Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KERITIS PADA Tn. A


DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG HEMODIALISIS
RSUD KOTA PRABUMULIH

DI
S
U
S
U
N
OLEH :
Nama : Melda Andriani
Nim : PO.71.20.2.19.018
Tingkat : 3.A

Dosen Pembimbing : Ni Ketut sujati,APP.M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK Indonesia


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan laju filtrasi glomerulus
(glomerolus filtration rate/GFR)yang dapat digolongkan ringan dan
berat(Mansjoer,1999:531).
Gagal ginjal kronik adalah satu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut (Slamet, 2001 :
427)
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan sampah lain dalam darah
(Brunner & Suddarth, 2002 : 1448).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu
lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

2. Anatomi Fisiologi
a. Struktur Makroskopis Ginjal
Ginjal terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah beberapa
centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan
dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di sebelah posterior organ
tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah.
Ginjal pada orang dewasa panjangnya ginjal 11-13 cm, lebarnya 5-7 cm dan tebalnya
2,5-3 cm dengan berat masing-masing ginjal 150 gr. Ginjal kiri lebih panjang dan tinggi
dari ginjal kanan dikarenakan hati berada di atas ginjal kanan.
Ginjal dikelilingi berbagai lapisan jaringan yang melindungi dan mempertahankan
posisi ginjal, lapisan terluar berupa jaringan fibrous yang disebut kapsula renalis, kapsula
renalis ini dikelilingi oleh lapisan lemak ferirenal dan pacia gerota yang akan melindungi
semua bagian ginjal kecuali hilum, area dimana pembuluh darah keluar dan masuk
daerah ini.
Ginjal dibagi dua daerah yang berbeda yaitu korteks (bagian luar) dan medula (bagian
dalam). Medula dibagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Terdapat 12 sampai
18 piramid untuk setiap ginjal. Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks
yang disebut kolom bertini. Piramid tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-
segmen tubulusa dan duktus pengumpul nefron. Papila atau aspek dari tiap piramid
membentuk duktus papilari belini. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu
perluasan ujung pelvis ginjal membentuk cawan yang disebut kaliaks minor. Selanjutnya
bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Merupakan reservoar utama sistem
pengumpul urine.

