Tugas 3 Neng Dewi PBB NOTA PEMBELAAN
Tugas 3 Neng Dewi PBB NOTA PEMBELAAN
Disusun oleh :
UNIVERSITAS TERBUKA
2021
NOTA PEMBELAAN
Atas Tuntutan jaksa penuntut umum
NO:REG.PERK.PDN-45-B/II/Bekasi/02/2019
Dalam perkara No. Nomor: PDM- 45/II/Bkasi/02/2019
BAB I
PENDAHULUAN
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sdr. Penuntut Umum Yang Kami Hormati,
Serta Sidang Yang Terhormat.
berupa alat benda tumpul yang disebut “linggis” yang merupakan alat yang
langsung dipakai untuk melakukan pembunuhan dalam perkara aquo, tidak pernah
dapat dibuktikan Penuntut Umum dalam persidangan.
Karenanya, tuntutan Penuntut Umum yang mengajukan pidana mati terh adap
Terdakwa berdasarkan pembuktian yang lemah di persidangan sangatlah berlebihan, dan
sebenarnya sangat bertentangan dengan konstitusi Negara kita yang tertuan g dalam Pasal 28
huruf A UUD 1945 menyatakan: “setiap warga negara memiliki hak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Hak untuk hidup yang digariskan dalam Pasal 28 A dinyatakan sebagai bagian dari hak
mutlak setiap orang dan termasuk dalam kategori non- derogable rights yaitu hak yang tidak
dapat dikurangi dalam kondisi apapun seperti yang dirumuskan dalam Pasal 28 I ayat (1) “Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun.” Dengan pencantuman hak hidup dalam UUD 1945, maka
hak hidup sebagai hak absolut dan mutlak (non-derogable rights) menjadi hak konstitusional
karena statusnya yang lebih tinggi dalam hierarki norma hukum. Implikasi hukum lebih lanjut
dari konstitusionalitas hak hidup, maka segala kebijakan dan tindakan pemerintahan harus
tunduk kepada ketentuan mengenai h ak hidup. Pada saat yang bersamaan, tidak boleh ada lagi
kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-undang ataupun peraturan perundang-
undangan lainnya bertentangan dengan ketentuan hak hidup sebagai hak konsti tusional.
Sejalan dengan hal tersebut, produk hukum pertama mengenai jaminan hak hidup
sebagai bagian dari hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun diatur dalam Pasal 4
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan: “Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”
Akan tetapi hukuman apakah yang dapat dianggap setimpal atau sesuai?
Bagi saya pertanyaan moral yang sesungguhnya adalah, apakah hukuman mati berkeadilan
dan berguna? Jadi pertanyaan tidak hanya melulu bertumpu pada alasan hukum yang berlaku.
Hukum yang berlaku tidak memastikan adanya keadilan.
Banyak negara melalui kajian yang panjang menganggap hukuman mati adalah tindakan yang
biadab dan tidak berperikemanusiaan. Bukan saja saat dieksekusi menimbulkan sakit yang luar
biasa (apalagi ketika tidak segera mati). Membuat orang menunggu bertahun-tahun lamanya
untuk menantikan kepastian kematiannya menimbulkan siksaan batin yang luar biasa.
Sebagai negara yang memegang teguh prinsip Ketuhanan yang Maha Esa, apakah manusia
berhak mengambil nyawa orang lain secara kejam? Apakah manusia yang menentukan besar
kecilnya dosa seseorang? Apakah ada manusia yang tidak pernah membuat kesalahan?
Tuhan maha besar dan maha mengampuni, bukankah itu yang dibisikan orang tua kita sejak
kita di dalam kandungan? Cukup seseorang dipenjara hingga seumur hidup bila ia bersalah.
Tolak hukuman mati!”
Ahli hukum acara pidana Profesor Andi Hamzah dalam seminar “Menyelisik
Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia” yang
digelar ICJR di Jakarta Pusat pada tanggal 16 Januari 2019,menjelaskan penerapan
hukuman mati di Indonesia sebenarnya hanya layak diberlakukan pada perkara tindak
pidana kejahatan luar biasa. "Misalnya, terorisme [adalah kejahatan luar biasa] yang
bisa dilakukan hukuman mati.”
