Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM ZOOLOGI INVERTEBRATA

ARTHROPODA

Disusun oleh:
Kelompok 6

Erfina Damayanti Firdaus 1304620013


Tiara Nabila 1304620055
Khalisdhia Falah Baldimaron 1304620056

Dosen Pengampu :
Dr. Hanum Isfaeni, M.Si.

PROGRAM SUDI PENDIDIDKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
A. Pendahuluan
Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu arthro berarti “ruas” dan podos yang berarti
“kaki”. Jadi, arthropoda berarti hewan yang kakinya beruas-ruas. Organisme yang tergolong
filum arthropoda memiliki kaki yang berbuku-buku. Hewan ini memiliki jumlah spesies yang
saat ini telah diketahui sekitar 900.000 spesies.2
Karakteristik utamanya ialah memiliki tubuh beruas-ruas dengan sepasang kaki disetiap
ruas tubuhnya, ruas-ruas tersebut biasanya dikelompokkan menjadi dua atau tiga daerah yang
agak jelas. Bentuk tubuh arthropoda adalah simetri bilateral dan memiliki rangka luar
berkitin yang mengelupas dan diperbaharui secara periodik. Arthropoda memiliki sistem
peredaran darah terbuka dengan pembuluh darah berbentuk tabung yang terletak di sebelah
dorsal saluran pencernaan dengan lubang-lubang lateral di daerah abdomen. Untuk sistem
eksresinya, berupa pembuluh malphigi dimana bahan-bahan yang diekskresikan dikeluarkan
dari tubuh melalui anus. Sistem sarafnya terdiri dari ganglion anterior atau otak, sepasang
penghubung dan saraf-saraf berganglion yang saling berpasangan
B. Tujuan
1. Mendeskripsikan penampang dan morfologi tubuh hewan Arthropoda.
2. Mengetahui struktur atau bagian dari penampang melintang Arthropoda.
3. Memberi penamaan (taksonomi) dan klasisfikasi hewan Arthropoda.
4. Mengetahui karakteristik dan morfologi Scylla serrata.

C. Alat dan Bahan


1. Gambar
2. Kertas
3. Pensil atau pulpen
4. Penggaris
5. Gawai atau handphone
6. Perangkat lunak photo editor atau yang sesuai

D. Langkah Kerja
1. Memahami panduan praktikum.
2. Menyiapkan alat dan bahan.
3. Melakukan studi literatur dai artikel dan web yang kredible
4. Mengidentifikasi dan menganalisis struktur dan karakteristik dari Scylla serrata
5. Mencatat data pengamatan
6. Membuat laporan hasil pengamatan

E. Hasil dan Pembahasan


 Gambar 1. Diagram Vee Heterometrus laoticus
 Gambar 2. Heterometrus laoticus

Vesicle

aculeus

anus
cellicerae

femur

chela

moveable finger
pathella

Fixed finger

Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Subclass: Arachnida
Order: Scorpiones
Family: Scorpionidae Latreille, 1802
Genus: Heterometrus Ehrenberg, 1828
Species: Heterometrus laoticus Couzijn, 1981

Morfologi
Sebagaimana Arachnida, kalajengking mempunyai mulut yang disebut khelisera,
sepasang pedipalpi, dan empat pasang tungkai. Pedipalpi seperti capit terutama
digunakan untuk menangkap mangsa dan alat pertahanan, tetapi juga dilengkapi dengan
berbagai tipe rambut sensor. Tubuhnya dibagi menjadi dua bagian yaitu sefalotoraks dan
abdomen. Sefalotoraks ditutup oleh karapas atau pelindung kepala yang biasanya
mempunyai sepasang mata median dan 2-5 pasang mata lateral di depan ujung depan.
Beberapa kalajengking yang hidup di guwa dan di liter sekitar permukiman.
Kalajengking mempunyai sepasang umbai-umbai yang kuat dan cakar berbentuk
penjepit (pedipalpus) yang terletak tepat didepan 4 pasang kaki. Kaki disesuaikan untuk
berjalan, cephalothorax tidak bersegmen dan tertutup oleh selembar lempeng kitin tebal
yang disebut dengan carapace.
Abdomen terdiri atas 12 ruas yang jelas, dengan bagian lima ruas terakhir
membentuk ruas metasoma yang oleh kebanyakan orang menyebutnya ekor. Ujung
abdomen disebut telson, yang bentuknya bulat mengandung kelenjar racun (venom). Alat
penyengat berbentuk lancip tempat mengalirkan venom. Pada bagian ventral,
kalajengking mempunyai sepasang organ sensoris yang bentuknya seperti sisir unik
disebut pektin. Pektin ini biasanya lebih besar dan mempunyai gigi lebih banyak pada
yang jantan dan digunakan sebagai sensor terhadap permukaan tekstur dan vibrasi. Pektin
juga bekerja sebagai kemoreseptor (sensor kimia) untuk mendeteksi feromon
(komunikasi kimia).
Habitat
Kalajengking (ordo Scorpiones) didistribusikan terutama di daerah panas dan di
daerah yang lebih hangat di zona beriklim sedang. Kalajengking hutan Heterometris
laoticus (famili Scorpionidae) menempati semenanjung Indochina dan dapat sering
ditemukan di Vietnam Barat Daya. Sebagian besar kaalajengking aktif di malam hari.
Sebagaimana ditempat yang panas dan kering, kalajengking juga ditemukan di padang
rumput, sabana, gua, dan hutan atau hutan hujan.