Gambar 1 Anatomi Potongan Melintang Ginjal

b. Struktur Mikroskopis Ginjal


Menurut Syaifuddin (2002 : 221-223), struktur mikroskopis ginjal terdiri dari satuan
fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang 1,3 juta nefron, selama 24
jam dapat menyaring 170 liter darah, arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke
ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk
simpul satu badan malfigi yang disebut glomerulus.
1) Glomerulus, bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di
dalam kapsula bowman dan menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan darah
ke sistem vena melalui arteriol aferen natrium secara bebas difiltrasi dalam glomerulus
sesuai dengan konsentrasi.
Kalium juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% kalium plasma terikat oleh
protein dan tidak bebas difiltrasi sehingga kalium dalam keadaan normal kapsula
bowmen. Ujung buntu tubulus ginjal yang bentuknya seperti kapsula cekung meliputi
glomerulus yang saling melilitkan diri.
2) Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung dengan 15 mm
diameter 55m, bentuknya berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian medula dan
kembalui ke korteks sekitar 2/3 dari natrium yang berfiltrasi diabsorbsi secara isotonis
bersama klorida. Proses ini melibatkan transportasi aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi
natrium akan mengurangi pengeluaran air dan natrium, hal ini dapat mengganggu
pengenceran dan pemekatan urine yang normal. Kalium diresorbsi lebih dari 70%
kemungkinan dan dengan mekanisme transportasi aktif akan terpisah dari resporsi
natrium.
3) Gelung henle (ansa henle), bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis,
selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm.
klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asedens gelung henle dan natrium yang
bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik. Sekitar 25% natrium
yang difiltrasi diserap kembali karena darah nefron bersifat tidak permeabel terhadap air.
Reabsorbsi klorida dan natrium dipars asendens penting untuk pemekatan urine karena
membantu mempertahankan integritas gradiens konsentrasi medulla. Kalium terfiltrasi
sekitar 20-25% diabsorbsi pada pars asendens lengkung henle. Proses pasi terjadi karena
gradien elektrokimia yang timbul sebagai akibat dari reabsorbsi aktif klorida pada
segmen nefron ini.
4) Tubulus distal konvulta, bagian ini adalah tubulus ginjal berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman panjang 5 mm. tubulus distal dari masing-masing
nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm. Masing-masing duktus
koligens berjalan melalui korteks dan medulla ginjal yang bersatu membentuk suatu
duktus yang berjalan lurus dan bermuara ke dalam duktus belini, seterusnya menuju
kalik minor ke kalik mayor, dan akhirnya mengosongkan isinya ke dalam pelvis renalis
pada aspeks masing-masing piramid medula ginjal, panjang nefron keseluruhan ditambah
duktus koligens adalah 45-65 mm. nefron yang berasal dari glomerulus korteks (nefron
korteks) mempunyai ansa henle yang memanjang ke dalam piramid medula.
5) Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan
secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini dengan aldosteron yang paling
berperan terhadap reabsorbsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi
dan mensekresi kalium. Ekskresi aktif kalium diperhatikan pada duktud koligen kortikal
dan mungkin dikendalikan oleh aldosteron. Reabsorbsi aktif kalium murni terjadi dalam
duktus koligen medula.
Gambar 2. Nefron
c. Fungsi Ginjal
Menurut Syaifuddin, 1997 : 108), fungsi ginjal adalah :
1) Memegang peranan penting dalam peranan zat-zat toksin atau racun.
2) Mempertahankan suasana keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
3) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.

d. Pembuluh Darah Ginjal


Arteri Renalis merupakan percabangan dari aorta abdominalis letaknya kira-kira
setinggi vertebra lumbalis dua, karena aorta terletak di sebelah kiri garis tengah maka
arteri renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri. Setiap arteri renalis bercabang
waktu masuk ke dalam hilus ginjal.
Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebalah
kanan garis tengah. Sehingga vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang dari vena
renalis kanan. Arteri renalis masuk ke dalam hilus, kemudian bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri akuarta yang
melengkung melintas basis piramid-piramid tersebut. Arteri arkuarta kemudian
membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteriol
interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola aferen. Arteriola aferen akan berakhir
pada rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerulus.
Skematik sirkulasi darah ginjal ditunjukkan berikut ini :
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis → arteri renalis kanan dan kiri →
arteri interlobalis → aorta aferen → glomerolus → arteriol aferen → vena
interlobularis → vena arkuarta → vena interlobaris → vena renalis → vena kava
inferior.
Proses pembentukan kemih dimulai dengan proses filtrasi plasma pada glomerulus.
Proses filtrasi ini dinamakan ultrafiltrasi glomerulus.
Aliran darah ginjal (renal blood flow) adalah sekitar 20-25% dari curah jantung atau
sekitar 1200 ml/menit. Bila hematokrit normal (45%) maka aliran plasma ginjal (RPF)
sama dengan 660 ml/menit, sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit dialirkan
melalui glomerulus ke kapsula bowman atau dikenal dengan istilah GFR (Glomerulus
Filtration Rate).

