LAPORAN RADIOKIMIA KELOMPOK 2 - Radioaktivitas
LAPORAN RADIOKIMIA KELOMPOK 2 - Radioaktivitas
PENGUKURAN RADIOAKTIVITAS
Kelompok 2
Abdurrafi Rayadi 41204720119001
Ahmad Hasan Tolabi 41204720118068
Ari Andaru 41204720119005
Bangga Nugraha Wijaya 41204720118046
Citra Pramadhani 41204720118042
Dian Cahyaning Dewi 41204720119014
Farhan Abdul Hakim 41204720119023
Helmi Claudia Mendrofa 41204720118047
Intan Soleha 41204720118038
Meliana Rahmawati 41204720118045
Revita Dwi Agustin 41204720118059
Rizky Nur Ramadhan 41204720118055
Septia Wahyu Nurdiana 41204720118056
Sevy Maulana 41204720118085
Stefani Puspita Dewi 41204720118037
Syelvira Febrinelly 41204720118057
Tia Mulyawati 41204720118058
Tria Ragida Halif 41204720118050
Vionita Ristina 41204720118039
B. Sejarah Radioaktivitas
1) Penemuan sinar radioaktif oleh Becquerel
Pada tahun 1895 setelah Rontgen menemukan sinar – X, ilmuwan Perancis bernama
H. Poincare pada bulan Januari 1896, menemukan sinar – X dari gelas yang
memancarkan fluoresensi . Ada sinar yang dipancarkan dari material yang memancarkan
sinar fluoresensi ke sekitarnya dan menimbulkan dugaan bahwa sinar – X juga akan
muncul secara bersamaan.
Pada bulan Maret 1896 Henri Becquerel melakukan persenyawaan kimia dari unsur
Uranium (kristal asam sulfur kalium uranil) dan menghasilkan pancaran cahaya ke
sekitarnya. Senyawa ini kemudian ditempatkan di atas dry plate foto yang dibungkus
dengan kertas hitam tipis. Ternyata cahaya ini mengakibatkan kepekaan pada dry plate foto.
Gambar 1. Penemuan radiasi pada uranium oleh Henri Becquerel
Sejak penemuan itu, antara cahaya dengan sinar radioaktif yang dipancarkan dari
persenyawaan uranium yang ditemukan Becquerel dinyatakan ada hubungannya. Untuk
menjaga kestabilan pada hasil percobaan dilakukan penyinaran dengan waktu yang sama.
Pada saat dilakukan pencucian sinar radioaktif ini menimbulkan kepekaan yang kuat pada
dry plate foto. Disimpulkan bahwa waktu penyinaran pada kristal uranium berhubungan
dengan kepekaan dry plate foto. Kemudian dilakukan penelitian adanya hubungan antara
cahaya yang dipancarkan dengan persenyawaan Uranium. Selain itu, dilakukan penelitian
apakah sinar yang dipancarkan berasal dari uranium, persenyawaan uranium, kristal atau
dari larutannya. Kemudian diketahui bahwa sifat cahaya mempunyai daya tembus yang
kuat dan diketahui pula bahwa cahaya tersebut berasal dari Uranium dengan
membandingkan berat Uranium dengan material yang terkandung di dalam persenyawaan.
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur aliran listrik dari proses
ionosasi diketahui bahwa sinar radioaktif ini mempunyai sifat yang sama dengan sinar – X ,
yaitu mampu mengionisasi di udara. Sinar radioaktif ini disebut sinar unsur Uranium atau
disebut juga sinar Becquerel.
2) Penemuan Radium dan Polonium
C. Isotop Radioaktif
Isotop-isotop tidak stabil (atau inti tidak stabil) dapat ditemukan di alam.
