Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDU

MIK V – PERTEMUAN 10
Kirimkan tugas ini ke email :
adeirmasuryani.piksiganesha@gmail.com paling lambat Selasa,
09 November 2021 pukul 11.00 WIB

Nama Mahasiswa : Sanindita Rizki Fania Ruhiyat


NPM : 19303364
Jurusan : Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Kampus : Politeknik Piksi Ganesha

1. Carilah Referensi-Referensi mengenai Coding Compliance Strategies, Auditing, And Reporting,


meliputi :
a. Element of Coding Quality
b. Coding Quality Factors
c. Documentation Problems
d. Coding Quality Monitors and Reporting
e. Coding Policies and Procedures
2. Buatlah rangkuman atau ringkasan mengenai Coding Compliance Strategies, Auditing, And
Reporting dengan ketentuan:
a. Tugas diketik menngunakan jenis tulisan times new roman, ukuran 12, spasi 1.5
b. Tugas dikumpulkan k ketua kelas dan dikirimkan ke email secara kumulatif dalam 1
folder,jangan satu persatu
3. Jika ada pertanyaan terkait materi ini yang kurang jelas, silahkan cantumkan pertanyaannya pada
lembar tugas masing-masing2.

Buatlah tugas ini secara individu dan tidak boleh copy paste antar temannya.
Rangkuman Coding Compliance Strategies, Auditing, And Reporting

a. Element of Coding Quality

b. Coding Quality Factors

c. Documentation Problems

d. Coding Quality Monitors and Reporting

e. Coding Policies and Procedures

A. Koding

- Koding (PMK 76, 2016) adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan
diagnosis sekunder sesuai dengan ICD-10 (International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problems) yang diterbitkan oleh WHO serta memberikan
kode tindakan/prosedur sesuai dengan ICD-9-CM (International Classification of
Diseases Revision Clinical Modification).

 Akan menentukan besar biaya dalam pembayaran pelayanan kesehatan.

 Aturan dan pedoman koding yang digunakan dalam aplikasi INA-CBG adalah aturan
koding morbiditas.

 ICD adalah klasifikasi penyakit yang disusun oleh para pakar statistik kesehatan
masyarakat, patologi-anatomis, spesialis medis, wakil-wakil resmidari negara-negara
anggota WHO.

- Diagnosis: Klasifikasi seseorang berdasarkan suatu penyakit yang dideritanya atau satu
abnormalitas yang diidapnya.

 Diagnosis utama: Kondisi yang setelah pemeriksaan ternyata penyebab utama


admission pasien ke rumah sakit untuk dirawat.

 Diagnosis sekunder: Masalah kesehatan yang muncul pada saat episode


keperawatan kesehatan, yang mana kondisi itu belum ada di pasien.
- Dalam proses koding:

 ICD 10 untuk koding penyakit (14.000 kode);

 Vol.1 Daftartabulasipenyakit

 Vol.2 Instruksipenggunaanbukuvol. 1 & 3

 Vol.3 Daftar indeks alfabetik penyakit serta kondisi sakit, sebab luar
penyakit/cedera dan tabulasi obat

 ICD-9CM untuk koding tindakan (8.500 kode)

- Tujuan koding:

 Memudahkan pencatatan, pengumpulan dan pengambilan kembali informasi


sesuai diagnosa ataupun tindakan medis-operasi yang diperlukan uniformitas
sebutan istilah (medical terms).

 Memudahkan entry data ke database komputer yang tersedia (satu kode bisa
mewakili beberapa terminologi yang digunakan para dokter).

 Menyediakan data yang diperlukan oleh sistem pembayaran/penagihan biaya yang


dijalankan/diaplikasi.

 Memaparkan indikasi alasan mengapa pasien memperoleh asuhan/perawatan/


pelayanan (justifikasi runtunan kejadian).

 Menyediakan informasi diagnosis dan tindakan (medis/operasi) bagi:

 Riset,

 Edukasi, dan

 Kajian asesment kualitas keluaran/outcome (legal danotentik).