4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (1999 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik:
a. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik,
penyakit vaskuler.
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik uremik, diare
yang disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia,
galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap, mioklonus,
kejang, koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
m. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan
n. Endokrin : multiple
o. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal

5. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari
nefron.Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah
dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan
filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute
untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak
dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai
dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Satdium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR(Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari
normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai
akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur atau
hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration
Rate)hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat.
Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi
isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari
500 cc/hari.
6. Phatway

Peta Konsep

Kerusakan jaringan ginjal

Penurunan fungsi ginjal

GFR turun Sekresi eritropetin turun

Sisa metabolisme meningkat


Eritropoesis turun
Sekresi ureum melalui
Iritasi saluran cerna kulit
Anemia

Terasa penuh pada lambung Pruritus


Suplai O2 ke jaringan kurang

Mual dan muntah Gangguan integritas kulit


Metabolisme anaerob

Gangguan intake nutrisi


Produksi ATP kurang

Proteinuria Kelemahan otot

Intoleransi aktivitas
Hipoalbumin

Tekanan osmotic koloid turun


Sekresi ADH & aldosteron
Volume Cairan intravaskuler
Migrasi airan ke interstisial turun

Retensi natrium dan air


Udem paru
Mekanisme rennin
angiotesnsin
Nafas cepat & dangkal Udem Hiperkalemia
Curah jantung meningkat
Gangguan pola nafas
Ketidakseimbangan cairan &
Payah jantung elektreolit
7. Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Sistem Tubuh
Menurut Slamet (2001 : 428-429), dampak gagal ginjal kronik terhadap sistem imun
tubuh meliputi :
a. Sistem Gastrointestinal
1) Anoreksia, nausia dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein di dalam usus.
2) Fuetor uremik yang disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
3) Cegukan (hiccup) sebabnya pasti yang belum diketahui.
4) Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologis
3) Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (jarang dijumpai)
4) Bekas-bekas garukan karena gatal
c. Sistem Hematologi
1) Anemia dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain :
a) Berkurangnya produksi eritropoetin
b) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik
c) Defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang
d) Perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit
e) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan pendarahan terhadap agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang.
3) Gangguan fungsi leukosit
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas
juga menurun.
d. Sistem Saraf dan Otak
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan, rasa yang kesemutan
dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki, lemah, tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang, kelemahan dan hipertropi otot-otot
terutama otot-otot ekstrimitas proksimal.
e. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan dan hipertensi.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastatik.
4) Edema akibat penimbunan cairan.
f. Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ekskresi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun.
2) Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
3) Gangguan metabolisme lemak
4) Gangguan metabolisme vitamin D
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalaisa, osteitis fibrosa, osteos derosis dan
klasifikasi metastatik.
2) Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme
3) Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (1999 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik
adalah :
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa
pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam
etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan
melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi
keluaran sekitar 500 ml.
c. Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.
Hindari masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan di atur
sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik koop, selain obat
anti hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium yang
besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti
inflasi nonsteroid). Asidosis berat atau kekurangan garam yang menyebabkan
pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma
EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15
mmol/liter.
f. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti alumunium hidroks
(330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di terapi lebih ketat.
h. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin aminogikosid,
analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari perifer,
hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
j. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan dialisa
biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah dilakukan
terapi konservatif atau terjadi komplikasi.

B. Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia


1. Oksigenasi
Gagal ginjal kronik menyebabkan gagal jantung yang beresiko menyebabkan udem
paru. Penumpukan cairan pada paru-paru dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas.
2. Cairan dan elektrolit
Aktivasi sistem renin angiotensin juga akan menyebabkan sekresi aldosteron yang
pada akhirnya menyebabkan retensi natrium dan air sehingga menyebabkan penumpukan
cairan tubuh yang berpotensi menyebabkan udem anasarka karena peningkatan tekanan
hidrostatik.
Ketidakmampuan ginjal mengatur kadar elektrolit menyebabkan hiperkalemia dan
hipernatremia. Ketidakmampuan ginjal memproduksi dehidroksikalsiferol juga
menyebabkan gangguan absorpsi kalsium dari usus sehingga berpotensi menyebabkan
hipokalsemia.
3. Nutrisi
Penumpukan sisa metabolisme dalam tubuh menandakan adanya toksin dalam tubuh
serta merubah komposisi biokimia cairan tubuh yang akan merangsang medula oblongata
untuk mempersespsikan adanya mual. Ascites akibat retensi natrium dan air juga
menyebabkan perasaan penuh pada perut yang menurunkan nafsu makan.
4. Eliminasi
Ketidakmampuan ginjal memproduksi urine menyebabkan penurunan output urine
(oliguria) sehingga merubah pola eliminasi BAK.
5. Aktivitas/Istirahat
Penurunan produksi eritropoetin menyebabkan anemia sehingga mengurangi suplai
oksigen ke jaringan dan menyebabkan penurunan produksi ATP serta mengakibatkan
kelemahan. Kelemahan ini akan menyebabkan keterbatasan atau intolerasi terhadap
aktivitas.
6. Konsep Diri
Udem anasarka, perubahan kulit dan dampak lainnya dari gagal ginjal kronik
menyebabkan perubahan bentuk tubuh sehingga berpotensi mengakibatkan gangguan
gambaran diri. Ketidakmampuan klien menjalankan tugas sosialnya juga menyebabkan
gangguan peran diri dan harga diri.
7. Rasa Aman
Kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatan serta perawatannya dapat
menyebabkan gangguan rasa aman berupa kecemasan.