Venom Kalajengking
Racun kalajengking adalah campuran kompleks senyawa yang diwakili terutama
oleh peptida dan protein. Mereka memanifestasikan sebagian besar efek neurotoksik dan
langsung melumpuhkan mangsa kecil. Sengatan kalajengking tropis berukuran besar bisa
berakibat fatal bagi manusia, gejala utamanya adalah kerusakan sistem saraf. Gejala
keracunan H. laoticus diantaranya adalah nyeri lokal, peradangan, edema, pembengkakan
dan kemerahan pada daerah yang tersengat, berlangsung dari beberapa jam sampai
beberapa hari; tidak ada korban jiwa manusia yang dilaporkan sejauh ini. Venom
kalajengking digunakan untuk menangkap mangsa, proses pertahanan diri dan untuk
proses perkawinan. Semua kalajengking mempunyai venom dan dapat menyengat, tetapi
secara alamiah kalajengking cenderung bersembunyi atau melarikan diri. Kalajengking
dapat mengendalikan aliran venom, oleh karena itu pada beberapa kasus sengatan tidak
mengeluarkan racun atau hanya menimbulkan keracunan ringan. Racun kalajengking
adalah campuran kompleks dari neurotoksin atau racun syaraf dan bahan lainnya. Setiap
jenis mempunyai campuran unik.
Di Amerika Serikat diketahui hanya jenis yang dianggap berbahaya bagi manusia,
yaitu . Centruroides exilicauda dan sekitar 25 jenis lain diketahui menghasilkan racun
berpotensi merugikan manusia, tersebar di seluruh dunia. Adapun kalajengking
berbahaya di Afrka Utara dan Timur Tengah adalah genus Androctonus, Buthus,
Hottentotta, Leiurus), Amerika Selatan (Tityus), India (Mesobuthus), and Mexico
(Centruroides). Di beberapa daerah ini, sengatan kalajengking dapat menyebabkan
kematian, tetapi data realistis tidak tersedia. Beberapa studi menduga angka kematian
pada kasus-kasus di rumah sakit sekitar 4% pada anak-anak yang lebih rentan daripada
yang lebih tua. Bila terjadi kematian akibat sengatan ini umunya disebabkan oleh
kegagalan jantung dan pernafasan beberapa jam setelah kematian. Selama tahun 1980 di
Meksiko terjadi kematian rata-rata 800 orang per tahun. Namun demikian, dalam 20
tahun terakhir di Amerika Serikat tidak ada laporan kematian akibat sengatan
kalajengking, demikian pula di Indonesia tidak pernah terdengar.

Reproduksi
Kalajengking berkembangbiak secara ovovivipar dan anak-anaknya dibawa untuk
beberapa waktu dipunggung kalajengking betina. Metamorfosis kalajengking tidak
sempurna yaitu telur – larva – nimpa – dewasa, masa hidupnya berkisar antara 2 – 6
tahun.

