Anda di halaman 1dari 8

Sistem Produksi Peternakan Sapi Potong di Pedesaan

dan Strategi Pengembangannya


(Livestock production system of beef cattle in the village and their development strategies)
Akhmad Sodiq1, Suwarno1, Farida Rizki Fauziyah2, Yusmi Nur Wakhidati1
dan Pambudi Yuwono1
1
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman
2
Fakultas Peternakan, Universitas Nahdlatul Ulama
ABSTRAK Pendekatan penelitian pada peternakan pembiakan. Penampilan produksi sapi PO, Sumba
rakyat Livestock On-Farm Trials ditujukan untuk Ongole dan Persilangan Simmental untuk tujuan
mengidentifikasi sistem produksi peternakan sapi penggemukan memperlihatkan hasil BCS sedang
potong di pedesaan wilayah kabupaten yaitu sampai tinggi, tetapi produktivitas sapi Brahman
Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara dan Cross cenderung rendah. Diperlukan perbaikan
Kebumen. Tujuan penelitian ini adalah pada feeding system and good farming practices
mendokumentasikan karakteristik sistem produksi untuk meningkatkan produktivitas sapi. Kebijakan
peternakan sapi potong, strategi pengembangan untuk meningkatkan akses pembiayaan kredit,
untuk meningkatkan produktivitas serta dukungan meliputi (i) Penguatan dinamika kelompok dan
pembiayaan dari bank. Hasil penelitian penerapan teknologi untuk memperbaiki
memperlihatkan pola yang diterapkan berupa produktivitas sapi potong, (ii) pendampingan
peternakan tradisional berlahan terbatas (traditional pemerintah mengenai aspek penjaminan dan subsidi
rural landless) yang terintegrasi dengan sistem kredit, penyediaan bantuan untuk revitalisasi
pertanian utamanya tanaman padi. Sapi Peranakan pertanian yang dikelola pemerintah dan perbankan,
Ongole (PO) sangat dominan ditemukan dan (iii) bekerjasama dengan mitra yang sesuai seperti
merupakan sapi lokal yang tersebar di lima perbankan dan BUMN untuk program Kredit
kabupaten. Pada wilayah penelitian juga ditemukan Kemitraan dan Corporate Social Responsibility.
Sapi Brahman Cross yang ditujukan untuk
Kata kunci : Sistem produksi peternakan, sapi potong, produktivitas, strategi pengembangan

ABSTRACT Livestock On-Farm Trials addressed Peranakan Ongole, Sumba Ongole, and Simental
to identify livestock system of beef cattle Cross for fattening purposes were moderate to high
production in the villages of Cilacap, Banyumas, of BCS, but low reproductive for Brahman Cross.
Purbalingga, Banjarnegara and Kebumen Improving feeding system and good farming
regencies. This study was designed to documenting practices could be done to increase beef cattle
the production system characteristics of beef cattle productivity. Policies to improve access to credit
and development strategic of livestock production financing, including (i) Strengthening of group
system in order to increase their productivity and dynamics and application of technology to improve
financial support from bank. Beef cattle production the productivity of beef cattle,(ii) government
systems characterize by traditional rural landless assistance on the aspects of credit guarantee and
and integrated with crops especially rice. Ongole subsidies, provision of assistance for agricultural
Cross (Peranakan Ongole) are the predominant of revitalization managed by the government and
the local cattle and are widely distributed over the banking,(iii) working with appropriate partners such
five regencies. Brahman Cross also found that are as banks and BUMN for Partnership Credit and
raising for cow calf operation. Performance of Corporate Social Responsibility programs.
Keywords: Livestock production system, beef cattle, productivity, development strategies
2017 Agripet : Vol (17) No.1 : 60-66
PENDAHULUAN
fikasikan dua tipe utama yaitu sistem
Kajian sistem produksi peternakan
tradisional dan modern. Beberapa pola sistem
(Livestock Production System) mengklasi-
produksi melalui kombinasi dengan usaha
Corresponding author : sodiq_akhmad@hotmail.com pertanian lain telah diterapkan dan
DOI : https://doi.org/10.17969/agripet.v17i1.7643 memberikan peningkatan pendapatan. Dari sisi
pengembangan usaha, peternakan sapi potong di pedesaan termasuk dikategorikan Usaha
Agripet Vol 17, No. 1, April 2017
1
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). produksi peternakan Sapi Potong untuk
Pengembangan UMKM termasuk pada peningkatan produktivitas dan aksesibilitas
subsektor peternakan sapi potong di pedesaan, pembiayaan usaha.