Ketidakstabilan inti-inti ini umumnya terjadi pada unsur-unsur yang memiliki massa atom
besar seperti polonium, thorium, radium, dan uranium (seluruh isotopnya merupakan inti-
inti yang tidak stabil atau isotop-isotop radioaktif). Inti radioaktif tersebut akan mengalami
perubahan spontan yaitu mengalami disintegrasi atau peluruhan radioaktif pada laju
tertentu. Peluruhan tersebut disertai dengan emisi yang bermuatan dari inti 25 Nuklir,
Fisika Inti dan Politik Energi Nuklir atom seperi alfa yang identik dengan inti helium dan
partikel beta yang identik dengan elektron. Hasil dari peluruhan tersebut sering berupa
unsur radioaktif yang masih mengeluarkan partikel alfa ataupun beta. Baru setelah
beberapa tahap peluruhan maka terbentuklah unsur yang stabil.
Pada beberapa kejadian, ketika inti tersebut meluruh maka hasil peluruhannya (inti
anakan) tidak langsung berada pada keadaan energi paling rendah atau energi dasar (ground
state). Inti anakan berada pada keadaan eksitasi yakni memiliki kelebihan energi dari
keadaan dasar. Dengan waktu sangat singkat, sekitar 10-15 detik pembentukannya, inti yang
tereksitasi tadi memancarkan kelebihan energinya dalam bentuk radiasi yang sinar gamma.
Sinar ini memiliki sifat yang mirip dengan sinar X; memiliki kedalaman daya tembus dan
memiliki panjang gelombang pada rentang 10-8 hingga 10-11 atau mungkin kurang.
Berdasarkan pengamatan, peningkatan energi eksitasi inti maka semakin panjang
gelombang dari radiasi sinar gamma tersebut.
Unsur yang memiliki nomer atom terbesar mulai dari polonium (dengan nomer atom
84) ke atas hanya tersedia di alam dalam keadaan tidak stabil atau radioaktif. Namun
sekitar 10-15 detik dari thalium (81), timbal (82) dan bismut (83) sebagian besar berada di
alam dalam keadaan stabil dan baru sebagian kecil berada dalam keadaan tidak stabil.
Setelah itu, unsur di bawah thalium berada dalam wujud stabil semuanya. Namun pada
akhirnya perkembangan teknologi telah mampu membuat isotop radioaktif buatan manusia
yang berasal dari unsur - unsur dengan nomor atom atom seperti Co-60, dan Cs-137 yang
keduanya merupakan isotop standar yang biasa digunakan untuk pelatihan dan juga
industri.
Gambar 3. Tipe Peluruhan
Jika sebuah inti tertentu menjadi stabil, perbandingan jumlah neutron dan proton
harus berada pada rentang yang terbatas yakni berada pada rentang 1 hingga 1.56 sebuah
variasi jangkauan yang sangat kecil yang memungkinkan inti menjadi stabil. sebagian
besar unsur di bumi yang kita tinggali ini termasuk unsur-unsur pembetuk tubuh, kulit,
daging ataupun darah kita berada pada rentang rasio yang teramat kecil ini dan inilah alasan
mengapa manusia dan makhluk hidup masih bisa hidup di bumi ini. jika sebagian besar
tidak ada di muka memiliki perbandingan neutron dan proton di luar rentang tersebut, maka
bumi kita tidak akan melihat planet kosong hanya oleh partikel-partikel radioaktif.
Contoh : Cu + −10e → 64
28 ¿
c. Sinar Gamma (γ )
Sinar gamma adalah radiasi elektromagnetlk berenergi tinggi, tidak bermuatan dan
A
MeV menjadi131
54 Xe.
Gambar 5. Ilustrasi daya tembus partikel alfa (α ), beta( β ) dan gamma (γ ¿ .
Partikel Alfa tidak mampu menembus selembar kertas, partikel beta tidak mampu
menembus pelat aluminium. Untuk menghentikan gamma diperlukan lapisan metal tebal,
namun karena penyerapannya fungsi eksponensial akan ada sedikit bagian yang mungkin
menembus pelat metal.
Selain sinar alfa, beta, gamma, zat radioaktif buatan iuga ada yang memancarkan
sinar X dan sinar Positron. Sinar X adalah radiasi sinar elektromagnetik. Radioaktivitas
merupakan salah satu gejala yang sangat penting dari inti atom. Meskipun nuklida-nuklida
diikat oleh gaya inti yang cukup kuat, banyak nuklida yang tidak begitu kuat secara spontan
meluruh meniadi nuklida lain melalui pemancaran partikel alpha, beta dan gamma.
