, tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak
pernah dirawat karena ganguan pernafasan. Pasien tidak memili alergi
terhadap debu
Kardiovaskuler
Klien tidak mengluh cepat lelah, dada berdebar, nyeri dada dan dada terasa
ditindih. Pasien tidak menggunakan alat pacu jantung
Personal Hygiene
Personal hygiene pasien dibantu orang lain, mandi dan gosok gigi dilakukan
sekali sehari. Pasien cuci rambut 3 hari sekali
Sex
Pasien mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban seorang istri untuk
melayani suaminya karena rasa sakit pada lehernya yang mengganggu,
pasien memiliki 1 orang anak yang berumur 3 bulan
Pengkajian Psikososial dan Spiritual
1). Psikologi
Emosi pasien stabil, klien tidak mudah marah, klien dapat
mengekspresikan perasaannya, pasien selalu berdoa ketika hatinya
merasa sedih atau marah. Pasien marasa tidak berguna lagi bagi
keluarganya. Pasien merasa perannya sebagai ibu belum terlaksana
dengan baik, sejak melahirkan pasien belum pernah merawat anaknya.
Hal yang paling disukai pasien adalah baca Al Quran. Dukungan dari
suami dan keluarga merupakan hal yang menguatkannya dalam
menghadapi penyakit pasien, pasien hanya bisa berdoa agar kembali
sembuh. Pasien tidak mampu melakukan apapun saat ini
28
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
1). Kesadaran : GCS :
Kesadaran compos mentis GCS : E 4 M 6 V 5
2). Kondisi klien secara umum
Pasien sakit sedang
3). Tanda – tanda Vital
TD = 110/80 mmHg N = 88 x/menit RR = 18 x/menit saturasi 98%
S= 36 0C
4). Pertumbuhan fisik :
TB = 145 cm BB = 45 kg Selama 3 bulan berat badan pasien turun 2
kg, BMI = 21,4
4). Keadaan kulit : warna, tekstur, kelainan kulit
Kulit sawo matang, tidak ada edema, tidak ada sianosis di perifer
29
3 3
1 0
Gerak simetris, tonus baik, formasi jari lengkap, jari jari tidak bisa
menggenggam benda benda
b) Bawah :
31
C. Analisa Data
3 3
kelemahan otot
thalamus
dipersektian Nyeri
Suplay O2 turun
Iskemik jaringan
Nekrosisi
Gangguan integritas
DS : pasien mengatakan Trauma medula spinal Konstipasi berhungan
sensasi defekasi tidak ada, dengan penurunan
defekasi 3 hari sekali, Trauma pada C7 gastrointestinal
33
Konstipasi
3 3 Necrosis
mikroskopisneuron area
0 0
Kerusakan UMN
Paralisis
ADL terganggu
Keterbatasan dalam
melakukan aktifitas sehari
hari
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi:
berhubungan mobilitas fisik meningkat dengan Identifikasi adanya nyeri atau Rasa nyeri dapat berakibat seseorang malan
dengan kriteria hasil : keluhan fisik lainnya bergerak
kerusakan Pergerakan ekstremitas terbatas cukup Identifikasi toleransi fisik Mengetahui batas kemampuan gerak pasien
integritas menurun melakukan pergerakan
struktur tulang Kekuatan otot tertbatas cukup Monitor frekuensi jantung dan Mengetahui efek dari melakukan aktifitas
Ditandai dengan menurun tekanan darah sebelum memulai fisik
: Nyeri cukup meningkat mobilisasi
DS : klien Kaku sendi cukup meningkat Monitor kondisi umum selama Mengetahui efek dari melakukan aktifitas
mengatakan Pergerakan terbatas cukup meningkat melakukan mobilisasi fisik
sulit Kelemahan fisik cukup meningkat Terapeutik:
menggerakkan Fasilitasi aktivitas mobilisasi Untuk meningkatkan kemampuan aktifitas
ekstremitas dengan alat bantu pasien
terutama kaki Fasilitasi melakukan Memberikan bantuan agar mencegah sakit
DO : kekuatan pergerakan, jika perlu yang bertambah
otot Libatkan keluarga untuk Meningkatkan partisipasi keluarga dalam