dewasa ini dirasakan semakin penting dan
memiliki peranan yang sangat strategis, apalagi
disaat pemerintah belum sepenuhnya mampu MATERI DAN METODE
mengatasi berbagai dampak krisis ekonomi Penelitian lapang melalui pendekatan
seperti terbatasnya kesempatan kerja serta Livestock On Farm Trials dilaksanakan pada
masih rendahnya pendapatan masyarakat. lima kabupaten di wilayah Provinsi Jawa
Berbagai masalah yang dihadapi Tengah bagian selatan. Penelitian dilakukan
peternak sapi potong selama ini dalam pada 27 kelompok tani ternak di wilayah 5
mendapatkan modal yang berasal dari lembaga kabupaten yaitu Banyumas, Purbalingga,
keuangan formal, menyebabkan terhambatnya Banjarnegara dan Kebumen. Sasaran utama
akselerasi penguatan skala usaha dan tidak penelitian ini adalah peternakan rakyat sapi
berkembangnya sektor riil usaha peternakan potong dan masuk kategori Usaha Mikro Kecil
sapi potong. Diperlukan skim pembiayaan Menengah (UMKM). Sapi potong yang
(kredit) yang mampu mengakomodasi dipelihara adalah sapi lokal (Sapi Peranakan
keperluan UMKM peternakan sapi potong Ongole, Persilangan Sumba Ongole,
yang memiliki karakteristik spesifik, seperti Persilangan Simmental) dan sapi impor
adanya siklus produksi yang menuntut (Brahman Cross). Sapi potong dipelihara
kebijakan tenggang waktu angsuran awal dan secara intensif dikandangkan setiap hari,
penjadwalan angsuran kredit. Ketersediaan dan diberikan pakan hijauan, jerami padi dan
kemudahan pembiayaan dari perbankan akan tambahan konsentrat jumlah terbatas. Sapi
sangat memacu percepatan sektor riil pada dipelihara pada kandang kawasan berlokasi di
UMKM peternakan sapi potong sehingga akan pinggiran desa berjarak berkisar 300-700 meter
meningkatkan populasi sapi potong dan dari desa. Variabel penelitian yang diamati
menciptakan pemberdayaan ekonomi diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: variabel
masyarakat di pedesaan. sistem produksi peternakan sapi potong, skim
Peningkatan produktivitas dan pembiayaan, dan variabel berkaitan dengan
aksesibilitas pembiayaan dari perbankan untuk strategi pengembangan. Data penelitian
usaha peternakan sapi potong membutuhkan diperoleh melalui studi catatan, wawancara.
pengkajian karakteristik sistem produksi yang Diskusi Kelompok Terfokus. Data dianalisis
berbasis sumberdaya lokal bercirikan spesifik menggunakan analisis deskriptif.
lokasi. Dokumentasi karakteristik sistem
produksi peternakan sapi potong pada masing-
masing daerah akan sangat bermanfaat dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
menentukan skim pembiayaan (kredit) Sistem Produksi Peternakan Sapi Potong
perbankan untuk pengembangan usaha. Sistem produksi peternakan (Livestock
Identifikasi sistem produksi peternakan sapi Production System) dapat diklasifikasikan
potong beserta rumusan strategi menjadi dua tipe utama yaitu sistem tradisional
pengembangannya untuk peningkatan dan modern. Pengembangan sistem tersebut
produktivitas dan aksesibilitas pembiayaan sangat potensial melalui penerapan sistem
perbankan sangat dibutuhkan dalam upaya integrasi dengan memanfaatkan berbagai
peningkatan pemberdayaan ekonomi interaksi menguntungkan dari berbagai
masyarakat di pedesaan. Tujuan penelitian ini subsistem akan menghasilkan nilai tambah
adalah mendokumentasikan karakteristik produk (Devendra, 2007). Sistem produksi di
sistem produksi peternakan di pedesaan dan Indonesia dapat diklasifikasikan kepada satu
merumuskan strategi pengembangan sistem dari tiga kategori yaitu (i). Lahan terbatas
(landless), (ii). Berbasis tanaman budidaya
(crop-based); dan (iii). Berbasis lahan
penggembalaan (rangeland-based). Hasil umum sistem produksi peternakan Sapi Potong
pengamatan memperlihatkan bahwa secara di wilayah Kabupaten Cilacap, Banyumas,
Agripet Vol 17, No. 1, April 2017
2
Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen (traditional rural landless) dengan jumlah
berupa peternakan tradisional berlahan terbatas kepemilikan ternak sedikit (smallholders) serta
terintegrasi dengan tanaman (crop-livestock)
utamanya tanaman padi. Karakteristik sistem
produksi peternakan dan strategi
pengembangan sistem disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik sistem produksi peternakan sapi potong pada lokasi penelitian
