Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 21 No.

1, Maret 2018, hal 27-33 pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203 DOI:


10.7454/jki.v21i1.484

PELATIHAN ASUHAN KEPERAWATAN PEKA BUDAYA EFEKTIF


MENINGKATKAN KOMPETENSI KULTURAL PERAWAT
1* 2 1
Enie Novieastari , Jajang Gunawijaya , Agustin Indracahyani
1. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
2. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*E-mail: enienovieastari@gmail.com

Abstrak

Seorang perawat dituntut untuk memiliki kompetensi kultural sehingga memiliki kepekaan terhadap kebutuhan budaya pasien.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran peningkatan kompetensi kultural perawat yang masih rendah melalui
program Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya pada Pasien dengan Gangguan Respirasi. Desain yang digunakan
adalah quasi eksperimen dengan pre dan post test tanpa kelompok kontrol. Program pelatihan ini berlangsung selama 4
minggu melibatkan 93 orang perawat pelaksana dan manajer asuhan keperawatan di sebuah rumah sakit di Jakarta Timur yang
dipilih secara purposif. Instrumen kompetensi kultural yang digunakan adalah instrumen yang dikembangkan oleh peneliti
pada penelitian sebelumnya. Hasil pengukuran kompetensi kultural perawat sebelum dan setelah pelatihan menunjukkan
perbedaan yang bermakna. Kompetensi kultural ditinjau dari aspek pengetahuan budaya memiliki nilai p< 0,001 (α= 0,05),
dari sikap budaya nilai p< 0,01 (α= 0,05), dan dari aspek keterampilan budaya nilai p< 0,001 (α= 0,05). Kesimpulan yang
dapat diambil adalah bahwa kegiatan Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya efektif meningkatkan kompetensi kultural
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Rekomendasi untuk kegiatan selanjutnya adalah perlunya mensosialisasikan
model Asuhan Keperawatan Peka Budaya yang digunakan dalam pelatihan ini kepada seluruh perawat agar dapat diterapkan
kepada seluruh pasien dengan berbagai gangguan kesehatan.

Kata kunci: kompetensi kultural, pelatihan perawat, asuhan keperawatan, peka budaya

Abstract

Culturally-sensitive nursing care trainings effectively improve nurses’ cultural competency. Nurses are required to
have cultural competency in order to provide culturally sensitive nursing care for their patients. The purpose of this
study was to improve nurse cultural competences through A Training Program of Culturally Sensitive Nursing Care for
Patients with Respiratory Health Problems. The study utilized quasi-experiments design without control. The four-week
training program was organized involving 93 nurses at Persahabatan Hospital Jakarta who were selected using
purposive sampling. The nurse cultural competency instruments modified by the author from her previous work was
used. The results of this study showed that after the training program, the nurse cultural competency increased
significantly (p< 0.001 for cultural knowledge, p= 0.003 for cultural attitude, and p< 0.001 for cultural skills). It was
found that the training program was effective to increase every aspect of nurse cultural competency. In conclusion, the
nursing care training program was effective to increase nurse’s cultural competency. Further programs are needed to
improve the program outreach for all nurses and to be applied to the patients with a variety of health problems.

Keywords: cultural competency, nurses training, culturally sensitive, nursing care

Pendahuluan an keperawatan. Pada saat ini, kompetensi kul-


tural perawat di Indonesia masih belum men-jadi
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh perhatian, mayoritas perawat belum diper-
seorang perawat adalah kompetensi kultural. siapkan kompetensi kulturalnya selama proses
Seorang perawat yang memiliki kompetensi pendidikan. Kurangnya kompetensi kultural pe-
kultural akan mempedulikan dan peka terhadap rawat dapat berakibat pada banyaknya masalah
kebutuhan budaya pasien yang menerima asuh- dalam berinteraksi antara pasien dan perawat.
28 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 21, No. 1, Maret 2018, hal 27-33