- Faktor-faktor penyebab kesalahan koding:

1. Kegagalan peninjauan seluruh catatan.


2. Pemilihan diagnosis utama yang salah.

3. Pemilihan kode yang salah.

4. Mengkode diagnosis atau prosedur yang salah oleh karena isi catatan

5. Kesalahan didalam memasukkan kode ke dalam database atau pada tagihan

- Element of Coding Quality

Beberapa elemen pengkodean yang harus dievaluasi dalam menetapkan kualitas data
pengkodean (Bowman,1992):

a. Reliability

Yaitu hasil yang sama akan diperoleh apabila dilakukan beberapa kali usaha. Contoh:
Beberapa petugas pengkodean dengn rekam medis yang sama akan menghasilkan hasil
pengkodean yang sama pula.

b. Validity

Yaitu hasil pengkodean yang mencerminkan keadaan pasien dan prosedur yang diterima
pasien.

c. Completeness

Sebuah rekam medis belum bisa dikatakan telah dikode apabila hasil pengkodean tidak
mencerminkan semua diagnosis dan prosedur yang diterima pasien.

d. Timeliness

Dokumen rekam medis dapat dikode dengan hasil yang dapat dipercaya, benar, dan
lengkap. Tetapi jika tidak dengan tepat waktu maka rekam medis tidak dapat digunakan
untuk pengambilan kembali dokumen atau penagihan biaya perawatan.

Menurut Hatta (2013:155) elemen pengkodean adalah sebagai berikut:

a) Konsisten bila dikode petugas yang berbeda maka kode tetap sama (Reliability)
b) Kode tepat sesuai diagnosis dan tindakan (Validity)

c) Mencakup semua diagnosis dan tindakan yang ada di rekam medis (Completeness)

d) Tepat waktu (Timeliness)

- Coding Quality Factors

Penetapan diagnosis pada seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab
dokter. Diagnosis yang ada di dalam rekam medis diisi dengan lengkap dan jelas sesuai
dengan arahan yang ada pada ICD-10 (Depkes RI,1997).

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kode diagnosis antara lain dokter,
tenaga medis lain (perawat) dan tenaga rekam medis (pengkode). Dokter dan perawat
bertanggung jawab terhadap kualitas dokumen rekam medis pasien dan pengkode
bertanggung jawab terhadap kualitas kode diagnosis berdasarkan data medis tersebut
(Kemenkes RI,2006)

Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil pengkodean diagnosis sangat penting untuk
diperhatikan agar kode diagnosis yang dihasilkan sesuai dengan ICD-10. Faktor – faktor
tersebut adalah:

a. Tenaga medis

Kelengkapan diagnosis sangat ditentukan oleh tenaga medis, dalam hal ini sangat
bergantung pada dokter sebagai penentu diagnosis karena hanya profesi dokterlah
yang mempunyai hak dan tanggung jawab untuk menentukan diagnosis pasien.
Dokter yang merawat juga bertanggung jawab atas pengobatan pasien, harus
memilih kondisi utama dan kondisi lain yang sesuai dalam periode perawatan.

b. Tenaga pengkode dan tenaga kesehatan lainnya

Petugas koding sebagai pemberi koding bertanggung jawab atas keakuratan kode
diagnosis yang sudah ditetapkan oleh petugas medis. Untuk hal yang kurang jelas
atau tidak lengkap seelum kode ditetapkan, dikomunikasikan telebih dahulu pada
dokter yang membuat diagnosis tersebut untuk lebih meningkatkan informasi
dalam rekam medis, petugas koding harus membuat kode sesuai dengan aturan
yang ada pasa ICD-10.

Oleh karena itu, manajemen RS dan pemberi pelayanan kesehatan (PPK) lainnya
diharapkan kerja keras untuk mensosialisasikan program jamkesmas dan INA-
CBGs di lingkungan internal agar terjadi pelayanan kesehatan yang terkendali
mutu dan biaya (Depkes RI,1997).

Faktor – faktor yang menyebabkan kesalahan pengkodean (Bowman,1992

a. Kegagalan peninjauan seluruh catatan.

b. Pemilihan diagnosis utama yang salah.

c. Pemilihan kode yang salah.

d. Mengkode diagnosis atau prosedur yang salah oleh karena isi catatan.

e. Kesalahan di dalam memasukkan kode ke dalam database atau pada


tagihan.

- Documentation Problem

Dokumentasi dalam Rekam medis sebagai berikut:

a. Harus akurat dan lengkap.

b. Mencerminkan episode perawatan pasien.

c. Penulisan Diagnosa dan Prosedur tidak boleh disingkat.

d. Harus jelas da rinci.

e. Catatan harus dapat dibaca dan tidak boleh dihapus.