a. Karakteristik Sistem
1. Type (klasifikasi) Sub-tipe : Mixed farming (crop livestock), minimum land Traditional, landless, smallholders,
2. Ketersediaan lahan, tenaga kerja, dan modal : Land (integrated), tenaga kerja (household), modal (low-input, LEISA).
3. Orientasi produksi : Business, marketing, subsistence, Calf-crop, dung
4. Produksi tanaman, fertilizer : Padi, jagung, kotoran ternak.
b. Subsistem Produksi Peternakan
1. Bangsa ternak Adaptasi Produktivitas Peranakan Ongole, Peranakan Sumba Ongole, Persilangan Simmental, Brahman Cross Lokal
: dan bangsa impor.
Reproduksi sangat rendah utamanya pada partus kedua untuk bangsa impor (Brahman Cross)
:
2. Fungsi dalam sistem : Subsistence, cash-income, security, investment
3. Pengelolaan Perkandangan : Sistem pemberian pakan (cut-and-carry, integration into crop).
: Kandang kawasan, integrasi dengan lahan rumput
4. Interaksi dengan produksi tanaman : Saling mendukung (pupuk kandang)
5. Hambatan: pakan dan penyakit : Pakan (kualitas dan keberlanjutan/ketersediaan) Prolapsus uteri, bload dan parasit
c. Strategi Pengembangan Sistem
1. Upaya perbaikan produksi ternak : Pemilihan bibit (orientasi penggemukan, perbibitan, cow calf operation, persilangan dan
seleksi, inseminasi buatan dengan bangsa sapi yang produktivitas tinggi.
2. Upaya sistem integrasi untuk perbaikan pakan : Crop-livestock system, LEISA, Forest margin, aplikasi teknologi pakan (amoniasi, silase,
starbio).
3. Pemasaran dan Stratifikasi : Perakitan asosiasi/koperasi, penguatan dinamika kelompok, perkuat jaringan pemasaran.
4. Aksesibilitas kepada bank : Perkuat kelembagaan kelompok, koperasi/asosiasi, model kemitraan inti plasma.

Peternakan memainkan peran banyak semi-intensif sangat umum dijumpai di Pulau


fungsi dan sangat berarti bagi usaha petani Jawa termasuk wilayah Kabupaten Cilacap,
kecil. Sistem pertanian integrasi tanaman dan Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara dan
ternak (crop-livestock systems) merupakan Kebumen. Peternak yang tergabung pada
bagian integral dari usaha pertanian secara kelembagaan kelompok tani ternak umumnya
umum (Devendra, 2002). Sistem pertanian memiliki kandang kelompok dalam suatu
tanaman dan ternak sangat mendominasi di kawasan di pinggiran desa. Keunggulan
wilayah Asia Tenggara, dan diharapkan untuk pemeliharaan pada kandang kawasan adalah
waktu ke depan pemenuhan daging dan susu aspek pengendalian kebersihan lingkungan
asal ternak ruminansia berasal dari peningkatan lebih baik. Pada wilayah penelitian,
produktivitas ternak pada sistem integrasi pemeliharaan sapi potong untuk tujuan
(Thomas et al., 2002). Sistem pertanian seperti menghasilkan pedet dilakukan pengandangan
ini akan menjadi utama pada intensifikasi terpisah antar umur fisiologis ternak.
proses produksi pangan, dengan beberapa Pemeliharaan sapi potong juga untuk
spesialisasi pada kegiatan bercocok tanam menghasilkan kotoran yang digunakan sebagai
maupun kegiatan peternakan. Ternak akan pupuk.
mengubah sumber daya alam berkualitas Hasil penelitian ini memperlihatkan
rendah menjadi produk yang sangat berkualitas bahwa pada sistem produksi peternakan sapi
berupa daging dan telur, berkontribusi potong sudah memanfaatkan sumber daya
mengontrol pertumbuhan gulma, dan pakan lokal dan sebagian besar memelihara
menyediakan nutrien yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lokal (Sapi PO dan SO) dengan
tanaman melalui produksi pupuk untuk menerapkan integrasi antara usaha peternakan
meningkatkan kesuburan tanah (Devendra and dan pertanian yang saling menguntungkan.