Berdasarkan hasil observasi peneliti selama tional (JCI, 2010) menuliskan bahwa institusi
penelitian yang dilakukan pada 2012–2013, pelayanan kesehatan seperti rumah sakit ber-
perawat yang belum memiliki kompetensi kul- karya untuk mewujudkan rasa percaya pasien,
tural banyak menghadapi masalah dalam ber- menjalin komunikasi terbuka dengan mereka
interaksi dengan pasien. Banyak keluhan yang serta untuk memahami dan melindungi nilai-
muncul sebagai akibat kurangnya kepedulian nilai budaya, psikososial, dan spiritual mereka.
dan kepekaan perawat terhadap keragaman ke- Hasil perawatan akan lebih baik jika pasien dan
butuhan dan kebudayaan pasien yang dirawat. keluarganya dilibatkan dalam pengambilan ke-
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Zander putusan dan proses perawatan pasien sesuai
(2007) bahwa respon perawat dalam berinterak- dengan budaya mereka. Artinya setiap individu
si dengan pasien seperti marah ketika tidak pasien perlu dihormati dan dilindungi nilai-nilai
mampu berkomunikasi, mengkritik secara ter- dan kebudayaannya sesuai dengan keragaman
buka, atau tidak berminat berinteraksi dengan dan keunikannya sebagai individu.
pasien menunjukkan perawat kurang memiliki
kompetensi kultural. Selain itu, perawat yang Pemahaman perawat bahwa kepercayaan yang
kurang memiliki kompetensi kultural akan mu- dimiliki oleh seseorang berkaitan dengan etio-
dah merasa frustrasi dan tidak nyaman dalam logi dari suatu penyakit (illness) yang diderita-
berinteraksi. Mereka tidak dapat dengan leluasa nya akan membantu perawat untuk dapat mem-
berkomunikasi dengan pasien sesuai dengan bantu pasien mengatasi penyakitnya. Andrews
tuntutan profesi keperawatan karena mereka dan Boyle (2003) menjelaskan bahwa sejumlah
kurang memahami nilai, keyakinan dan ke- masalah kesehatan yang dialami oleh pasien
biasaan dari budaya pasien yang mereka hadapi dewasa dipengaruhi oleh faktor budaya. Selain
setiap hari. faktor penyebab penyakit, aspek-aspek yang
terkait perubahan kebiasaan, gaya hidup dan
Hasil penelitian sebelumnya yang telah peneliti sistem keluarga sebagai faktor-faktor kebuda-
lakukan pada 2012, menemukan bahwa pasien yaan merupakan faktor penting dalam pena-
yang memperoleh asuhan keperawatan dari pe- nganan penyakit kronis.
rawat yang telah dilatih kompetensi kulturalnya
kepuasannya lebih tinggi sebanyak 5,2 kali di- Pasien dengan masalah penyakit kronis ter-
bandingkan dengan pasien yang dirawat oleh masuk penyakit respirasi kronis memiliki ko-
perawat yang tidak dilatih (Novieastari, 2013). notasi kebudayaan karena faktor penyebab ter-
Ada perbedaan bermakna antara kompetensi jadinya penyakit dan proses penyembuhan atau
kultural perawat sebelum dan sesudah pelatih- pengendalian penyakit berhubungan dengan
an, serta ada perbedaan kompetensi kultural kebudayaan pasien. Asuhan keperawatan harus
perawat yang dilatih dan yang tidak dilatih memperhatikan latar belakang kebudayaan,
menggunakan model Asuhan Keperawatan Peka nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan
Budaya. Pelatihan ini terbukti efektif mening- yang memengaruhi kemampuan pasien dan
katkan kompetensi kultural perawat, dimana keluar-ganya. Perawat harus dapat membantu
perawat yang telah dilatih mempunyai peluang pasien mengatasi penyakit, dan memberikan
12,8 kali untuk kompeten kultural dibanding-kan intervensi yang sesuai dengan kebudayaan
dengan kelompok perawat yang tidak me-ngikuti mereka sehing-ga pasien dapat beradaptasi
pelatihan. dengan perubahan kebiasaan atau kebudayaan
mereka apabila diperlukan (Novieastari,
Keperawatan meyakini bahwa setiap individu Murtiwi, & Wiarsih, 2012).
pasien itu adalah unik, berbeda satu dengan yang
lainnya. Setiap pasien memiliki nilai-nilai dan Asuhan Keperawatan Peka Budaya merupakan
keyakinan serta kebudayaan yang beragam dan asuhan keperawatan yang menggunakan kom-
berbeda-beda. Joint Commission Interna- petensi budaya dalam membantu pasien me-
Novieastari, et al., Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya Efektif Meningkatkan Kompetensi Kultural Perawat 29

menuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan agama Islam (83,87%), dan berasal dari suku
budayanya (Leininger & McFarland, 2002a; Jawa (48,39%). Perawat berusia antara 22–56
Leininger & McFarland, 2002b). Seorang pera- tahun dengan rerata 41 tahun (SD= 9 tahun).
wat yang memiliki kompetensi kultural diha- Rerata perawat telah bekerja di rumah sakit ter-
rapkan dapat memberikan asuhan keperawatan sebut selama 18 tahun (SD= 10 tahun), dengan
yang lebih bermakna bagi kehidupan pasien rentang lama kerja berkisar antara 1–35 tahun.
yang berasal dari beragam kebudayaan dan se-
cara tidak langsung dapat meningkatkan kua- Kompetensi Kultural Perawat. Hasil analisis
litas hidup pasien dengan pendekatan budaya data menunjukkan terjadi peningkatan rerata
yang diberikan oleh perawat. Penelitian ini ber- pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat
tujuan untuk mengidentifikasi bagaimanakah sebelum dan setelah pelatihan Asuhan Kepera-
pengaruh Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka watan Peka Budaya (Tabel 1). Komponen pe-
Budaya pada pasien dengan Gangguan Respi- ngetahuan budaya ada 25 pertanyaan, rerata
rasi terhadap kompetensi kultural perawat? jawaban responden sebelum mendapatkan pela-
tihan hanya mampu menjawab 10 pertanyaan
Metode dengan benar (SD= 3,75). Namun, setelah men-
dapatkan pelatihan, rerata jawaban benar res-
Studi ini menggunakan desain kuasi eksperi-men ponden meningkat menjadi 18 (SD= 2,64). Total
dengan pre-post tanpa kelompok kontrol. Teknik nilai maksimal untuk komponen sikap budaya
purposive sampling digunakan untuk memilih adalah 80, rerata responden mampu mencapai
sampel yang berjumlah 92 orang pera-wat nilai 63,10 (SD= 6,47) sebelum intervensi dan
pelaksana dan manajer asuhan keperawatan di sedikit meningkat menjadi 65,05 (SD= 6,77)
ruang rawat inap. Instrumen yang digunakan setelah intervensi. Sedangkan dari total nilai
adalah instrumen kompetensi kultural yang maksimal 140 untuk keterampilan budaya pera-
dikembangkan oleh peneliti berdasarkan hasil wat, rerata responden mampu mencapai nilai
modifikasi dari instrumen dan konsep yang 104,05 (SD= 14,20) sebelum intervensi, dan
terkait dengan keperawatan transkultural. Ins- meningkat menjadi 113,70 (SD= 13,49) setelah
trumen telah dipergunakan dalam penelitian intervensi.
sebelumnya (α Cronbach= 0,926). Instrumen
terdiri atas 3 bagian yaitu pengetahuan budaya Perbedaan Kompetensi Kultural Perawat
(25 pertanyaan), sikap budaya (20 pertanyaan) Sebelum dan Setelah Pelatihan. Berdasarkan
dan keterampilan budaya (35 pertanyaan) meng- hasil analisis data yang disajikan dalam Tabel 2,
gunakan skala Likert (Novieastari, 2013). rerata nilai pengetahuan perawat setelah
pelatihan (M= 17,51; SD= 2,64) 8 poin lebih
Sebelum dilakukan intervensi berupa program tinggi daripada sebelum pelatihan (M= 9,95;
pelatihan, perawat mengisi kuesioner pre tes SD= 3,75). Analisis selanjutnya menunjukkan
dan setelah 1 bulan mengikuti pelatihan, pera- bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermak-
wat mengisi kuesioner post-test. Intervensi be- na antara pengetahuan budaya perawat sebelum
rupa program pelatihan Asuhan Keperawatan dan setelah pelatihan Asuhan Keperawatan Peka
Peka Budaya pada Pasien dengan Gangguan Budaya (t(92)= -17,57; p< 0,001).
Respirasi berlangsung sebanyak 10 sesi (5 sesi
teori @ 3 jam dan 4 sesi praktik @ 4 jam serta Rerata nilai sikap perawat setelah pelatihan (M= 65,05;
1 sesi evaluasi dan rencana tindak lanjut). SD= 6,77) juga menunjukkan pe-ningkatan sebanyak 2
poin dibanding dengan sebelum pelatihan (M= 63,09;
SD= 6,47). Ana-lisis selanjutnya menunjukkan bahwa
Hasil terdapat perbedaan yang bermakna antara sikap
budaya perawat sebelum dan setelah pelatihan Asuhan
Karakteristik Perawat. Dalam studi ini mayo-
ritas perawat adalah perempuan (95,7%), ber-
30 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 21, No. 1, Maret 2018, hal 27-33
Tabel 1. Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Perawat