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2012 - 2017,
Roichatul Aswidah dalam seminar 'Hukuman Mati di Negara Demokrasi', di Kampus Unika
Atma Jaya, Jakarta, pada tanggal 17 Mei 2016, mengatakan :
Hukuman mati itu inkonstitusional. Menurut konstitusi, hak hidup merupakan salah
satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”
BAB II
FAKTA PERSIDANGAN DAN ANALISA FAKTA PERSIDANGAN.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sdr. Penuntut Umum Yang Kami Hormati
Dalam persidangan perkara aquo yang telah berlangsu ng sebanyak 16 (en am
belas) kali persidangan mulai dari pembacaan dakwaan hingga pembacaan tu ntu tan
Penuntut Umum, fakta-fakta yang terungkap ternyata sangat sederhana bahkan lemah
(kalau tidak bias dikatakan sumir) dari sisi pembuktiannya karena tidak cukup fakta
materil yang dapat mengungkap kejadian yang sebenarnya. Hanya karena adanya
Keterangan Terdakwa yang secara jujur mengakui perbuatannya, maka perkara aquo
dapat diungkap kebenarannya.
Adapun fakta persidangan yang dapat kami uraikan alam Nota Pembelaan ini
adalah sebagai berikut :
h. KETERANGAN SAKSI.
Dalam persidangan , Penuntut Umum telah mengajukan 5 (lima) orang saksi
yaitu : Saksi HILARIUS BRUNO SUMANCE, Saksi MANGARATUA SIDABUTAR, Saksi
DOGALAS NAINGGOLAN, Saksi IPTU ROY ROLANDO ANDAREK, s.TrK.,
Saksi AKP MUGIA YARRY JUNANDA, S.I.K., dan 1 (satu) keterangan saksi dibacakan
yaitu : Saksi JAMAL SEPTIANDA, sedangkan dari Penasehat Hukum telah mengajukan
Saksi meringankan yaitu : Saksi RENOL SAPUTRA DAMANIK dan Saksi BISGEL
SITUMORANG.
Kiranya dalam pembelaan ini, mengingat fakta keterangan saksi dan
keterangan Terdakwa telah dicatat dengan lengkap dan seksama oleh Sdr. Panitera
Pengganti, maka kami beranggapan tidak perlu kami ketengahkan kembali secara
terperinci dan tersendiri dalam Nota Pembelaan yang kami ajukan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari pengulangan yan g tidak efektif kecuali untuk penegasan, maka kami
mohon agar berita acara persidangan mengenai keterangan saksi-saksi yang telah
dicatat oleh Panitera Pengganti dapat dianggap menjadi bagian dari nota
pembelaan/pledoi ini dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dan untuk
penegasannya, maka kami dapat uraikan kesimpulan fakta- fakta yang terungkap dari
keterangan saksi-saksi tersebut sebagai berikut :
- Dari 5 (lima) orang saksi yang diajukan Penuntut Umum dipersidangan, hanya
3 (tiga) orang yang menjadi saksi fakta, yaitu : Saksi HILARIUS BRUNO
SUMANCE, Saksi MANGARATUA SIDABUTAR, Saksi DOGALAS
NAINGGOLAN, sedangkan 2 (dua) saksi lainnya adalah saksi verbalisan yan g
bertugas menangkap Terdakwa yaitu Saksi IPTU ROY ROLANDO ANDAREK,
s.TrK., dan Saksi AKP MUGIA YARRY JUNANDA, S.I.K.
- Dari keterangan 3 (tiga) orang saksi fakta tersebut terungkap fakta bahwa tidak
ada satu saksipun dari ketiga saksi yang mengenal dan pernah bertemu dengan
Terdakwa Harry Aris Sandigon dan juga tidak adasaksipun yang melihat
langsung kejadian pembunuhan terhadap korban yang bernama
j. SURAT.
