Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam

dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan

atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan

sambungan yang kontinu (Sonawan, 2004).

Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah

ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang

dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat

dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa

batang logam dengan menggunakan energi panas (Wiryosumarto dan

Okumura, 2000).

Parameter arus pengelasan berdasarkan Kobelco Welding Handbook

untuk pengelasan FCAW dengan elektroda AWS A5.20 E71T-1C diameter

1,2 mm akan melebur berada pada range 120~300 ampere, sehingga

disesuaikan dengan spesifikasi inventer yaitu pada pengaturan dial 4 (130A),

5 (160A) dan 6 (190A). Pengaturan besar kuat arus pengelasan akan sangat

mempengaruhi hasil pengelasan. Bila arus yang digunakan terlalu rendah

akan menyebabkan sukarnya busur listrik untuk mulai menyala dan busur

listrik yang terjadi menjadi tidak stabil. Dan panas yang terjadi tidak cukup

untuk melelehkan elektroda dan juga bahan dasar las, sehingga hasil alur las

yang nampak kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam.

Sebaliknya, bila arus terlalu besar maka elektroda akan meleleh terlalu cepat

6
7

dan akan menghasilkan permukaan las yang terlalu lebar dari yang

diharapkan dan penembusan yang terlalu dalam sehingga mengakibatkan

kekuatan tarik yang rendah dan bahan dasar las menjadi semakin rapuh

(Arifin, 1997).

Kekuatan hasil lasan dipengaruhi oleh tegangan busur, besar arus,

kecepatan pengelasan, dan polaritas listrik (Suharto, 1991). Penentuan

besarnya arus dalam penyambungan logam menggunakan las busur

mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan bahan las (Donnelley, 2004). Dalam

hasil penelitiannya, Raharjo dan Rubijanto (2012), menyebutkan bahwa

kekerasan sambungan las tertinggi di daerah HAZ karena ukuran butir daerah

ini sangat halus dan kecil. Dari variasi arus pengelasan yang memiliki

kekerasan tertinggi pada arus 130 Amper yaitu 67 HRA, disebabkan memiliki

temperatur sangat tinggi dan sambungan terdiffusi secara sempurna.

Sedangkan untuk kekuatan tarik juga dimiliki oleh arus 130 Amper yaitu

668,2 Mpa. Untuk sambungan terlebur dengan baik dan api las lebih stabil

dan sambungan yang banyak mengalami kecacatan pada arus terkecil, karena

arus rendah tidak mampu melebur kawat elektroda yang besar dan logam

induk yang tebal menjadikan banyak cacat pada permukaan logam,

sedangkan pada bagian dalam sambungan las tidak mampu mencairkan dua

logam induk maka difusi sedikit.

Pengaruh kuat arus pengelasan terhadap kekerasan dan kekuatan tarik,

Mohruni (2013) menyebutkan bahwa, besar kuat arus listrik mempengaruhi

kekerasan, tegangan tarik dan susunan struktur mikro dari setiap spesimen.

Hal ini disebabkan bila arus listrik yang diberikan semakin besar, maka
8

masukan panas (Heat Input) yang diberikan pada spesimen akan semakin

besar. Heat input dinotasikan pada persamaan 2.1 sebagai berikut.

H= ...............(2.1)

Dimana:
H = Heat Input (kJ/mm)
E = Voltase (V)
I = Kuat Arus (Ampere)
S = Kecepatan Pengelasan (mm/s).
Pada arus listrik rendah, nilai kekerasan dari spesimen akan cenderung

semakin tinggi dan berbanding terbalik jika arus listrik yang digunakan pada

pengelasan semakin besar. Begitu juga dengan tegangan tarik dari setiap

spesimen. Pada arus listrik rendah, nilai kekerasan dari spesimen akan

cenderung semakin tinggi dan berbanding terbalik jika arus listrik yang

digunakan pada pengelasan semakin besar. Begitu juga dengan tegangan tarik

dari setiap spesimen.