Karakteristik Rerata SD Min- Max


Pengetahuan Budaya
Pre 9,94 3,75 2-17
Post 17,50 2,64 7-22
Sikap Budaya
Pre 63,10 6,47 51-80
Post 65,05 6,77 50-80
Keterampilan Budaya
Pre 104,05 14,20 71-134
Post 113,70 13,49 87-140
Tabel 2.Perbedaan Kompetensi Kultural Perawat Sebelum dan Setelah Pelatihan

Rerata (95% CI) SD t p


Pengetahuan
Pre 9,95 3,75 -17,57 0,000
(9,17- 10,72)
Pos 17,51 2,64
(16,96-18,05)
Sikap
Pre 63,09 6,47 -3,08 0,003
(61,76-64,43)
Pos 65,05 6,77
(63,66-66,45)
Keterampilan
Pre 104,05 14,19 -5,25 0,000
(101,13-106,98)
Pos 113,69 13,48
(110,92- 116,48)

Keperawatan Peka Budaya (t(92)= -3,08; p< kebutuhan yang sesuai dengan kebudayaannya.
0,01). Kompetensi kultural merupakan sekumpulan ke-
terampilan dan perilaku yang memungkinkan
Sama halnya dengan rerata nilai pengetahuan perawat bekerja secara efektif di dalam konteks
dan sikap budaya, rerata nilai keterampilan pe- kebudayaan pasien (Lampley, Little, Beck-Little,
rawat setelah pelatihan (M= 113,69; SD= 13, & Yu Xu, 2008). Menurut Shearer dan
48) juga mengalami peningkatan sebesar 10 poin Davidhizar (2003), bahwa kompetensi kultural
dibandingkan sebelum pelatihan (M= 104,05; merupakan suatu kemampuan untuk merawat
SD= 14,19). Analisis selanjutnya menunjukkan pasien secara peka budaya dan cara yang sesuai
bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermak- dengan kebudayaan pasien. Kemampuan mem-
na antara keterampilan budaya perawat sebe-lum berikan asuhan keperawatan secara peka bu-daya
dan setelah pelatihan Asuhan Keperawatan Peka merupakan salah satu kompetensi yang wajib
Budaya (t(92)= -5.25, p< 0,001). dimiliki oleh seluruh perawat di dunia termasuk
di Indonesia (PP-PPNI, 2010).
Pembahasan
Kompetensi kultural merupakan suatu proses
Perawat perlu memiliki kompetensi kultural agar yang terus menerus perlu dilatih dan dikem-
dapat memberikan asuhan keperawatan yang bangkan kepada para perawat khsususnya dan
peka terhadap kebutuhan pasien termasuk tenaga kesehatan pada umumnya. Untuk dapat
Novieastari, et al., Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya Efektif Meningkatkan Kompetensi Kultural Perawat 31

memiliki kompetensi kultural, perawat perlu an keperawatan dengan kompetensi kultural