Thomas, 2002). Keterkaitan usaha peternakan sapi potong
Sistem pemeliharaan sapi potong pada dengan tanaman padi pada sistem tersebut
wilayah dengan lahan sangat terbatas (landless adalah limbah tanaman padi (berupa jerami
system) menerapkan pola intensif maupun padi) langsung digunakan untuk pakan sapi,
sedangkan kotoran ternak (dung) dikembalikan ke sawah sebagai pupuk tanaman padi. Oltjen
Agripet Vol 17, No. 1, April 2017
3
dan Beckett (1996) melaporkan bahwa ternak (3) tingkat mortalitas pedet prasapih relatif
ruminansia akan memberikan jaminan tinggi mencapai 50%. Inefisiensi produktivitas
pelayanan keberlanjutan sistem pertanian. sapi potong di Indonesia penyebab utamanya
Ternak ruminansia sangat membantu dalam adalah keterlambatan estrus pertama post-
mengubah secara cepat sumber-sumber hayati partum. Hubungan antara kandungan nutrisi
berasal dari padang gembala, sisa-sisa limbah ransum dan cadangan energi tubuh induk
pertanian dan by products menjadi produk mempengaruhi munculnya estrus (Winugroho,
pangan yang bernilai tinggi dikonsumsi 2002), dan dapat dievaluasi melalui Body
manusia. Melalui ternak ruminasi seperti sapi Condition Score (BSC) (Moraes, et al., 2007;
potong, lahan yang tandus menjadi subur dan Bridges and Lemenager, 2007; Drennan and
produktif. Demikian pula, kotoran dari limbah Berry, 2006). BCS juga berkorelasi dengan
pertanian maupun limbah agroindustri tidak efisiensi perkawinan berulang (Selk, 2007),
lagi menjadi persoalan lingkungan. untuk optimalisasi produksi, evaluasi
Produktivitas dan Strategi Peningkatan kesehatan dan juga mengevaluasi status nutrisi
Produktivitas Sapi Potong (Neary, 2007; Clay et al., 2007; Lamb, 1999).
Usaha sapi potong pada lokasi penelitian Disarankan oleh Winugroho (2002) bahwa
ditujukan kepada (1) usaha penggemukan, dan waktu pemberian pakan tambahan ditentukan
(2) usaha menghasilkan pedet (cow calf oleh kondisi tubuh induk. Pakan tambahan
operation). Di lapangan, cow calf operation sebaiknya diberikan dua bulan "pre"- dan
sering dipahami sebagai usaha perbibitan. "post-partum" bila kondisi induk pada standar
Secara umum, basis pembibitan ternak atau di bawahnya. Disarankan pakan tambahan
dilakukan oleh pembibitan rakyat (VBC) yang "post-partum" bila kondisi induk di atas
saat ini bercirikan: tidak terstruktur, skala standar. Hubungan antara kandungan nutrisi
usaha kecil, manajemen sederhana, ransum dan cadangan energi tubuh induk
pemanfaatan teknologi seadanya. Peran mempengaruhi munculnya estrus ini
pemerintah dimaksudkan untuk mendorong (Winugroho, 2002). Lebih lanjut
usaha pembibitan rakyat dan sebaiknya usaha direkomendasikan agar setiap induk dapat
pembibitan VBC diarahkan pada pembibitan "partus" setiap tahun maka ternak tersebut
(Samariyanto, 2004). Pada lokasi penelitian harus bunting dalam 90 hari "post-partum".
ditemukan program pengembangan sapi Estrus pertama "post-partum" harus sekitar
Brahman Cross (BX) berasal dari Direktorat 35 hari sehingga induk mempunyai
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kesempatan kawin dua kali sebelum bunting.