Arus pengelasan juga berpengaruh terhadap distorsi. Sebagaimana

penelitian yang dilakukan oleh Broto dan Suparjo (2013) yang menyimpulkan

bahwa semakin tinggi arus pengelasan yang digunakan dapat menurunkan

terjadinya distorsi arah transversal pada pengelasan pelat datar menggunakan

las GMAW. Sedangkan dari Huda (2013), dalam pengelasan SMAW

terhadap sambungan Butt-Join baja AISI 4140 mendapatkan kesimpulan

bahwa variasi arus yang besar cenderung menimbulkan distorsi sudut yang

besar. Pada variasi arus 120 Amper memiliki nilai distorsi yang lebih besar

dibandingkan nilai distorsi sudut pada variasi arus 110 Amper dan 100

Amper.
9

Pengelasan dengan menggunakan las FCAW dengan bahan baja A36

yang telah dilakukan oleh Subeki (2016), dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa hasil pengukuran distorsi pada pengelasan tanpa pemanasan awal

terjadi dengan bentuk kurva longitudinal dan transversal dengan distorsi

maksimum 10,56 mm dan distorsi transversal sebesar 5,8 mm. Hasil ini

menunjukkan bahwa proses pendinginan pasca pengelasan sangat

mempengaruhi bentuk distorsi. Sedangkan dengan menambahkan suhu

preheat 200°C, jumlah distorsi longitudinal sebesar 2 mm dan transversal 3,2

mm. Hasil ini menunjukkan bahwa proses pemanasan awal sekitar daerah las

sangat mempengaruhi bentuk distorsi.

2.2 Jenis-jenis Pengelasan

Secara proses, pengelasan dapat di bedakan atas beberapa macam antara

lain sebagai berikut.

A. Pengelasan Shield Metal Arc Welding (SMAW)

Shield Metal Arc Welding (SMAW) merupakan suatu teknik pengelasan

dengan menggunakan arus listrik yang Membentuk busur arus dan

elektroda berselaput. Di dalam pengelasan SMAW ini terjadi gas

pelindung ketika elektroda terselaput itu mencair, sehingga dalam proses

ini tidak diperlukan tekanan (pressure) gas inert untuk menghilangkan

pengaruh oksigen atau udara yang dapat menyebabkan korosi atau

gelembung-gelembung di dalam hasil pengelasan. Proses pengelasan

terjadi karena adanya hambatan arus listrik yang mengalir diantara

elektroda dan bahan las yang menimbulkan panas mencapai 3000o C,

sehingga membuat elektroda dan bahan yang akan dilas mencair (Katalog
10

Dalam Terbitan, Teknik Las SMAW, Edisi Pertama 2013, Kementrian

Pendidikan & Kebudayaan).

Keuntungan pengelasan SMAW adalah proses las busur paling sederhana

dan paling serba guna. Karena sederhana dan mudah dalam mengangkut

peralatan dan perlengkapannya, membuat proses SMAW ini mempunyai

aplikasi luas. SMAW bisa dilakukan pada berbagai posisi atau lokasi yang

bisa dijangkau dengan sebatang elektroda. Sambungan- sambungan pada

daerah dimana pandangan mata terbatas masih bisa di las dengan cara

membengkokkan elektroda. Proses SMAW digunakan untuk mengelas

berbagai macam logam ferrous non ferrous, termasukbaja karbon dan baja

paduan rendah, stainless stell, paduan-paduan nikel, cast iron, dan

beberapa paduan tembaga.

Kelemahan SMAW, meskipun SMAW adalah proses pengelasan dengan

daya guna tinggi, proses ini mempunyai beberapa karakteristik dimana laju

pengisisiannya lebih rendah disbanding pengelasan semi-otomatis atau

otomatis lainnya. Panjang elektoroda tetap dan pengelasan mesti

dihentikan stelag sebatang elektorda terbakar habis. Puntung elektroda

yang tersisa terbuang, dan waktu juga terbuang untuk mengganti elektroda.

Slag atau terak yang terbentuk harus dihilangkan dari lapisan las sebelum

lapisan berikutnya. Langkah- langkah ini mengurangi efisiensi pengelasan

hingga sekitar 50%. Dalam gambar 2.1 dapat dilihat dengan jelas bahwa

busur listrik terbentuk diantara logam induk dan ujung elektroda.


