Pengertian Pelanggaran Hukum Pidana
Pengertian Pelanggaran Hukum Pidana
Nama Anggota:
Dominikus Lelangwayan
Donyuan Bani
Dorothea P. R. Wego
Dortia Missa
Eden A. Tokan
Fakultas Hukum
D. Jenis-jenis Delik
Jemis-jenis delik terbagi atas dua belas pembagian, sebagai berikut:
1) Kejahatan dan pelanggaran
Dalam konteks studi kejahatan, perbuatan pidana disebut sebagai legal
definition of crime. Tegasnya, kejahatan sebagai perilaku dan perbuatan
yang dapat dikenai sanksi yang ditetapkan secara resmi oleh negara.
Dalam perspektif hukum pidana, legal definition of crime dibedakan
menjadi apa yng disebut sebagai mala in se dan mala prohibita.
Mala in se adalah perbuatan yang sejak awal telah dirasakan sebagai suatu
ketidakadilan kearena bertentangan dengan kaidah-kaidah dalam
masyarakat.Mala in se diidentikan dengan kejahatan.
Mala prohibita adalah perbuatan yang ditetapkan undang-undang sebagai
suatu ketidakadilan. Mala prohibita diidentikan dengan pelanggaran.
2) Delik formil dan delik materiil
Pembedaan delik kedalam bentuk delik formil dan delik materil tidak
terlepas dari makna yang terkandung dari istilah perbuatan.
Contoh delik formil terdapat dalam pasal 362 KUHP yang berbunyi
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepumyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana prnjara paling lama
lima tahun atau pidana denda pling banyak sembilan ratus rupiah”.
Contoh delik materiil adalah pasal 338 KUHP yang menyatakan
“Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
3) Delicta Commissionis, Delicta Ommissionis dan Delicta Commissionis
Per Ommissionem Commissa
Delik komisi atau delicta commissionis pada hakikatnya adalah
melakukan perbuatan yang dilarang dalam undang-undang. Hampir dalam
semua undang-undang termasuk juga dalam KUHP berupa delik komisi
karena berisi larangan untuk melakukan suatu perbuatan. Delicta
commissionis dapat berbentuk baik secara delik materil maupun formil.
Delik omisi atau delicta ommissionis yaitu tidak melakukan perbuatan
yang diwajibka atau diharuskan oleh undang-undang. Delicta ommissionis
didasarkan pada suatu adagium qui potest et debet vetera, tacens jubet
artinya, seorang yang berdiam, tidak mencegah atau tidak melakukan
sesuatu yang harus dilakukan, sama saja seperti ia yang memerintahkan.
Contoh konkret dari delicta ommissionis terdapat pada pasal 224 KUHP.
Delicta ommissionis selalu dirumuskan secara formil karena
menitikbeartkan pada tindakan.
Selain delicta commissionis dan delicta ommissionis, dikenal juga
delicta commissionis per ommissionem commisa.
Delicta commissionis per ommissionem commisa adalah kelalaian atau
kesengajaan terhadap suatu kewajiban yang menimbulkan akibat. Salah
satu contoh dari delicta commissionis per ommissionem commisa adalah
pasal 359 KUHP. Delicta commissionis per ommissionem commisa
dirumuskan secara materiil karena menitikberatkan pada akibat.
4) Delik Konkret dan Delik Abstrak
Delik abstrak selalu dirumuskan secara formil karena menimbulkan
bahaya yang masih abstrak sehingga lebih menitikberatkan pada
perbuatan. Pasal yang selalu dikategorikan sebagai delik abstra adalah
pasal-pasal penyebaran kebecian yang terdapat dalam pasal 154 KUHP
sampai dengan pasal 157 KUHP.
Jika delik abstrak selalu dirumuskan secara formil, maka delik konkret
selalu dirumuskan secara materiil. Delik konkret pada hakikatnya
menimbulkan bahaya langsung terhadap korban. Contoh dari delik konkret
adalah seperti pembunuhan, pencurian, dan penganiayaan.
5) Delik Umum, Delik Khusus dan Delik Politik
Delik umum atau delicta communia adalah delik yan dapat dilakukan
oleh siapa pun. Sebagian besar delik dalam KUHP adalah delik umum.
Sedangkan delik khusus atau delicta propria adalah delik yang hanya bisa
dilakukan oleh orang-orang dengan kualifikasi tertentu.
Selain delik umum dan delik khusus, ada juga delik politik yang
dilakukan berdasarkan keyakinan menentang tertib hukum yang berlaku.
Delik politik oleh Piers Beirne dan James Messerschmidt dibedakan dalam
tiga bentuk:
a.) Kejahatan politik yang ditujukan kepada negara atau political crimes
againts the state.
b.) Kejahatan politik oleh negara atau domestic political crimes by the
state.
c.) Kejahatan politik internasional oleh negara atau international political
crimes by the state.
6) Delik Merugikan dan Delik Menimbulkan Keadaan Bahaya
Pembagian delik merugikan dan delik menimbulkan bahaya pada
hakikatnya identik dengan pembagian delik konkret dan delik abstrak.
Delik-delik yang merugikan atau menyakiti (krenkingsdelicten) adalah
dalam rangka melindungi suatu kepentingan hukum individu. Menurut
sejarahnya, krenkingsdelicten adalah bentuk delik yang paling tua, seperti
larangan membunuh, larangan mencuri, larangan memperkosa, larangan
menganiaya dan lainya. Delik-delik demikian dianggap merugikan atau
menyakiti secara langsung.
Lain halnya dengan delik-delik yang menimbulkan keadaan bahaya
atau ancaman (gevaarzettingsdelicten) yang tidak merugikan atau
menyakiti secara langsung. Disni gevaarzettingsdelicten melarang suatu
perilaku yang dapat menimbulkan ancaman atau keadaan bahaya.