membantu pasien dalam merawat pasien
3 3 meningkatkan pergerakan
Lakukan latihan penguatan Latihan penguatan anggota gerak atas
0 0 anggota gerak atas dengan pita dengan menggunakan pita dan bola elastik
ROM menurun, dan bola plastik efektif meningkatkan kekuatan dan fingsi
gerakan anggota gerak atas (Tresnasari, Basuki
terbatas Edukasi &Defi, 2017)
Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi Keluarga dan pasien mengerti sehingga
diharapkan dapat berperan serta mendukung
Anjurkan melakukan mobilisasi proses pengobatan pasien
dini Meningkatkan kemampuan mobilisasi
pasien secara perlahan sehingga tidak terjadi
Ajarkan mobilisasi sederhana komplikasi pada pasien
yang harus dilakukan (mis. Dapat menurunkan nyeri tekan dan nyeri
Duduk di tempat tidur) gerak, meningkatkan LGS, dan
Kolaborasi : meningktakan kemampuan fungsional
Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
35
36
pemberian infra red, exercise therapy Mencegah kontraktur dari ekstremitas dan
dan transcutaneus elektrical nerve memperbaiki kekuatan otot ekstremitas
stimulations (TENS)
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41
F. Implementasi
Dx
Hari/Tanggal Waktu Implementasi Paraf
27/10/2021 08.00 1 - Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya ttd
R: klien mengluh nyeri area leher, skala 3 (0-10), nyeri bertambah jika bergerak, berkurang jika
istirahat dan mendapa therapi
08.02 1 - Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
R: Klien mengatakan mengerti tujuan dari mobilisasi, klien miring kanan
08.10 1 - Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
R: klien mampu menggerakan ekstremitas, kekuatan otot 3/3
- Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
08.15 1 R: TD = 110/80 mmHg N = 88 x/menit RR = 18 x/menit SpO2 98% S= 36 0C
- Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
08.17 1 R: keadaan umum tenang
- Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
08.30 1 R: klien mobilisasi dibantu suami dan perawat
- Memfasilitasi melakukan pergerakan ROM pasif
08.35 1 R: Klien mampu ROM aktif di ekstremitas atas, ROM pasif ekstremitas bawah dibantu perawat
41
42
Dx
Hari/Tanggal Waktu Implementasi Paraf
- Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
08.36 1 R: Keluarga tampak membantu pasin dalam mobilisasi
- Memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
09.00 2 R: Klien mendapatkan therapi paracetamol 500 mg, skala nyeri berkurang 2 (0-10)
- Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
09.10 2 R: Perawat memperbolehkan penunggu pasien hanya 1 orang untuk 1 pasien
- Memfasilitasi istirahat dan tidur
2 R: Klien tampak tenang
09.15 - Mengajarkan teknik nonfarmakologis: nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri
R: Klien mengerti teknik nafas dalam yang diajarkan perawat
09.30 2 - Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit
R: Klien mengatakan lama berbaring dan jarang berubah posisi
09.32 3 - Mengubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
R: Klien tampak mau berbarubah posisi tiap 2 jam
10.00 3 - Menggunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
R: Klien mengatakan menggunakan minyak zaitun untuk melembabkan kulit
11.00 3 - Menganjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
R: klien mengatakan suami menggunakana sabun secukupnya saat memandikan
12.00 3 - Memonitor karakteristik luka
R: Terdapat luka di daerah panggul kiri, grade 1, diameter 2x2 cm, bersih.