Bahwa selain mengajukan saksi-saksi, Sdr. Penuntut Umum juga telah
mengajukan surat sebagai alat bukti dalam perkara ini yaitu:
- Visum et Repertum Nomor: R/363/SK.B/XI/2018/IKF tanggal 03Desember 2018
yang ditanda tangani oleh Tim Kedokteran Forensik dari Rumah Sakit
Bhayangkara TK.I.R. SAID SUKANTO Jakarta (sebagaimana terlampir dalam
berkas) telah melakukan pemeriksaan jenazah DAPERUM NAINGGOLAN dan
diperoleh kesimpulan ditemukan luka terbuka pada leher, terpotongya pembuluh
nadi leher, kerongkongan dan tenggorok akibat kekerasan tajam. Ditemukan
pula luka terbuka pada kepala, wajah, memar-memar pada wajah, luka-luka
lecet pada leher dan patah tulang mata kanan akibat kekerasan tumpul. Sebab
mati orang ini akibat kekerasan tajam pada leher yang memotong pembuluh
nadi utama leher sehingga menyebabkan pendarahan. Kekerasan tumpul pada
kepala memperburuk keadaan.
l. PETUNJUK.
Bahwa alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 KUHAP yang berbunyi :
1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
a. Keterangan Saksi;
b. Surat;
c. Keterangan Terdakwa.
3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan
tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan
pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati
nuraninya.
Bahwa dari ketentuan Pasal 188 KUHAP tersebut diatas, khususnya ayat (3)
yang secara eksplisit menyebut penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk
dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, maka
yang dapat menggunakan alat bukti petunjuk hanyalah Majelis Hakim yang mengadili
dan memeriksa perkara aquo.
Dlam surat tuntutannya yang menggunakan alat bukti petunjuk dalam menuntut
pidana mati terhadap Terdakwa, patut menurut hukum untuk ditolak karena
kewenangan menggunakan alat bukti petunjuk bukanlah pada tangan Penuntut
Umum.
Dan sejalan dengan hal tersebut, maka Penasehat Hukum juga tidak akan
menguraikan alat bukti petunjuk dalam nota pembelaan ini, namun sepenuhnya
menyerahkan kepada Majelis Hakim untuk menggunakannya, dengan harapan
digunakan dengan penuh kehati-hatian, dengan arif bijaksana serta harus lebih du lu
mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan
hati nuraninya.
m. KETERANGAN TERDAKWA.
Terdakwa dalam persidangan memberikan keterangan yang pada pokoknya:
- Bahwa benar Terdakwa ditangkap petugas Kepolisian yang berpakaian preman
pada hari Rabu tanggal 14 november 2018 sekira jam 22.00 wib, di Basecamp
Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat, ketika Terdakwa sedang tidur dan
selanjutnya Terdakwa di bawah ke Kantor Polda Mmetro Jaya;
- Bahwa benar Terdakwa yang melakukan pembunuhan terhadap korban
DAPERUM NAINGGOLAN, korban MAYA SOFYA AMBARITA, korban SARAH
MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan korban YEHEZKIEL ARYA PASKAH
NAINGGOLAN.
- Bahwa benar, Terdakwa adalah merupakan saudara sepupu korban MAYA
BORU AMBARITA.
- Bahwa pada tanggal 12 November 2018 sekira jam 14.00 wib, Terdakwa
disuruh datang ke rumah korban DAPERUM NAINGGOLAN dan MAYA SOFYA
AMBARITA yang beralamat di Jl. Bojong Nangka 2 RT 02/RW 07, Kel. Jati
Rahayu, Kec. Pondok Melati Kota Bekasi melalui pesan whatsapp oleh korban
MAYA SOFYA AMBARITA “ kamu datang sekarang besok kita mau belanja
ke Tanah Abang jam 7 pagi” lalu Terdakwa menjawab “Yaudah kak saya
kesana”, kemudian sekitar jam 21 Wib Terdakwa sampai di rumah korban dan
yang membukakan pintu adalah anak korban SARAH MARISA PUTRI
NAINGGOLAN, kemudian Terdakwa masuk ke dalam rumah lalu mengobrol
bersama DAPERUM NAINGGOLAN dan MAYA SOFYA AMBARITA di ruang
keluarga sambil nonton televisi, kemudian sekira jam
23.30 wib pada saat ngobrol Terdakwa mendengar kata-kata yang tidak enak
didengar diucapkan oleh korban DAPERUM NAINGGOLAN yaitu “ nginap atau
nggak kamu?