F. Satuan Radiasi
Satuan radiasi digunakan untuk menyatakan intensitas atau iumlah radiasi bergantung
pada ienis yang diukur. Beberapa satuan yant umum digunakan :
1. Curie (Ci) dan Becquerrel (Bq)
Curie dan Bequerrel adalah satuan yang dinyatakan untuk menyatakan keaktifan
yakni jumlah disintegrasi (peluruhan) dalam satuan waktu. Dalam sistem satuan SI,
keaktifan dinyatakan dalam Bq. Satu Bq sama dengan satu disintegrasi per sekon. 1 Bq = 1
dps = disintegrasi per sekon. Satuan lain yang iuga biasa digunakan ialah Curie. Satu Ci
ialah keaktifan yang setara dari 1 gram Saram radium, yaitu 3,7.10 10 dps 1Ci = 3,7.10 70
dps = 3,7.10 10 Bq.
2. Gray (Gy) dan Rad (Rd)
Gray dan Rad adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan keaktifan yakni
iumlah (dosis) radiasi yang diserap oleh suatu materi. Rad adalah singkatan dari 11radiation
absorbed dose. Dalam sistem satuan SI, dosis dinyatakan dengan Gray (Gy). Satu Gray
adalah absorbsi 1 joule per kilogram materi. 1 Gy = 1 J/Kg Satu rad adalah absorbsi 10-3
joule energi/gram jaringan. 1 Rd = 10-3 J/g Hubungan grey dengan fad 1 Gy = 100 rd.
3. Rem (Rontgen Equivalent Man)
Rem (Rontgen Equivalent Man) adalah satuan dosis setelah memperhitungkan
pengaruh radiasi pada mahluk hidup. Daya perusak dari sinar-sinar radioaktif tidak hanya
bergantung pada dosis tetapi juga pada jenis radiasi itu sendiri. Neutron sebagai contohnya
lebih berbahaya daripada sinar beta dengan dosis dan intensitas yang sama.
G. Hukum Peluruhan Radioaktif
Bilamana inti dari suatu atom memancarkan sebuah partikel alfa, partikel beta,
sebuah sinar gamma atau partikel lainnya atau bila menangkap sebuah electron dari kulit
terluar sebuah atom, prosesnya disebut peluruhan radioaktif. Jika ada N int i yang belum
meluruh, sejumlah dN, akan meluruh dalam waktu dt, yang besarnya adalah
dN dtN
Dimana adalah probabilitas inti untuk meluruh, yang disebut juga sebagai konstanta
peluruhan atau konstanta disintegrasi. Tanda minus menunjukkan bahwa N berkurang
dN
ketika t bertambah. Persamaan dapat ditulis =−dt
N
Integrasi Persamaan dengan asumsi bahwa ketika t = 0, jumlah atom radioaktif yang ada
adalah N0 akan menghasilkan
N(t) = N et
0
dimana N(t) adalah jumlah atom radioaktif yang ada pada waktu t.
konstanta peluruhan .
(1) Usia Paruh
Selang waktu dimana aktivitas atau inti yang belum meluruh berkurang sampai setengah
2
harga awal disebut usia paruh, peluruhan adalah
2
t 1 . Hubungan
+ 1 ¿ 2 0,693
t 1 dengan tetapan 2 − − ❑
Setiap radioisotop memiliki umur paroh karakteristik, mulai dari sepersejuta detik sampai
bilyun tahun
∫ tdN ∫ tdN
o o
¿ No
− No
∫ dN ∫ dN
o o
Dimana N o =dN 1 +dN 2 +dN 3+ ...