C. Asuhan Keperawatan
Keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan profesional yang sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Secara komprehensif ditunjukkan pada individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun
sakit mencakup hidup manusia. (La Ode, 1999 : 69).
Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis,
dinamis dan terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah
kesehatan pasien, dimulai dari pengkajian (pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah) diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,
pelaksana dan tindakan penilaian tindakan keperawatan (Zaidi, 1997 : 69).
Tahap-tahap proses keperawatan adalah :
9. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk
dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien
baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan (Zaidi, 1999 : 73).
Yang perlu dikaji dalam sistem perkemihan meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik dan prosedur diagnostic yang merupakan data yang menunjang keadaan klinis dari
pasien.
a. Riwayat Kesehatan
1) Data Demografi :
a) Umur : biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, walaupun pada kenyataanya
banyak penderita dengan umur sebelum usia 60 tahun.
b) Jenis kelamin: wanita mempunyai insiden infeksi traktus urinarius dan pielonefritis
lebih tinggi daripada pria yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal kronik.
2) Riwayat Kesehatan Klien :
a) Riwayat masalah ginjal (sistem perkemihan)
b) Klien serta telah berobat kemana dan jenis obat yang dikonsumsi : seperti penyakit
ginjal, batu ginjal dan uretra, batu kandung kemih, pembedahan sistem kemih.
c) Riwayat penyakit kronis : hipertensi, kardiovaskuler, DM, infeksi streptokokus,
obat-obatan nefrotoksik (garamicyn)
d) Riwayat adanya trauma/injuri
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adakah keluarga yang menderita penyakit ginjal seperti polycistis
b) Penyakit kronik yang lain seperti DM, Batu ginjal, Kardiovaskuler, hipertensi,
kelainan bawaan.
4) Riwayat Diit
a) Kebiasaan minum : jumlah, jenis air minum
b) Kebiasaan makan : makanan segar/diawetkan, susu, protein, kalsium
5) Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan tingkat
pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh
pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan klien.
6) Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, obat-obatan yang digunakan seperti
garamicin, analgetik yang lama, obat arthritis, obat hipertensi, obat kardiovaskuler, obat
diabetes melitus.
7) Riwayat kesehatan sekarang adanya dalam perubahan :
a) Karakteristik urine
b) Pola BAK
c) Kemampuan untuk mengontrol BAK
d) Perubahan frekuensi
e) Merasa nyeri
1) Serangan dan lamanya : kejadian setelah BAK atau selama BAK
2) Lokasi penyebaran : pada punggung
3) Nyeri menjalar dari abdomen bagian bawah sampai perineum, skortum/labia.
4) Nyeri kesulitan Bak (dysuria)
5) Karakter dan beratnya : rasa terbakar dan sakit
6) Faktor yang meringankan : perubahan posisi
7) Faktor yang memberatkan : obat-obatan
f) Distensi bladder, spasme
g) Tanda dan gejala yang menyertai : demam, menggigil, berkeringat, perubahan
kulit, pruritus, bekuan uremik dan uremik sebagai gejala akumulasi sampah
metabolisme dalam darah yang diakibatkan karena gagal ginjal yang ditandai dengan :
anoreksia, mual, muntah, kram otot, pruritus, lemah dan mudah lelah.
8) Penampilan Umum
a) Kulit : pucat, kemerahan, kuning kelabu
b) Edema
c) Tanda-tanda vital: nadi lemah dan halus, terjadi hipotensi orthostatic akibat
hipovolemia, nafas pendek, dapat terjadi peningkatan suhu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan kesadaran bias terjadi stupor sampai dengan koma.
e) Konsentrasi: ketidakmampuan konsentrasi, keilangan memori, kacau.
f) Kemampuan bicara: stress, perasaan tidak berdaya.
g) Gaya jalan: adanya kesemutan dan kram pada otot ekstremitas bawah
mempengaruhi gaya berjalan klien dengan gagal ginjal kronik.
h) Koordinasi anggota gerak: kram pada otot ekstremitas, “sindroma kaki gelisah”,
kebas rasa terbakar pada kaki.

10. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi, akultasi, palpasi dan perkusi.
1) Mata
Sering ditemukan warna konjungtiva yang pucat/putih, edema preorbial.
2) Muka
Apakah ada muka tampak sembab atau tidak. Muka sembab disebabkan karena udem
3) Leher
Sering terjadi peningkatan vena jugularis sebagai akibat dari peningkatan tekanan
pengisian pada atrium kanan pada kondisi gagal jantung kanan.
4) Pemeriksaan Ginjal
Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri dan kanan atau daerah
costovertebral angle (CVA), normal keadaan abdomen simetris, tidak tampak masa
dan tidak ada pulsasi, bila tampak ada masa pulsasi kemungkinan ada polikistik,
hidronefrosis ataupun nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler aorta maupun arteri
renalis, bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (Renal Arteri Stenosis),
nefro scelerotic. Bila terdengar desiran, jangan melakukan palpasi, cedera pada suatu
aneurisme di bawah kulit terjadi sebagai akibatnya tes CVA bila adanya nyeri tekan di
duga adanya implamasi akut.
Keadaan normal, ginjal tidak teraba. Apabila teraba membesar dan kenyal,
kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan penekanan pasien
mengeluh sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya peradangan.
5) Pemeriksaan Kandung Kemih
Di daerah supra pubis dipalpasi apakah ada distensi. Normalnya kandung kemih
terletak di bawah sympisis pubis, tetapi setelah membesar organ ini dapat terlihat distensi
pada supra pubis, pada kondisi normal yang berarti urine dapat dikeluarkan secara
lengkap dari bendung kemih, kandung kemih tidak teraba. Bila ada obstuksi di bawah
dan prodiksi urine normal maka urine tidak dapat dikeluarkan, hal ini mengakibatkan
distensi kandung kemih.
6) Pemeriksaan Meatus Uretra
Inspeksi pada meatus uretra apakah ada kelainan sekitar labia, untuk warna dan
apakah ada kelainan pada orifisium uretra pada laki-laki dan juga lihat cairan yang
keluar.
7) Pemeriksaan Prostat Melalui Anus
Mengidentifikasi pembesaran kelenjar prostat bagi laki-laki yang mempunyai keluhan
mengarah kepada hypertropu prostat. Akibat pembesaran prostat, berdampak
penyumbatan partial atau sepenuhnya kepada saluran kemih bagian bawah normalnya
prostat dapat teraba dengan diameter sekitar 4 cm dan tidak ada nyeri tekan.