Perilaku
Kalajengking tergolong serangga yang aktif di malam hari (nokturnal) dan siang
hari (diurnal). Ia juga merupakan hewan predator pemakan serangga, laba-laba, kelabang,
dan kalajengking lain yang lebih kecil. Kalajengking yang lebih besar kadang-kadang
makan vertebrata seperti kadal, ular dan tikus. Mangsa terdeteksi oleh kalajengking
melalui sensor vibrasi organ pektin. Pedipalpi mempunyai susunan rambut sensor halus
yang merasakan vibrasi dari udara. Ujung-ujung tungkai mempunyai organ kecil yang
dapat mendeteksi vibrasi di tanah. Kebanyakan kalajengking adalah predator penyerang
yang mendeteksi mangsa ketika ia datang mendekat.
Permukaan tungkai, pedipalpi, dan tubuh juga ditutupi dengan rambut seta yang
sensitif terhadap sentuhan langsung. Meskipun kalajengking dilengkapi dengan venom
untuk pertahanan dan mendapat mangsa, kalajengking sendiri jatuh menjadi mangsa bagi
mahluk kalin seperti kelabang, tarantula, kadal pemakan serangga, ular, unggas (terutama
burung hantu), dan mamalia (termasuk kelelawar, bajing dan tikus pemakan serangga).
Seperti halnya predator lainnya, kalajengking cenderung mencari makan di daerah teritori
yang jelas dan terpisah, dan kembali ke tempat yang sama pada setiap malam.
Kalajengking bisa masuk ke dalam komplek perumahan dan gedung ketika daerah
teritorialnya hancur oleh pembangunan, penebangan hutan atau banir dan sebagainya.

Peran Kalajengking
 Racunnya dari kalajengking dapat disuling menjadi obat-obatan melawan berbagai
jenis mikroorganisme. Ini menunjukkan hasil yang baik dalam uji difusi cakram
untuk Bacillus subtilis, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, dan
Staphylococcus aureus, antara lain.
 Kalajengking diternakkan untuk dikonsumsi sebagai makanan baru di Vietnam.
Mereka juga digunakan untuk membuat wine (anggur kalajengking).
 Banyak pecinta hewan memelihara kalajengking sebagai pet atau hewan kesayangan.
Tetapi perlu kehati-hatian dalam pelaksanaannya. Kalajengking tidak dipelihara di
dalam rumah atau dekat sekitar anak-anak. Meskipun racun yang dikeluarkan relatif
sedikit, dapat berakibat fatal bagi anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap
racun kalajengking.
 Gambar 3. Diagram Vee Portunus pelagicus

 Gambar 4. Portunus pelagicus


Berdasarkan hasil identfikasi dari berbagai sumber dan literatur diketahui gambar
tersebut merupakan spesies Portunus pelagicus, dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Malacostraca
Order : Decapoda
Family : Portunidae
Genus : Portunus Weber, 1795
Species : Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758)
Kemudian dari hasil identifikasi juga diketahui struktur bagian tubuh dari spesies
Portunus pelagicus. Pada gambar tampak dorsal diketahui bagian-bagian struktur
tubuhnya yaitu 1 Pasang capit, carpus, mata, karapas, 1 pasang kaki renang, merus,
lateral spine, dan 3 pasang kaki jalan. Sedangkan pada gambar tampak dorsal diketahui
Capit, basi-ischium, thoracikc sterna, abdomen, maksipilled peraba, maksipilled ke-3,
carpus, merus, basis, ischium, dan coxa. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam literatur
yang menyebutkan bahwa spesies Portunus pelagicus atau yang biasa dikenal dengan
nama rajungan memiliki ciri khas berupa sepasang capit berduri yang memanjang, 3
pasang kaki jalan, dan sepasang kaki renang. Pada rajungan terdapat 5 pasang kaki jalan.
Pasangan pertama berubah menjadi capit (cheliped), sedangkan pasangan kaki
jalan ke-5 berubah fungsi sebagai alat pendayung. Kaki renang tereduksi dan tersembunyi
di balik abdomen. Pada hewan betina, kaki renang berfungsi sebagai alat pemegang dan
inkubasi telur (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Sapit pada rajungan digunakan untuk
menangkap dan memegang makanan. Kaki jalan digunakan untuk berjalan di dasar
perairan. Sedangkan kaki renang dipergunakan untuk berenang dengan cepat di air
sehingga tergolong kedalam Swimming Crab (Portunidae) (Rangka, 2007).
Dibandingkan dengan bagian abdomen, bagian kerapas rajungan sangat menonjol.
Perut berbentuk segitiga, dilipat ke sisi perut karapas. Terdapat 9 (sembilan) duri di
kedua sisi (anterolateral) dari muka karapas (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Duri
pertama di depan lebih besar dari tujuh duri di belakang, dan duri kesembilan di sisi
karapas adalah yang terbesar. Kepiting memiliki tiga pasang duri frontal dan sembilan
pasang duri anterolateral di sisi punggung. Tulang belakang anterolateral kesembilan
memiliki bentuk kipas terbesar dan terpanjang. Perut kepiting jantan berbentuk segitiga
dan meruncing ke depan, sedangkan perut kepiting betina berbentuk segitiga lebih lebar
dan membulat (Schmitt, 1973).
Rajungan dapat mencapai ukuran 18 cm dengan capitnya yang memanjang.
Kokoh dan berduri. Lebar karapas rajungan yang ditangkap di perairan pantai berkisar
antara 8 sampai 13 cm dan berat rata-rata 100 gram, sedangkan lebar karapas rajungan
yang ditangkap di perairan dalam berkisar antara 12 sampai 15 cm dan berat rata-rata 150
gram.
 Gambar 5. Diagram Vee Scylla serrata