11

Gambar 2.1 Busur Listrik SMAW (Sonawan, 2002)

B. Pengelasan Submerged Arc Welding (SAW)

Las busur rendam Submerged Arc Welding (SAW) adalah suatu cara

mengelas dimana logam cair ditutup dengan fluks yang diatur melalui

suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal

diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya

terendam dalam fluks seperti terlihat dalam Gambar 2.2 karena prinsip ini

maka cara ini dinamakan las busur rendam (Wiryosumarto dan Okumura,

2000).

Gambar 2.2 Skema Las SAW (Wiryosumarto, 2000)

Karena dalam pengelasan ini busur listriknya tidak kelihatan, maka

sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping itu

karena mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar


12

untuk memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya.

Karena kedua hal tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara

otomatis penuh. Mesin las otomatik pelaksanaannya bermacam-macam,

salah satu diantaranya ditunjukkan dalam Gambar 2.3. Pada jenis ini

kepala las dibawa oleh kereta yang berjalan melalui rel penuntun

sepanjang garis las. Fluks yang diperlukan diumpankan melalui pipa

penyalur dari penampung fluks yang juga terletak di atas kereta. Biasanya

mesin las ini melayani satu elektroda saja, tetapi untuk memperbaiki

efisiensi pengelasan kadang-kadang satu mesin melayani dua atau tiga

elektroda (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

Gambar 2.3 Skema Mesin Las SAW (Wiryosumarto, 2000)

C. Pengelasan Gas Metal Arc Welding (GMAW)

Pada proses GMAW (Gas Metal Arc Welding), elektrodanya adalah kawat

menerus dari 1 (satu) gulungan yang disalurkan melalui pemegang

elektroda (alat yang berbentuk pistol seperti pada Gambar 2.4).

Perlindungan dihasilkan seluruhnya dari gas atau campuran gas yang

diberikan dari luar (Fuadi, 2015).


13

Gambar 2.4 Skema Output Elektroda Las GMAW

Mula-mula metode ini dipakai hanya dengan perlindungan gas mulia

(tidak reaktif) sehingga disebut MIG (Metal Inert Gas/gas logam mulia).

Gas yang reaktif biasanya tidak praktis, kecuali CO2 (karbon dioksida).

Gas CO2, baik CO2 saja atau dalam campuran dengan gas mulia, banyak

digunakan dalam pengelasan baja (Fuadi, 2015).

Argon sebenarnya dapat digunakan sebagai gas pelindung untuk

pengelasan semua logam, namun, gas ini tidak dianjurkan untuk baja

karena mahal serta kenyataan bahwa gas pelindung dan campuran gas lain

dapat digunakan. Untuk pengelasan baja karbon dan beberapa baja paduan

rendah baik (1) 75% argon dan 25% CO, ataupun (2) 100% CO2 lebih

dianjurkan. Untuk baja paduan rendah yang keliatannya (toughness),

disarankan pemakaian campuran dari 60-70% helium, 25-30% argon, dan

4-5% C02 (Fuadi, 2015).

Selain melindungi logam yang meleleh dari atmosfir, gas pelindung

mempunyai fungsi sebagai berikut.

1) Mengontrol karakteristik busur nyala dan pernindahan logam.

2) Mempengaruhi penetrasi, lebar peleburan, dan bentuk daerah las.

3) Mempengaruhi kecepatan pengelasan.

4) Mengontrol peleburan berlebihan (undercutting).


14

Pencampuran gas mulia dan gas reaktif membuat busur nyala lebih stabil

dan kotoran selama pemindahan logam lebih sedikit. Pemakaian CO2 saja

untuk pengelasan baja merupakan prosedur termurah karena rendahnya

biaya untuk gas pelindung, tingginya kecepatan pengelasan, lebih baiknya

penetrasi sambungan, dan baiknya sifat mekanis timbunan las. Satu-

satunya kerugian ialah pernakaian CO2 menimbulkan kekasaran dan

kotoran yang banyak (Fuadi, 2015).

D. Pengelasan Flux Cored Arc Welding (FCAW)

Pengelasan FCAW adalah Las busur listrik yang kawat lasnya terdapat

fluk (pelindung inti tengah). Las FCAW adalah kombinasi antara proses

pengelasan GMAW, SMAW dan SAW. Dalam pengelasan FCAW ini

sumber energi menggunakan arus listrik DC atau AC yang diambil dari

pembangkit listrik atau melalui trafo dan atau rectifier.

