Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang             

Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu


dengan alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia,
sebagaimana sudah diketahui manusia diciptakan untuk menjadi khalifatullah fil
ardh.

Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya kalau bukan karena
bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun manusia tidak
pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat, kecuali
belajar dengan megerahkan segala tenaga yang dia miliki untuk dapat memahami
tanda-tanda yang ada dalam kehidupannya. Tidak hanya itu, manusia setelah
mengetahui wajib mengajarkan ilmunya agar fungsi kekhalifahan manusia tidak
terhenti pada satu masa saja, Dan semua itu sudah diatur oleh Allah SWT.

Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu


manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan
mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih
baik.

B. Rumusan Masalah
1) Apa itu yang dimaksud dengan belajar dan mengajar.
2) Mengapa menuntut ilmu (belajar) sebagai kewajiban.
3) Kapan proses belajar berlangsung dan sampaikan kapan
4) Bagaiamana kaitan hadis dengan kewajiban belajar mengajar

1
C. Tujuan Pembahasan
        Adapun tujuan penulisan ini adalah :
1) Ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan belajar dan mengajar
2) Ingin mengetahui mengapa menuntut ilmu itu suatu kewajiban bagi
muslim laki-laki maupun perempuan.
3) Ingin mengetahui kapan proses belajar maupun mengajar dimulai
4) Ingin menambah wawasan atau pengetahuan mengenai hal ini.

D. Metode Penulisan

Dalam memperoleh data atau informasi yang digunakan untuk penulisan


makalah ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan yakni dilakukan
dengan mengambil referensi dari buku-buku dan internet yang relevan dengan
topik penulisan makalah ini sebagai dasar untuk mengetahui dan memperkuat
teori yang digunakan.

E. Ruang Lingkup

Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang kami tim penyusun


miliki serta sesuai rujukan materi yang harus dibahas dalam makalah ini yang
diberikan oleh ibu dosen pengasuh mata kuliah Hadits Tarbawi yang juga sebagai
pemberi tugas, maka ruang lingkup makalah ini terbatas pada pembahasan
kewajiban belajar dan mengajar

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar dan Mengajar

Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya


tentang “Belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran berbeda satu sama lain.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
(learning is defined as the modification or trengthening of behavior through
experiencing).

Menurut pengertian diatas, belajar adalah merupakan proses suatu kegiatan


dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengiat, akan tetapi lebih
luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil
latihan, melainkan perubahan kelakuan. Ada juga yang mengatakan bahwa belajar
adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan
kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.

Sedangkan pengertian mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan


seseorang agar lebih baik. Didalam ilmu pendidikan islam adalah setiap orang
dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan
dirinya dan orang lain. Atau konsekuensi dari pada pengetahuan yang didapat.

3
B. Alasan Msenuntut Ilmu (Belajar)

            Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu
manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan
mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih
baik. Karena menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan
merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dari urian tadi sudah menjadi
keseharusan dalam menuntut ilmu.

C. Awal Perintah Membaca

Mengingat hal diatas sangat tepat jika wahyu pertama turun kepada nabi
SAW mengisyaratkan tentang perintah membaca (menuntut ilmu). Yakni Surat
Al-Alaq ayat 1
   
   
Artinya  
 “Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan.”

Kata Iqra’  terambil dari kata kerja  kara’a yang pada mulanya berarti
menghimpun. Apabila kita merangkai huruf kemudian mengucapkan rangkaian
tersebut maka kita sudah menghimpunnya yakni membacanya. Dengan
demikinan, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks
tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh
orang lain. Karena dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata
tersebut adalah bisa menyampaikan, menela’ah, membaca, meneliti, mendalami.

D. Hadits-Hadits

4
Ilmu merupakan kunci untuk menyelesaikan segala persoalan, baik
persoalan yang berhubungan dengan kehidupan beragama maupun persoalan yang
berhubungan dengan kehidupan duniawi. Ilmu diibaratkan dengan cahaya, karena
ilmu memiliki pungsi sebagai petunjuk kehidupan manusia, pemberi cahaya bagi
orang yang ada dalam kegelapan.