 Gambar 6. Scylla serrata


Menurut Kanna (2002) kepiting bakau dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum ; Arthropoda
Kelas : Crustaceae
Subcalss : Malacostraca
Order : Decapoda
Suborder : Brachyuran
Family : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla serrata

Kepiting Bakau atau Scylla serrata merupakan salah satu sumber keragaman
hayati, yang habitatnya ada di dalam hutan mangrove yang umumnya tumbuh serta
berkembang pada kawasan pesisir. Kepiting ini termasuk dalam golongan krustasea.
Dalam bahasa Inggris kepiting ini juga dikenal sebagai mangrove crab atau mud crab.
Secara morfologi, ia dapat dikenali lewat seluruh tubuhnya yang tertutup oleh cangkang
yang bulat dan tebal. Capit kepiting berukuran cukup besar. Selain itu, Kepiting memiliki
warna relatif yang hampir sama dengan warna lumpur, yaitu coklat kehitam-hitaman pada
karapasnya dan putih kekuning-kuningan pada abdomen (bagian perut).
Siklus hidup kepiting bakau meliputi empat tahap (stadia) perkembangan yaitu:
tahap larva (zoea), tahap megalopa, tahap kepiting muda (juvenil) dan tahap kepiting
dewasa (Gambar 1). Pada stadia megalopa, tubuh kepiting bakau belum terbentuk secara
sempurna. Meskipun telah terbentuk mata, capit (chela), serta kaki yang lengkap, namun
tutup abdomen (abdomen flap) masih menyerupai ekor yang panjang dan beruas (Kasry,
1986).
Selain itu, pasangan kaki renang belum terbentuk sempurna, karena masih
menyerupai kaki jalan dengan ukuran yang panjang. Memasuki stadia kepiting muda
(juvenil), tubuh kepiting bakau mulai terbentuk sempurna. Tutup abdomentelah melipat
ke arah belakang (ventral) tubuh, sedangkan ruas terakhir pasangan kaki renang mulai
pendek dan memipih. Meskipun demikian, tubuh masih berbentuk bulat dengan bagian-
bagian tubuh yang tidak proporsional. Hal ini terlihat pada bentuk mata yang membesar
dengan tangkai yang pendek, sehingga memberikan kesan melekat pada tubuh. Secara
umum, tubuh kepiting bakau dewasa terbagi atas dua bagian utama, yaitu bagian badan
dan bagian kaki, yang terdiri atas sepasang cheliped, tiga pasang kaki jalan, dan sepasang
kaki renang.

Karapaks

Kepiting bakau memiliki bentuk karapaks yang agak bulat, memanjang, pipih,
sampai agak cembung. Panjang karapaks berukuran kurang lebih dua per tiga ukuran
lebar karapaks. Secara umum, karapaks kepiting bakau terbagi atas empat area, yaitu:
area pencernaan (gastric region), area jantung (cardiac region), area pernapasan
(branchial region), dan area pembuangan (hepatic region). Pada bagian tepi anterolateral
kiri dan kanan karapas, atau pada branchial region, terdapat sembilan buah duri dengan
bentuk dan ketajaman yang bervariasi.