Subsitusi dN dari Persamaan 3.3 ke Persamaan 3.7 dan kemudian diintegrasi
0
−∫ t N 0 e−t dt ∞
diperole ∞ 1 sehingga
¿ =∫ te −t dt=
N0 0
❑
1
¿
❑
Hukum Peluruhan Berturutan
Baik dalam kasus radioaktivitas alamiah maupun buatan, peluruhan dapat terjadi
secara berturutan. Suatu inti induk meluruh menjadi inti anak. Jika inti anak ini juga suatu
unsur radioaktif, tentu juga akan menghasilkan inti cucu dan seterusnya. Dalam banyak
kasus yang terjadi adalah inti induk meluruh menjadi inti anak, inti anak meluruh menjadi
inti yang stabil. Suatu pertanyaan yang menarik adalah, jika kita mulai dengan sejumlah
isotop induk radioaktif, berapa jumlah masing-masing inti untuk setiap peluruhan pada
waktu tertetu.
Misalkan pada waktu t, jumlah inti induk N1, meluruh dengan tetapan peluruhan
1, menjadi inti anak. Misalkan N2 adalah jumlah inti anak yang meluruh dengan
tetapan peluruhan 2 menjadi inti yang stabil dengan jumlah N3. Misalkan pada t
= 0, N1 = N10, N2 = N20 = 0, dan N3 = N30 = 0. Aktivitas setiap unsur adalah
dN 1
=− N 1¿
dt ¿
dN 1
=− N 1¿− N 2¿
dt ¿ ¿
dN 2
=❑2 N 2Integrasi dari persamaan pertama menghasilkan
dt
N 1=N 10 e−1 t
Jika disubsitusikan ke persamaan berikutnya akan menghasilkan
dN 2 N
= 10 ¿ e−1 t − N 2 ¿
dt ¿ ¿
dN 2 N
+ 2 ¿= N 10 ¿−e1 t
dt ¿ ¿
Kalikan kedua ruas suku dengan e2t menghasilkan
dN 2 N
e2 t + 2¿ e 2 t= N 10 ¿ e 1 t e2 t
dt ¿ ¿
2t 1 ( 2−1 ) t
Integrasi dari persamaan di atas menghasilkan N 2 e = ❑ −❑ N 10 e +C Dimana C
2 1
λ1 λ2
P Q C (stabil)
Jika jumlah atom P, Q, C berturut-turut N₁, N2, N3. Waktu paruh P adalah T, waktu paruh Q
adalah T₂, sedangkan unsur C stabil, maka :
jika deret radioaktif sangat Panjang, maka peyelesaian persamaan matematikanya sangat
panjang, tetapi dapat didekati dengan penyelesaian menurut Bateman yaitu
λ1 λ2 λ3 λ4
P Q R S T dst
Persamaannya adalah :
Rumus-rumus tersebut hanya berlaku untuk N1= N01, pada t = 0, unsur yang lain belum ada.
Proses radioaktif mengubah nomor massa sebuah inti atom sebanyak empat satuan
(peluruhan alfa) atau sama sekali tidak mengubah A (peluruhan beta atau gamma). Suatu
proses peluruhan radioaktif dapat merupakan bagian dari suatu urutan atau deret peluruhan
iika suatu unsur radioaktif dengan nomor massa A atau A - 4.
Deretan proses tersebut akan terus berlangsung hingga tercapai suatu unsur yang
stabil. Nilai-nilai A dari anggota rantai peluruhan seperti itu berbeda sebesar kelipatan 4
termasuk 0 sebagai suatu kelipatan yang mungkin. Hasilnya adalah diperkirakan terdapat
empat rantai peluruhan yang mungkin dengan masing-rnasing nilai A dapat dinyatakan
sebagai 4n, 4n + 1, 4n + 2, dan 4n + 3. Empat deret radioaktif alam dituliskan dalam tabel
di bawah ini.
