Anda di halaman 1dari 20

TUGAS 3

PRAKTIK PENGALAMAN BERACARA

Disusun oleh :

Neng Dewi 030954827

UNIVERSITAS TERBUKA

FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL, DAN ILMU POLITIK

JURUSAN S1 ILMU HUKUM

2021
NOTA PEMBELAAN
Atas Tuntutan jaksa penuntut umum
NO:REG.PERK.PDN-45-B/II/Bekasi/02/2019
Dalam perkara No. Nomor: PDM- 45/II/Bkasi/02/2019

Untuk dan atas nama klien kami..........................................................


Nama : Harry Aris Sandigon / Haris Simamora
Tempat /Tanggal Lahir : Bekasi, 25 Juli 1988
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Laki- Laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Kampung Pasir limus , cikarang
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat
Pekerjaan : Penjaga Kos

Majelis Hakim Yang kami Muliakan,


Sdr. Jaksa Penuntut Umum Yang Kami Hormati,
Sidang Pengadilan yang Terhormat.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan
kasihsayang-Nya kita dapat dipertemukan dalam Majelis yang kita muliakan ini.
Selanjutnya Kami haturkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang kami muliakan,
atas kesempatan yang diberikan kepada Kami sebagai Penasehat Hukum Terdakwa
untuk menyampaikan Nota Pembelaan (Pledoi) ini. Tidak lupa Kami haturkan terima
kasih kepada Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang telah menjalankan tugas dan
kewajibannya sebagai aparat penegak hukum dengan maksimal dan seoptimal
mungkin. Begitu juga kepada Panitera yang telah dengan tekun dan penuh kesabaran
mengikuti serta mencatat seluruh fakta-fakta yang terungkap dipersidangan ini,
karena
dari fakta-fakta itulah kebenaran materiil akan dapat terungkap, meskipun kita
sadari bahwa kebenaran yang terungkap tersebut adalah kebenaran manusia yang
mungkin tak lepas dari kekurangan dan kekhilafan. Sedangkan kebenaran yang sejati
dan
sesungguhnya adalah kebenaran yang datang dari Yang Maha Kuasa; ----------------

Sebagai Penasihat Hukum Terdakwa, Kami senantiasa tetap akan berpegang


pada prinsip penegak hukum yang berwawasan keadilan yang sudah semestinya
memang harus ditegakkan oleh siapapun yang mengikuti persidangan yang penuh
khidmad ini;
---------------------------------------------------------------------------------------
Sebelum Kami menyampaikan Pledoi ini, agar pledoi yang Kami sampaikan
terurai dengan sistematis, maka Pledoi ini akan kami bagi menjadi beberapa bagian
yaitu:-----------------------------------------------------------------------------------------------
--
BAB I PENDAHULUAN
BAB II FAKTA-FAKTA YANG TERUNGKAP DALAM PERSIDANGAN
a. Keterangan Saksi.
b. Analisa Keterangan Saksi.
c. Surat.
d. Analisa Bukti Surat :
e. Petunjuk
f. Keterangan Terdakwa.
g. Analisa Keterangan Terdakwa.
BAB III ANALISA YURIDIS
BAB IV PENUTUP DAN PERMOHONAN
Setelah mempelajari Surat Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum dengan Nomor
REG.PERK.PDN-45-B/II/Bekasi/02/2019 yang dibacakan dimuka persidangan pada
hari Kamis, 30 februari 2019, kami Tim Penasehat Hukum dari DEWI LAW
&PATNERS akan menyampaikan pembelaan atas nama klien kami Harry Aris
Sandigon / Haris Simamora, sebagai berikut:

BAB I
PENDAHULUAN
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sdr. Penuntut Umum Yang Kami Hormati,
Serta Sidang Yang Terhormat.

Assalamualaikum Wr. Wb. dan Salam Sejahtera


Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt. karena
atas berkat rahmat dan karunianyalah sehingga kita masih diberikan kesempatan
untuk menghadiri jalannya persidangan pada hari ini.
Tak lupa juga kami menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada
Sdr. Penuntut Umum yang telah melaksanakan tugasnya sebagai Abdi Negara, yang
telah dengan segala upaya telah membantu menemukan kebenaran yang ditinjau dari
sudut kepentingannya sebagai penuntut umum yaitu dari pandangan yang subyektif dari
sisi yang objektif terhadap perkara yang kita hadapi sekarang ini. Berbeda dengan kami
Pembela atau Penasihat Hukum yang mempunyai pandangan yang objektif dari posisi
yang subjektif, namun hendakn ya pembelaan yang kami ajukan ini dinilai semata mata
sebagai analisa perkara yang sedang kita hadapi sebagai persoalan hukum, khususnya
hukum acara pidana dilihat dari sudut pembelaan. Tentunya nota pembelaan ini
bukanlah suatu yang hendak membela kesalahan Terdakwa agar bebas diluar
pertimbangan-pertimbangan hukum tetapi suatu ikhtiar agar sebelum yang Mulia Majelis
Hakim memberi putusan telah mendapatkan gambaran, bukti-bukti dan segala
sesuatunya atas meninggalnya korban. Jadi nota pembelaan ini adalah salah satu alat
peradilan untuk membantu Majelis Hakim untuk sampai pada suatu keyakinan, dan
dengan keyakinan ini kesalahan atas suatu perbuatan dapat ditentukan secara benar,
adil, dan baik bagi Terdakwa, keluarga korban dan masyarakat.

engucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut memperlancar


jalannya persidangan ini termasuk kepada para wartawan yang memberi perhatian
besar terhadap perkara ini sehingga perkara ini dapat diiku ti secara berimbang dan
dapat diposisikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Bahwa Terdakwa dihadapkan ke persidangan dan didakwa oleh Penuntut Umum
dengan dakwaan Kumulatif sesuai Surat Dakwaan Nomor: PDM- 45/II/Bkasi/02/2019
tanggal 04 februari 2019 sebagai berikut :
PRIMER
Kesatu : Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalamPasal 340 KUHPidana.
Kedua : Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalamPasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.
SUBSIDAIR
Kesatu : Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal
338 KUHPidana.
Kedua : Perbuatan Terdakwa sebagaimana dan diancam pidana dalam Pasal
363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.
Setelah melalui proses pembuktian, Penuntut Umum telah menuntut Terdakwa
dengan Surat Tuntutan NO. REG. PERK: PDM-45/II/Bkasi/02/2019 tanggal 27 Mei 2019
yang isinya adalah:Menyatakan Terdakwa HARRY ARIS SANDIGON alias HARRIS
alias ARI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHPidana dan Pasal 363 ayat (1) ke-3
KUHPidana, sebagaimana Dakwaan Primer, sehingga kemudian Penuntut Umum telah
menuntut Terdakwa HARRY ARIS SANDIGON alias HARRIS alias ARI dengan
“pidana mati”.
Surat tuntutan Penuntut Umum yang mengajukan tuntutan pidana mati
terhadap Terdakwa seolah -olah menunjukkan Penuntut Umum sangat percaya diri
terhadap pembuktian yang diajukannya dalam persidangan, padahal dalam
kenyataannya selama persidangan yang telah berlangsung sebanyak 16 (enam belas)
kali, Penuntut Umum hanya mampu menghadirkan saksi -saksi sebanyak 6 (enam)
orang dari 20 (dua puluh) orang saksi yang ada dalam Berita Acara Pemeriksaan
(BAP), bahkan ada satu persidangan harus ditunda karena tidaksatupun saksi yang
diajukan Penuntut Umum hadir. Diluar bukti saksi, sebenarnya Penuntut Umum tidak
mampu untuk membuktikan apapun lagi, selain dari bukti surat yang hanya berupa
Visum et Repertum yang sebenarnya telah ada pada saat tingkat penyidikan perkara,
bahkan hingga Penuntut Umum mengajuka

berupa alat benda tumpul yang disebut “linggis” yang merupakan alat yang
langsung dipakai untuk melakukan pembunuhan dalam perkara aquo, tidak pernah
dapat dibuktikan Penuntut Umum dalam persidangan.
Karenanya, tuntutan Penuntut Umum yang mengajukan pidana mati terh adap
Terdakwa berdasarkan pembuktian yang lemah di persidangan sangatlah berlebihan, dan
sebenarnya sangat bertentangan dengan konstitusi Negara kita yang tertuan g dalam Pasal 28
huruf A UUD 1945 menyatakan: “setiap warga negara memiliki hak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