Kalau kamu nginap nanti gak enak sama abang kita Doglas”, kemudian korban MAYA
SOFYA AMBARITA berkata kepada Terdakwa “terserah mau
Nginap atau enggak, soalnya ini bukan rumah kita, kita cuma numpang disini” lalu
korban DAPERUM NAINGGOLAN berkata “udah tau kamu kalau nginap disini abang
saya tidak suka”, kemudian korban berkata kepada Terdakwa dalam bahasa Batak yang
artinya “kamu tidur dibelakang aja kayak sampah kamu”.
- Kemudian sekira jam 23.45 wib Terdakwa pergi ke dapur hendak minum dan
melihat sebuah linggis yang berada dibawah washtafel lalu mengambil l inggis
tersebut, kemudian Terdakwa kembali keruang keluarga dan melihat korban
DAPERUM NAINGGOLAN sedang dalam posisi tiduran sambil menonton
televisi diruang keluarga sedangkan korban MAYA SOFYA AMBARITA sedang
tidur berlawanan arah disebelahnya, kemudian Terdakwa secara spontan
memukul bagian kepala korban DAPERUM NAINGGOLAN dengan
menggunakan linggis sebanyak 1 kali sehingga membuat korban DAPERUM
NAINGGOLAN menggelepar, tiba-tiba korban MAYA SOFYA AMBARITA
terbangun dari tidur lalu terdakwa memukul kepala korban MAYA SOFYA
AMBARITA dengan linggis sebanyak 1 kali, namun karena kedua korban masih
sadar kemudian Terdakwa memu kul kembali kedua korban menggunakan
linggis sebanyak 2 kali, setelah itu keduanya pingsan.
- Karena mendengar suara gaduh kedua anak korban SARAH MARISA PUTRI
NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN keluar dari
kamar tidurnya dan menanyakan kepada Terdakwa “mama kenapa?” lalu
dijawab Terdakwa “mama sedang sakit, kamu masuk kamar saja” sambil
membawa keduanya masuk kamar sambil disuruh tidur kemudian Terdakwa
menutup wajah korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN menggunakan
selimut warna pink yang ada didalam kamar lalu mencekik leher korban dengan
menggunakan kedua tangannya hingga tidak bernafas lagi, setelah i tu
Terdakwa menghampiri dan menutup wajah korban YEHEZKIEL ARYA
PASKAH NAINGGOLAN dengan selimut warna pink itu juga lalu mencekik leher
korban dengan menggunakan kedua tanggannya sampai tidak bernafas.
- Setelah membunuh kedua anak korban Terdakwa kembali ke ruang televisi
kemudian menusuk leher korban DAPERUM NAINGGOLAN menggunakan
bagian linggis yang tajam sebanyak 3 kali sehingga mengeluarkan banyak
darah, selanjutnya Terdakwa juga menusuk leher korban MAYA SOFYA
AMBARITA juga menggunakan bagian linggis yang tajam sebanyak 3 kali,
kemudian setelah kedua korban tersebut bernyawa Terdakwa menutup wajah
kedua korban yang penuh darah dengan bantal.
- Setelah melaksanakan pembunuhan tersebut, kemudian Terdakwa duduk di
sofa ruang keluarga sambil merenungkan perbuatan yang telah Terdakwa
lakukan selama kurang lebih 1 (satu) jam. Kemudian Terdakwa beranjak ke
Ini (kurang lebih bisa dicocokkan dengan berita acara persidangan yang dibuat oleh
Panitera Pengganti).
Dalam persidangan ini, Terdakwa juga menyatakan dengan tegas telah
mencabut Keterangan Terdakwa yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Tersangka tanggal 31 Desember 2018, dengan alasan BAP tersebut dibuat penyidik
terhadap Terdakwa tanpa didampingi Penasehat Hukum.