Orang yang mempunyai ilmu mendapat kehormatan di sisi Allah dan


Rasul-Nya. Banyak ayat Al-Qur’an yang mengarah agar umatnya mau menuntut
ilmu, seperti yang terdapat dalam QS : Al-Mujadalah ayat 11 :

          
   

Artinya :
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s. al-Mujadalah : 11)

Selain itu banyak hadits Nabi Saw yang mendorong agar umat Islam
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Di bawah ini terdapat hadits Nabi
Saw yang berkenaan dengan kewajiban menuntut ilmu diantaranya:

a. Hadits tentang keharusan meniru orang yang banyak ilmu

‫ الَ َح َس َد إِالَ فِي‬: ‫ي صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫ال النَِّب‬


َ َ‫ ق‬: ‫ال‬َ َ‫د رضي هللا عنه ق‬Vٍ ْ‫ع َْن َع ْب ِد هللاِ ب ِْن َم ْسعُو‬
‫ضى‬ ِ ‫ َو َر ُج ٌل أَتَاهُ هللاُ ْال ِح ْكمةَ فَه َُو يَ ْق‬,ِ ‫ق‬ّ ‫في الَح‬ ِ ‫ عَل َى هَلَ ِكت ِه‬Vَ‫ َر ُج ٌل أَتَاهُ هللاُ َما الً فَ ُِ ّسلط‬: ‫ْاثنَتَي ِْن‬
(‫ِبهَا َويُ َعلِ ُمهَا (رواه البجاري‬
Sebelum menterjemahkan secara keseluruhan hadits tersebut, marilah kita lihat
terlebih dahulu terjemahannya secara harfiyah (kata-perkata) berikut ini :

5
Arti Harfiah Cara Membaca Tulisan Arab
Janganlah hasud Laa hasada ‫الَ َح َس َد‬
kecuali seperti dua orang ini. Illa fitsnataini ‫إِالَ فِي ْاثنَتَ ْي ِن‬
orang yang diberi Allah Rojulun ataahullohu ‫أَتَاهُ هللاُ َر ُج ٌل‬
kekayaan berlimpah Malaan ً‫َما ال‬
dan ia membelanjakannya Fasullitho Vَ‫فَ ُِ ّسلط‬
Dengan benar Fil Haqqi ‫في الحق‬
Hikmah Al-Hikmata ‫ْال ِح ْكمة‬
ia berprilaku sesuai
Fa Huwa Yaqdhi ِ ‫فَهُ َو يَ ْق‬
‫ضى‬
dengannya
dan mengajarkannya Wayu’allimuha V‫َويُ َعلِ ُمهَا‬

Artinya :
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah
ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi
Allah kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang
yang diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan
mengajarkannya kepada orang lain (HR Bukhari)

Hadits di atas mengandung pokok materi yaitu seorang muslim harus


merasa iri dalam beberapa hal. Memang iri atau perbuatan hasud adalah perbuatan
yang dilarang dalam ajaran Islam, tetapi ada dua hasud yang harus ada pada diri
seorang muslim, yaitu pertama menginginkan banyak harta dan harta itu
dibelanjakan di jalan Allah seperti dengan berinfaq, shadaqah dan lainnya. Harta
ini tidak digunakan untuk berbuat dosa dan maksiat kepada Allah, kedua
menginginkan ilmu seperti yang dimiliki orang lain, kemudian ilmu itu diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari, juga diajarkan kepada orang lain dengan ikhlash.

Hukum mencari ilmu itu wajib, dengan rincian, pertama hukumnya


menjadi fardhu ‘ain untuk mempelajari ilmu agama seperti aqidah, fiqih, akhlak
serta Al-Qur’an. Ilmu-ilmu ini bersipat praktis, artinya setiap muslim wajib
memahami dan mempraktekkan dalam pengabdiannya kepada Allah. Fardu ‘ain
artinya setiap orang muslim wajib mempelajarinya, tidak boleh tidak.