dilatih dan dipersiapkan agar memiliki pema- perawat sebagai pondasi dalam memberikan
haman yang baik tentang konsep kebudayaan asuhan keperawatan kepada pasien secara peka
dan kaitannya dengan kesehatan, penyakit serta budaya. Model ini menggunakan pendekatan
konsep keperawatan transkultural di samping proses keperawatan mulai dari pengkajian, me-
konsep-konsep yang berkaitan dengan asuhan rumuskan diagnosa keperawatan, menyusun
keperawatan peka budaya. Selama pelatihan, perencanaan asuhan keperawatan, mengimple-
para perawat menunjukkan motivasi yang ting-gi mentasikan asuhan keperawatan dan mengeva-
untuk berinteraksi dengan pasien dengan latar luasi efektifitas asuhan keperawatan dengan
belakang yang beragam bahkan perawat yang mengintegrasikan konsep kebudayaan dan ke-
sebelumnya enggan untuk berinteraksi dengan perawatan transkultural dalam memberi
pasien yang sulit berkomunikasi, ter-motivasi asuhan keperawatan pada pasien secara lebih
untuk melakukan interaksi dengan pasien dan kompre-hensif dan holistik.
memperoleh kepuasan dari berinte-raksi dengan
pasien tersebut setelah pendekatan peka budaya Pendekatan proses keperawatan sebagai ke-
diterapkan. rangka kerja perawat digunakan untuk meng-
gambarkan kontinuitas dari proses asuhan ke-
Pelatihan asuhan keperawatan peka budaya perawatan yang diberikan pada pasien dengan
merupakan salah satu bentuk upaya pening-katan gangguan respirasi. Pendekatan ini mengguna-
kompetensi kultural perawat dalam mem-berikan kan pendekatan penyelesaian masalah secara
asuhan keperawatan yang dikembang-kan oleh ilmiah yang telah biasa dipergunakan oleh para
peneliti. Pelatihan asuhan keperawat-an peka perawat dalam memberikan asuhan keperawat-
budaya yang diberikan pada perawat dapat an yaitu pengkajian, perumusan diagnosis, pe-
meningkatkan aspek pengetahuan, sikap, dan nyusunan rencana asuhan keperawatan, imple-
keterampilan budaya perawat secara ber-makna. mentasi rencana intervensi yang telah disusun,
Hal ini sejalan dengan model konsep dan evaluasi efektivitas asuhan keperawatan
keperawatan yang dikemukakan oleh Campinha- yang telah diberikan (Potter & Perry, 2009).
Bacote (2002) yaitu bahwa kompetensi kultural Namun pada model AKPB, perawat perlu me-
merupakan suatu proses dimana pemberi pe- ngintegrasikan pemahaman mereka tentang
layanan profesional secara terus menerus ber- konsep kultural dan keperawatan transkultural
juang dalam mencapai kemampuan untuk be- sehingga di setiap langkah proses keperawatan
kerja secara efektif di dalam konteks budaya aspek kebudayaan pasien menjadi perhatian
klien (baik secara individu, keluarga, atau perawat dan diidentifikasi sejak langkah
masyarakat). Menurutnya, kompetensi kultural pengkajian.
merupakan suatu proses “becoming culturally
competent” dan bukanlah “being culturally Pelatihan menggunakan Model AKPB efektif
competent". meningkatkan kompetensi kultural perawat di-
mana kelompok perawat yang telah dilatih de-
Asuhan keperawatan peka budaya hanya dapat ngan AKPB mempunyai peluang sebesar 12,8
diberikan oleh perawat yang memiliki kemam- kali untuk kompeten dibandingkan dengan ke-
puan praktik lanjut karena membutuhkan pe- lompok perawat yang tidak mengikuti pelatihan
ngetahuan khusus terkait keperawatan transkul- AKPB (Novieastari, 2013). Hal ini sejalan
tural seperti yang telah diberikan sebagai inter- dengan hasil dari studi ini yang menunjukkan
vensi melalui pelatihan asuhan keperawatan bahwa pelatihan asuhan keperawatan peka bu-
peka budaya pada pasien dengan gangguan res- daya pada pasien dengan gangguan respirasi
pirasi. Dalam penelitian disertasi Novieastari dapat meningkatkan kompetensi kultural dari
(2013), bahwa Model Asuhan Keperawatan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan bu-
Peka Budaya (AKPB) merupakan model asuh- daya secara bermakna.
32 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 21, No. 1, Maret 2018, hal 27-33