Sedangkan pada bagian depan karapaks, atau pada gastric region, tepat diantara
kedua tangkai mata, terdapat enam buah duri kokoh di bagian atas, dan dua duri kokoh di
bagian bawah kiri dan kanan. Sepasang duri pertama pada bagian anterolateral kiri dan
kanan karapas, serta dua pasang duri pada bagian atas dan bawah karapaks, berada dalam
posisi mengelilingi rongga mata, dan berfungsi melindungi mata. Duri-duri pada bagian
depan karapaks, memiliki bentuk dan ketajaman yang bervariasi, sehingga menjadi salah
satu faktor pembeda dalam klasifikasi jenis kepiting bakau (Keenan et al., 1989).

Abdomen
Abdomen kepiting bakau terletak pada bagian ventral tubuh, yakni pada bagian
tengah tulang rongga dada (thoracic sternum). Tutup abdomen (abdominal flap),
merupakan organ yang menyerupai lempengan dan merupakan pelindung pleopod
(gonopod). Pleopod kepiting bakau jantan, berfungsi sebagai organ kopulasi, sehingga
disebut copulatory pleopod. Sedangkan pleopod kepiting bakau betina, berfungsi sebagai
tempat menempelnya massa telur yang telah terbuahi (zigote) selama proses inkubasi
berlangsung, sehingga disebut juga organ pelengkap kelamin. Selama stadia megalopa,
tutup abdomen kepiting bakau nampak terlihat jelas melalui bagian dorsal tubuh, dan
menyerupai ekor. Akan tetapi ketika memasuki stadia juvenil, tutup abdomen telah
melipat ke arah dada (ventral). Ukuran dan bentuk dari abdomen serta ruas-ruas pada
tutup abdomen, merupakan salah satu faktor pembeda jenis kelamin kepiting bakau.
Bentuk tutup tepi anterolateral karapaks rongga mata (orbit) tepi posterolateral karapaks
area pencernaan dahi area bembuangan area jantung area pernapasan, abdomen juga
merupakan faktor pembeda dalam identifikasi dewasa kelamin, dan tingkat kematangan
gonad pada kepiting bakau betina. Gambar 4. Bentuk tutup abdomen kepiting bakau
(Scylla paramamosain) dalam posisi membuka dan menutup.

Tutup abdomen merupakan pelindung pleopod. Pleopod kepiting bakau betina,


dilengkapi rambut-rambut yang disebut ovigerous setae. Rambut-rambut tersebut akan
tumbuh semakin banyak, saat kepiting bakau betina mengalami pergantian kulit untuk
kawin (Sandifer & Smith, 1986). Sebaliknya pada kepiting bakau jantan, pleopod tidak
dilengkapi rambut-rambut. Dengan demikian, selain fungsi-fungsi tersebut di atas, tutup
abdomen pada kepiting bakau betina juga berfungsi sebagai pelindung massa telur
(zigote), selama proses pengeraman/inkubasi berlangsung. Pada bagian tengah tutup
pleopod, terdapat saluran pembuangan yang mengarah ke anus, yang terletak pada bagian
ujung tutup pleopod.