Gambar 2.5 Skema Las FCAW (Wiryosumarto, 2000)

Pengelasan FCAW merupakan salah satu jenis las listrik yang proses

kerjanya memasok filler elektroda atau kawat las secara mekanis terus

menerus ke dalam busur listrik. Kawat las atau Elektroda yang digunakan

untuk pengelasan FCAW terbuat dari logam tipis yang digulung


15

cylindrical kemudian dalamnya di isi dengan flux yang sesuai dengan

kegunaannya. Proses Pengelasan FCAW ini sebenarnya sama dengan

pengelasan GMAW, namun membedakan adalah kawat las atau

elektrodanya yang berbentuk tubular yang berisi fluks sedangkan GMAW

berbentuk solid.

Berdasarkan metode pelindung, Pengelasan FCAW dapat dibedakan

menjadi 2, yaitu:

1) Self shielding FCAW (pelindungan sendiri), yaitu merupakan proses

melindungi logam las yang mencair dengan menggunakan gas dari hasil

penguapan atau reaksi dari inti fluks.

2) Gas shielding FCAW (perlindungan gas) adalah perlindungan dengan

dual gas, yaitu melindungi logam las yang mencair dengan

menggunakan gas sendiri juga ditambah gas pelindung yang berasal

dari luar sistem.

Dua metode di atas sama-sama menghasilkan terak las yang berasal dari

flux dalam kawat las yang berfungsi untuk melindungi logam las saat

proses pembekuan. Namun, perbedaan metode di atas terletak pada

tambahan sistem pemasok gas dan welding torch yang digunakan.

Pengelasan FCAW berdasarkan cara pengoperasiannya dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1) Otomatis (machine automatic).

2) Semi otomatis (semi automatic).

Sifat-sifat utama (Principal features) yang dimiliki FCAW dalam proses

pengelasan:
16

1) FCAW mempunyai sifat metalurgy las yang bisa dikontrol dengan

pemilihan fluks.

2) Las FCAW mempunyai produktivitas yang tinggi, karena dapat

pasokan elektroda las yang kontinu.

3) Saat pembentukan manik atau rigi-rigi las yang cair dapat dilindungi

oleh slag yang tebal.

Pengelasan FCAW umumnya menggunakan gas CO2 atau campuran CO2

dengan Argon sebagai gas pelindung. Tetapi untuk menghindari logam las

terkontaminasi udara luar atau menghindari porosity maka harus dilakukan

pemilihan fluks yang mempunyai sifat pengikat oxygen atau deoxydizer.

Aplikasi atau penggunaan utama pengelasan FCAW adalah sebagai

berikut.

1) Baja karbon (carbon steel).

2) Pengerasan & pelapisan permukaan (Steel hard facing and cladding).

3) Baja tahan karat (Stainless steel).

4) Besi tuang (Cast Iron).

5) Baja karbon Alloy rendah (Low alloy carbon steel).

6) Las titik baja tipis (Sheet steel spot welding) (Jones, 2015).

Karakteristik mesin las FCAW berdasarkan arusnya dibedakan menjadi

tiga macam, yaitu mesin las arus searah atau Direct Current (DC), mesin

las arus bolak- balik atau Alternating Current (AC) dan mesin las arus

ganda yang merupakan mesin las yang dapat digunakan untuk pengelasan

dengan arus searah (DC) dan pengelasan dengan arus bolak-balik (AC).
17

Mesin las arus DC dapat digunakan dengan dua cara yaitu polaritas lurus

dan polaritas terbalik. Mesin las DC polaritas lurus (DC-) digunakan bila

titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas besar, untuk pemegang

elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif dan logam induk

dihubungkan dengan kutub positif, sedangkan untuk mesin las DC

polaritas terbalik (DC+) digunakan bila titik cair bahan induk rendah dan

kapasitas kecil, untuk pemegang fillernya dihubungkan dengan kutub

positif dan logam induk dihubungkan dengan kutub negatif. Pilihan ketika

menggunakan DC polaritas negatif atau positif adalah terutama ditentukan

elektroda yang digunakan. Beberapa filler FCAW didesain untuk

digunakan hanya DC- atau DC+. Filler lain dapat menggunakan keduanya

DC- dan DC+ (Jones, 2015).