Kesalahan pengambilan keputusan medis (MDM) sering terjadi. Berikut adalah kesalahan
pengkodean dan dokumentasi yang paling sering dilakukan oleh rumah sakit, bersama
dengan beberapa tips tentang cara menghindarinya.
Daftar masalah tanpa rencana. Profesional perawatan kesehatan dapat menyimpulkan
ketajaman dan keparahan suatu kasus tanpa dokumentasi yang berlebihan atau
berlebihan, tetapi auditor mungkin tidak memiliki kemampuan ini. Dokumentasi yang
memadai untuk setiap tanggal layanan membantu menyampaikan kompleksitas pasien
selama tinjauan rekam medis. Meskipun daftar masalah mungkin tidak berubah secara
dramatis dari hari ke hari selama dirawat di rumah sakit, auditor hanya meninjau tanggal
layanan yang dipermasalahkan, bukan seluruh catatan medis.

Dokumentasikan rencana dengan jelas. Rencana perawatan merupakan masalah yang


dikelola dokter secara pribadi, bersama dengan masalah yang juga harus dipertimbangkan
ketika ia merumuskan opsi manajemen, bahkan jika dokter lain yang mengelola masalah
tersebut. Sebagai contoh, dokter rumah sakit dapat memantau manajemen diabetes
pasien sementara nephrologist mengawasi penyakit ginjal kronis (CKD). Karena CKD
berdampak pada rencana perawatan diabetes di rumah sakit, maka rumah sakit juga dapat
menerima kredit untuk setiap pertimbangan CKD jika dokumentasi mendukung rencana
perawatan terkait-rumah sakit, atau komentar tentang CKD yang tidak tumpang tindih
atau mereplikasi rencana nephrologist. Dengan kata lain, harus ada beberapa input "nilai
tambah" oleh rumah sakit

Dokumentasi dokter harus selalu:

a. Identifikasi semua masalah yang dikelola atau diatasi selama setiap pertemuan;

b. Identifikasi masalah sebagai stabil atau berkembang, jika perlu;

c. Tunjukkan opsi manajemen / perawatan untuk setiap masalah; dan

d. Catatan opsi manajemen untuk dilanjutkan di suatu tempat dalam catatan


kemajuan untuk pertemuan itu (misalnya daftar obat) ketika dokumentasi
menunjukkan kelanjutan opsi manajemen saat ini (misalnya "lanjutkan meds").

Mempertimbangkan data yang relevan. "Data" diatur sebagai pengujian patologi /


laboratorium, radiologi, dan pengujian diagnostik berbasis obat-obatan yang
berkontribusi dalam mendiagnosis atau mengelola masalah pasien. Pesanan atau hasil
terkait mungkin muncul dalam rekam medis, tetapi sebagian besar interaksi latar
belakang dan komunikasi yang melibatkan pengujian tidak terdeteksi ketika meninjau
catatan kemajuan

Meremehkan kompleksitas pasien. Kurangnya pemahaman umum tentang komponen


MDM dari pedoman dokumentasi sering mengakibatkan dokter meremehkan layanan
mereka. Beberapa dokter mungkin mempertimbangkan kasus "kompleksitas rendah"
hanya karena frekuensi mereka menghadapi jenis kasus. Kecepatan pengembangan
rencana perawatan seharusnya tidak mempengaruhi seberapa rumit kondisi pasien
sebenarnya. Rumah sakit perlu mengidentifikasi risiko yang lebih baik untuk pasien.

Dokter harus:

a. Berikan status untuk semua masalah dalam rencana perawatan dan identifikasi
mereka sebagai stabil, memburuk, atau berkembang (ringan atau berat), bila
berlaku; jangan berasumsi bahwa auditor dapat menyimpulkan ini dari rincian
dokumentasi.

b. Dokumentasikan semua prosedur diagnostik atau terapeutik yang


dipertimbangkan.

c. Identifikasi faktor-faktor risiko bedah yang melibatkan kondisi komorbid yang


menempatkan pasien pada risiko lebih besar daripada rata-rata pasien, jika perlu.

d. Kaitkan laboratorium yang diperintahkan untuk memantau keracunan obat dengan


obat yang sesuai; jangan berasumsi bahwa auditor tahu laboratorium mana yang
digunakan untuk memeriksa toksisitas.

Memvariasikan tingkat kompleksitas. Ingatlah bahwa pengambilan keputusan hanyalah


salah satu dari tiga komponen dalam layanan evaluasi dan manajemen (E&M), bersama
dengan sejarah dan ujian. MDM identik untuk pedoman 1995 dan 1997, berakar pada
kompleksitas masalah pasien yang ditangani selama pertemuan yang diberikan. 1,2
Kompleksitas dikategorikan sebagai langsung, rendah, sedang, atau tinggi, dan
berkorelasi langsung dengan isi dokumentasi dokter.