Kementerian Pertanian. Hasil pengamatan memperlihatkan
Kinerja produksi dan reproduksi sapi bahwa pengembangan sapi potong untuk
Brahman Cross pada wilayah penelitian tujuan penggemukan relatif berhasil dengan
memperlihatkan bahwa tingkat produksi pedet kondisi BCS relatif tinggi yaitu 46% (BCS 6),
hasil beranak kedua sangat rendah yaitu 42% (BCS 7), 11,7% (BCS 5) dan tidak
6,1 persen untuk kelompok sapi potong pada ditemukan BCS kurang dari 3. Penilaian BSC
kelompok. Tingkat mortalitas pedet juga sangat dengan rentang skor 1 (kurus) sampai
tinggi yaitu 32,5 persen. Keberhasilan 9 (gemuk) merujuk kepada Parish and
kebuntingan sapi relatif sulit dengan angka Rhinehart (2008). Sapi potong yang dipelihara
Service per Conception (R/C) berkisar 1-7 adalah Peranakan Ongole, Sumba Ongole, dan
dengan rataan 3,1. Hasil ini memperkuat Persilangan Simmental. Penampilan BCS sapi
pernyataan Hadi dan Ilham (2002) bahwa pada wilayah penelitian relatif sama dengan
permasalahan dalam industri perbibitan sapi laporan terdahulu oleh Sodiq dan Hidayat
potong antara lain (1) angka service per (2014). Hal serupa juga dilaporkan oleh Sodiq
conception (S/C) cukup tinggi, mencapai 2,60; dan Pambudi (2016) yang mengamati pada
(2) calving interval terlalu panjang, dan Kelompok Sapi Potong di Gandrungmangu dan
Sumbang, yaitu kondisi medium dan tinggi
(score 5-7) pada menjelang penjualan. Hasil ini

Agripet Vol 17, No. 1, April 2017


4
relati lebih tinggi dari laporan sebelumnya dan (iv) ancaman: impor daging, impor sapi
(Sodiq dan Budiono, 2012) yaitu BCS berkisar potong dari Australia.
dari 3 sampai 6 dengan modus 4 (sapi Akses peternak kepada permodalan
Peranakan Ongole dan Sumba Ongole) dan selama ini masih menjadi salah satu kendala
5 (untuk sapi Persilangan Simmental dan untuk meningkatkan usaha peternak, sehingga
Charolois). Kondisi ideal BCS dipacu secara umum mempengaruhi produktivitas
mencapai skor tinggi 7-9, sehingga memiliki nasional. Lemahnya struktur modal peternak
konformasi perdagingan lebih tinggi dan diakibatkan tidak adanya aset yang dapat
potensi akan menghasilkan nilai jual lebih dijadikan agunan, untuk itu revitalisasi
mahal (Sodiq dan Yuwono, 2016). pembiayaan perlu dilakukan melalui kerja
Indikator BCS sangat penting untuk sama dengan berbagai pihak, meliputi:
mengevaluasi pengelolaan dan dapat (a) pemerintah pusat dan daerah melalui
digunakan sebagai alat untuk mengoptimasikan kementerian, departemen/direktorat maupun
produksi, mengevaluasi kesehatan dan status dinas teknis terkait (b) lembaga perbankan,
nutrisi (Neary, 2007). Petani sapi potong untuk (c) lembaga perguruan tinggi dan institusi
tujuan penggemukan sangat memperhatikan penelitian, dan (d) lembaga asuransi, serta
pentingnya pemberian pakan konsentrat. Pakan (e) lembaga kemasyarakatan. Sodiq (2008,
konsentrat dapat berasal dari pencampuran 2009) merumuskan constraints akses kepada
bahan-bahan yang bersumber dari lokal perbankan antara lain: (i) persyaratan jaminan,
setempat, serta memanfaatkan limbah pada umumnya tidak memiliki sertifikat dan
pertanian maupun hasil agroindustri seperti BPKB, (ii) suku bunga (rate) atau margin
dedak padi, dedak jagung, dan ampas tahu. masih relatif tinggi, (iii) siklus produksi
Disarankan oleh Huyen et al. (2011) bahwa, (gestation period), (iv) analisis kelayakan,
pakan yang berkualitas baik dan diberikan pada umumnya sangat lemah, dan
dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan (v) kelembagaan kelompok relatif belum solid.