Kelebihanya Proses FCAW-G yaitu penetrasinya lebih dalam dan laju

pengisian lebih tinggi dibandingkan dengan proses SMAW. Dengan

demikian proses las ini menjadi lebih ekonomis pada pekerjaan di bengkel-

bengkel las. Unsur-unsur paduan bisa ditambahkan pada inti flux untuk

membuat jenis komposisi menjadi lebih banyak, termasuk beberapa logam

paduan rendah dan stainless steel. Flux memberikan perlindungan bagus

pada kawah las dengan membentuk selubung gas pelindung dan lapisan

slag. Meskipun demikian, proses ini tidak mentolerir tiupan angin lebih

dari 5 mph tanpa porosity berlebihan. FCAW-G cocok untuk pengelasan

semua posisi tanpa menimbulkan masalah lack of fusion seperti yang

terdapat pada GMAW hubungan singkat.


18

Kekurangan Proses FCAW-G menghasilkan lebih banyak asap dari pada

kawat solid GMAW. Kawat FCAW-SS bahkan menimbulkan lebih banyak

asap, sehingga pada pekerjaan di bengkel-bengkel las dibutuhkan ventilasi

yang memadai dan kadang-kadang memerlukan alat khusus pembuang

asap di daerah welding gun. Tingkat asap pada FCAW-SS stainless steel

atau pada kawat-kawat FCAW-G hampir sama dengan elektroda stick, dan

lebih kecil dari pada kawat carbon steel berpelindung diri (self-shielded

wires). Pengelasan yang dilakukan dengan kawat FCAW-SS perlu kontrol

yang ketat terhadap tebal dan lebar bead dan elektrode stickout guna

mendapatkan sifat-sifat ketangguhan yang tinggi (Jones, 2015).

2.3 Baja Karbon

Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si,

Mn, P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon,

karena itu baja ini dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya. Baja karbon

rendah adalah baja dengan kadar karbon kurang dari 0.30%, baja karbon

sedang mengandung 0.30 sampai 0.45% karbon dan baja karbon tinggi berisi

karbon antara 0.45 sampai 1.70% (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

Bila kadar karbon naik, kekuatan dan kekerasannya juga bertambah

tinggi tetapi perpanjangannya menurun (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

Klasifikasi dari baja karbon dapat dilihat dalam Tabel 2.1.


19

Tabel 2.1 Klasifikasi Baja Karbon

Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Wiryosumarto dan Okumura, 2000.

2.4 Baja Karbon Rendah A36

Beberapa orang masih beranggapan bahwa SS400/JIS G3101/ASTM

A36 adalah baja sejenis “Stainless Steel” (baja tahan karat) karena diawali

dengan huruf SS. Pada kesempatan ini, diterangkan bahwa SS400 bukanlah

baja stainless steel, SS disini berarti “Structural Steel” alias baja konstruksi.

Berbeda dengan penamaan pada SS304, SS316, SS410, dan sebagainya. Pada

SS304, SS316, SS410, dan sebagainya, disini memang jenis baja stainless

steel dari standard ASTM (American Society for Testing Materials). Adapun

stainless steel standard JIS (Japanese Industrial Standard) mereka memberi

kode dengan awalan SUS (Steel Use Stainless) misalnya SUS304, SUS316,

SUS410, dan seterusnya. Pada kasus SS400, SS disini bukanlah kepanjangan

dari ”stainless steel“ tapi “Struktural Steel”.

SS400/JIS G3101/ASTM A36 adalah baja umum (Mild Steel) dimana

komposisi kimianya hanya karbon (C), Manganese (Mn), Silikon (Si), Sulfur

(S) dan Posfor (P) yang dipakai untuk aplikasi struktur atau konstruksi umum
21

2.5 Distorsi

Distorsi adalah terjadinya perubahan bentuk atau penyimpangan

bentuk oleh panas, termasuk akibat dari proses pengelasan. Terjadinya

pemuaian benda kerja mengakibatkan melengkung atau tertarik bagian-bagian

benda kerja disekitar daerah pengelasan. Semua logam akan mengalami

pengembangan jika terkena panas, terjadi penyusutan jika mengalami

pendinginan, kejadian tersebut merupakan sifat dari logam itu sendiri.