6
Dan kedua hukumnya menjadi fardu kifayah untuk mempelajari ilmu
pengetahuan umum seperti : ilmu sosial, kedokteran, ekonomi serta teknologi.
Fardu Kifayah artinya tidak semua orang dituntut untuk memahami serta
mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut, boleh hanya sebagian orang saja.

Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits nabi, yaitu :

ِ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل َم فَ ِر ْي‬


‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم َو ُم ْسلِ َم ٍة‬
‫))رواه إبن عبد البر‬

Artinya :
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”
(HR. Ibnu Abdil Bari)

Secara jelas dan tegas hadits di atas menyebutkan bahwa menuntut ilmu
itu diwajibkan bukan saja kepada laki-laki, juga kepada perempuan. Tidak ada
perbedaan bagi laki-laki ataupun perempuan dalam mencari ilmu, semuanya
wajib. Hanya saja bahwa dalam mencari ilmu itu harus tetap sesuai dengan
ketentuan Islam.
Kewajiban menuntut ilmu waktunya tidak ditentukan sebagimana dalam
shalat, tetapi setiap ada kesempatan untuk menuntutnya, maka kita harus
menuntut ilmu. Menuntut ilmu tidak saja dapat dilaksanakan di lembaga-lembaga
formal, tetapi juga dapat dilakukan lembaga non formal. Bahkan, pengalaman
kehidupanpun merupakan guru bagi kita semua, di mana kita bisa mengambil
pelajaran dari setiap kejadian yang terjadi di sekeliling kita. Begitu juga masalah
tempat, kita dianjurkan untuk menuntut ilmu dimana saja, baik di tempat yang
dekat maupun di tempat yang jauh, asalkan ilmu tersebut bermanfaat bagi kita.
Nabi pernah memerintahkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu walaupun
sampai di tempat yang jauh seperti negeri China.

7
Selain itu menuntut ilmu itu tidak mengenal batas usia, sejak kita terlahir
sampai kita masuk kuburpun kita senentiasa mengambil pelajaran dalam
kehidupan, dengan kata lain Islam mengajarkan untuk menuntut ilmu sepanjang
hayat dikandung badan. Sebagaimana tercantum dalam hadits nabi :

ْ ُ‫أ‬
( ‫طلُبُ ْال ِع ْل َم ِمنَ ْال َمحْ ِد إِلَى اللَّهْد (رواه مسلم‬
Artinya
“Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat”(HR. Muslim)

b. Hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang menuntut ilmu

Rasulullah bersabda tentang keutamaan menuntut ilmu sebagai berikut :

َ ‫َمن َسلَكَ طَ ِريقًا َْيلتَ ِمسُ فِ ْي ِه ِع ْل ًما َسه ََّل هللاُ لَهُ طَ ِر ْيقًا ِإل َى ْا‬
(‫لجنَّ ِة (رواه مسلم‬

Perhatikan terjemahan secara harfiah dibawah ini :

Arti Harfiah Cara Membaca Tulisan Arab


Barang siapa yang menempuhMan salaka ‫َمن َسلَك‬
suatu jalan Thoriiqon ‫طَ ِريقًا‬
Ilmu ‘ilman ‫ِع ْل ًما‬
Allah akan memudahkan Sahhalalloohu ُ‫َسه ََّل هللا‬
Baginya Lahu ُ‫لَه‬
Jalan menuju surga Thoriiqon ilal jannah ‫ِإلى ْال َجنَّ ِة‬
َ ‫طَ ِر ْيقًا‬

Terjemah secara lengkap :


Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan
memudahkan baginya jalan ke surga (HR Muslim)

Hadits di atas memberi gambaran bahwa dengan ilmulah surga itu akan
didapat. Karena dengan ilmu orang dapat beribadah dengan benar kepada Allah

8
Swt dan dengan ilmu pula seorang muslim dapat berbuat kebaikan. Oleh karena
itu orang yang menuntut ilmu adalah orang yang sedang menuju surga Allah.