Daftar Pustaka
Soegimin. 2O03. Fisika Reaktor. Program Pascasariana : Universitas Negeri Surabaya
Wiyatmo, Y. 2006. Fisika Nuklir dalam Telaah Semi-klasik & Kuantum. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Santiani. 2011. Nuklir, Fisika Inti dan Politik Energi Nuklir. Malang : Intimedia
Jurnal 1
Pengukuran radioaktivitas di suatu tempat mempunyai tujuan tertentu dan pengolahan data
dari hasil yang diukurpun disesuaikan dengan keperluannya. Tiga maksud dari pengukuran
radioaktivitas adalah:
1. Pengukuran Keselamatan :
Pengukuran Keselamatan adalah untuk menunjukkan bahaya nyata langsung atau tidak
langsung di lokasi tertentu atau keberadaan kelompok nyata personel yang terlibat. Secara
umum keberadaan radionuklida dilokasi tersebut diharapkan diketahui dan bila melebihi
batas tertentu harus dapat diambil tindakan yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
2. Pengukuran Kontrol :
Pengukuran kontrol adalah untuk menunjukkan bahwa batasan nilai pengukuran tidak
melebihi batasan yang diizinkan. Hasil nilai pengukuran mengacu pada batasan dan bahaya
jangka panjang. Hal ini untuk mengetahui efek jangka pendek dan lokal, yang menjadi
dasar penilaian keselamatan, batas ini biasanya berisi faktor factor keselamatan. Secara
umum, pengukuran kontrol akan menunjukkan hanya konsentrasi maksimum yang
diizinkan untuk nuklida kritis tertentu belum terlampaui. Jika melebihi konsentrasi
maksimum yang diizinkan, penyelidikan yang lebih akurat diperlukan dalam rangka untuk
menilai potensi bahaya yang ada.
1. Pengukuran Statistik :
Pengukuran statistik adalah untuk mengukur konsentrasi radioaktif yang mungkin dapat
menyebabkan bahaya radiasi bagi pekerja radiasi, terlepas dari apakah ketentuan
hukum/peraturan telah dilanggar atau tidak dilanggar. Pengukuran statistik biasanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.
Selanjutnya pengertian dari pengukuran langsung, pengukuran tidak langsung dan
pencacahan serta perhitungan hasil tes usap adalah sebagai berikut :
Pengukuran Langsung :
Pengukuran radioaktivitas dipermukaan secara langsung adalah suatu pengukuran
dilakukan secara langsung di lokasi yang akan diukur radioaktivitasnya. Pengukuran
langsung dilakukan dengan menggunakan detektor yang dilengkapi alat pembacaan berapa
besarnya radioaktivitas pada permukaan tersebut. Hasil bacaan langsung dibaca pada
monitor alat tersebut dalam satuan aktivitas/luas atau biasanya dalam satuan Bg/cm2.
Detektor yang dipergunakan dapat berupa detektor alpha atau beta, tergantung keperluan
pengukuran tersebut. Pengukuran secara langsung lebih praktis jika dibandingkan dengan
pengukuran tidak langsung, karena besarnya radioaktivitas langsung dapat
diketahui/terbaca pada alat ukur. Namun demikian ada kalanya pengukuran langsung tidak
dapat dilakukan karena lokasi yang diukur tidak memungkinkan diukur secara langsung.
Pengukuran tidak langsung :
Pengukuran radioaktivitas dipermukaan secara tidak langsung dilakukan dengan cara
pengusapan permukaan yang terkontaminasi seluas sekitar 100 cm2 dengan menggunakan
kertas filter. Kemudian kertas filter tersebut dicacah radiasinya dengan detektor radiasi
sesuai dengan keperluannya (detektor alpha, detektor beta). Dari hasil cacahan dihitung
besarnya radioaktivitas pada permukaan lantai dalam satuan Bq/m3 berikut ralat
pengukurannya. Pengukuran tak langsung radioaktivitas pada permukaan lantai secara
umum didasarkan kepada aktivitas persatuan luas lantai yang diukur/dipantau. Berdasarkan
prinsip ini diturunkanlah persamaan besarnya radioaktivitas pada permukaan lantai yang
dituliskan sebagai persamaan :
Dalam perhitungan nilai fraksi yang terambil (P) saat pengambilan tes usap ini diambil
besarnya 10 %. Nilai inilah yang selalu menjadi bahan diskusi apakah nilai sebesar 10 % ini
cukup meyakinkan untuk dipakai dalam menghitung radioaktivitas yang terangkat dalam
tes usap. Adanya berbagai masalah tersebut, maka dirasa perlu untuk memperkirakan
berapa besarnya presentasi kontaminan radioaktif yang terangkat dalam pengukuran tidak
langsung (tes usap). Pengukuran tidak langsung ini dilakukan dengan cara mengusap
permukaan lantai searah jarum jam dengan menggunakan kertas filter untuk keperluan tes
usap. Berdasarkan literatur, permukaan yang diusap adalah seluas sekitar 100 cm2 dan
dilakukan satu kali usapan. Kemudian kertas filter tersebut dicacah guna mengetahui berapa
besar radioaaktivitas yang terdapat pada permukaan lantai tersebut.