Seorang operator las harus memiliki kemampuan bagaimana suatu proses

pengelasan dapat menghasilkan bentuk sambungan sesuai rencana uang

dikehendaki dengan melakukan pengendalian terhadap pemuaian dan

penyusutan yang berlebihan.

Penyebab utama distorsi yang sering terjadi pada pengelasan logam

maupun pengelasan industri adalah sebagai berikut.

a) Tegangan Sisa

Tegangan sisa adalah seluruh bahan logam yang digunakan dalam industri

misalnya batangan, lembaran atau yang lain yang diproduksi dengan

proses menahan tegangan di dalam bahan. Tegangan sisa ini tidak selalu

menimbulkan masalah, namun jika bahan kerja menerima panas akibat

pengelasan atau pemotongan dengan panas, maka tegangan sisa akan

menghilang secara tidak merata dan akan terjadi distorsi.

b) Pengelasan atau Pemotongan dengan Panas

Ketika melakukan proses mengelas atau memotong menggunakan api,

sumber panas dari nyala busur akan mengakibatkan pertambahan panjang

dan penyusutan tidak merata dan distorsi.


22

Jenis distorsi secara garis besar terdiri dari tiga jenis, yaitu sebagai

berikut.

1) Distorsi Arah Melintang (Transversal)

Distorsi arah melintang adalah jika mengelas salah satu ujung, dan sisi

yang lain akan bertambah panjang akibat pemuaian. Kemidian saat

pendinginan, sisi logam akan saling mnarik satu sama lain.

2) Distorsi Arah Memanjang (Longitudinal)

Distorsi arah memanjang apabila hasil las berkontraksi dan kemudian

memendek sepanjang garis pengelasan setelah pendinginan.

Gambar 2.6 : Distorsi Arah Memanjang (Edzona, 2013)

3) Distorsi Menyudut (Angular)

Distorsi menyudut jika sudut dari benda yang dilas berubah akibat

kontraksi lebih besar pada permukaan pengelasan karena jumlah hasil

pengelasan yang lebih banyak.

Gambar 2.7 : Distorsi Menyudut (Edzona, 2013)


23

Pengukuran distorsi dilakukan dengan metode fixed point

menggunakan alat dial indicator, dengan tingkat akurasi ketelitian sebesar

0,01 mm sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8 Pengukuran Distorsi dengan Dial Indicator


2.6 Pengujian Sifat Mekanik
Pengujian sifat mekanik dapat dilakukan dengan beberapa cara antara

lain sebagai berikut:

A. Uji Kekerasan

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik dari suatu material

kekerasan suatu material merupakan ketahanan material terhadap gaya

enekanan atau deformasi dari material lain yang lebih keras yang menjadi

prinsip dalam suatu uji kekerasan adallah terletak pada permukaan

material pada saat permuakaan material tersebut di beri perlakuan

penekanan sesuai dengan parameter (diameter, beban, dan waktu).

Berdasarkan mekanisme penekanan yang dilakukan pada saat proses

pengujian, salah satu uji kekerasan yaitu dengan metode Vikers (HV /

VHN). Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan

kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap

indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri


24

berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar beban yang dikenakan

juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu

antara 1 sampai 1000 gram angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan

sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan

bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan

dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan

dengan metode vikers yaitu :

.........(2.2)

Dimana,

VHN = Angka kekerasan Vickers

P = beban yang digunakan (kg)

d = panjang diagonal rata- rataa (mm)

Ɵ = sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 1360

Mikrohardness test atau sering disebut dengan knoop hardness testing

merupakan pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai

kekerasannya rendah. Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material

yang getas seperti keramik.

.........(2.3)

Dimana,

VHN = Angka kekerasan Knoop


P = Beban (kgf)
L = Panjang dari indentor (mm)
C = Konstanta Indentor
25

Setelah kita mengetahui macam-macam pengujian untuk uji kekerasan

maka kita harus memikirkan apa yang harus kita ketahui untuk

menentukan metode uji kekerasan yang digunakan, untuk itu kita harus

memperhatikan hal-hal semacam permukaan material, jenis dan dimensi

material, jenis data yang di inginkan, ketersediaan alat uji.