- Memonitor tanda-tanda infeksi
12.00 3 R: tidak tampak tanda-tanda infeksi
- Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
12.30 3 R: Luka klien diganti, dirawat menggunakan cairan Nacl 0,9% dan balutan esktra thin
- Mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
12.30 3 R: menggunakan pinset atau sarung tangan steril saat melakukan perawatan luka
- Menganjurkan minum air yang cukup
12.45 3 R: klien mengatakan anjuran perawat, klien minum 5-6 gelas sehari
- Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi tinggi serat
12.45 R: Klien mengerti anjuran perawat, klien makan habis 1 porsi tiap makan
4 - Mendampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
R : mambantu kelaurag untuk memandikan pasien
13.00 4 - Memfasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
R: kelarga membantu perawat memandikan pasien
13.00 5 - Menjadwalkan rutinitas perawatan diri
R : Setiap pagi pasien diseka
12.30 5 - Menganjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
R : setiap pagi dan sore sikat gigi
42
43
Dx
Hari/Tanggal Waktu Implementasi Paraf
12.30 5 - Memfasilitasi kunjungan keluarga
R: keluarga rutin secara bergantian menunggui pasien di rumah sakit
13.00 5 - Memfasilitasi keluarga melakukan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
R:melibatkan keluarga dalam setiap Tindakan keperawatan yang dilakukan
14.00 6 - Memfasilitasi komunikasi terbuka antar setiap anggota keluarga
R: pasien melakukan video call dengan anaknya melalui kakak iparnya
- Memfasilitasi mengidentifikasi masalah spiritual
10.00 6 R : pasien mengatkan bahwa dia masih dalam masa nifas karena keluar cairan putih di vagina
- Memfasilitasi mengeksplorasi keyakinan terkait pemuliahan tubuh, pikiran dan jiwa
12.00 6 R : pasien mengatakan semoga diberikan kesembuhan oleh Allah
- Menganjurkan membuat komitmen spiritual berdasarkan keyakinan dan
12.00 7 R: pasien terlihat sholat dhuhur
13.00 7
13.00 7
43
44
Dx
Hari/Tanggal Waktu Implementasi Paraf
R : pasien masih dibantu oleh suaminya ketika melakukan mobilisasi
10.00 5 - Memfasilitasi mengidentifikasi masalah spiritual
R : pasien mengatkan bahwa dia masih dalam masa nifas karena keluar cairan putih di vagina
12.00 4 - Memfasilitasi mengeksplorasi keyakinan terkait pemuliahan tubuh, pikiran dan jiwa
R : pasien mengatakan semoga diberikan kesembuhan oleh Allah
12.00 4 - Menganjurkan membuat komitmen spiritual berdasarkan keyakinan dan nilai
12.00 4
G. Evaluasi
44
45
D
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
x
27/10/2021 1 DX 1 ttd
S : klien mengatakan sulit menggerakkan ekstremitas terutama kaki
O : kekuatan otot
3 3
0 0
ROM menurun, gerakan terbatas
A : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
P : lanjutkan intervensi dukungan mobilisasi
2 DX 2
S : klien mengeluh nyeri ditulang leher belakang, skala nyeri 3, klien mengatakan sering terjaga dari tidur
karena nyeri
O : klien tampak meringis
A : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur tulang belakang)
P : lanjutkan intervensi manajemen nyeri
3 DX 3
S:
O : terdapat luka decubitus grad II disimpisis sinistra dengan diameter 2x2 cm warna luka merah, luka bersih,
verban digantisetiap 3 hari
A : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas, faktor mekanis (gesekan)
kelembaban
P : lanjutkan intervensi Perawatan Integritas Kulit
4 DX 4
D : pasien mengatakan sensasi defekasi masih tidak ada, pengeluaran feses masih lama dan sulit
D : feses keras, peristaltik turun
A : Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
45
46
D
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
x
P : lanjutkan intervensi Manajemen Konstipasi
DX 5
5 S : klien mengeluh lemah ke 4 anggota gerak
O : ADL klien dilakukan suami dan perawat
kekuatan otot
3 3
0 0
A : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
P : lanjutkan intervensi Dukung Perawatan Diri
DX 6
6 S : pasien mengatakan sedih berkurang jika dilakukan video cal, pasien masih sedih jika tiba tiba teringat
anaknya
O : klien tampak senang setelah video call
A : Resiko gangguan perlekatan berhubungan dengan ketidak mampuan memenuhi kebutuhan bayi
P : lanjutkan intervensi Promosi Keutuhan Keluarga
46
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan kesenjangan antara teori dan asuhan
A. Laporan Kasus
masuk rumah sakit lemah kedua tungkai, awalnya sulit berjalan, selang 2
minggu kaki tidak bisa digerakkan, 4 bulan sebelum masuk rumah sakit
pasien mengatakan lemas kdua lengan, nyeri leher, dan menjalar dilengan
atas 3/3, esktremitas bawah 0/0. Tangan tidak bisa menggenggam kuat
48
tangan pemeriksa keluhan disertai nyeri leher skala nyeri 3 nyeri seperti
diremas remas terutama dirasakan malam hari nyeri diarea tulang leher
belakang.