Hasil penelitian ini juga mendukung apa yang Scrimshaw, Fullilove, Fielding, dan Normand
telah dibahas oleh Maier-Lorentz (2008) dalam (2003) bahwa standar pertama dari perawatan
artikelnya yang menyatakan bahwa perawat yang kompeten secara budaya adalah institusi
harus memperoleh pengetahuan dan keteram- pelayanan kesehatan harus dapat menjamin se-
pilan dalam kompetensi kultural. Asuhan ke- mua pasien atau konsumen menerima layanan
perawatan yang kompeten secara budaya mem- dari semua tenaga secara efektif, dapat di-
bantu memastikan kepuasan pasien dan penca- pahami, dan menghormati pasien/konsumen
paian hasil yang positif. Pelayanan kesehatan dengan cara-cara yang sesuai dengan
yang kongruen secara budaya menurut Jeffreys keyakinan dan praktik kesehatan budayanya,
(2006) merupakan hak asasi manusia dan bukan serta meng-gunakan bahasa yang disukai. Hal
merupakan privilege, oleh karenanya setiap ini tentunya berkaitan dengan upaya
pasien perlu mendapatkannya dari pemberi pe- meningkatkan kepuas-an pasien terhadap
layanan kesehatan. Hal ini juga diamanahkan layanan yang diberikan ke-pada mereka.
oleh Code of Nurses dari International Council
of Nurses (ICN) dan juga Standar Kompetensi Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya
Perawat Indoneisa (PP-PPNI, 2010). Kriteria kepada perawat dapat dijadikan sebagai salah
akreditasi rumah sakit secara internasional se- satu upaya peningkatan kemampuan kepera-
perti yang dikeluarkan oleh Joint Commission watan khususnya dalam meningkatkan kom-
on Accreditation of Healthcare Organizations petensi budaya agar dapat memberikan asuhan
(JCI, 2010) juga memasukkan pelayanan yang keperawatan yang peka budaya khususnya pada
harus diberikan oleh tenaga kesehatan yang pasien dengan gangguan respirasi. Namun de-
memiliki kompetensi kultural untuk mening- mikian pelatihan ini dapat dikembangkan juga
katkan kepuasan pasien. untuk asuhan keperawatan pada pasien lainnya.
Pelatihan asuhan keperawatan peka budaya
Menurut Bureau of Primary Health Care dapat diterapkan untuk mendukung pencapaian
(BPHC) USA dalam Seright (2007), konse- salah satu standar akreditasi internasional ru-
kuensi dari kompetensi kultural dapat diukur mah sakit sesuai standar JCI, mengingat salah
melalui beberapa capaian (outcomes) pelayan- satu aspek yang perlu dipenuhi dalam akreditasi
an yang diberikan yaitu mencakup: 1) adanya tersebut adalah perawat perlu memenuhi ke-
perbaikan dari diagnosis dan rencana terapi; 2) butuhan pasien sesuai dengan kebudayaannya.
perkembangan penanganan rencana tindakan Oleh karena itu pelatihan ini dapat dijadikan
yang diikuti oleh pasien dan didukung oleh salah satu program rumah sakit untuk mening-
keluarga; 3) penurunan angka keterlambatan katkan kemampuan perawat dalam memenuhi
dalam pencarian layanan; 4) peningkatan ko- kebutuhan pasien sesuai dengan kebudayaan-nya
munikasi secara menyeluruh; 5) peningkatan melalui peningkatan kompetensi kultural.
kompatibilitas antara praktik kesehatan ber-
basis budaya atau tradisional dengan barat. Kesimpulan
Kepuasan pasien merupakan suatu
konsekuensi dari asuhan atau pelayanan yang Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa
kompeten. Kepuasan praktisi, logikanya juga kegiatan Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka
meningkat-kan kepatuhan pasien terhadap Budaya efektif meningkatkan kompetensi kul-
rencana pera-watan atau tindakan. Hal ini tural perawat dalam memberikan asuhan kepe-
dapat berarti bahwa berkurangnya rawat ulang rawatan pasien dengan gangguan respirasi yang
atau kekam-buhan pasien dan meningkatkan menerima asuhan keperawatan. Rekomendasi
kesehatan yang optimal. untuk kegiatan pengabdian masyarakat selan-
jutnya adalah perlunya mensosialisasikan mo-del
Standar nasional pelayanan yang sesuai secara Asuhan Keperawatan Peka Budaya kepada
kultural dan linguistik dinyatakan Anderson, seluruh perawat agar dapat diterapkan kepada
Novieastari, et al., Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya Efektif Meningkatkan Kompetensi Kultural Perawat 33