Bahwa dari Keterangan Terdakwa yang termuat dalam Nota Pembelaan ini,
kurang lebih isinya hampir sama dengan Keterangan Terdakwa yang termuat dalam
surat Tuntutan Penuntut Umum, hanya terdapat perbedaan mencolok dalam
Keterangan Terdakwa mengenai urutan Terdakwa melakukan pembunuhan antara
yang Keterangan yang terdapat dalam Nota Pembelaan ini dengan Keterangan
Terdakwa yang termuat dalam surat tuntutan Penuntut Umum.
Keterangan Terdakwa mengenai urutan Terdakwa melakukan pembunuhan
yang termuat dalam Nota Pembelaan ini adalah keterangan Terdakwa yang
diterangkan Terdakwa dalam persidangan hari Senin tanggal 29 April 2019, yang
menjawab pertanyaan yan g diajukan Penuntut Umum maupun Majelis Hakim (mohon
periksa berita acara sidang hari Senin tanggal 29 April 2019), sedangkan keterangan
Terdakwa mengenai urutan Terdakwa melakukan pembunuhan yang diuraikan
Penuntut Umum dalam surat tuntutannya dalam bagian Keterangan Terdakwa butir 4,
5 dan 6 ternyata hanya mengutip Keterangan Tersangka yang termuat dalam BAP
Tersangka pada hari Kamis tanggal 15 Nopember 2018.
Bahwa keterangan Terdakwamengenai urutan Terdakwa melakukan
pembunuhan yang diuraikan Penuntut Umum dalam surat tuntutannya dalam bagian
Keterangan Terdakwa butir 4, 5 dan 6 yang hanya mengutip Keterangan Tersangka
yang termuat dalam BAP Tersangka pada hari Kamis tanggal 15 Nopember 2018, telah
melanggar ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, oleh karenanya Keterangan Terdakwa
tersebut sudah sepatutnya untuk ditolak.
Bahwa dari keterangan Terdakwa yang disampaikan pada persidangan hari
Senin tanggal 29 April 2019, terungkap fakta materil bahwa Terdakwa secara jujur dan
terus terang dan dengan rasa menyesal telah melakukan pembunuhan terhadap
saudara sepupu dan keponakannya yaitu korban DAPERUM NAINGGOLAN, korban
MAYA SOFYA AMBARITA, korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan korban
YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN.
Bahwa dari keterangan Terdakwa yang disampaikan pada persidangan hari
Senin tanggal 29 April 2019 tersebut juga terungkap fakta materil, bahwa Terdakwa
melakukan pembunuhan kepada keempat korban adalah dalam keadaan seketika dan
berturut-turut tanpa jeda waktu, dan niat Terdakwa membunuh timbul seketika ketika
melihat linggis dibawah washtafel, akibat perasaan marah dari Terdakwa karena
sudah diejek dan dihina korban DAPERUM NAINGGOLAN dengan
Kamu tidur di belakang aja kayak sampah kamu”dan korban DAPERUM NAINGGOLAN juga turut
menghina orang Tua Terdakwa.
Bahwa dari keterangan Terdakwa tersebut diatas juga terungkap fakta materil
Terdakwa telah mengambil barang milik korban DAPERUM NAINGGOLAN berupa
uang sebesar Rp. 2.000.000,-, (dua juta rupiah), 4 (empat) buah handphone dan
membawa serta mobilNissan X-trail warna silver No. Pol. B 1075 UOG, namun semua
pengambilan barang-barang tersebut dilakukan Terdakwa hanya untuk
menghilangkan barang bukti dan dapat melarikan diri.
Bahwa adanya pengakuan secara jujur dan terus terang dari Terdakwa telah
melakukan pembunuhan kepada korban DAPERUM NAINGGOLAN, korban MAYA
SOFYA AMBARITA, korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan korban
YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN, dan pengakuan jujur telah mengambil
barang milik korban DAPERUM NAINGGOLAN guna dapat melarikan diri dan
menghilangkan barang bukti, tidaklah cukup untuk membuktikan Terdakwa telah
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya sesuai ketentuan Pasal
189 ayat (4) KUHAP, melainkan pengakuan jujur Terdakwa tersebut masih harus
disertai alat bukti lainnya untuk cukup membuktikan Terdakwa bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan, dan untuk pembuktiannya Penasehat Hukum
menyerahkan sepenuhnya kepada pertimbangan Majelis Hakim yang Mulia.