Mencari ilmu itu wajib, tidak mengenal batas tempat, dan juga tidak
mengenal batas usia, baik anak-anak maupun orang tua. Kewajiban menuntut ilmu
dapat dilaksanakan di sekolah, pesantren, majlis ta’lim, pengajian anak-anak,
belajar sendiri, penelitian atau diskusi yang diselenggrakan oleh para remaja
mesjid.

Ilmu merupakan cahaya kehidupan bagi umat manusia. Dengan ilmu,


kehidupan di dunia terasa lebih indah, yang susah akan terasa mudah, yang kasar
akan terasa lebih halus. Dalam menjalankan ibadah kepada Allah, harus dengan
ilmu pula. Sebab beribadah tanpa didasarkan ilmu yang benar adalah sisa-sia
belaka. Oleh karena itu dengan mengamalkan ilmu di jalan Allah merupakan
ladang amal (pahala) dalam kehidupan dan dapat memudahkan seseorang untuk
masuk ke dalam surga Allah.

Allah sangat mencintai orang-orang yang berilmu, sehingga orang yang


berilmu yang didasarkan atas iman akan diangkat derajatnya oleh Allah,
sebagaimana firman-Nya di atas dalam Q.S Al-Mujadallah : 11

Keutamaan lainnya dari ilmu adalah dapat mencapai kebahagiaan baik di


dunia ataupun di akhirat. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi :

‫ْاآلخ َر ِة فَ َعلَ ْي ِه بِاْل ِع ْل ِم َو َم ْن أَ َرا َد هُ َما فَ َعلَ ْي ِه بِاْ ِلع ْل ِم‬


ِ ‫َم ْن أَ َرا َد ال ُّد ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه بِاْل ِع ْل ِم َو َم ْن أَ َرا َد‬
(V‫)رواه الطبراني‬

Artinya :
Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, mak ia harus memiliki ilmu,
dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus

9
dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus
dengan ilmu (HR. Thabrani)

Kebahagian di dunia dan akhirat akan dapat diraih dengan syarat memiliki
ilmu yang dimanfa’tkan. Manfa’at ilmu pengetahun bagi kehidupan manusia,
antara lain :

1. Ilmu merupakan cahaya kehidupan dalam kegelapan, yang akan


membimbimg manusia kepada jalan yang benar

2. Orang yang berilmu dijanjikan Allah akan ditinggikan derajatnya menjadi


orang yang mulia beserta orang-orang yang beriman

3. Ilmu dapat membantu manusia untuk meningkatkan taraf hidup menuju


kesejahteraan, baik rohani maupun jasmani

4. Ilmu merupakan alat untuk membuka rahasia alam, rahasia kesuksesan


hidup baik di dunia maupun di akhirat.

E. Biografi Perawi-Perawi Hadits

1. Ibnu Abdil Barr

Nama dan Kelahiran Beliau

10
Nama beliau adalah Yusuf bin Abdillah bin Muhammad bin Abdil Barr
bin Ashim An-Namri Al-Andalusi Al-Qurthubi Al-Maliki, sang penyusun karya-
karya besar.

Kelahirannya: Ibnu Abdil Barr dilahirkan pada tahun 368 H. mengnai


bulan dilahirkannya, para sejarahwan masih berselisih, ada yang mengatakan ia
dilahirkan pada bulan Rabi’ul Akhir dan ada juga yang mengatakan ia dilahirkan
pada bulan Jumadal Ula.

