Anda di halaman 1dari 5

BAB II

2.1 TINJAUAN PUSTAKA


2.1.1 Pemeriksaan Antenatal
Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan pada ibu hamil yang dilakukan oleh dokter,
bidan atau perawat agar ibu dan janin sehat secara optimal sejak kehamilan sampai pada masa
nifas (Depkes RI, 2007. Manuaba, 2008). Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan
yang dilakukan pada ibu hamil sejak awal kehamilan sampai akhir kehamilan dengan
menerapkan standar pelayanan kebidanan (SPK) yang meliputi anamnesis, pemeriksaan dari
ujung kepala sampai ujung kaki, pemeriksaan darah dan urin atau pemeriksaan laboratorium
lainnya sesuai dengan gejala, penatalaksanaan umum maupun secara khusus bila menemukan
risiko dalam pemeriksaan (Depkes RI, 2011). Menurut Farrer (2001) pemeriksaan antenatal
meliputi pengawasan yang dilakukan selama kehamilan untuk mengetahui apakah kehamilannya
berjalan normal, deteksi dini penanganan setiap komplikasi yang timbul dan juga sebagai usaha
untuk mengantisipasi masalah yang timbul selama kehamilan, persalinan dan periode masa nifas,
serta penyuluhan mengenai kehamilan, perawatan bayi dan dukungan terhadap masalah sosial
dan psikologis.
2.1.2 Jadwal Kunjungan Pemeriksaan Antenatal
Ibu hamil sebaiknya melakukan kunjungan kehamilan ke tenaga kesehatan professional
secara rutin dan teratur agar mendapatkan pelayanan kebidanan yang sesuai dengan standar. Ibu
hamil dapat melakukan kunjungan pada usia kehamilan 1-12 minggu minimal satu kali, usia
kehamilan 16-24 minggu minimal 1 kali dan usia kehamilan 28-40 minggu minimal dua kali
(Kemenkes, 2015).
2.2.1 Kunjungan Pertama (K1)
Kunjungan pertama merupakan kunjungan ibu hamil pertama kali dengan usia kehamilan
1-12 minggu ke tenaga kesehatan untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar
pelayanan kebidanan dengan kunjungan minimal satu kali pada trimester satu (Kemenkes RI,
2015).
Pentingnya melakukan K1 yaitu membina hubungan saling percaya antara petugas kesehatan
dengan ibu hamil, deteksi dini risiko tinggi dan komplikasi yang mungkin timbul pada masa
kehamilan, melakukan skrining dan pencegahan seperti tetanus, anemia defisiensi zat besi serta
menghindari ibu dari praktik tradisional yang merugikan ibu hamil seperti praktik dukun,
memberikan pendidikan kesehatan dan gizi untuk ibu hamil, membahas kekhawatiran ibu saat ini
atau dalam menjalani kehamilannya,selain itu K1 juga berperan sebagai indikator program untuk
mengetahui jangkauan ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan dan kemampuan tenaga
kesehatan dalam menggerakkan masyarakat ke tenaga kesehatan (Depkes RI, 2009).