11. Pemeriksaan penunjang


Laboratorium dan Prosedur Diagnostik
1) Urine
a) Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau anuria
b) Warna, Gelap endapan coklat menunjukkan adanya darah, hemoglobin, myoglobin,
perphyris.
c) Masa jenis, kurang dari 1,015 (pada nilai 1,010 merefleksikan kerusakan ginjal
berat)
d) Osmolaritas, kurang dari 350 mg/liter adalah petunjuk kerusakan tubuler dan
urine/serum rasiosering 1 : 1
e) Kreatinin cleraence, mungkin menurun secara jelas (significan)
f) Sodium, lebih besar dari 40 mEq/liter karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
sodium.
g) Protein, proteinuria berat (3-4 +) secara pasti merupakan indikasi kerusakan
glomerulus jika sel-sel darah merah dan endapan ditemukan juga.
2) Darah
a) BUN/Kreatinin, biasanya proporsinya naik. Tingkat keratinin 10 mg/dl mendukung
tahap lanjut (mungkin serendah 5)
b) CBC (Complet Blood Count = Hitung darah lengkap) Hematokrit, menurun bila
ada anemia Hb : biasanya kurang dari 7-8 g/dl. Sel-sel darah merah : masa hidupnya
menurun karena defisiensi eritroprotein akibatr azotemia (adanya kreatinin dalam darah).
c) Analisa gas darah, PH : menurun, asidosis metabolik terjadi (PH kurang dari 7,2)
karena ginjal kehilangan kemampuan mengekresikan hidrogen dan amoniak atau produk
akhir katabolisme (pemecahan) protein HCO3 menurun PCO2 menurun.
d) Serum Sodium, mungkin rendah (jika ginjal “waste sodium”) atau normal
(merefleksikan pengenceran hipernatremia).
e) Potassium, meningkat sehubungan dengan retensi karena seluler shift (asidosis)
atau pelepasan jaringan (sel-sel merah hemolisis)
f) Gagal ginjal tahap lanjut, EKG berubah mungkin tidak terjadi sampai potasium 6,5
mEg atau lebih besar
g) Magnesium, meningkat
h) Fosfor, meningkat
i) Protein, menurunnya tingkat serum protein mungkin merefleksikan protein lepas
dalam urine, perpindahan cairan, menurunnya intake atau menurunnya sintesa protein
selayaknya pada kekurangan asam amino esensial.
j) KUB (abdomen), menggambarkan ukuran ginjal, ureter kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu)
k) Retrograde pyelogram, menunjukkan keabnormalan pelvis ginjal dan ureter
l) Renal arteriogram, memeriksa sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuleritas, massa.
m) Voiding cystrouetgram, menunjukkan ukuran kandung kemih, refluk kedalam
ureter, retensi.
n) Renal ultrasound, menentukan ukuran ginjal : dan adanya massa kista, obstruksi
pada traktus urinarius bagian atas.
o) EKG, mungkin merefleksikan keseimbangan elektrolit, asam basa yang abnormal.
p) X-Ray kaki, tulang tengkorak, columna spinalis dan tangan, untuk mengetahui
demineralisasi, kalsifikasi.

12. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama adanya
masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit; kedua faktor-
faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah; ketiga, kemampuan klien
mencegah atau menghilangkan masalah. (La Ode, 1999 : 61).
Diagnosa keperawatan menurut Barbara (1999 : 155) dan Carpenito (1999 : 222),
pada pasien gagal ginjal kronik adalah :
a. Ketidakseimbangan Elektrolet b.d kerusakan fungsi ginjal
b. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan energi

13. Perencanaan
Menurut Pusdiklat DIJ keperawatan, perencanaan keperawatan adalah penyusunan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai
dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan klien (Zaidi, 2002 : 82).
Perencanaan keperawatan menurut Engram (1999 : 155-163) dan Carpenito (1999 :
222-223), pada pasien gagal ginjal kronik adalah :
a. Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
1) Perencanaan
1. Jelaskan pada keluarga pasien tentang indicator kelebihan volume cairan.
2. Anjurkan pada keluarga pasien untuk mencatat intake dan output cairan pasien.
3. Ajarkan pada keluarga pasien cara mencatat intake dan output cairan.
4. Observasi intake dan output cairan.
5. Observasi edema
6. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapi.