Kaki-Kaki
Anggota tubuh Decapoda terdiri atas ruas-ruas, dan secara umum memiliki
sepasang embelan pada tiap ruas. Kepiting bakau memiliki lima pasang kaki, yang
terletak pada bagian kiri dan kanan tubuh, yaitu: sepasang cheliped, tiga pasang kaki
jalan (walking leg) dan sepasang kaki renang (swimming leg). Tiap kaki kepiting bakau
terdiri atas enam ruas, yaitu coxa, basi-ischium, merus, carpus, propondus dan dactylus.
Pasangan kaki pertama pada tubuh kepiting bakau, disebut cheliped. Coxa pada cheliped
merupakan ruas cheliped yang paling dekat dengan tubuh, sehingga merupakan tempat
menempelnya cheliped pada tubuh. Basi-ischium merupakan ruas penghubung antara
coxa dan merus, yang dilengkapi dengan tiga buah duri kokoh, yaitu satu pada tepi
anterior, dan dua lainnya pada tepi posterior. Pada carpus terdapat sebuah duri kokoh,
pada sudut bagian dalam, dan satu atau dua duri yang relatif tajam atau tumpul pada
sudut bagian luar. Keberadaan dan ketajaman duri pada sudut terluar carpus, merupakan
salah satu faktor pembeda dalam identifikasi jenis kepiting bakau (Keenan et al., 1989).
Pada propondus, terdapat tiga buah duri, satu berada tepat pada persambungan antara
carpus dan propondus, sedangkan dua lainnya berada pada bagian persambungan antara
propondus dan dactylus. Keberadaan dan ketajaman Jantan betina Jantan betina Posisi
menutup Posisi membuka Siahainenia, kedua duri tersebut, juga merupakan faktor
pembeda dalam identifikasi jenis kepiting bakau. Bagian propondus dan dactilus cheliped
menyatu, disebut capit (chela). Cheliped sangat berperan dalam aktivitas makan.
Strukturnya kokoh, terutama pada bagian chela, dilengkapi dengan gigi-gigi yang tajam
dan kuat untuk mencabik-cabik makanan dan memasukkannya ke dalam mulut.
Selain berfungsi sebagai alat bantu makan, cheliped juga berfungsi sebagai alat
bertarung untuk pertahanan diri. Hal ini terutama terjadi pada kepiting bakau jantan,
sehingga cheliped kepiting bakau jantan umumnya lebih besar daripada cheliped betina,
ketika mencapai tingkat dewasa kelamin. Kepiting bakau yang merasa terancam oleh
gangguan pemangsa, akan bergerak mundur, sedangkan kedua cheliped-nya diangkat
tinggi ke atas dengan posisi chela membuka. Seringkali kepiting bakau
melepaskan/memutuskan cheliped-nya sebagai strategi membebaskan diri dari pemangsa.
Penggunaan cheliped untuk pertahanan diri, terjadi ketika perebutan makanan, wilayah
tempat berlindung, wilayah kawin (mating teritory), serta pasangan kawin. Menjelang
kawin, kepiting bakau jantan biasanya akan menjaga betina pasangannya yang sementara
berganti kulit (moulting) prakopulasi dari serangan kepiting bakau lain, yang berusaha
untuk kawin dengannya atau untuk memangsanya. Hal ini disebabkan karena sifat
kanibalisme yang dimiliki kepiting bakau (Kasry, 1996). Cheliped juga digunakan
kepiting bakau jantan untuk membalikan tubuh betina, sehingga terlentang agar mudah
melakukan perkawinan (kopulasi). Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan selama
proses inkubasi berlangsung, kepiting bakau betina menggunakan cheliped-nya untuk
menjaga massa zigote yang menempel pada rambut-rambut pleopodnya

Tiga pasang kaki berikutnya, disebut kaki jalan yang selain berfungsi untuk
berjalan saat kepiting bakau berada di darat, juga berfungsi dalam proses reproduksi,
terutama pada kepiting bakau jantan. Ketika proses percumbuan menjelang perkawinan
berlangsung, dengan bantuan kaki-kaki jalan kepiting bakau jantan akan mendekap betina
di bagian bawah tubuhnya, sehingga tubuh mereka menyatu. Posisi ini disebut doubllers.
Doubllers umumnya berlangsung hingga kepiting bakau betina memasuki proses
moulting prakopulasi. Kaki-kaki jalan juga berfungsi ketika proses penetasan telur
berlangsung. Kepiting bakau betina yang sedang berkontraksi, akan berdiri menggunakan
kedua cheliped-nya, sementara bagian dactylus kedua pasang kaki jalan terakhir (kaki
jalan II dan III), digunakan untuk menggaruk massa zigote secara terus menerus, sampai
butiranbutiran telur terurai dan terlepas dari rambut-rambut pleopod. Pasang kaki terakhir
kepiting bakau yang disebut kaki renang, berbentuk agak membulat dan lebar. Dua ruas
terakhir kaki renang (dactylus dan propondus) berbentuk pipih. Pasangan kaki renang
digunakan sebagai alat bantu semacam dayung saat berenang. Sekalipun dapat tahan
hidup di darat selama 4-5 hari, namun kepiting bakau tetap membutuhkan air untuk
menghindarkan dirinya dari evaporasi. Selain itu, dalam siklus hidupnya, kepiting bakau
betina yang telah matang gonad akan meninggalkan perairan hutan mangrove, menuju ke
perairan laut untuk memijahkan, mengerami dan menetaskan telur-telurnya (Sulaeman
dkk., 1993).