2.2.2 Kunjungan Keempat (K4)


Kunjungan keempat (K4) adalah ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan
pemeriksaan kehamilan dari tenaga kesehatan sesuai standar pelayanan kesehatan bagi ibu hamil
dan distribusi waktu yang telah ditentukan yaitu 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester
2, dan 2 kali pada trimester 3.
Indikator K4 dapat menggambarkan jangkauan pelayanan kesehatan ibu selama kehamilan dan
kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya sesuai standar waktu yang telah
ditetapkan (Kemenkes RI, 2013).
Pentingnya kunjungan keempat (K4) adalah deteksi dini risiko tinggi pada masa kehamilan
terutama trimester ketiga, penentuan letak janin di dalam rahim, ibu hamil dapat melakukan
perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan ibu hamil
dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Selain
menjadi indikator kinerja kegiatan (IKK) direktorat bina kesehatan ibu, indikator cakupan K4
juga merupakan suatu program dalam upaya menurunkan angka kematian ibu sebagaimana yang
tercantum dalam MDGs.
Beberapa penyebab belum tercapainya K4 yaitu :
1) Masih ada ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pertama kali tidak pada trimester
pertama, sehingga syarat frekuensi minimal untuk mencapai kunjungan antenatal lengkap
sesuai standar tidak tercapai.
2) Belum optimalnya pendataan ibu hamil dan penentuan sasaran ibu hamil yang
digunakan
3) Sistem pencatatan dan pelaporan yang belum optimal sehingga masih ada pelayanan
kesehatan swasta yang dilakukan belum terlapor (kemungkinan data under reported)
(Kemenkes RI, 2013).
2.3 Indikator Akses Pemeriksaan Antenatal
Indikator pelayanan antenatal yang menggambarkan jangkauan ibu hamil ke tenaga kehatan
adalah cakupan kunjungan pertama (K1) dan kunjungan keempat (K4) merupakan pelayanan
antenatal yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan distribusi waktu yang ditentukan
(Kemenkes RI, 2015).
Standar pelayanan kebidanan dalam penerapannya terdiri dari 10 ”T” yaitu :
1. Timbang berat badan (BB) dan ukur tinggi badan (TB).
2. Mengukur tekanan darah dilakukan setiap kali ibu hamil melakukan pemeriksaan
antenatal.
3. Nilai status gizi.
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan letak janin dan menghitung denyut jantung janin (djj)
6. Tentukan status imunisasi tetanus.
7. Beri tablet tambah darah (tablet besi)
8. Pemeriksaan laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana/penanganan kasus, apabila ditemukan adanya kelainan maka harus
mendapatkan penatalaksanaan sesuai dengan standar.
10. Temu wicara atau konseling dilakukan pada ibu hamil setiap melakukan pemeriksaan
kehamilan (kemenkes RI, 2015).
Kunjungan pada ibu hamil bukan saja kunjungan yang dilakukan ibu hamil ke fasilitas kesehatan
akan tetapi setiap kontak dengan tenaga kesehatan baik diposyandu, pondok bersalin, kunjungan
rumah serta mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar yang telah ditentukan maka
bisa dikatakan sebagai kunjungan ibu hamil (Depkes RI, 2001).
Pemeriksaan kehamilan akan lebih baik dilakukan sedini mungkin atau segera setelah ada tanda-
tanda kehamilan. Berdasarkan peraturan menteri kesehatan tahun 2014 menetapkan kunjungan
kehamilan dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan, yang dilakukan minimal 1 kali pada
trimester pertama (sebelum usia kehamilan 14 minggu) 1 kali pada trimester ke 2 (usia
kehamilan antara 14 sampai 28 minggu) dan 2 kali pada trimester 3 (usia kehamilan 28 sampai
40 minggu). Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan diluar standar yang telah ditentukan bila
ditemukan kelainan/penyulit atau komplikasi pada masa kehamilan (Menteri Kesehatan RI,
2014).
2.1.3 Tujuan Pemeriksaan Antenatal
Pelayanan antenatal atau pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk memenuhi setiap hak
ibu hamil agar mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan yang sesuai standar dan
berkualitas, sehingga kehamilan ibu berjalan sehat, melahirkan dengan aman dan selamat serta
melahirkan bayi dengan aman, sehat dan berkualitas (Kemenkes, 2015). Tujuan dari pemeriksaan
antenatal adalah 1) memonitor perkembangan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin di dalam
rahim, 2) meningkatkan kondisi ibu secara fisik dan psikososial untuk kesehatan janin yang
optimal, 3) deteksi dini adanya penyulit atau komplikasi yang terjadi dimasa kehamilan, 4)
mempersiapkan ibu hamil agar kehamilannya cukup bulan atau aterm serta persalinan yang
aman, 5) mempersiapkan ibu agar kondisi fisik dan psikologisnya berjalan normal serta
merencanakan ASI eksklusif pada masa nifas, 6) menyiapkan tumbuh kembang yang optimal
untuk janin dengan membantu ibu dan keluarga agar mempersiakan persalinan yang aman dan
sehat, 7) mengurangi bayi lahir kurang bulan, kematian janin dalam rahim dan kematian bayi
usia 0-28 hari (Depkes RI, 2009).