7) Delik Berdiri Sendiri dan Delik Lanjutan
Pada hakikatnya semua delik adalah delik yang berdiri sendiri. Akan
tetapi, dapat saja delik-delik yang berdiri sendiri dilakukan terus menerus
dalam suatu rangkaian sehingga dipandang sebagai delik lanjutan.
Sebagai contoh seorang yang melakukan pencurian karena ingin
merenovasi rumah, namun ia melakukan pencurian secara terus menerus
pada tempat yang sama namun dalam waktu yang berbeda. Kendatipun
antara satu pencurian dengan pencurian yang lain merupakan zelfstandige
delic atau delik berdiri sendiri, namun dilakukan dalam satu rangkaian dan
dianggap sebagai voorgezette delic atau delik lanjutan karena ia hanya
memiliki satu tujuan, dan pada contoh tersebut orang yang melakukan
pencurian juga hanya melakukan satu tujuan yaitu untuk merenovasi
rumah.
8) Delik Persiapan, Delik Percobaan, Delik Selesai dan Delik Berlanjut
Menurut Jan Remelink, salah satu bentuk delik abstrak adalah delik-
delik persiapan atau voorbereidingsdelicten. Delik persiapan ini ditunjukan
untuk delik yang menimbulkan bahaya konkret tetapi tidak memenuhi
unsur-unsur delik percobaan.
Berbeda dengan delik persiapan, delik percobaan sudah lebih
mendekati rumusan delik yang dituju akan tetapi delik tersebut tidak
selesai karena sesuatu yang terjadi diluar kehendak pelaku. Van Bemmelen
dan Van Hattum berpendapat bahwa percobaan bukanlah delik selesai.
Seseorang dipidana tidak hanya karena telah memenuhi rumusan delik,
akan tetapi seseorang dapat dipidana kendatipun hanya mewujudkan
sebagian rumusan delik. Delik percobaan dikenakan pada seseorang yang
belum berhasil meneyelesaikan perbuatan pidana tersebut.
Berbeda dengan delik persiapan dan delik percobaan, delik selesai
(aflopende delic) pada hakikatnya adalah setiap perbuatan yang telah
memenuhi semua rumusan delik dalam suatu ketentuan pidana.
Sedangkan voortdurende atau delik-delik berlanjut pada dasarnya adalah
perbuatan yang menimbulkan suatu keadaan yang dilarang secara
berlanjut.
9) Delik Tunggal dan Delik Gabungan
Pada dasarnya hampir semua delik dalam KUHP adalah delik tunggal
atau enkelvoudige delic. Secara sederhana delik tunggal adalah delik yang
pelakunya dapat dipidana hanya dengan satu kali saja melakukan
perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan.
Akan tetapi, dalam KUHP ada beberapa pasal yang digolongkan sebagai
samengestelde delic atau delik gabungan.
Secara objektif delik gabungan ini terlihat dari perbuatan-perbuatan pelaku
yang relevan satu sama lai, sedangkan secara subjektif delik gabungan
tersebut memperlihatkan motivasi dari pelaku.
Sebagai contoh dari delik gabungan terdapat pada ketentuan pasal 296
KUHP, dan 379a KUHP.
10) Delik Biasa dan Delik Aduan
Pembagian delik menjadi delik biasa atau gewone delic dan delik
aduan atau klacht delic memiliki arti penting dalam proses peradilan
pidana. Sebagian besar delik-delik dalam KUHP adalah gewone delic.
Artinya, untuk melakukan proses hukum terhadap perkara-perkara tersebut
tidak dibutuhkan pengaduan. Sebaliknya, ada beberapa delik yang
membutuhkan pengaduan untuk memproses perkara tersebut lebih lanjut.
Delik-delik ini dikenal dengan klacht delic atau delik aduan.
Ada tiga bab dalam KUPH yang berkaitan dengan delik aduan.
Pertama, Bab XVI KUHP tentang penghinaan atau defamation atau
belediging, dinyatakan dalam pasal 319 KUHP.
Kedua, adalah kejahtan-kejahatan pencurian, pemerasan dan pengancaman
serta penggelapan, dinyatakan dalam pasal 367 KUHP terkait pencurian
dalam keluarga.
Ketiga, kejahatan terhadap kesusilaan, yakni perzinahan. Dinyatakan
dalam pasal 284 ayat (2) KUHP.
11) Delik Sederhana dan Delik Terkualifikasi
Delik sederhana atau eenvoudige delic adalah delik dalam bentuk
pokok sebagaimana dirumuskan oleh pembentuk undang-undang. Yang
termasuk dalam delik sederhana adalah pasal 372 KUHP tentang
penggelapan.
Sedangkan delik-delik terkualifikasi atau gequalificeerde delic adalah
delik-delik dengan pemberatan karena keadaan-keadaan tertentu. Yang
termasuk delik terkualifikasi adalah pasal 374 KUHP.
12) Delik Kesengajaan dan Delik Kealpaan
Sengaja atau ozet atau dolus dan alpa atau schuld atau culpa adalah
bentuk-bentuk kesalahan dalam hukum pidana.
Delik kesengajaan menghendaki bentuk kesalahan berupa kesenjangan
dalam rumusan delik.
Sedangkan delik kealpaan menghendaki bentuk kesalahan berpa kealpaan
dalam rumusan delik.
Biasanya bentuk kesalahan selalu dinyatakan secara eksplisit dalam
rumusan delik. Namun ada kalanya, pembentuk undang-undang tidak
mencantumkan bentuk kesalahan dalam rumusan delik secara tegas.