produktivitas ternak. Pengembangan sistem produksi
peternakan harus memperhatikan beberapa
Pengembangan Sistem Produksi untuk aspek sebagai berikut: (1) bangsa ternak,
Pengembangan Usaha (2) sumber daya manusia peternak dan
Hasil kajian melalui studi catatan, kelembagaan peternakan, (3) lahan sebagai
wawancara dan Diskusi Kelompok Terfokus basis ekologis budidaya ternak, dan
dirumuskan berbagai kekuatan, kelemahan, (4) teknologi peternakan. Strategi perbaikan
peluang dan ancaman yang dirumuskan sistem produksi untuk peningkatan
sebagai berikut: (i) kekuatan: tersedia lahan aksesibilitas terhadap lembaga perbankan
sebagai basis budidaya, tersedia agroekosistem, dirumuskan dalam road map sebagai berikut:
tersedia berbagai bangsa ternak, tersedia (i) potensi peternak individu ditingkatkan
teknologi, tersedia pasar (lokal, regional dan pengetahuan dan keterampilannya,
nasional), tersedia skim pembiayaan untuk (ii) peternak dihimpun dalam kelembagaan
UMKM (KKPE, KUR, KUPS, CSR) dan kelompok yang solid, (iii) fasilitasi teknologi
program nasional (ketahanan pangan dan terapan yang proven mencakup breeding
pengentasan kemiskinan dana APBN/APBD management, housing, feeding system, good
seperti PNPM, SMD, Dana Pembantuan, farming practices (untuk meningkatkan
Penyelamatan Betina Produktif, Dana Insentif fisibilitas usaha), dan (iv) mediasi kepada
Sapi Bunting); (ii) kelemahan: kelembagaan lembaga perbankan (fasilitasi informasi dan
kelompok belum solid, beberapa teknologi akses pembiayaan kepada perbankan). Pada
belum diterapkan (utamanya breeding dan usaha peternakan yang sudah feasible tetapi
pakan), Usaha belum feasible dan bankable. belum bankable difasilitasi akses pada lembaga
Koordinasi dan sinergi berbagai pihak sangat keuangan dengan penjaminan kredit maupun
kurang; (iii) peluang: market demand termasuk model tanggung bersama-sama dalam wadah
pasar ekspor, beragam produk (daging, pupuk); kelembagaan kelompok.

Agripet Vol 17, No. 1, April 2017


64
K practices melalui R. 2007. Devendra, C.,
E pemanfaatan sumber Managing and Thomas, D.,
S daya pakan lokal Feeding Beef 2002. Crop-
I spesifik lokasi Cows Using animal
M bersumber dari Body interactions in
P limbah pertanian Condition mixed farming
U maupun agroindustri. Scores. systems in
L Untuk meningkatkan Department of Asia.
A akses pembiayaan Extension Agricultural
N kepada perbankan Animal Systems.
diperlukan sinergi Resources, 71(1-2):27-
Secara umum
berbagai pihak New Mexico 40.
sistem produksi
(pemerintah, State
peternakan sapi Drennan, M.J.,
akademisi, pebisnis, University,
potong di wilayah Berry, D.P.,
perbankan dan Las Cruces,
Kabupaten Cilacap, 2006. Factors
kelompok New Mexico.
Banyumas, affecting body
masyarakat) serta
Purbalingga, Devendra, C., 2007. condition
penguatan
Banjarnegara dan Perspectives score, live
kelembagaan
Kebumen berupa on animal weight and
kelompok tani ternak
peternakan production reproductive
sapi potong.
tradisional berlahan systems in performance
terbatas (traditional Asia. in spring-
rural landless) yang D Livestock calving
terintegrasi dengan A Science, 106 suckler cows.
sistem pertanian F (2007): 1-18. Irish Journal
utamanya tanaman T of Agricultural
Devendra, C. 2002.
padi. Bangsa sapi A and Food
Crop–animal
yang dipelihara R Research. 45:
systems in
adalah PO, 25-38, 2006.
Asia: future
Peranakan Sumba P
perspectives. Hadi, P.U dan Ilham,
Ongole, dan U
Agric. Syst. N. 2002.
Peranakan S
71, 179-186. Problem dan
Simmental untuk T
tujuan A Prospek
penggemukan. K Pengembanga
Kinerja produksi A n Usaha
sapi untuk tujuan Pembibitan
Bridges, A. and
penggemukan relatif Sapi Potong di
Lemenager, L.
bagus dengan Indonesia.