Hak untuk hidup yang digariskan dalam Pasal 28 A dinyatakan sebagai bagian dari hak
mutlak setiap orang dan termasuk dalam kategori non- derogable rights yaitu hak yang tidak
dapat dikurangi dalam kondisi apapun seperti yang dirumuskan dalam Pasal 28 I ayat (1) “Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun.” Dengan pencantuman hak hidup dalam UUD 1945, maka
hak hidup sebagai hak absolut dan mutlak (non-derogable rights) menjadi hak konstitusional
karena statusnya yang lebih tinggi dalam hierarki norma hukum. Implikasi hukum lebih lanjut
dari konstitusionalitas hak hidup, maka segala kebijakan dan tindakan pemerintahan harus
tunduk kepada ketentuan mengenai h ak hidup. Pada saat yang bersamaan, tidak boleh ada lagi
kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-undang ataupun peraturan perundang-
undangan lainnya bertentangan dengan ketentuan hak hidup sebagai hak konsti tusional.

Sejalan dengan hal tersebut, produk hukum pertama mengenai jaminan hak hidup
sebagai bagian dari hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun diatur dalam Pasal 4
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan: “Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”

Namun, walaupun dalam Konstitusi maupun Undang-Undang Hak Asasi


Manusia telah ditegaskan “Hak untuk Hidup tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun dan oleh siapapun”, beberapa ketentuan perundangan di Indonesia masih
menerapkan hukuman pidana mati, salah satunya KUHPidana. Pemberlakuan
hukuman pidana mati didalam KUHPidana sebenarnya hanyalah warisan dari
Belanda karena KUHPidana adalah berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Inlanders
(Indonesiers) diundangkan pada 1915 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1918. Setelah
kemerdekaan, melalui UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum

tanggal 26 Februari 1946, Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda


yang berlaku di Indonesia diberlakukan di Indonesia. Ketentuan ini memuat aturan pada
pasal peralihan yang menyatakan bahwa semua peraturan hukum pidana yang
bertentangan dengan kedudukan Republik In donesia tidak berlaku, mengubah
namaWetboek van Strafrect voor Nederlandsch-Indie menjadi Wetboek van Strafrecht
(WvS) atau KUHPidana, serta mengubah beberapa kata dan menghapus beberapa
pasal dalam WvS. UU No. 1 Tahun 1946 Undang- undang ini mulanya hanya berlaku di
Jawa dan Madura, melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1946 tertanggal 8 Agustus
1946 KUHPidana mulai diberlakukan untuk daerah Provinsi Sumatera. Kemudian pada
1958, KUHPidan a ini dinyatakan berlaku di seluruh wilayah Indonesia mulai 2
September 1958 dengan diterbitkannya UU No. 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan
Berlakunya Undang- Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan
Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Undang
-Undang Hu kum Pidana. Jadi sebenarnya pemberlakuan pidana mati di Indonesia
hanyalah warisan sejarah KUHP dari Belanda, padahal di Negara Belanda sendiri
pidana mati telah dihapuskan sejak tahun 1870, oleh karenanya tidak ada cukup alasan
yang memadai atas masih dipertahankan hukuman mati di Wetboek van Strafrecht voor
Indonesie (WvSI) dalam KUHPidana. Jadi tuntutan pidana mati yang dituntut Penuntut
Umum dengan dasar pembuktian yang lemah dalam perkara aquosebenarnya sangat
disadari oleh Penuntut Umum bertentangan dengan Konstitusi dan Undang -Undang
Hak Asasi Manusia, namun karena perkara aquo memang menarik perhatian
masyarakat dan menjadi salah satu pertimbangan Penuntut Umum menjadi hal-hal
yang memberatkan dalam surat tuntutannya maka demi memenuhi asas publisitas
Penuntut Umum tetap menuntut pidana mati dalam surat tuntutannya.
Apabila Penuntut Umum konsisten dalam penegakan tujuan hukum itu sendiri ,
seharusnya Penuntut Umum lebih mempertimbangkan asas yang terkandu n g dalam
tujuan hukum yaitu asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas manfaat. Walaupun
dengan tuntutan pidana mati yang diajukan Penuntut Umum, asas keadilan dan
kepastian hukum dapat dicapai, namun tuntutan pidana mati tersebut akan melanggar
asas manfaat, karena dengan umur Terdakwa yang masih umur 23 (dua puluh tiga)
tahun, masih bisa diharapkan Terdakwa dikemudian hari akan bertobat dan menjadi
manusia yang berguna bagi sesama, nusa dan bangsa, sehingga tuntutan pidana mati
terhadap Terdakwa tidak membawa manfaat apapun bagi korban maupun keluarganya,
namun hanya rasa puas untuk menuntaskan dendam dalam hati.
Gadis Arivia adalah Dosen Etika dan Etika Terapan, Departemen Filsafat,
Universitas Indonesia, Jakarta, dalam tulisan berjudul “Argumentasi Moral Menolak
Hukuman Mati” yang dirilis pada tanggal 24 Februari 2015 yang dipublikasikan di DW
Made for minds tanggal 26 Februari 2015, menyatakan :
“Saya berpendapat hukuman mati tidak dapat dibenarkan secara moral. Alasan dasar hukuman
mati adalah pembalasan dendam atau anggapan bahwa hukuman harus setimpal dengan
perbuatannya. Ini yang disebut dengan teori retributivism. Teori ini melihat kebelakang
(perbuatan yang telah dilakukan) dan hukuman yang diterima harus sesuai dengan perbuatan
tersebut.

Akan tetapi hukuman apakah yang dapat dianggap setimpal atau sesuai?

Bagi saya pertanyaan moral yang sesungguhnya adalah, apakah hukuman mati berkeadilan
dan berguna? Jadi pertanyaan tidak hanya melulu bertumpu pada alasan hukum yang berlaku.
Hukum yang berlaku tidak memastikan adanya keadilan.

Banyak negara melalui kajian yang panjang menganggap hukuman mati adalah tindakan yang
biadab dan tidak berperikemanusiaan. Bukan saja saat dieksekusi menimbulkan sakit yang luar
biasa (apalagi ketika tidak segera mati). Membuat orang menunggu bertahun-tahun lamanya
untuk menantikan kepastian kematiannya menimbulkan siksaan batin yang luar biasa.