Pencarian Ilmu dan Keluasan Ilmunya

Adz-Dzahabi mengatakan, “Ia mencari ilmu setelah tahun 390 H. dan


masih sempat berguru kepada ulama-ulama besar pada masa itu. Umurnya sangat
panjang dan sanad yang ia punyai sangat banyak. Murid-murid banyak
berdatangan kepadanya. Kegiatanya adalah mengumpulkan ilmu, menyusun
karya, meneliti mana sanad yang tsiqah (terpercaya) dan mana sanad yang dhaif
(lemah). Kitab-kitab karyanya sangat banyak dan keilmuanya telah diakui oleh
para ulama pada masa itu.

Ia tidak sempat berguru kepada ayahnya, Imam Abu Muhammad karena


ayahnya meninggal lebih dahulu pada tahun 308 H. Ia adalah seorang ahli fikih,
ahli ibadah dan ahli tahajjud. Ia hidup selama 50 tahun, belajar fikih kepada At-
Tajibi dan berguru kepada Ahmad bin Matraf dan seorang ahli sejarah, Abu Umar
bin Hazm.

Ia juga mempelajari Sunan Abi dawud dari Abu Muhammad Abdullah bin
Muhammad bin Abdil Mukmin dengan sanad dari Ibnu assah. Abu Muhammad
juga meriwayatkan hadits kepadanya dari riwayat Ismail bin Muhammad Ash-
Shaffar, mengajarkan kepadanya kitab An-Nasikh wa Al-Mansukh karya Abu
Dawud dengan sanad dari Abu Bakar An-Najjad dan meriwayatkan kepadanya
Musnad Ahmad bin Hambal dengan riwayat dari Al-Qathi’i.”

11
Abu Abdillah bin Abi Al-Fath mengatkan, “Semula ia adalah pengikut
madzhab Zhahiri dalam waktu yang lama. Kemudian ia kembali menggunakan
qiyas tanpa bertaqlid kepada siapapun. Hanya saja ia seringkali cenderung
mengikuti madzhab Asy-syafi’i. Demikianlah yang dikatakan orang. Adapun yang
masyhur dia adalah pengikut madzhab Maliki.

Ibnu Khallikan mengatakan, “Ia meninggalkan kota Kordova dan


mengelilingi kawasan barat kota Andalusia dalam beberapa waktu, kemudian
pindah ke kawasan timur Andalusia. Di sini, ia bertempat di Daniah, Valencia dan
Syatibah dalam waktu yang berbeda-beda.

Guru dan Murid-Murid Beliau

Guru-Gurunya:

Adz-Dzahabi mengatakan, “Guru-guru Ibnu Abdil Barr adalah Khalaf bin Al-
Qasim, Abdul Warits bin Sufyan, Abdullah bin Muhammad Abdul Mukmin,
Muhammad bin Abdul Malik bin Shafwan, Abdullah bin Muhammad bin Asad
Al-Juhani, Yahya bin Wajh Al-Jannah, Ahmad bin Fath Ar-Rassan, Said bin
Nashr, Al-Husain bin Ya’qub Al-Yamani, Abu Umar Ahmad bin Al-Hasur, dan
sejumlah ulama lainnya.

Ia mendapat ijazah hadits dari Al-Musnid Abu Al-Fath bin Saibakht dan Al-
Hafidz Abdul Ghani dari Mesir. Ia juga memperoleh Ijazah hadits dari Abu Al-
Qasim Ubaidillah As-Saqthi dari Makkah. Ia telah melebihi ulama zamannya
dalam hafalan dan ketelitian.”

Murid-muridnya:

Adz-zahabi mengatakan, “Murid-murid Ibnu Abdil Barr adalah Abu Muhammad


bin Hazm, Abu Al-Abbas bin Dilhats Ad-Dila’I, Abu Muhammad bin Abi
Quhafah, Abu Al-Hasan bin Mufawwiz, Al-Hafidz Abu Ali Al-Ghassani, Al-
Hfidz Abu Abdillah Al-Humaidi, Abu Bahr Sufyan bin Al-Ash, Muhammad bin

12
Fatuh Al-Anshari, Abu Dawud, Sulaiman bin Abi Al-Qasim Najjah, Abu Imran
Musa bin Abi Talid dan sejumlah murid-murid yang lain.”