2007. Impact
proporsi BCS 6 dan Jurnal Litbang
of Body
7 masing-masing 46 Pertanian 21
Condition at
dan 41 persen. (4).
Calving on
Untuk Reproductive Huyen, L.T.T.,
meningkatkan Productivity in Herold, P.,
fisibilitas usaha dan Beef Cattle. Markeman, A.,
daya saing Dept. Anim. Zarate, A.V.,
direkomendasikan Sci., Purdue 2011.
untuk menerapkan University, Resource use,
teknologi terapan USA. cattle
yang proven performance
terutama pada Clay P., Mathis,
and output
feeding system dan Jason, E., Sawyer and
patterns on
good farming Parker,
different farm
65
types in a Condition Lokakarya M., 2012.
mountainous Scoring in Nasional Sapi Produktivitas
province of Farm Potong, Sapi Potong
Northern Animals. Jakarta. pada Kelompok
Vietnam. Department Tani Ternak di
Selk, G. 2007. Body
Anim. Prod. of Animal Pedesaan.
Condition
Sci. 51:650- Sciences, Jurnal Agripet,
Scoring of
661. Purdue 12(1): 28-33
Beef Cows.
University.
Lamb, G.C. 1999. Oklahoma
Influence of Oltjen, J.W., Cooperative
Nutrion on Beckett, J.L., Extension Fact
Reproduction 1996. Role of Sheets.
in the Beef ruminant
Sodiq, A. 2008.
Cow Herd. livestock in
Penguatan
Issue 48 sustainable
Usaha
November agricultural
Kambing PE
1999. Beef systems.
Sebagai
Cattle Journal of
Ternak
Management Animal
Dwiguna dan
Update. Science,
Pola Integrasi
University of 74:1406-
Kambing PE
Minnesota, 1409.
dengan
North Central
Parish J.A. and Penderes Gula
Research and
Rhinehart, Kelapa. Final
Outreach
J.D. 2008. Report.
Center.
Body Program
Moraes, J.C.F., Condition Pemberdayaan
Jaume, C.M., Scoring Beef Ekonomi
Souza, Cattle. Daerah,
C.J.H., 2007. Publication Kantor Bank
Body 2508. Indonesia.
condition Extension
Sodiq, A. 2009.
score to Service of
Aksesibilitas
predict the Mississippi
terhadap
postpartum State
Perbankan
fertility of University,
dalam
crossbred cooperating
Mendukung
beef cows with U.S.
Pembangunan
Pesq. Department of
Peternakan.
agropec. Agriculture.
Makalah
bras.,
Samariyanto. 2004. Utama Sidang
Brasília, v.42,
Alternatif Pleno.
n.5, p.741-
Kebijakan Pertemuan
746.
Perbibitan Teknis Fungsi-
Neary, M. 2007. Sapi Potong Fungsi
Body dalam Era Pembangunan
Peter- nakan,
di Indonesia,
Mataram NTB,
Sistem Produksi Peternakan Sapi Potong di Pedesaan dan Strategi 23- 25 April
Pengembangannya (Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc.agr, et al) 2009.
Otonomi Daerah. Sodiq, A., Budiono,
66
Sodiq, A., Hidayat, 16(1):56-61.
N., 2014.
Thomas, D., Zerbini,
Kinerja dan
E., Rao, P.P.,
Perbaikan
Vaidyanathan,
Sistem
A., 2002.
Produksi
Increasing
Peternakan
animal
Sapi Potong Agripet Vol 17, No. 1, April 2017
productivity
Berbasis
on small
Kelompok di
mixed farms
Pedesaan.
in South Asia:
Jurnal
a systems
Agripet,
perspective.
14(1):56-64.
Agricultural
Sodiq, A., Yuwono, Systems,
P., 2016. Pola 71(1- 2): 41-
Pengembanga 57.
n dan
Winugroho, M.,
Produktivitas
2002. Strategi
Sapi Potong
Pemberian
Program
Pakan
Kemitraan
Tambahan
Bina
untuk
Lingkungan
Memperbaiki
di Kabupaten
Efisiensi
Banyumas
Reproduksi
dan Cilacap
Induk Sapi.
Propinsi
Jurnal
Jawa-Tengah.
Litbang
Jurnal
Pertanian,
Agripet,
21(1): 19-23.

67

Anda mungkin juga menyukai