Sebagai negara yang memegang teguh prinsip Ketuhanan yang Maha Esa, apakah manusia
berhak mengambil nyawa orang lain secara kejam? Apakah manusia yang menentukan besar
kecilnya dosa seseorang? Apakah ada manusia yang tidak pernah membuat kesalahan?

Tuhan maha besar dan maha mengampuni, bukankah itu yang dibisikan orang tua kita sejak
kita di dalam kandungan? Cukup seseorang dipenjara hingga seumur hidup bila ia bersalah.
Tolak hukuman mati!”

Ahli hukum acara pidana Profesor Andi Hamzah dalam seminar “Menyelisik
Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia” yang
digelar ICJR di Jakarta Pusat pada tanggal 16 Januari 2019,menjelaskan penerapan
hukuman mati di Indonesia sebenarnya hanya layak diberlakukan pada perkara tindak
pidana kejahatan luar biasa. "Misalnya, terorisme [adalah kejahatan luar biasa] yang
bisa dilakukan hukuman mati.”
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2012 - 2017,
Roichatul Aswidah dalam seminar 'Hukuman Mati di Negara Demokrasi', di Kampus Unika
Atma Jaya, Jakarta, pada tanggal 17 Mei 2016, mengatakan :

Hukuman mati itu inkonstitusional. Menurut konstitusi, hak hidup merupakan salah
satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”

BAB II
FAKTA PERSIDANGAN DAN ANALISA FAKTA PERSIDANGAN.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sdr. Penuntut Umum Yang Kami Hormati
Dalam persidangan perkara aquo yang telah berlangsu ng sebanyak 16 (en am
belas) kali persidangan mulai dari pembacaan dakwaan hingga pembacaan tu ntu tan
Penuntut Umum, fakta-fakta yang terungkap ternyata sangat sederhana bahkan lemah
(kalau tidak bias dikatakan sumir) dari sisi pembuktiannya karena tidak cukup fakta
materil yang dapat mengungkap kejadian yang sebenarnya. Hanya karena adanya
Keterangan Terdakwa yang secara jujur mengakui perbuatannya, maka perkara aquo
dapat diungkap kebenarannya.
Adapun fakta persidangan yang dapat kami uraikan alam Nota Pembelaan ini
adalah sebagai berikut :

h. KETERANGAN SAKSI.
Dalam persidangan , Penuntut Umum telah mengajukan 5 (lima) orang saksi
yaitu : Saksi HILARIUS BRUNO SUMANCE, Saksi MANGARATUA SIDABUTAR, Saksi
DOGALAS NAINGGOLAN, Saksi IPTU ROY ROLANDO ANDAREK, s.TrK.,
Saksi AKP MUGIA YARRY JUNANDA, S.I.K., dan 1 (satu) keterangan saksi dibacakan
yaitu : Saksi JAMAL SEPTIANDA, sedangkan dari Penasehat Hukum telah mengajukan
Saksi meringankan yaitu : Saksi RENOL SAPUTRA DAMANIK dan Saksi BISGEL
SITUMORANG.
Kiranya dalam pembelaan ini, mengingat fakta keterangan saksi dan
keterangan Terdakwa telah dicatat dengan lengkap dan seksama oleh Sdr. Panitera
Pengganti, maka kami beranggapan tidak perlu kami ketengahkan kembali secara
terperinci dan tersendiri dalam Nota Pembelaan yang kami ajukan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari pengulangan yan g tidak efektif kecuali untuk penegasan, maka kami
mohon agar berita acara persidangan mengenai keterangan saksi-saksi yang telah
dicatat oleh Panitera Pengganti dapat dianggap menjadi bagian dari nota
pembelaan/pledoi ini dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dan untuk
penegasannya, maka kami dapat uraikan kesimpulan fakta- fakta yang terungkap dari
keterangan saksi-saksi tersebut sebagai berikut :
- Dari 5 (lima) orang saksi yang diajukan Penuntut Umum dipersidangan, hanya
3 (tiga) orang yang menjadi saksi fakta, yaitu : Saksi HILARIUS BRUNO
SUMANCE, Saksi MANGARATUA SIDABUTAR, Saksi DOGALAS
NAINGGOLAN, sedangkan 2 (dua) saksi lainnya adalah saksi verbalisan yan g
bertugas menangkap Terdakwa yaitu Saksi IPTU ROY ROLANDO ANDAREK,
s.TrK., dan Saksi AKP MUGIA YARRY JUNANDA, S.I.K.
- Dari keterangan 3 (tiga) orang saksi fakta tersebut terungkap fakta bahwa tidak
ada satu saksipun dari ketiga saksi yang mengenal dan pernah bertemu dengan
Terdakwa Harry Aris Sandigon dan juga tidak adasaksipun yang melihat
langsung kejadian pembunuhan terhadap korban yang bernama

DAPERUM nAENGGOLAN, MAYA BORU AMBARITA, SARAH MARISA


PUTRI NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN.
- Dari 3 (tiga) orang saksi fakta yang diajukan Penuntut Umum dipersidangan
tersebut, terungkap fakta bahwapada saat terjadinya peristiwa
pembunuhanterhadap korban yang bernama DAPERUM NAINGGOLAN, MAYA
BORU AMBARITA, SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL
ARYA PASKAH NAINGGOLAN, pada hari Selasa tanggal 13 Nopember 2018,
hanya satu saksi yaitu Saksi HILARIUS BRUNO SUMANCE yang melihat
langsung melalui jendela rumah mayat keempat korban pada pagi harinya
sekitar pukul 06.30 WIB.
- Dari ketiga saksi fakta hanya dapat diperoleh keterangan bahwa memang benar
terjadi pembunuhan terhadap korban yang bernama DAPERUM NAINGGOLAN,
MAYA BORU AMBARITA, SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan
YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN, pada hari Selasa tanggal 13
Nopember 2018 dirumah korban yang beralamat di Jl. Bojong Nangka 2 Rt 02
Rw 07 Kel. Jati Rahayu, Kec. Pondok Melati, Kota Bekasi.
- Dari 2 (dua) orang saksi verbalisan yang bertugas menangkap Terdakwa, hanya
dapat diperoleh fakta bahwa pada saat Terdakwa ditangkap pada hari Rabu
tanggal 14 Nopember 2018 sekitar pukul 22.00 WIB di Gunung Guntur, Garut,
Jawa Barat, dari badan Terdakwa ditemukan barang-barang berupa :
 1 (satu) unit HP Oppo warna silver;
 1 (satu) unit HP Samsung warna hitam;
 1 (satu) buah dompet warna hitam;
 1 (satu) buah tas selempang warna biru dongker yang didalamnya terdapat
1 (satu) buahkunci mobil Nissan X-trail;
- Dari keterangan satu orang saksi yang dibacakan dipersidangan, diperoleh fakta
bahwa Terdakwa mendatangi Pondok Ameera di Jl. Mangkunegara Rt.002
Rw.01 Kel. Mekar Mukti Kec. Cikarang Utara, Kab. Bekasi pada tanggal
13 Nopember 2018 menggunakan 1 (satu) unit mobil Nissan X-trail warna Silver
No. Pol. B-1075-UOG dan meninggalkan mobil tersebut di Pondok Ameera, dan
terungkap juga fakta baha Terdakwa telah membayar uang sebesar Rp.
400.000,- (empat ratus ribu rupiah) kepada saksi sebagai uang muka kamar
kontrakan yang terletak di Lantai 2 kamar nomor B.208.
i. ANALISA KETERANGAN SAKSI.
Dalam ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP disebutkan : “Keterangan saksi sebagai alat
bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadil an”, sehingga sesuai dengan
ketentuan tersebut maka keterangan saksi yang dapat dipakai
Sebagai alat bukti dalam persidangan aquo hanyalah 5 (lima) orang saksi yaitu :
Saksi HILARIUS BRUNO SUMANCE, Saksi MANGARATUA SIDABUTAR, Saksi
DOGALAS NAINGGOLAN, Saksi IPTU ROY ROLANDO ANDAREK, s.TrK., Saksi
AKP MUGIA YARRY JUNANDA, S.I.K., sedangkan 1 (satu) keterangan saksi yang
dibacakan yaitu keterangan Saksi JAMAL SEPTIANDA tidak dapat dipakai sebagai alat
bukti dalam persidangan aquo.
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP tersebut diatas, maka
keterangan saksi-saksi lainnya yang tercantum dalam Berita Acara Pemeri ksaan yang
tidak dapat dihadirkan dalam persidangan aquo, haruslah ditolak demi hukum sebagai
alat bukti dalam persidangan aquo.
Bahwa dari keterangan 5 (lima) saksi yang dapat diterima sebagai alat bukti
dalam perkara aquo, diperoleh fakta materil bahwa terjadi peristiwa pembunuhan
terhadap 4 (empat) korban masing-masing bernama DAPERUM NAINGGOLAN, MAYA
BORU AMBARITA, SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL
ARYA PASKAH NAINGGOLAN, pada hari Selasa tanggal 13 Nopember 2018 dirumah
korban yang beralamat di Jl. Bojong Nangka 2 Rt 02 Rw 07 Kel. Jati Rahayu, Kec.
Pondok Melati, Kota Bekasi, akan tetapi siapa yang membunuh dan dengan cara
bagaimana korban dibunuh tidak dapat diungkap fakta materil.
Bahwa dengan demikian, dari alat bukti keterangan saksi tidak diperoleh bu kti
langsung bahwa Terdakwalah yang melakukan pembunuhan terhadap 4 (empat)
korban masing-masing bernama DAPERUM NAINGGOLAN, MAYA BORU AMBARITA,
SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH
NAINGGOLAN.