Kitab-Kitab Karyanya

Adz-Dzahabi mengatakan, “Abu Umar bin Abdil Barr mempunyai kitab :

 Al-Kafi fi Madzhabi Malik,  Al-Qasd wa Al-Umam fi Nasab


sebanyak 15 jilid Al-‘Arab wa Al-‘Ajam
 Al-Ikhtifa’ fi Qira’ati Nafi’ wa  Asy-Syawahid fi Itsbat Khabar
Abi Amr Al-Wahid
 At-Taqashshi fi Ikhtishar Al-  Al-Inshaf fi Asma’illah
Muwaththa’  Al-Fara’dh dan
 Al-Imba’ ‘an Qaba’il Ar-Ruwat  Asy’ar Abi Al-‘Athaiyyah.
 Al-Intiqa’ li Madzahib Ats- Ibnu Abdil Barr hidup selama 95
Tsalatsah Al-Ulama’ Malik wa tahun.
Abi hanifah wa Asy-Syafi’i
 Al-Bayan fi Tilawati Al-qur’an

 Al-Ajwibah Al-Mu’ibah
 Al-Kuna
 Al-Maghazi

13
Wafat Beliau

Abu Dawud Al-Muqri mengatakan, “Abu Umar meninggal pada malam Jum’at,
akhir bulan Rabi’ul Akhir tahun 463 H. ia hidup selama 95 tahun lebih lima hari.”

Adz-Dzahabi mengatakan, “Ia adalah Al-Hafidz kawasan barat pada masanya.”

2. Imam Muslim (202 – 261 H)

Nama lengkapnya adalah Al-Imam Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-
Qusyairi An-Naisaburi. Ia lahir pada tahun 202 H dan meninggal dunia pada sore
hari Ahad bulan Rajab tahun 261 H dan dikuburkan di Naisaburi.

Ia juga sudah belajar hadits sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah
mendengar dari guru-guru Al Bukhari dan ulama lain selain mereka. Orang yang
menerima hadits dari Imam Muslim, termasuk tokoh-tokoh ulama pada masanya.
Ia juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat. Yang
paling bermanfaat adalah kitab sahihnya yang dikenal dengan Shahih Muslim.
Kitab ini disusun lebih sistematis dari Shahih Bukhari. Kedua kitab hadits sahih
ini, Shahih Muslim dan Shahih Bukhari, biasa disebut dengan Ash-Shahihain.
Kedua tokoh hadits ini biasa disebut Asy-Syakhani atau  Asy-Syakhaini, yang
berarti dua orang tua, yang maksudnya dua tokoh ulama ahli hadits. Imam Al-
Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin terdapat istilah akhraja hu yang berarti
mereka berdua meriwayatkannya.

Ia belajar hadits sejak usia 16 tahun,yaitu mulai tahun 218 H. ia pergi ke


Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan negara-negara lainnya.
Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di
Ray, ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan; di Irak, ia
berguru kepada Imam Ahmad dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz, ia belajar

14
kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar; di Mesir, ia berguru kepada ‘Amr
bin Sawad, Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits lainnya.

Ia berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli


hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari
datang ke Naisabur, ia sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia
mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara
Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung dengan Bukhari sehingga hal ini menjadi
sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Shahih-nya maupun
dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli
padahal Az-Zihli adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak
meriwayatkan hadits dalam Shahih-nya, yang diterima dari Bukhari, padahal
Bukhari pun gurunya. Tampaknya menurut Muslim, yang lebih baik adalah tidak
memasukkan hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu ke dalam Shahih-
nya, namun tetap mengakui mereka sebagai guru.