- Coding Quality Monitors and Reporting


Kualitas data terkode merupakan hal penting bagi kalangan tenaga personel manajemen
informasi kesehatan, fasilitas asuhan kesehatan dan para profesional manajemen
informasi kesehatan. Ketepatan data diagnosis sangat krusial dibidang manajemen data
klinis, penagihan kembali biaya, beserta hal-hal lain yang berkaitan dengan asuhan dan
pelayanan kesehatan. Dalam upaya meningkatkan keakuratan, konsistensi data yang
terkode serta menentukan DRG.

Di fasilitas asuhan, banyak departemen manajemen informasi kesehatan menerapkan


system prabayar atau telaah DRG secara konkuren. Telaah kode secara individual dan
penyeleksian DRGs dilaksanakan pra-penerbitan bill (surat tagihan). System kontrol
kualitas yang efektif akan menghasilkan pengumpulan dan manajemen data klinis yang
efektif menunjang rincian penagihan berbasis DRG. Telaah secara konkuren akan dapat
menemukan dini kesalahan-kesalahan yang cenderung bisa mempengaruhi jumlah
tagihan. Telaah secara konkuren juga dapat mencegah resiko manajemen yang bisa
merugikan secara finansial.

Banyak aktifitas yang esensial bagi suksesnya organisasi asuhan kesehatan bergantung
kepada akurasi, integritas dari data ynag terkode, diantaranya:

a. Perencanaan strategi

b. Kualitas asuhan

c. Analisis keluaran

d. Penagihan biaya rawat

e. Pengembangan critical pathway

f. Inisiasi sehat dan sejahtera

g. Monitoring utilisasi

h. Analisis statis dan finansial

i. Riset
j. Manajemen kasus dan analisis case-mix

k. Pemasaran dan pengalokasian sumber daya

l. Ekonomi credentialing

m. Identifikasi “praktek terbaik”

n. Analisis pola praktek

o. Komparasi penampilan terhadap organisasi asuhan kesehatan lain

p. Menunjang keputusan klinis

Untuk kepentingan di atas AHIMA membekali pengkode dengan seperangkat standar dan
etik yang cukup ketat.

Pemantauan dan pelaporan kualitas data adalah langkah penting untuk mengukur dampak
dan efektivitas program kualitas data. Mengukur dan memantau kualitas data dari atribut
penting adalah penting untuk keberhasilan proses bisnis di suatu perusahaan. Ini adalah
langkah pertama menuju membangun proses peningkatan kualitas data berkelanjutan.
Metrik kualitas data yang dikumpulkan selama langkah pengukuran perlu dipantau dan
dibandingkan dengan target kualitas data yang ditetapkan untuk proses tertentu OpenDQ,
dengan kemampuan profil dan pelaporan data yang luas, bersama dengan set komponen
kualitas data yang canggih, memberdayakan perusahaan untuk membuat pemantauan
kualitas data dan proses tata kelola data dengan mudah. Solusi biaya lisensi nol:

Buat kartu skor kualitas data dengan visual interaktif untuk melacak efektivitas program
kualitas data Anda

a. Menetapkan ambang batas kualitas data dan peringatan untuk secara otomatis
meningkatkan masalah kualitas data ke pemilik proses dan pemangku
kepentingan

b. Mengukur dan memantau metrik pada aplikasi, proses, dan tingkat pekerjaan
individu
c. Melacak tren dan laporan tentang kualitas data dari perspektif historis

Pengkodean medis yang berkualitas selalu penting. Data kode digunakan untuk banyak
fungsi penting termasuk penggantian, tolak ukur, pengambilan keputusan klinis dan
keuangan, kebijakan perawatan kesehatan, pelacakan kesehatan masyarakat, dan
penelitian. Baru-baru ini, pengkodean medis telah semakin penting karena berkaitan
dengan masalah kualitas perawatan dan data yang dilaporkan secara publik.

- Coding Policies and Procedures

- Setiap fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit maupun puskesmas harus membuat
kebijakan dan prosedur pengkodean sesuai dengan tenaga dan fasilitas yang dimilikinya.
Kebijakan dan prosedur tersebut merupakan pedoman bagi tenaga pengodean agar dapat
melaksanakan pengodean dengan konsisten. Kebijakan ditetapkan oleh organisasi seperti
organisasi rumah sakit (ARSADA, PERSI), IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PORMIKI
(Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Indonesia) maupun
organisasi terkait lainnya.