BAB III
ANALISA YURIDIS
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sdr. Penuntut Umum Yang Kami Hormati,
Serta Sidang Yang Terhormat.
Setelah kami menguraikan fakta-fakta persidangan serta analisa fakta
persidangan tersebut diatas, maka sekarang tibalah saatnya kami menguraikan analisa
yuridis terhadap seluruh fakta persidangan.
Bahwa dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa HARRY ARIS SANDIGON
alias HARRIS alias ARI dilakukan Penuntut Umum seolah -olah den gan menebar jala
seluas-luasnya, sehingga dakwaannya pun dibuat dalam bentuk dakwaan Kumulatif
Alternatif sesuai Surat Dakwaan Nomor: PDM-45/II/Bkasi/02/2019 tanggal 04 Maret
2019 sebagai berikut :
PRIMER: Kesatu : Pasal 340 KUHPidana.
Kedua : Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.
SUBSIDAIR: Kesatu : Pasal 338 KUHPidana.
Kedua : Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.
LEBIH SUBSIDAIR : Pasal 365 ayat (3) KUHPidana.
Dalam surat tuntutannya, Penuntut Umum dengan percaya diri yang tinggi
telah menyatakan seluruh unsur-unsur pidana dalam Dakwaan Primer telah
terbukti secara sah meyakinkan bahwa Terdakwa telah melakukan tindak pidana
“pembunuhan berencana” dan “pencurian dengan pemberatan”sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 340 KUHPidana dan Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana.
Bahwa klaim Penuntut Umum dalam surat tuntutannya tersebut sah -sah saja
seandainya Penuntut Umum menguraikan pembuktian unsur yang dilakukannya sesuai
fakta persidangan yang sesungguhnya serta mengikuti aturan hukum yang berlaku,
namun dalam kenyataannya uraian pembuktian unsur yang dilakukan Penuntut umum
dalam surat tuntutannya justru tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan
serta melakukan pelanggaran terhadap aturan hukum yang berlaku, khususnya Pasal
185 ayat (1), 188 dan 189 ayat (1) KUHAP.
Kesalahan Penuntut Umum dalam menguraikan pembuktian unsur Pasal 340
KUHPidana khususnya unsur Ad.2 Unsur “dengan sengaja dan dengan direncanakan
terlebih dahulu” yang terdapat pada halaman 21 dan 22 surat tuntutan Penuntut Umum.
Dan poin paling penting yang mendahului kesalahan pembuktian unsur yan g dilakukan
oleh Penuntut Umum adalah uraian pada aliena terakhir halaman 21 sampai halaman
22 yang menguraikan sebagai berikut :
“Merujuk pada pendapat ahli hukum/doctrinal dan yurisprudensi tersebut diatas,
apabila dihubungkan dengan hasil pemeriksaan di depan persidangan melalui keterangan Saksi
HILARIUS BRUNO SUMANCE,
S.I.K., Saksi JAMAL SEPTIANDA yang telah bersesuaian dengan keterangan terdakwa; maka
telah diperoleh adanya fakta hukum bahwa ketika terdakwa datang ke rumah korban
DAPERUM NAINGGOLAN kemudian mendengar kata-kata dengan bahasa Batak yang artinya
“Kamu tidur dibelakang aja kayak sampah kamu” yang menjadikan terdakwa marah serta
emosi, selanjutnya beberapa menit kemudian terdakwa pergi ke dapur sambil terus menatap
korban DAPERUM NAINGGOLAN lalu pada saat di dapur melihat sebuah linggis yang kemudian
digunakan untuk memukul serta menusuk korbanDAPERUM NAINGGOLAN dan MAYA BORU
AMBARITA. Begitu pula pada saat korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN dan korban
YEHEZEKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN keluar dari kamar karena mendengar suara gaduh,
Terdakwa menyuruh keduanya masuk ke kamar lalu kembali Terdakwa pergi keruang tamu
memikirkan apa yang telah dilakukannya, karena terdakwa merasa takut perbuatannya telah
diketahui oleh korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN danYEHEZEKIEL ARYA PASKAH
NAINGGOLAN kemudian
menghabisi pula nyawa keduanya. Dari fakta-fakta tersebut maka dapat disimpulkan adanya
jeda waktu berpikir bagi terdakwa untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan perbuatannya.”