Mulut
Mulut kepiting bakau terletak pada bagian ventral tubuh, tepatnya di bawah
rongga mata, dan di atas tulang rongga dada (thorachic sternum). Mulut kepiting bakau
terdiri atas tiga pasang rahang tambahan (maxilliped), berbentuk lempengan yaitu;
maxilliped I, maxilliped II dan maxilliped III, serta rongga mulut. Ketiga pasang
maxilliped, secara berurutan tersusun menutupi rongga mulut. Hal ini diduga untuk
mencegah masuknya lumpur atau air secara langsung ke dalam rongga mulut, karena
rongga mulut selalu berada dalam keadaan terbuka. Dengan demikian ketika akan
memasukan makanan ke dalam rongga mulut, tiap pasang maxilliped akan membuka di
tengah seperti pintu dan kemudian akan menutup kembali ketika makanan telah masuk.
Kepiting bakau hidup di dalam lumpur, serta sering makan deposit lumpur dan detritus,
sehingga tiap pasang maxiliped dilengkapi rambut-rambut halus, yang diduga berfungsi
sebagai alat peraba dan perasa untuk mendeteksi makanan.
F. Kesimpulan
 Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthos yang berarti sendi atau ruas dan
podos yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda merupakan hewan dengan kaki beruas atau
bersendi. Secara taksonomi filum Arthropoda terdiri dari 5 kelas yaitu Diplopoda,
Chilopoda, Insecta, Arachnida dan Crustacea.
 Karakteristik utamanya ialah memiliki tubuh beruas-ruas dengan sepasang kaki disetiap
ruas tubuhnya, ruas-ruas tersebut biasanya dikelompokkan menjadi dua atau tiga daerah
yang agak jelas
 kalajengking mempunyai mulut yang disebut khelisera, sepasang pedipalpi, dan empat
pasang tungkai. Pedipalpi seperti capit terutama digunakan untuk menangkap mangsa dan
alat pertahanan, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai tipe rambut sensor.
 Portunus pelagicus pada tampak dorsal diketahui bagian-bagian struktur tubuhnya yaitu 1
Pasang capit, carpus, mata, karapas, 1 pasang kaki renang, merus, lateral spine, dan 3
pasang kaki jalan. Sedangkan pada gambar tampak dorsal diketahui Capit, basi-ischium,
thoracikc sterna, abdomen, maksipilled peraba, maksipilled ke-3, carpus, merus, basis,
ischium, dan coxa
 Scylla serrata memiliki bentuk karapaks bulat memanjang dan agak cembung; abdomen
terletak pada bagian tengah rongga dada dengan bentuk tutup yang berbeda antar jenis
kelamin; memiliki sepasang cheliped, tiga pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang
yang masing-masing terdiri atas ruas coxa, basi-ischium, merus, carpus, propondus dan
dactylus; mulut terdiri atas tiga pasang rahang tambahan (maxilliped) berbentuk
lempengan dan rongga mulut; memiliki sepasang antene
Daftar Pustaka
Avianto, I., Sulistiono, dan I. Setyobudiandi . 2013. Karakteristik habitat dan potensi kepiting
bakau (Scylla serrata, S.transquaberica, dan S.olivacea) di hutan mangrove Cibako,
Sancang Kabupaten Garut Jawa Barat. Aquasains 2 (1): 97-106.
Bonine, K. M., E. P Bjorkstedt., K. C Ewel., and M. Palik. 2008. Population characteristics of
the
mangrove crab Scylla serrata (Decapoda: Portunidae) in Kosrae. Federated States of
Micronesia: Effects of harvest and implications for management. Pacific Science. 62 (1):
1-19.
Hickman, Cleavand P., et. all. (2016). Integrated Principles of Zoology. Seventeenth Edition.
New York: McGraw Hill Education.
Erawati, Ery. (2015). Optimalisasi Pada Tahap Penanganan Bahan Baku Rajungan (Portunus
pelagicus) Sebagai Produk Pengalengan di PT. PAN Putra Samudera, Rembang Jawa
Tengah. Praktek Kerja Lapangan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas
Airlangga: Surabaya.
Arif, Muhammad. (2018). Struktur Populasi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) Yang
Tertangkap Dengan Alat Tangkap Gill Net dan Bubu Oleh Nelayan Pulau Sabangko
Kabupaten Pangkep. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin: Makassar.

Anda mungkin juga menyukai