j. SURAT.
Bahwa selain mengajukan saksi-saksi, Sdr. Penuntut Umum juga telah
mengajukan surat sebagai alat bukti dalam perkara ini yaitu:
- Visum et Repertum Nomor: R/363/SK.B/XI/2018/IKF tanggal 03Desember 2018
yang ditanda tangani oleh Tim Kedokteran Forensik dari Rumah Sakit
Bhayangkara TK.I.R. SAID SUKANTO Jakarta (sebagaimana terlampir dalam
berkas) telah melakukan pemeriksaan jenazah DAPERUM NAINGGOLAN dan
diperoleh kesimpulan ditemukan luka terbuka pada leher, terpotongya pembuluh
nadi leher, kerongkongan dan tenggorok akibat kekerasan tajam. Ditemukan
pula luka terbuka pada kepala, wajah, memar-memar pada wajah, luka-luka
lecet pada leher dan patah tulang mata kanan akibat kekerasan tumpul. Sebab
mati orang ini akibat kekerasan tajam pada leher yang memotong pembuluh
nadi utama leher sehingga menyebabkan pendarahan. Kekerasan tumpul pada
kepala memperburuk keadaan.

nomor: R/364/SK.B/XI/2018/IKF tanggal 19 November 2018 yang ditanda


tangani oleh Tim Kedokteran Forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara TK.I.R.
SAID SUKANTO Jakarta (sebagaimana terlampir dalam berkas) telah melakukan
pemeriksaan jenazah MAYA SOFYA AMBARITA d an diperoleh kesimpulan
ditemukan luka terbuka pada wajah, kepala dan patah tulang tengkorak akibat
kekerasan tumpul. Ditemukan luka terbuka pada leher, terpotongnya pembuluh
nadi utama leher, kerongkongan, batang tenggorok dan tulang leher akibat
kekerasan tajam. Sebab mati orang ini akibat kekerasan tajam pada leher yang
memotong pembuluh nadi utama leher sehingga menyebakan pendarahan,
kekerasan tumpul dikepala yang meru sak jaringanotak memperburuk keadaan.
- Visum et Repertum Nomor: R/365/SK.B/XI/2018/IKF tanggal 19 November2018
yang ditanda tangani oleh Tim Kedokteran Forensik dari Rumah Sakit
Bhayangkara TK.I.R SAID SUKANTO Jakarta (sebagaimana terlampir dalam
berkas) telah melakukan pemeriksaan jenazah SARAH MARISA PUTRI
NAINGGOLAN dan diperoleh kesimpulan ditemukan luka lecet pada leher dan
luka memar pada leher, serta kepala, resapan darah pada kulit leher dan kepala
dan patahnya tulang lidah akibat kekerasan tumpul. Tampak tanda-tanda
perbendungan. Sebab mati adalah akibat kekerasan tumpul pada leher yang
menutup jalan nafas sehingga menyebakan mati lemas.
- Visum Et Repertum Nomor: R/366/SK.B/XI/2018/IKF tanggal 03 Desember 2018
yang ditanda tangani oleh Tim Kedokteran Forensik dari Rumah Sakit
Bhayangkara TK.I.R SAID SUKANTO Jakarta (sebagaimana terlampir dalam
berkas) telah melakukan pemeriksaan jenazah YEHEZKIEL ARYA PASKAH
NAINGGOLAN dan diperoleh kesimpulan ditemukan luka lecet pada leher dan
cuping hidung, resapan darah pada leher, bintik pendarahaan pada kulit kepala
bagian dalam akibat kekerasan tumpul. Sebab mati adalah akibat kekerasan
tumpul pada leher dan mulut yang menutup saluran nafas sehingga
menyebakan mati lemas. Perkiraan kematian empat sampai delapan jam setelah
makan terakhir.
k. ANALISA BUKTI SURAT :
Bahwa bukti surat yang dihadirkan Penuntut Umum dalam perkara aquo berupa
4 (empat) Visum Et Repertum atas nama korban masing-masing DAPERUM
NAINGGOLAN, MAYA BORU AMBARITA, SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN
dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN, yang seluruhnya ditanda tangani oleh
Tim Kedokteran Forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara TK.I.R SAID SUKANTO
Jakarta, dapat diterima sebagai bukti surat dalam perkara aquo sesuai ketentuan Pasal
187 ayat huruf a KUHAP.