uraian tersebut diatas adalah uraian urutan pembunuhan yang dilakukan Terdakwa
yang diperoleh Penuntut Umum dari Keterangan Terdakwa dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) Tersangka yang dibuat oleh Penyidik, padahal dalam Keterangan
Terdakwa yang yang diterangkan Terdakwa dalam persidangan hari Senin tanggal 29
April 2019 pada saat sidang pemeriksaan Terdakwa, Terdakwa telah menerangkan
uraian kejadian saat terjadinya pembunuhan adalah sebagai berikut :
- Kemudian sekira jam 23.45 wib Terdakwa pergi ke dapur hendak minum dan
melihat sebuah linggis yang berada dibawah washtafel lalu mengambil l inggis
tersebut, kemudian Terdakwa kembali keruang keluarga dan melihat korban
DAPERUM NAINGGOLAN sedang dalam posisi tiduran sambil menonton
televisi diruang keluarga sedangkan korban MAYA SOFYA AMBARITA sedang
tidur berlawanan arah disebelahnya, kemudian Terdakwa secara spontan
memukul bagian kepala korban DAPERUM NAINGGOLAN dengan
menggunakan linggis sebanyak 1 kali sehingga membuat korban DAPERUM
NAINGGOLAN menggelepar, tiba-tiba korban MAYA SOFYA AMBARITA
terbangun dari tidur lalu terdakwa memukul kepala korban MAYA SOFYA
AMBARITA dengan linggis sebanyak 1 kali, namun karena kedua korban masih
sadar kemudian Terdakwa memukul kembali kedua korban menggunakan
linggis sebanyak 2 kali, setelah itu keduanya pingsan.
- Karena mendengar suara gaduh kedua anak korban SARAH MARISA PUTRI
NAINGGOLAN dan YEHEZKIEL ARYA PASKAH NAINGGOLAN keluar dari
kamar tidurnya dan menanyakan kepada Terdakwa “mama kenapa?” lalu
dijawab Terdakwa “mama sedang sakit, kamu masuk kamar saja” sambil
membawa keduanya masuk kamar sambil disuruh tidur kemudian Terdakwa
menutup wajah korban SARAH MARISA PUTRI NAINGGOLAN menggunakan
selimut warna pink yang ada didalam kamar lalu mencekik leher korban dengan
menggunakan kedua tangannya hingga tidak bernafas lagi, setelah i tu
Terdakwa menghampiri dan menutup wajah korban YEHEZKIEL ARYA
PASKAH NAINGGOLAN dengan selimut warna pink itu juga lalu mencekik leher
korban dengan menggunakan kedua tanggannya sampai tidak bernafas.
- Setelah membunuh kedua anak korban Terdakwa kembali ke ruang televisi
kemudian menusuk leher korban DAPERUM NAINGGOLAN menggunakan
bagian linggis yang tajam sebanyak 3 kali sehingga mengeluarkan banyak
darah, selanjutnya Terdakwa juga menusuk leher korban MAYA SOFYA
AMBARITA juga menggunakan bagian linggis yang tajam sebanyak 3 kali,
kemudian setelah kedua korban tersebut bernyawa Terdakwa menutup wajah
kedua korban yang penuh darah dengan bantal.
BAB IV
PENUTUP DAN PERMOHONAN
Majelis Hakim Yang Mulia,
Kami Penasehat Hukum Terdakwa sangat paham dan mengerti, Putusan atas
perbuatan Terdakwa yang telah mengakui melakukan perbuatan Tindak Pidana
Atau,
SUBSIDAIR :Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil- adilnya (ex
aequo et bono).
Demikian Nota Pembelaan/Pledoi ini Kami sampaikan, dan atas perkenan yang
Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini Kami haturkan terima kasih.