seluruh pasien dengan berbagai gangguan ke- Leininger, M., & McFarland, M.R. (2002a).
sehatan (AF, NN, HR). Culture care theory: A major contribution
to advance transcultural nursing
knowledge and practice. Journal of
Ucapan Terima Kasih Transcultural Nursing, 13 (3), 189–192.
Diperoleh dari http://tcn.sagepub.com pada
Ucapan terima kasih disampaikan kepada 24 April, 2008.
Direktorat Riset dan Pengabdian Masayarakat
Universitas Indonesia melalui Program Com- Leininger, M., & McFarland, M.R. (2002b).
munity Engagement Grants (CEGS) 2014 Transcultural nursing: Concepts, theories,
yang telah memberikan dukungan dana untuk research, and practice (3rd Ed.). New York:
ter-laksananya studi ini. Demikian juga kepada Mc Graw Hill.
Pimpinan RS, Kepala Bidang Keperawatan
dan Kepala Bidang Diklat RSUP Persahabatan Maier-Lorentz, M. (2008). Transcultural Nursing:
Jakarta yang telah bekerjasama sebagai mitra Its importance in nursing practice. Journal
of Cultural Diversity, 15 (1), 37–43.
bagi terlaksananya kegiatan di RSUP Persaha- Diperoleh dari Proquest Nursing & Allied
batan Jakarta. Health Source pada Juni 2013.

Referensi Novieastari, N., Murtiwi, & Wiarsih, W. (2012).


Modified simulation learning method on
Andrews, M., & Boyle, J.S. (2003). Transcultural knowledge and attitude of nursing student’s
concepts in nursing care. Philadelphia: JB cultural awareness at Universitas Indonesia.
Lippincott Company. Jurnal Makara Seri Kesehatan, 16 (1), 23–
28.
Anderson, L.M., Scrimshaw, S.C., Fullilove, M.T.,
Fielding, J.E., & Normand, J. (2003). Novieastari, E. (2013). Pengaruh model asuhan
Culturally competent healthcare systems: A keperawatan peka budaya terhadap ke-
systematic review. American Journal of puasan pasien diabetes mellitus (Laporan
Preventive Medicine, 24 (3S), 68–79. Disertasi, tidak dipublikasikan). Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Campinha-Bacote, J. (2002). The process of
cultural competence in the delivery health PP-PPNI. (2010). Standar profesi dan kode etik
care services: A model of care. Journal of perawat Indonesia. Jakarta: PP-PPNI.
Transcultural Nursing, 13 (3), 181–184. doi:
10.1177/104596020 13003003 Potter, P.A., & Perry, A.G. (2009). Fundamentals of
nursing: Concepts, process, and practice
Jeffreys, M.R. (2006). Teaching cultural competence (7th Ed.). St. Louis, MI: Elsevier Mosby.
in nursing and health care: Inquiry, action,
and innovation. New York, USA: Springer Shearer, R., & Davidhizar, R. (2003). Using role
Publishing company, Inc. play to develop cultural competence.
Journal of Nursing Education, 42 (6),
Joint Commission International. (2010). Standar 273– 276.
akreditasi rumah sakit (Edisi ke-4). (Alih
bahasa: M. Tjandarasa & N. Budiman). Seright,T.J. (2007). Perspectives of registered
Jakarta: PERSI. nurse cultural competence in a rural state:
Part I. Online Journal of Rural Nursing
Lampley, T., Little, K., Beck-Little, R., & Yu Xu and Health Care, 7 (1), 47–56.
(2008). Cultural competence of north
carolina nurses: A journey from novice to Zander,P.E. (2007). Cultural competence:
expert. Home Health Care Management & Analyzing the construct. The Journal of
Practice, 20 (10), 1–8. doi: 10.1177/1084 Theory Construction and Testing, 11 (2),
822307311946. 50–54.

Anda mungkin juga menyukai