B a h w a d a r i b u k t i - b u k t i t e r s e b u t diperoleh fakta materil penyebab kematian


korban masing-masing DAPERUM NAINGGOLAN, MAYA BORU AMBARITA, SARAH
MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH
NAINGGOLAN yang dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu :
- Korban DAPERUM NAINGGOLAN dan MAYA BORU AMBARITA, penyebab
kematian adalah akibat kekerasan tajam pada leher yang memotong pembuluh
nadi utama leher sehingga menyebakan pendarahan, kekerasan tumpul
dikepala yang merusak jaringan otak memperburuk keadaan .
- Korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA
PASKAH NAINGGOLAN, penyebab kematian adalahakibat kekerasan tumpul
pada leher yang menutup jalan nafas sehingga menyebakan mati lemas.
Bahwa dari keempat korban, hanya satu korban yang bernama YEHEZKIEL
ARYA PASKAH NAINGGOLAN diungkap perkiraan kematian sekitar empat samapi
delapan jam setelah makan terakhir, sedangkan tiga korban lainnya tidak terungkap
perkiraan kematiannya.
Bahwa dengan demikian dari alat bukti surat ini juga tidak dapat diungkap fakta
materil serta tidak diperoleh bukti langsung bahwa Terdakwalah yang melakukan
pembunuhan terhadap 4 (empat) korban masing-masing bernama DAPERUM
NAINGGOLAN, MAYA BORU AMBARITA, SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan
YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN.

l. PETUNJUK.
Bahwa alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 KUHAP yang berbunyi :
1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
a. Keterangan Saksi;
b. Surat;
c. Keterangan Terdakwa.
3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan
tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan
pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati
nuraninya.
Bahwa dari ketentuan Pasal 188 KUHAP tersebut diatas, khususnya ayat (3)
yang secara eksplisit menyebut penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk
dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, maka
yang dapat menggunakan alat bukti petunjuk hanyalah Majelis Hakim yang mengadili
dan memeriksa perkara aquo.

Dlam surat tuntutannya yang menggunakan alat bukti petunjuk dalam menuntut
pidana mati terhadap Terdakwa, patut menurut hukum untuk ditolak karena
kewenangan menggunakan alat bukti petunjuk bukanlah pada tangan Penuntut
Umum.
Dan sejalan dengan hal tersebut, maka Penasehat Hukum juga tidak akan
menguraikan alat bukti petunjuk dalam nota pembelaan ini, namun sepenuhnya
menyerahkan kepada Majelis Hakim untuk menggunakannya, dengan harapan
digunakan dengan penuh kehati-hatian, dengan arif bijaksana serta harus lebih du lu
mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan
hati nuraninya.

m. KETERANGAN TERDAKWA.
Terdakwa dalam persidangan memberikan keterangan yang pada pokoknya:
- Bahwa benar Terdakwa ditangkap petugas Kepolisian yang berpakaian preman
pada hari Rabu tanggal 14 november 2018 sekira jam 22.00 wib, di Basecamp
Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat, ketika Terdakwa sedang tidur dan
selanjutnya Terdakwa di bawah ke Kantor Polda Mmetro Jaya;
- Bahwa benar Terdakwa yang melakukan pembunuhan terhadap korban
DAPERUM NAINGGOLAN, korban MAYA SOFYA AMBARITA, korban SARAH
MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan korban YEHEZKIEL ARYA PASKAH
NAINGGOLAN.
- Bahwa benar, Terdakwa adalah merupakan saudara sepupu korban MAYA
BORU AMBARITA.
- Bahwa pada tanggal 12 November 2018 sekira jam 14.00 wib, Terdakwa
disuruh datang ke rumah korban DAPERUM NAINGGOLAN dan MAYA SOFYA
AMBARITA yang beralamat di Jl. Bojong Nangka 2 RT 02/RW 07, Kel. Jati
Rahayu, Kec. Pondok Melati Kota Bekasi melalui pesan whatsapp oleh korban
MAYA SOFYA AMBARITA “ kamu datang sekarang besok kita mau belanja
ke Tanah Abang jam 7 pagi” lalu Terdakwa menjawab “Yaudah kak saya
kesana”, kemudian sekitar jam 21 Wib Terdakwa sampai di rumah korban dan
yang membukakan pintu adalah anak korban SARAH MARISA PUTRI
NAINGGOLAN, kemudian Terdakwa masuk ke dalam rumah lalu mengobrol
bersama DAPERUM NAINGGOLAN dan MAYA SOFYA AMBARITA di ruang
keluarga sambil nonton televisi, kemudian sekira jam
23.30 wib pada saat ngobrol Terdakwa mendengar kata-kata yang tidak enak
didengar diucapkan oleh korban DAPERUM NAINGGOLAN yaitu “ nginap atau
nggak kamu?
Kalau kamu nginap nanti gak enak sama abang kita Doglas”, kemudian korban MAYA
SOFYA AMBARITA berkata kepada Terdakwa “terserah mau

Nginap atau enggak, soalnya ini bukan rumah kita, kita cuma numpang disini” lalu
korban DAPERUM NAINGGOLAN berkata “udah tau kamu kalau nginap disini abang
saya tidak suka”, kemudian korban berkata kepada Terdakwa dalam bahasa Batak yang
artinya “kamu tidur dibelakang aja kayak sampah kamu”.

- Kemudian sekira jam 23.45 wib Terdakwa pergi ke dapur hendak minum dan
melihat sebuah linggis yang berada dibawah washtafel lalu mengambil l inggis
tersebut, kemudian Terdakwa kembali keruang keluarga dan melihat korban
DAPERUM NAINGGOLAN sedang dalam posisi tiduran sambil menonton
televisi diruang keluarga sedangkan korban MAYA SOFYA AMBARITA sedang
tidur berlawanan arah disebelahnya, kemudian Terdakwa secara spontan
memukul bagian kepala korban DAPERUM NAINGGOLAN dengan
menggunakan linggis sebanyak 1 kali sehingga membuat korban DAPERUM
NAINGGOLAN menggelepar, tiba-tiba korban MAYA SOFYA AMBARITA
terbangun dari tidur lalu terdakwa memukul kepala korban MAYA SOFYA
AMBARITA dengan linggis sebanyak 1 kali, namun karena kedua korban masih
sadar kemudian Terdakwa memu kul kembali kedua korban menggunakan
linggis sebanyak 2 kali, setelah itu keduanya pingsan.
- Karena mendengar suara gaduh kedua anak korban SARAH MARISA PUTRI
NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN keluar dari
kamar tidurnya dan menanyakan kepada Terdakwa “mama kenapa?” lalu
dijawab Terdakwa “mama sedang sakit, kamu masuk kamar saja” sambil
membawa keduanya masuk kamar sambil disuruh tidur kemudian Terdakwa
menutup wajah korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN menggunakan
selimut warna pink yang ada didalam kamar lalu mencekik leher korban dengan
menggunakan kedua tangannya hingga tidak bernafas lagi, setelah i tu
Terdakwa menghampiri dan menutup wajah korban YEHEZKIEL ARYA
PASKAH NAINGGOLAN dengan selimut warna pink itu juga lalu mencekik leher
korban dengan menggunakan kedua tanggannya sampai tidak bernafas.
- Setelah membunuh kedua anak korban Terdakwa kembali ke ruang televisi
kemudian menusuk leher korban DAPERUM NAINGGOLAN menggunakan
bagian linggis yang tajam sebanyak 3 kali sehingga mengeluarkan banyak
darah, selanjutnya Terdakwa juga menusuk leher korban MAYA SOFYA
AMBARITA juga menggunakan bagian linggis yang tajam sebanyak 3 kali,
kemudian setelah kedua korban tersebut bernyawa Terdakwa menutup wajah
kedua korban yang penuh darah dengan bantal.
- Setelah melaksanakan pembunuhan tersebut, kemudian Terdakwa duduk di
sofa ruang keluarga sambil merenungkan perbuatan yang telah Terdakwa
lakukan selama kurang lebih 1 (satu) jam. Kemudian Terdakwa beranjak ke

DAPERUM NAINGGOLAN dan mengambil uang dari laci sebanyak Rp.