1. Karakteristik Pasien
penulis tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus
karena pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus didapati tiga persamaan
yaitu pada rentang usia 13-91 tahun, jenis kelamin perempuan dan
bawah, nyeri area leher dan disfunsi blader. Tidak ada kesenjangan antara
48
49
disebkan oleh tumor dan spondilitis. Pada tinjaun kasus pasien pernah
abses lesi e.c DD/preabses dd/ metastase. Menurut penulis tidak ada
kasus klien asien tinggal dengan suami dan anaknya, diantara keluarganya
tidak ada yang memiliki penyakit menular. Tidak ada kesenjangan antara
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktifitas istirahat
Pada tinjauan pustaka menurut Yanti dan Hasian (2019) seseorang yang
spinal pada bawah lesi. kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan
49
50
b. Sirkulasi
ditemukan klien tidak mengluh cepat lelah, dada berdebar, nyeri dada dan
c. Eliminasi
kasus ditemukan BAB pasien tidak terasa, sensasi defekasi tidak ada
sensasi BAK sehingga sejak 1 bulan yang lalu terpasang folley kateter, uri
d. Integritas ego
50
51
tidak percaya, sedih, marah ditandai takut, cemas, gelisah, menarik diri.
Pada tinjaun kasus ditemukan klien marasa tidak berguna lagi bagi
keluarganya. Pasien tidak mampu melakukan apapun saat ini. Tidak ada
e. Makanan/cairan
bentuk datar bising usus 8 x/menit, nyeri tekan tidak ada, palpasi organ
tinjauan kasus.
f. Higiene
mandi dan gosok gigi dilakukan sekali sehari. Tidak ada kesenjangan
g. Neurosensory
51
52
reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena
lengan atau kaki, paralisis flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok
spinal teratasi, bergantung pada area spinal yang sakit. Pada tinjaun kasus
benda, kekuatan otot 3/3. Ekstremitas bawah tonus otot kurang, kedua
kaki sama sekali tidak bisa digerakkan, kekuatan otot 0/0. Tidak ada
h. Nyeri/nyaman
Pada tinjuan teoritis (Restu, 2019) disebutkan gejala nyeri atau nyeri
tekan otot dan hiperestesia tepat di atas daerah trauma, serta tanda
ditemukan nyeri di area tulang leher belakang sehingga pasien tidak bisa
i. Pernafasan
52
53
dada, Suara nafas vesikuler bunyi jantung S1 dan S2, tidak terdengan
bruit di badomen, Perkusi dada sonor, perkusi batas jantung dalam batas
j. Keamanan
berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar). Pada tinjaun
kasus ditemukan suhu tubuh klien 36 0C dan tidak tidak ada riwayat
k. Seksualitas
sakit pada lehernya yang mengganggu, pasien memiliki 1 orang anak yang
tinjauan kasus.
B. Diagnosa Keperawatan
manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual / potensial) dari
53
54
yaitu:
penurunan sensorik.
perkemihan.
struktur tulang
belakang)
struktur tulang
54
55
tinjauan kasus.
C. Intervensi Keperawatan
55
56
nyeri 3 nyeri seperti diremas remas terutama dirasakan malam hari nyeri
diarea tulang leher belakang. Menurut penelitian hal ini terjadi karena
kelemahan otot. Hal ini sesuai dengan studi Maulina dan kalanjati (2013)
bahwa level neurologi dari suatu lesi medula spinalis berdasarkan level
normal dan level motoris ditentukan sebagai kelompok otot paling kaudal
yang mempunyai grading tenaga minimal 3 (skor 0-5). Pada pasien dengan
aktivitas sehari-hari.