Imam Muslim wafat pada Minggu Sore dan dikebumikan di kampung Nasr
Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H/5 Mei
875 M dalam usia 55 tahun.
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di
antaranya: Al-Jami’ Ash-Shahih (Shahih Muslim), Al-Musnad Al-Kabir (kitab
yang menerangkan nama-nama para rawi hadits), Al-Asma wal-Kuna, Al-Ilal, Al-
Aqran, Su’alat Ahmad bin Hanbal, Al-Intifa’ bi Uhubis-Siba’, Al-Muhadramin,
Man Laisa Lahu illa Rawin Wahid, Auladish-Shahabah, Auham Al-Muhadditsin.

Di antara karya-karya tersebut, yang termasyhur adalah Ash-Shahih, yang


judul lengkapnya adalah Al-Musnad Ash-Shahih Al-Mukhtasar min As-Sunan bi
Naql Al-‘Adl ‘an Rasul Allah. Menurut perhitungan M. Fuad ‘Abd Al-Baqi, kitab
ini berisi 3.033 hadits.

15
3. Imam Ath-Thabrani

Abul-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Lakhmiy ath-Thabrani, atau yang


lebih dikenal dengan nama Imam ath-Thabrani (seringkali juga disebut Imam Ath-
Thabarani) (bahasa Arab: ‫براني‬VV‫ام الط‬VV‫ )إم‬adalah seorang imam dan sangat alim
(bahasa Arab: ‫)العالمة‬, dan tercata sebagai pemuka ahli hadits. Dia bernama
lengkap Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Asy-Syami Ath-Thabrani,
dan dikenal sebagai sosok yang produktif, di antara karyanya yang terkenal dan
mendapat apresiasi juga banyak dijadikan rujukan oleh para ulama adalah
Mu'jamul Kabir, Mu'jamul Ausath, dan Mu'jamush Shaghir

Lahir dan Wafat

Ath-Thabrani lahir di kota Akka pada bulan Safar tahun 260 H. di tengah
keluarga yang terhormat dari kabilah Lukham suku Yaman dan kemudian
berimegrasi ke Quds, Palestina dan menetap di sana. Dia meninggal di Isfahan
pada tanggal 28 Dzul Qa'dah tahun 360 pada usia seratus tahun sepuluh bulan;
dikebumikan di samping kubur Hamamah Ad-Dausi, salah seorang sahabat Nabi.

Perjalanan

Ath-Thabrani pada tahun 273 H. mulai belajar hadits, atau pada usianya
yang ke-13 tahun, dan pada tahun 274 H. dia berkelana ke Quds Palestina, juga ke
Syiria dan Qaisariyah untuk menghafal Al-Qur'an dan memperdalam ilmu agama,
dilanjutkan kemudian dengan mengunjungi Hijaz, Yaman, Mesir, Irak, Iran,
Semenanjung Saudi Arabia, Afganistan, dan lain-lain dalam rangka mempelajari
hadits Nabi, selama kurun kurang lebih 30 tahun. Selain itu, pada tahun 290 H. ia
mengunjungi Isfahan dan menetap di sana hingga akhir hayatnya.

16
Guru dan Murid

Guru :

Hastim bin Mursi Ath-Thabrani, Ahmad bin Mas'ud Al-Khayyar, Idris bin Ja'far,
Yahya bin Abi Ayyub Al-'Allaq, Ishaq bin Ibrahim Ad-Dabiri, Hafshah bin Umar,
Miqdam bin Dawud Ar-Ru'yani, Ali Al-Baghawi, Amr bin Tsaur, Ahmad bin
Abdillah Al-Lihyani, Ahmad bin Ibrahim Al-Busri, Abdullah bin Muhammad bin
Sa'id bin Abi Maryam, dan Ahmad bin Ishaq bin Ibrahim Al-Asja'i.