2.000.000,- (dua juta rupiah) dan melihat kunci mobil Nissan X- trail didalam
laci, lalu mengambilnya, selanjutnya Terdakwa mengumpulkan 4 (empat)
handphone milik korban DAPERUM NAINGGOLAN dan MAYA SOFYA
AMBARITA, kemudian memasukkan semua barang-barang kedalam tas
selempang warna biru dongker milik Terdakwa, kemudian pada hari Selasa
tanggal 13 Nopember 2018 sekitar pukul 03.00 WIB, terdakwa keluar rumah
korban dengan membawa linggis beserta barang-barang milik korban, kemudian
Terdakwa menuju mobil Nissan X-trail warna silver No. Pol. B 1075 UOG milik
korban DAPERUM NAINGGOLAN yang berada diparkiran kontrakan, setelah itu
Terdakwa membuka pintu mobil bagian kiri belakang penumpang lalu
meletakkan linggis dan tas selempang warna biru dongker di jok bagian tengah
mobil, kemudian Terdakwa membuka pagar kontrakan selanjutnya kembali ke
mobil dan menjalankan mobilNissan X-trail warna silver No. Pol. B 1075 UOG
keluar kontrakan untuk melarikan diri.
- Bahwa setelah Terdakwa keluar kontrakan lalu menuju kearah kalimalang untuk
membuang linggis yang digunakan untuk menghabisi nyawa korb an,
selanjutnya Terdakwa mencari kontrakan di Cikarang kemudian menitipkan
mobil di kontrakan, kemudian Terdakwa pergi menuju ke Gunung GunturGaru t
Jawa Barat untuk menenangkan diri.
- Bahwa Terdakwa mengambil 4 (empat) buah handphone milik korban Daperum
dengan tujuan agar jejak Terdakwa tidak diketahui.
- Bahwa Terdakwa mengambil uang tunai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) milik
korban DAPERUM NAINGGOLAN dengan tujuan untuk dipergunakan pada
saat melarikan diri.
- Bahwa benar Terdakwa sempat melakukan ch at via whatsapp dengan saksi
MANGARATUA SIDABUTAR menggunakan HP milik DAPERUM
NAINGGOLAN.
- Bahwa Terdakwa menyesali perbuatannya membunuh korban DAPERUM
NAINGGOLAN, korban MAYA SOFYA AMBARITA, korban SARAH MARISA
PUTRI NAINGGOLAN dan korban YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN.
n. ANALISA KETERANGAN TERDAKWA.
Bahwa dalam ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP disebutkan : “Keterangan Terdakwa
ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui
sendiri atau alami sendiri.”

Bahwa persidangan mendengar keterangan Terdakwa dilakukan pada hari


Senin tanggal 29 April 2019, dan dalam persidangan yang yang diterangkan Terdakwa
adalah sesuai dengan Keterangan Terdakwa yang dikutip Penasehat

Ini (kurang lebih bisa dicocokkan dengan berita acara persidangan yang dibuat oleh
Panitera Pengganti).
Dalam persidangan ini, Terdakwa juga menyatakan dengan tegas telah
mencabut Keterangan Terdakwa yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Tersangka tanggal 31 Desember 2018, dengan alasan BAP tersebut dibuat penyidik
terhadap Terdakwa tanpa didampingi Penasehat Hukum.
Bahwa dari Keterangan Terdakwa yang termuat dalam Nota Pembelaan ini,
kurang lebih isinya hampir sama dengan Keterangan Terdakwa yang termuat dalam
surat Tuntutan Penuntut Umum, hanya terdapat perbedaan mencolok dalam
Keterangan Terdakwa mengenai urutan Terdakwa melakukan pembunuhan antara
yang Keterangan yang terdapat dalam Nota Pembelaan ini dengan Keterangan
Terdakwa yang termuat dalam surat tuntutan Penuntut Umum.
Keterangan Terdakwa mengenai urutan Terdakwa melakukan pembunuhan
yang termuat dalam Nota Pembelaan ini adalah keterangan Terdakwa yang
diterangkan Terdakwa dalam persidangan hari Senin tanggal 29 April 2019, yang
menjawab pertanyaan yan g diajukan Penuntut Umum maupun Majelis Hakim (mohon
periksa berita acara sidang hari Senin tanggal 29 April 2019), sedangkan keterangan
Terdakwa mengenai urutan Terdakwa melakukan pembunuhan yang diuraikan
Penuntut Umum dalam surat tuntutannya dalam bagian Keterangan Terdakwa butir 4,
5 dan 6 ternyata hanya mengutip Keterangan Tersangka yang termuat dalam BAP
Tersangka pada hari Kamis tanggal 15 Nopember 2018.
Bahwa keterangan Terdakwamengenai urutan Terdakwa melakukan
pembunuhan yang diuraikan Penuntut Umum dalam surat tuntutannya dalam bagian
Keterangan Terdakwa butir 4, 5 dan 6 yang hanya mengutip Keterangan Tersangka
yang termuat dalam BAP Tersangka pada hari Kamis tanggal 15 Nopember 2018, telah
melanggar ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, oleh karenanya Keterangan Terdakwa
tersebut sudah sepatutnya untuk ditolak.
Bahwa dari keterangan Terdakwa yang disampaikan pada persidangan hari
Senin tanggal 29 April 2019, terungkap fakta materil bahwa Terdakwa secara jujur dan
terus terang dan dengan rasa menyesal telah melakukan pembunuhan terhadap
saudara sepupu dan keponakannya yaitu korban DAPERUM NAINGGOLAN, korban
MAYA SOFYA AMBARITA, korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan korban
YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN.
Bahwa dari keterangan Terdakwa yang disampaikan pada persidangan hari
Senin tanggal 29 April 2019 tersebut juga terungkap fakta materil, bahwa Terdakwa
melakukan pembunuhan kepada keempat korban adalah dalam keadaan seketika dan
berturut-turut tanpa jeda waktu, dan niat Terdakwa membunuh timbul seketika ketika
melihat linggis dibawah washtafel, akibat perasaan marah dari Terdakwa karena
sudah diejek dan dihina korban DAPERUM NAINGGOLAN dengan

Kamu tidur di belakang aja kayak sampah kamu”dan korban DAPERUM NAINGGOLAN juga turut
menghina orang Tua Terdakwa.

Bahwa dari keterangan Terdakwa tersebut diatas juga terungkap fakta materil
Terdakwa telah mengambil barang milik korban DAPERUM NAINGGOLAN berupa
uang sebesar Rp. 2.000.000,-, (dua juta rupiah), 4 (empat) buah handphone dan
membawa serta mobilNissan X-trail warna silver No. Pol. B 1075 UOG, namun semua
pengambilan barang-barang tersebut dilakukan Terdakwa hanya untuk
menghilangkan barang bukti dan dapat melarikan diri.
Bahwa adanya pengakuan secara jujur dan terus terang dari Terdakwa telah
melakukan pembunuhan kepada korban DAPERUM NAINGGOLAN, korban MAYA
SOFYA AMBARITA, korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan korban
YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN, dan pengakuan jujur telah mengambil
barang milik korban DAPERUM NAINGGOLAN guna dapat melarikan diri dan
menghilangkan barang bukti, tidaklah cukup untuk membuktikan Terdakwa telah
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya sesuai ketentuan Pasal
189 ayat (4) KUHAP, melainkan pengakuan jujur Terdakwa tersebut masih harus
disertai alat bukti lainnya untuk cukup membuktikan Terdakwa bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan, dan untuk pembuktiannya Penasehat Hukum
menyerahkan sepenuhnya kepada pertimbangan Majelis Hakim yang Mulia.