Kelemahan otot disebabkan adanya suatu gangguan pada sistem motor atau
neuron di suatu titik atau beberapa tempat dari rangkaian kendali dari sel motor
neuron sampai ke serabut-serabut otot. Pada kasus Ny. A berdasarkan hasil hasil
meluas e.e spondilitis TB dengan paravertebra abses lesi e.c DD/preabses dd/
yakni antara C5-C8. Menurut National Spinal Cord Injury Association dan The
spinalis , menjadi :
56
57
a. Low Cervical Nerves (C5 – C8) Trauma level ini memungkinkan pasien
gangguan ekstensi siku dan ekstensi jari – jari tangan. Tidak terdapat
atau defekasi tetapi pasien dapat mengatur fungsi tersebut sesuai dengan
57
58
karet umumnya dilakukkan pada pasien dengan stroke. Hasil studi Lois
Dilihat dari gejala klinis yg dialami pasien Ny. A dan tujuan terapi
genggam bola karet ini juga dapat dilakukkan pada pasien Ny. A karena
raba halus dan tekanan reseptor ujung organ berkapsul pada ekstermitas
sensorik melalui badan sel pada saraf C7-TI secara langsung melalui
respon cepat pada saraf untuk melakukan aksi atas rangsangan tersebut
salah satu upaya latihan Rang Of Motion (ROM) aktif asitif. ROM aktif
asitif yaitu kontraksi otot secara aktif dengan bantuan gaya dari luar seperti
dengan bola seperti bola karet (Irdawati dalam Novi, 2008). Latihan untuk
tersebut.
Menurut (Adi dan Kartika dalam Novi, 2019) tujuan terapi latihan
58
59
saraf motorik pada tangan yang akan diteruskan ke otak. Jenis bola yang
yang terbuat dari polymer dan bolat karet. Bola karet ini terdiri dari 2 jenis
Latihan menggunakan bola dipilih karena dari sisi harga relatif murah
Bola karet dapat dijadikan sebagai bahan alat komplementer yang dapat
digunakan oleh pasien dan keluarga secara mandiri tanpa perawat harus
tangan dan jari. Gerakan pada tangan dapat distimulasi dengan latihan
D. Implementasi
59
60
dalam bentuk nyata, dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien low
back pain, hal ini tidaklah mudah. Terlebih dahulu penulis mengatur
klien.
dalam hal ini suami pasien. Cara melakukan terapi menggenggam bola
dengan sesekali ditekan dalam beberapa detik. Bola dapat diremas 60 kali
dan dilakukan 1 kali dalam sehari, boleh di ulang 2 sampai 3 kali sehari
jika mampu.
tahu terapi genggam bola karet dan kekuatan jari ekstremitas atas adalah
60
61
jari dan telapak tangan). Menurut penulis ini semua terjadi karena adanya
dilakukan dalam waktu 10-15 menit 2 kali sehari selama 7 hari berturut-
pada syaraf otot ekstremitas, maka dari itu terapi menggenggam bola karet
dengan rutin dan sesuai dengan prosedur maka kekuatan otot akan
61
62
keperawatan.
keperawatan.
3. Adanya kerja sama yang baik antara penulis dengan petugas ruangan
keperawatan.
E. Evaluasi
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
dengan apa yang penulis temukan dalam melakukan studi kasus dan
62
63
perkembangan yang lebih baik dan optimal, maka dari itu dalam
aktivita sklien masih dibantu dan kekuatan otot ekstremitas atas 3/3
2. Pada diagnosa kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (fraktur tulang belakang) masalah belum teratasi karena masih terasa
sinistra.
63
64
64
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
pada Ny. A di Ruang Fresia 2 RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun
Bandung tahun 2021 dapat dilakukan dengan baik dan tidak mengalami
65
66
kasus.
Bandung tahun 2021 hampir semua dapat dilakukan, namun ada beberapa
rencana tindakan yang penulis tidak lakukan tetapi dilakukan oleh perawat
ruangan tersebut.
di Ruang Fresia 2 RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2021 dapat
di Ruang Fresia 2 RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2021 dapat
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
kasus tersebut.
66
67
secara komprehensif.
67
68
DAFTAR PUSTAKA
68