Gambar 2.9 Pengujian Vickers (Dieter, 1987)

Hasil uji kekerasan (Vickers) diambil lima daerah dari masing-masing


benda uji lasan FCAW dan benda uji lasan FCAW yaitu daerah base metal
A, daerah HAZ, daerah lasan, dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
A B C

Gambar 2.10 Daerah Las,BaseMetal,Welding

Keterangan :
A = Daerah Base Metal
B = Daerah welding
C = Daerah Haz
26

B. Uji tarik

Pengujian tarik untuk kualitas tarik yang dimaksudkan untuk mengetahui

berapa niali kekuatanya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan

las. Pembebanan tarik adallah pembebanan yang di berikan pada benda

dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung

benda. Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya

perubahan bentuk deformasi bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi

pada bahan uji adalah proses pergeseran butir kristal logam yang

mengakibatkan melemahnya gaya elegtromagnetik setiap atom logam

hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.

Pada pengujian tarik beban diberikan secara continue dan perlahan

bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai

perpanjangan yang di alami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan

regangan.

Gambar 2.11 Kurva Tegangan Regangan (Sastranegara, 2009)


27

2.7 Hukum Hooke (Hooke's Law)

Hubungan antara beban atau gaya yang di berikan berbanding lurus

dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau

liniear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti

aturan hooke yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adallah

konstan. stress adallah beban di bagi luas penampang bahan dan strain adllah

pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.

Dirumuskan;

1) Stress (tegangan mekanis)

σ = F/A............(2.4)

Dimana:

F = gaya tarikan

A = luas penampang

2) Strain (regangan)

ɛ = ∆L/L..............(2.5)

Dimana:

∆L = pertambahan panjang

L= panjang awal

Maka hubungan antara stress dan strain dirumuskan : E= σ/ɛ

Untuk memudahkan pembahasan, Gambar 2.9 dimodifikasi dari hubungan

antar gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara

tegangan mekanis dan regangan (stress-strain). Selanjutnya kita dapatkan

gambar yang merupakan kurva standart ketika melakukan eksperimen uji

tarik. adallah gradien kurva dalam daerah linier, dimana pertandingan


28

tegangan (σ) dan regangan (ɛ) selalu tetap. Diberi nama modulus elastisitas

atau modulus young. kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan

stress seperti ini sering di singkat dengan kurva SS (SS curve).

2.8 Diagram Tegangan Regangan

Perencanaan komponen-komponen, maka perlu sekali untuk

mengetahui bagaimana material itu berfungsi dalam pelayananya. untuk itu

karakteristik atau sifat-sifat dari material harus dikenal. Sifat mekanik

biasanya banyak dipergunakan dalam praktek dan umumnya diketahui dari

standart tegangan tarik. Percobaan ini terdiri dari pembebanan bertahap dari

sebuah benda uji standart dari material. Kemudian mencatat hubungan harga

beban dan perpanjangan hingga material mengalami putus, beban yang

bekerja diperoleh dari harga yang di tunjukan oleh mesin uji. tegangan yang

terjadi dicari dengan membagi harga beban dengan luas penampang lintang

mula-mula dari benda kerja mula-mula. Harga-harga tegangan dan regangan

yang bersesuaian dipergunakan untuk menggambarkan diagram tegangan.

Hubungan antara regangan-regangan dapat diketahui pada diagram tegangan

yang berdasarkan atas data yang diperoleh dalam pengujian tarik seperti yang

ditunjukan pada diagram regangan dibawah ini :


29

Gambar 2.12 Diagram Tegangan Regangan (Sastranegara, 2009)

Dalam penelitian ini diagram tegangan regangan bertujuan untuk

mengetahui bagaimana material itu berfungsi dalam pelayananya. Untuk itu

karakteristik atau sifat-sifat dari material harus dikenal. Kemudian mencatat

hubungan harga beban dan perpanjangan hingga material mengalami putus,

beban yang bekerja di peroleh dari harga yang ditunjukan oleh mesin uji.

Anda mungkin juga menyukai