BAB III
ANALISA YURIDIS
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sdr. Penuntut Umum Yang Kami Hormati,
Serta Sidang Yang Terhormat.
Setelah kami menguraikan fakta-fakta persidangan serta analisa fakta
persidangan tersebut diatas, maka sekarang tibalah saatnya kami menguraikan analisa
yuridis terhadap seluruh fakta persidangan.
Bahwa dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa HARRY ARIS SANDIGON
alias HARRIS alias ARI dilakukan Penuntut Umum seolah -olah den gan menebar jala
seluas-luasnya, sehingga dakwaannya pun dibuat dalam bentuk dakwaan Kumulatif
Alternatif sesuai Surat Dakwaan Nomor: PDM-45/II/Bkasi/02/2019 tanggal 04 Maret
2019 sebagai berikut :
PRIMER: Kesatu : Pasal 340 KUHPidana.
Kedua : Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.
SUBSIDAIR: Kesatu : Pasal 338 KUHPidana.
Kedua : Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.
LEBIH SUBSIDAIR : Pasal 365 ayat (3) KUHPidana.
Dalam surat tuntutannya, Penuntut Umum dengan percaya diri yang tinggi
telah menyatakan seluruh unsur-unsur pidana dalam Dakwaan Primer telah

terbukti secara sah meyakinkan bahwa Terdakwa telah melakukan tindak pidana
“pembunuhan berencana” dan “pencurian dengan pemberatan”sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 340 KUHPidana dan Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.
Bahwa klaim Penuntut Umum dalam surat tuntutannya tersebut sah -sah saja
seandainya Penuntut Umum menguraikan pembuktian unsur yang dilakukannya sesuai
fakta persidangan yang sesungguhnya serta mengikuti aturan hukum yang berlaku,
namun dalam kenyataannya uraian pembuktian unsur yang dilakukan Penuntut umum
dalam surat tuntutannya justru tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan
serta melakukan pelanggaran terhadap aturan hukum yang berlaku, khususnya Pasal
185 ayat (1), 188 dan 189 ayat (1) KUHAP.
Kesalahan Penuntut Umum dalam menguraikan pembuktian unsur Pasal 340
KUHPidana khususnya unsur Ad.2 Unsur “dengan sengaja dan dengan direncanakan
terlebih dahulu” yang terdapat pada halaman 21 dan 22 surat tuntutan Penuntut Umum.
Dan poin paling penting yang mendahului kesalahan pembuktian unsur yan g dilakukan
oleh Penuntut Umum adalah uraian pada aliena terakhir halaman 21 sampai halaman
22 yang menguraikan sebagai berikut :
“Merujuk pada pendapat ahli hukum/doctrinal dan yurisprudensi tersebut diatas,
apabila dihubungkan dengan hasil pemeriksaan di depan persidangan melalui keterangan Saksi
HILARIUS BRUNO SUMANCE,

Saksi MANGARATUA SIDABUTAR, Saksi DOGALAS NAINGGOLAN, Saksi IPTU ROY


ROLANDO ANDAREK, S.TrK., Saksi AKP MUGIA YARRY JUNANDA,

S.I.K., Saksi JAMAL SEPTIANDA yang telah bersesuaian dengan keterangan terdakwa; maka
telah diperoleh adanya fakta hukum bahwa ketika terdakwa datang ke rumah korban
DAPERUM NAINGGOLAN kemudian mendengar kata-kata dengan bahasa Batak yang artinya
“Kamu tidur dibelakang aja kayak sampah kamu” yang menjadikan terdakwa marah serta
emosi, selanjutnya beberapa menit kemudian terdakwa pergi ke dapur sambil terus menatap
korban DAPERUM NAINGGOLAN lalu pada saat di dapur melihat sebuah linggis yang kemudian
digunakan untuk memukul serta menusuk korbanDAPERUM NAINGGOLAN dan MAYA BORU
AMBARITA. Begitu pula pada saat korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan korban
YEHEZEKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN keluar dari kamar karena mendengar suara gaduh,
Terdakwa menyuruh keduanya masuk ke kamar lalu kembali Terdakwa pergi keruang tamu
memikirkan apa yang telah dilakukannya, karena terdakwa merasa takut perbuatannya telah
diketahui oleh korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN danYEHEZEKIEL ARYA PASKAH
NAINGGOLAN kemudian

menghabisi pula nyawa keduanya. Dari fakta-fakta tersebut maka dapat disimpulkan adanya
jeda waktu berpikir bagi terdakwa untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan perbuatannya.”

uraian tersebut diatas adalah uraian urutan pembunuhan yang dilakukan Terdakwa
yang diperoleh Penuntut Umum dari Keterangan Terdakwa dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) Tersangka yang dibuat oleh Penyidik, padahal dalam Keterangan
Terdakwa yang yang diterangkan Terdakwa dalam persidangan hari Senin tanggal 29
April 2019 pada saat sidang pemeriksaan Terdakwa, Terdakwa telah menerangkan
uraian kejadian saat terjadinya pembunuhan adalah sebagai berikut :
- Kemudian sekira jam 23.45 wib Terdakwa pergi ke dapur hendak minum dan
melihat sebuah linggis yang berada dibawah washtafel lalu mengambil l inggis
tersebut, kemudian Terdakwa kembali keruang keluarga dan melihat korban
DAPERUM NAINGGOLAN sedang dalam posisi tiduran sambil menonton
televisi diruang keluarga sedangkan korban MAYA SOFYA AMBARITA sedang
tidur berlawanan arah disebelahnya, kemudian Terdakwa secara spontan
memukul bagian kepala korban DAPERUM NAINGGOLAN dengan
menggunakan linggis sebanyak 1 kali sehingga membuat korban DAPERUM
NAINGGOLAN menggelepar, tiba-tiba korban MAYA SOFYA AMBARITA
terbangun dari tidur lalu terdakwa memukul kepala korban MAYA SOFYA
AMBARITA dengan linggis sebanyak 1 kali, namun karena kedua korban masih
sadar kemudian Terdakwa memukul kembali kedua korban menggunakan
linggis sebanyak 2 kali, setelah itu keduanya pingsan.
- Karena mendengar suara gaduh kedua anak korban SARAH MARISA PUTRI
NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN keluar dari
kamar tidurnya dan menanyakan kepada Terdakwa “mama kenapa?” lalu
dijawab Terdakwa “mama sedang sakit, kamu masuk kamar saja” sambil
membawa keduanya masuk kamar sambil disuruh tidur kemudian Terdakwa
menutup wajah korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN menggunakan
selimut warna pink yang ada didalam kamar lalu mencekik leher korban dengan
menggunakan kedua tangannya hingga tidak bernafas lagi, setelah i tu
Terdakwa menghampiri dan menutup wajah korban YEHEZKIEL ARYA
PASKAH NAINGGOLAN dengan selimut warna pink itu juga lalu mencekik leher
korban dengan menggunakan kedua tanggannya sampai tidak bernafas.
- Setelah membunuh kedua anak korban Terdakwa kembali ke ruang televisi
kemudian menusuk leher korban DAPERUM NAINGGOLAN menggunakan
bagian linggis yang tajam sebanyak 3 kali sehingga mengeluarkan banyak
darah, selanjutnya Terdakwa juga menusuk leher korban MAYA SOFYA
AMBARITA juga menggunakan bagian linggis yang tajam sebanyak 3 kali,
kemudian setelah kedua korban tersebut bernyawa Terdakwa menutup wajah
kedua korban yang penuh darah dengan bantal.