Murid :

Ibnu Mandah, Abu Bakar bin Abi Ali, Muhammad bin Ahmad Al-Jarudi, Ibnu
Mardawaih, Abu Sa'id An-Naqqas, Ahmad bin Abdirrahman Al-Azdi, dan Abu
Nu'aim Al-Ashbahani

Karya-karya

Ath-Thabrani memiliki perhatian khusus pada bidang keilmuan Islam, terlebih


dalam bidang hadits; beberapa karyanya antara lain:

1. Musnadul Asy'ari;
2. Musnadusy Syamiyyin;
11. Al-Manasik;
3. An-Nawadir;
12. Manaqibu Ahmad;
4. Musnad Abi Hurairah;
13. Kitabul Asyribah;
5. Musnad 'Aisyah;
14. Al-'Ilmu;
6. At-Tafsir;
15. Ahaditsul Munkadir 'alar
7. Dalailun Nubuwwah;
Rasul;
8. Ar-Raddu 'alal Mu'tazilah;
16. Hadits Syaiban;
9. Ahaditsuz Zuhri 'An Anas;
17. Ma'rifatush Shahabah; dan
10. Kitabus Sunnah;
lain-lain

17
Selain yang sudah disebutkan, berikut ini adalah tiga karya besar Ath-Thabrani
yang terkenal dan mendapat banyak apresiasi dari pada ulama:

 Mu'jamul Kabir

Terdiri dari dari 12 jilid dan merupakan kitab hadits yang berbentuk
ensiklopedis, tidak hanya memuat hadits Nabi, melainkan juga memuat
beberapa informasi sejarah; dan secara keseluruhan memuat 60.000 hadits,
karenanya, Ibnu Dihyah mengatakan bahwa Mu'jamul Kabir ini
merupakan karya ensiklopedis hadits terbesar di dunia.

 Mu'jamul Ausath

Karya ini terdiri dari 2 jilid besar, memuat 30.000 hadits, baik yang
berkualitas shahih, atau pun yang tidak, disusun berdasarkan nama-nama
guru Ath-Thabrani yang hampir mencapai 2000 orang.

 Mu'jamush Shaghir

Karya ini disusun berdasarkan naman guru-guru Ath-Thabrani, hanya saja


untuk setiap nama guru, hadits yang dicantumkan hanya satu buah,
karenanya, dibandingkan dua Mu'jam sebelumnya, Mu'jamush Shaghir ini
merupakan mu'jam yang sangat singkat dan ringkas.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Belajar adalah merupakan proses suatu kegiatan dan bukan suatu


hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengiat, akan tetapi lebih luas
daripada itu, yakni mengalami

Mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan seseorang agar


lebih baik
Rangkuman Materi :
1. Seorang muslim dibolehkan merasa iri dalam hal pertama melihat orang
yang mempunyai harta kemudian menafkahkan hartanya di jalan Allah,
dan kedua, orang yang mempunyai ilmu kemudian diamalkan dan
diajarkan kepada orang lain.
2. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki dan
perempuan, dari mulai sejak lahir sampai sebelum masuk kubur
3. Ilmu yang harus dicari adalah ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum
yang bermanfaat
4. Kewajiban orang yang memiliki ilmu adalah mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari dan mengajarkannya kepada orang lain

B. Saran

Demikianlah makalah dari kami, pembahasan tentang Kewajiban Belajar


dan Mengajar. Dan kami merasa bahwasanya masih terdapat kekurangan dalam
penyajian makalah kami ini. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata,Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

2002.

Azami, Muhammad Mustofa. Metodologi Kririk Hadits. Terj. A. Yamin. Jakarta:

Pustaka Hidayah. 1992.

Nashiruddin al-Albani, Muhammad. Ringkasan Shahih Muslim Jakarta : Pustaka

Azzam. 2003.

Solahudin, Muhammad; Agus Suyadi Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

2009.

Umar, Bukhari, M.Ag. Hadis Tarbawi Pendidikan dalam Perspektif Hadis. Jakarta

: AMZAH Bumi Aksara. Cet 1 2012 Cet 2 2014

Yusuf al-Qardawi, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad

Badruzzaman, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 2001.

Tambahan :

Add Ins Al-Qur’an dan Terjemahan Microsoft Word 2010

20

Anda mungkin juga menyukai