Pencacahan dan Perhitungan Hasil Tes Usap.
Adapun langkah langkah pencacahan dan perhitungan hasil dari pengukuran tidak langsung
tersebut sebagai berikut :
1. Kertas filter yang akan dipakai untuk tes usap tersebut sebelumnya dicacah dengan alat
cacah yang telah disediakan untuk mengetahui berapa cacah latarnya.
2. Pelaksanaan pencacahan disesuaikan dengan kebutuhan, minimal selama 1 menit, dan
minimal sebanyak tiga kali pencacahan.
3. Selanjutnya kertas filter tersebut dipakai untuk mengusap lantai yang diukur
radioaktivitasnya.
4. Kemudian kertas filter tersebut dicacah tersebut dicacah guna mengetahui berapa besar
radioaaktivitas yang terdapat pada permukaan lantai tersebut.
5. Hasil cacahan tersebut dirata-rata dan dikurangi dengan cacah latar.
6. Dihitung besarnya aktivitas kontaminasi radioaktif α dipermukaan dengan menggunakan
persamaan (1)
Untuk pengukuran keperluan statistik diperhitungan ralat dari pengukuran tersebut. Adapun
hasil akhir untuk keperluan statistik dituliskan dalam bentuk
Ak = Ak SAk dengan :
Catatan : A, E, P dan N pada Persamaan (4) adalah harga rerata.
Kelemahan dalam pelaksanaan tes usap diantaranya hasil dari pengukurannya tidak begitu
akurat karena fraksi yang terangkat dalam tes usap sangat dipengaruhi banyak faktor.
Faktor yang paling dominan adalah cara petugas yang melaksanakan tes usap, jenis
kontaminan dan jenis kertas usap yang dipakai. Disamping itu pengambilan tes usap
sifatnya tidak bisa diulang (Reproductsible). Berdasarkan pustaka[3] untuk jenis lantai licin
nilai fraksi/prosentasi kontaminan yang terangkat besarnya sekitar 10 %. Faktor-faktor
yang mempengaruhi harga prosentasi kontaminan yang terangkat ini diantaranya cara
pengambilan, jenis kontaminan padat/cair, jenis kertas usap, diameter kontaminan dan
faktor kelembaban ruangan tersebut. Pengukuran radioaktivitas permukaan lantai secara
tidak langsung atau biasa disebut juga dengan smear test sering dilakukan di Instalasi nuklir
dengan alasan hasil dari tes usap tersebut selain dapat diketahui besarnya kontaminasi
permukaannya juga dapat diketahui jenis radionuklida kontaminan dengan bantuan Multy
Channel Analiezer (analisis kualitatif).
Batasan kontaminasi permukaan lantai mengacu kepada Ketentuan Keselamatan Kerja
Terhadap Radiasi, BAPETEN nomor 01/Ka- BAPETEN/V-1999. Adapun batasan
kontaminasi permukaan lantai tersebut ialah[7] :
1. Daerah kontaminasi rendah, lebih kecil dari 0,37 Bq/cm2 untuk pemancar alpha (untuk
beta lebih kecil dari 3,7 Bq/cm2 ).