Setelah melaksanakan pembunuhan tersebut, kemudian Terdakwa duduk di


sofa ruang keluarga sambil merenungkan perbuatan yang telah Terdakwa
lakukan selama kurang lebih 1 (satu) jam.
Jadi dari Keterangan Terdakwa yang disampaikan dalam persidangan urutan
kejadian pembunuhan yang benar adalah :
- Pertama sekali Terdakwa memukul kepala korban DAPERUM NAINGGOLAN
satu kali, dan ketika korban MAYA BORU AMBARITA bangun, Terdakwa juga
memukul kepala MAYA BORU AMBARITA satu kali, sehingga keduanya
menggelepar, kemudian korban memukul kepala korban DAPERUM
NAINGGOLAN dan korban MAYA BORU AMBARITA masing-masing dua kali
sehingga keduanya pingsan.
- Pada saat keduanya pingsan (belum mati) SARAH MARISA PUTRI
NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN bangun karena
suara ribut, dan kemudian keduanya disuruh Terdakwa tidur sambil membawa
ke tempat tidur. Dan ketika sampai di tempat tidur lalu Terdakwa
mencekikSARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA
PASKAH NAINGGOLAN sampai mati, dan setelah itu Terdakwa kembali
keruang keluarga, lalu menusuk leher korban DAPERUM NAINGGOLAN dan
korban MAYA BORU AMBARITA sehingga keduanya juga mati.
- Setelah keempat korban meninggal dunia, barulah Terdakwa duduk di sofa
lebih kurang satu jam sambil merenungkan perbuatannya.
Jadi dalam pelaksanaan pembunuhan keempat korban tidak ada jeda waktu, dan yang
meninggal terlebih dahulu justru korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan
korban YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN baru
kemudian korban DAPERUM NAINGGOLAN dan korban MAYA BORU AMBARITA.
Dan saat Terdakwa melakukan pembunuhan tersebut, justru pelaku tidak sempat
berpikir karena berlangsung seketika dan cepat, sehingga ketika Terdakwa duduk di
sofa selama lebih kurang 1 jam, justru Terdakwa merenung karena tidak menyangka
dapat melakukan pembunuhan sedemikian rupa. Jadi dalam pembunuhan korban
SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN,korban YEHEZKIEL ARYA PASKAH
NAINGGOLAN, korban DAPERUM NAINGGOLAN dan korban MAYA BORU
AMBARITA sama sekali tidak dapat dibuktikan adanya unsur perencanaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHPidana.
Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan yang direncanakan terlebih
dahulu terletak dalam apa yang terjadi di dalam diri si pelaku sebelum pelaksanaan
menghilangkan jiwa seseorang. Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu,
pada dasarnya mengandung 3 (tiga) syarat yaitu :
a) Memutuskan kehendak dalam suasana tenang pada saat memutuskan untuk
membunuh itu dilakukan dalam suasana tidak tergesa-gesa. Indikatornya

Berhak sebagaimana diputusakan kehendak untuk membunuh telah dipikirkan


dan di pertimbangkan, telah dikaji untung ruginya. Pemikiran dan pertimbangan
seperti itu hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang. Ia
memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia akhirnya
memutuskan kehendak untuk berbuat, sedangkan perbuatannya tidak
diwujudkan ketika itu.
b) Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak. Waktu yang cukup dalam hal ini adalah relative, dalam
arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu melainkan bergantung pada
keadaan atau kejadian konkrit yang berlaku. Tidak perlu singkat, tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu
yang demikian tidak menggambarkan adanya hubunga antara pengambilan
putusan dan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembu nuhan.
Mengenai adanya cukup waktu, di maksudkan adanya kesempatan untuk
memikirkan dengan tenang untung ruginya perbuatan itu dan sebagainya.
c) Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang, syarat ini
dimaksudkan suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tida k dalam
suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan,
dan lain sebagainya.
Dari seluruh uraian juridis diatas dapat disimpulkan Terdakwa tidak terbukti
melakukan perbuatan sebagaimana dalam Dakwaan Primer, karena tidak terbukti
adanya unsur “merencanakan terlebih dahulu” dalam perbuatan Terdakwa.
Bahwa namun demikian, karena Terdakwa telah mengakui secara jujur dan terus
terang perbuatannya yang telah melakukan pembunuhan terhadap korban SARAH
MARISA PUTRI NAINGGOLAN,korban YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN,
korban DAPERUM NAINGGOLAN dan korban MAYA BORU
AMBARITA serta mengakui telah mengambil barang milik korban DAPERUM
NAINGGOLAN berupa uang sebesar Rp. 2.000.000,-, (dua juta rupiah), 4 (empat) buah
handphone dan membawa serta mobilNissan X-trail warna silver No. Pol. B 1075 UOG,
maka Terdakwa dapat mengakui telah melakukan perbuatan sebagaimana dalam
Dakwaan Subsidair, sehingga terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak
Pidana Pembunuhan dan Tindak Pidana Pencurian dengan pemberatan sebagaimana
dimaksud dalamPasal 338 KUHPidana danPasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.

BAB IV
PENUTUP DAN PERMOHONAN
Majelis Hakim Yang Mulia,
Kami Penasehat Hukum Terdakwa sangat paham dan mengerti, Putusan atas
perbuatan Terdakwa yang telah mengakui melakukan perbuatan Tindak Pidana

Pembunuhan dan tindak pidana Pencurian dengan pemberatan sebagaimana


dimaksud dalamPasal 338 KUHPidana danPasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana, akan
sangat berat, namun mohon dapat dipertimbangkan lebih dahulu, hal-hal yang
meringankan Terdakwa, antara lain :
- Bahwa Terdakwa bersikap sopan di dalam persidangan ;
- Bahwa Terdakwa mengakui dan menerangkan dengan sejujurnya atas
perbuatan yang dilakukan sehingga persidangan berjalan lancar;
- Bahwa Terdakwa masih muda dan mesih mempunyai harapan di masa depan
akan dapat berguna bagi masyarakat, nusa dan bangsa;
- Bahwa Terdakwa belum pernah dihukum;
Maka :
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan juga analisis yang
telah kami paparkan diatas, kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa dengan segala
kerendahan hati, memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara a
quo untuk dapat menjatuhkan Putusan dengan hukuman pidanayang seringan-ringannya
bagi Terdakwa.

Atau,
SUBSIDAIR :Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil- adilnya (ex
aequo et bono).

Demikian Nota Pembelaan/Pledoi ini Kami sampaikan, dan atas perkenan yang

Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini Kami haturkan terima kasih.

Bekasi, 20 Februari 2020


Hormat Kami,
Tim Penasihat Hukum Terdakwa

NENG DEWI, S.H RINA AMELIA , S.H.

Anda mungkin juga menyukai