2) Rasional
1. Untuk menambah pengetahuan keluarga pasien dan meningkatkan kerja sama
keluarga pasien dan perawat.
2. Untuk mengetahui balance cairan pasien.
3. Untuk melatih keterampilan keluarga pasien.
4. Agar mengetahui balance cairan pasien
5. Untuk mengetahui adanya edema.
6. Untuk mempercepat proses penyembuhan.
3) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 1 minggu diharapkan volume
cairan pasien seimbang.
4) Kriteria hasil
1. Keluarga pasien dapat menjelaskan kembali tentang indicator kelebihan volume
cairan.
2. Keluarga pasien mau mencatat intake dan output cairan pasien.
3. Keluarga pasien mampu memperaktekkan cara mencatat intake dan output pasien.
4. Tidak ada edema.
5. Turgor kulit <3 detik

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy.


1) Perencanaan
1. Jelaskan pada keluarga pasien tantang penyebab pola nafas tidak efektif.
2. Anjurkan pada keluarga pasiean untuk melaporkan pada perawat bila pasien sesak.
3. Ajarkan pada keluarga pasien cara memasang masker dengan benar.
4. Observasi TTV
5. Observasi suara nafas tambahan
6. Observasi retraksi otot bantu nafas.

2) Rasional
1. Untuk menambahkan pengetahuan keluarga pasien dan meningkatkan kerja sama
antara keluarga pasien dan perawat.
2. Agar sesak pasien dapat segera tertangani.
3. Agar oksigen dibutuhkan pasien dapat terpenuhi.
4. Untuk mengetahui status pernafasan pasien dan efek dari terapi
5. Adanya suara nafas tambahan menandakan adanya perubahan status oksigen dalam
tubuh pasien.
6. Reaksi retraksi pada saat bernafas menandakan adanya bantuan dalam
mendapatkan oksigen.

3) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pola nafas
pasien kembali normal.
4) Kriteria hasil
1. Keluarga pasien mampu menjelaskan kembali tentang penyebab pola nafas tida
efektif.
2. Keluarga pasien mau melaporkan pada perawat bila pasien sesak.
3. keluarga mampu memperaktekan kembali cara memasang masker dengan benar.
4. TTV dalam batas normal
TD : Sistol = 100-120 mmHg
Diastole = 60-80 mmHg
N : 80-100x/m
S : 36,5-37,5 C
5. Irama nafas tidak pasien teratur
6. Tidak ada suara nafasb tambahan
7. Tidak ada reaksi otot bantu nafas

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, K, ( 2018). Keperawatan Gawat darurat dan Bencana Sheehy.


Jakarta: Elsaiver
Bruner and Suddarth (2010).Keperawatan Medikal Bedah, EGC Jakarta:
Elseiver,
Toronto company, USA.
Gloria B, Howard B, Joanne D dan Cherly W. (2016): Nursing
Intervention
Classification(NIC). Elseiver Moco Media
Gloria B, Howard B, Joanne D dan Cherly W. (2016): Nursing Outcome
Classification(NOC).(2016): ElseiverMoco Media
Hutahaen, (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Buku
Kesehatan : Jakarta
Pamela, K. (2011). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit
Buku
Kedokteran: EGC.
NANDA,(2015).Diagnosa Keperawatan DefinisidanKlasifikasi201-2020
Edisi10.Jakrta: EGC
Sjamsuhidajat, (2013).Buku Ajar Ilmu Bedah : Penerbit buku kedokteran:
EGC
Sylvia, (2012).Buku Patologias : Penerbit buku kedokteran : EGC
Pitang , (2016). Fungsi Keperawatan Gawat Darurat. Pustaka Peslajar :
Jakarta
World Health Organization, (2018). Data Kesehatan Dunia.

Anda mungkin juga menyukai