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Antenatal


Kunjungan antenatal pada ibu hamil dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Kurangnya pengetahuan, masih kurangnya pengetahuan ibu hamil, suami, keluarga
dan masyarakat tentang kehamilan, persalinan dan nifas dapat memengaruhi
kunjungan ibu hamil ketenaga kesehatan. Hasil penelitian Hafidz (2007) menunjukkan
hasil yang signifikan antara peran suami dan keluarga terhadap perilaku ibu hamil
dalam melakukan kunjungan untuk mendapatkan pelayanan antenatal.
2. Dukungan keluarga, menurut Ohashi dkk (2014) menyatakan bahwa suami memiliki
peran penting dalam mendorong ibu melakukan kunjungan kehamilan ke tenaga
kesehatan, 3) Pengambilan keputusan, temuan Ganle dkk (2015) pengambilan
keputusan mengenai akses dan penggunaan layanan kesehatan untuk ibu hamil sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan pendapat darisuami, ibu mertua, dukun bayi dan
lainnya.
3. Jangkauan pelayanan kesehatan, jarak dan geografis tempat tinggal dengan tempat
pelayanan ANC. Lokasi pelayanan yang tidak strategis akan menyebabkan ibu hamil
kurang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan meskipun pelayanan kesehatan
tersebut memadai, selain itu informasi menjadi salah satu aksesibilitas masyarakat
untuk menggunakan pelayanan kesehatan (Erlina, 2013). Aksesibilitas ke fasilitas
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kapala Pitu merupakan penghambat untuk
memanfaatkan pelayanan antenatal seperti alat transportasi umum, keadaan geografis
yang tidak mendukung, waktu tempuh yang lama dan jarak antara tempat pelayanan
kesehatan dengan tempat tinggal masyarakat dapat memengaruhi frekuensi kunjungan
ibu hamil
(Pongsibidang dkk, 2013).
4. Angka abortus yang cukup tinggi dibeberapa daerah menyebabkan rendahnya K4 hal
ini disebabkan ibu tidak lagi melakukan pemeriksaan kehamilan.
Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Vitriyani (2012) menunjukkan ibu hamil
dengan pengalaman abortus mempunyai minat yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak
memiliki riwayat abortus, hal ini dipengaruhi oleh rasa cemas ibu hamil terhadap kandungan dan
janinnya sehingga ibu lebih rutin memeriksakan kehamilannya, 6) belum semua petugas
melakukan pelayanan antenatal berkualitas yang sesuai standar. Menurut penelitian Wulandari
dan Yanuaria (2013) ibu hamil yang mendapatkan pelayanan kehamilan yang menyeluruh akan
lebih sering melakukan pelayanan ANC dibandingkan ibu hamil yang tidak mendapatkan
pelayanan secara menyeluruh, 7) dukungan keluarga, hasil penelitian Sumiati (2012)
membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami yang baik memiliki
peluang bagi ibu hamil melakukan kunjungan kehamilan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

BAB III PENYELESAIAN MASALAH


3.1 Upaya Peningkatan Cakupan K4
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan K4 adalah
1) Meningkatkan pelayanan ANC terpadu kepada wilayah dengan kematian ibu yang
masih tinggi.
2) Melakukan evaluasi pelayanan dan memberikan penyuluhan tentang pentingnya
pemeriksaan kehamilan secara rutin
3) Meningkatkan dan mengembangkan program kelas ibu hamil pada daerah yang
memiliki cakupan K4 yang masih di bawah standar.
4) Meningkatkan pelayanan ANC terpadu dan kelas ibu hamil melalui peningkatan
koordinasi dan kerjasama baik dengan lintas sektoral dan lintas program.
5) Meningkatkan kerjasama dengan organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat
untuk penyediaan fasilitas, advokasi, supervisi dan bimbingan teknis ke daerah tentang
peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan antenatal (Kemenkes RI, 2013).
Berbagai upaya yang telah dilaksanakan kementerian kesehatan untuk meningkatkan
cakupan K4 melalui pelaksanaan program dan kegiatan guna meningkatkan jangkauan
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil yang berkualitas dilakukan hingga kepada masyarakat di
pelosok desa, termasuk didalamnya adalah meningkatkan cakupan kunjungan ibu hamil agar
sesuai dengan standar waktu kunjungan yang telah ditetapkan (Kemenkes RI, 2013).
Pengembangan kelas ibu hamil merupakan salah satu upaya meningkatkan cakupan K4.
Kelas ibu hamil juga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan keluarga
karena dengan kelas ibu hamil maka akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan keluarga
tentang kesehatan ibu hamil yang dapat berdampak kepada sikap dan perilaku ibu hamil
untuk memanfaatkan tempat pelayanan kesehatan khususnya dalam memeriksakan
kehamilan. Pemanfaatan bantuan oprasional kesehatan (BOK) di luar gedung seperti
pendataan, pelayanan di posyandu, sweeping kasus DO dan menjalin kemitraan dengan
dukun. Faktor pendukung keberhasilan K4 adalah 1) adanya pengenalan ANC terpadu
kepada petugas kesehatan di puskesmas, 2) peningkatan sarana dan prasana pelayanan ANC
terpadu, 3) surveilans melalui pemantauan wilayah setempat (Kemenkes RI, 2013).

Anda mungkin juga menyukai