2. Daerah kontaminasi sedang, untuk pemancar alpha ≥ 0,37 Bq/cm2 tetapi < 3,7 Bq/cm2,
untuk pemancar beta ≥ 3,7 Bq/cm2 tetapi < 37 Bq/cm2.
3. Daerah kontaminasi tinggi, batasan untuk alpha ≥ 3,7 Bq/cm2 dan untuk beta ≥ 37
Bq/cm2.
-Sumber : Metode dan Pengolahan Data Pengukuran Radioaktvitas di Permukaan Lantai
Instalasi Nuklir (Rinaldo,dkk.2012)
Jurnal 2
PENGUKURAN KONSENTRASI RADIO- AKTIVITAS UDARA
Pengukuran konsentrasi radioaktivitas udara yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah
pengukuran radioaktivitas udara yang bersifat kuantitatif. Pengukuran ini tidak
mempertimbangkan jenis radionuklida yang terdapat di udara dan jenis radiasi pengion
yang masuk ke dalam detektor.Namun diperkirakan radionuklida yang terdapat di udara
adalah radionuklidaalam anak turun RadonfThoron Oleh karena itu parameter waktu paro
dan laju cacahan awal (laju cacahan sesaat setelah air sampler dimatikan) menjadi obyek
pengukuran mengingat radionuklida alam anak turun RadonfThoron tersebut memiliki
waktu paro pendek.
Bahan yang digunakan dalam pengukuran adalah kertas filter jenis HE-40 T buatan Toyo
dan sumber standard Ra.D.E.F aktivtas rendah diameter 25 mm. Sedang peralatan yang
dipakai ialah Air Sampler model NR 2030 Negretti, sistem pencacah Geiger Mueller model
TGS-136 Aloka dengan diameter detektor 50 mm, stopwatch, dan pinset.
Pengukuran dimulai dengan melakukan pengukuran dan perhitungan efisiensi system
pencacah GeigerMueller menggunakan persamaan sebagai berikut :
Kertas filter dipasang pada air sampler yang diletakkan pada dudukan setinggi 1 meter dari
permukaan lantail tanah. Udara dilewatkan pada kertas filter oleh pompa hisap pada laju
alir 100 l/menit. Kertas filter mengumpulkan partikulat (tc) selama 60 menit.
Setelah diberikan waktu tunda selama ± 3 menit, kertas filter dicacah dengan sistem
pencacah GM dengan selang waktu tertentu. Kemudian dibuat kurva hubungan antara
selang waktu pencacahan dan laju cacah. Berdasarkan kurva tersebut ditentukan nilai laju
cacah murni (Ra) yaitu laju cacah pada saat pengukuran dimulai t=O dan waktu paro (Tin).
Konsentrasi radioaktivitas udara (KRU) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
untuk radionuklida umur pendek, KRUs (Bq/l) :
Jika Radionuklida yang terukur memiliki waktu paro Panjang. KRU dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Sumber : Pengukuran Konsentrasi RAdioaktivitas Udara Lingkungan Di Kawasan Pusat
Penelitian Tenaga Nuklir Pasarjumat, Jakarta (Eko Budi Jumpeno, dkk.)
DAFTAR PUSTAKA
Rinaldo, dkk. “Pengukuran Radiasi dan Pengolahan Data di Instalasi Nuklir”, Prosiding
ISSN : 1410-8178 Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta,
Tahun 2012
Eko Budi Jumpeno, dkk. “Pengukuran Konsentrasi Radioaktivitas Udara Lingkungan Di
Kawasan Pusat Penelitian Tenaga Nuklir Pasarjumat, Jakarta”.Widyanuklida
No.1 Vol 6, Juli.
Gambar 4.3 Tipe Peluruhan Sumber : http://kliktedy.wordpress.com
Muljono. 2003. Fisika Modern. Yogyakarta. Penerbit Andi
Chang R,2004, Kimia Dasar. Konsep-Konsep Inti Jilid I Edisi 3. Jakarta.
Erlangga
Ronald, G., dan William S., 2006. Schaum’s Outlines: Fisika modern Edisi 2. Jakarta.
Erlangga