Tahapan proses pengkodean

Untuk pengodean yang akurat diperlukan rekam medis pasien yang lengkap. Setiap
fasilitas kesehatan mengupayakan supaya pengisian rekam medis harus lengkap sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Pengode harus melakukan analisis kualitatif terhadap isi
rekam medis tersebut untuk menemukan diagnosis, kondisi, terapi dan pelayanan yang
diterima pasien. Rekam medis harus memuat dokumen yang akan dikode, seperti pada
lembar depan (RMI, lembaran operasi dan laporan tindakan, laporan patologi dan resume
pasien keluar). Pengode membantu meneliti dokumen untuk verifikasi diagnosis dan
tindakan kemudian baru ditetapkan kode dari diagnosis dan tindakan tersebut. Hasil
pengodean secara periodic seyoginya dilakukan audit.

B. Auditing

- Pengertian Audit Medis


Dalam upaya memberikan pelayanan prima kepada pasien maka pihak rumah sakit harus
terus menjaga kualitas kerjanya. Untuk menjaga kualitas tersebut cara terbaik adalah
dengan melaksanakan audit medis secara berkala.

Kementerian Kesehatan juga memandang sangat penting pelaksanaan audit medis secara
berkala di rumah sakit. Melalui Kepmenkes No. 496 tahun 2005 tentang Audit
Medikdiberikan penjelasan yang lengkap manfaat dan bagaimana pelaksanaan audit
medis di rumah sakit.

Secara umum tujuan dari audit medis adalah tercapainya pelayanan medis prima di rumah
sakit. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk melakukan evaluasi mutu layanan medis,
mengetahui penerapan standar pelayanan medis dan melakukan perbaikan-perbaikan
pelayanan medis sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis.

Audit medis merupakan peer review maka pelaksanaannya wajib melibatkan kelompok
staf medis. Sebelumnya pihak rumah sakit harus membentuk tim pelaksana audit medis.
Tim tersebut dapat dibentuk dibawah Komite Medik atau panitia khusus untuk itu.
Karena audit medis erat kaitannya dengan rekam medis maka bagian rekam medis juga
harus dilibatkan dalam tim.

- Langkah-langlah persiapan audit medis adalah sebagai berikut:

1. Rumah sakit menyusun pedoman audit medis, SOP audit serta standar dan kriteria
jenis kasus atau jenis penyakit yang akan dilakukan audit.

2. Rumah sakit membudayakan upaya self assessment pada pelayanan medis.

3. Rumah sakit membuat ketentuan bahwa setiap dokter/dokter gigi wajib membuat
rekam medis.

4. Rumah sakit melakukan sosialisasi tentang pelaksanaan audit medis

Selain itu ada persiapan-persiapan lain yaitu; penetapan standar pelayanan medis,
penentuan literatur untuk rujukan, pengumpulan data (memastikan bahwa data yang
diperlukan telah tersedia) dan yang terakhir berkomitmen untuk melakukan audit secara
objektif dan penuh tanggung jawab.
- Tujuan Audit Medis

1. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan

2. Untuk memastikan kompetensi antara Petugas Medis

3. Untuk menjamin keselamatan pasien saat sedang dalam perawatan diruang


praktek

4. Untuk mengidentifikasi kelemahan dalam manajemen pasien dan langkah-


langkah rencana perbaikan.

5. Untuk memastikan adanya perawatan yang kontinyu dan kelengkapan sarana


prasarana medis.

- Manfaat Audit Medis:

1. meningkatkan mutu asuhan pasien,

2. mengidentifikasikan kekurangan dalam asuhan klinis pada sarana kesehatan kita,


dengan tujuan untuk selanjutnya diperbaiki/disempurnakan.

- Kriteria Audit Medis

Standar Kriteria yang ditetapkan terdiri dari:

a. kriteria wajib (must do kriteria)

adalah merupakan kriteria minimum yang absolute dibutuhkan untuk menjalankan


kegiatan sesuai kebutuhan dan harus dipenuhi oleh setiap dokter.

b. kriteria tambahan (should do kriteria.).

adalah merupakan kriteria-kriteria dari hasil riset yang dapat dibuktikan dan
penting.

C. Reporting

- Pengertian reporting
Pelaporan rumah sakit merupakan suatu alat organisasi yang bertujuan untuk dapat
menghasilkan laporan secara cepat, tepat dan akurat. Sistem pelaporan di Rumah Sakit
pada umumnya menggunakan sistem desentralisasi yang artinya sistem pelaporan tidak
terkoordinasi ruang dan tempat tidur rawat inap. Laporan-laporan rekam medis tersebut
juga dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal. Apabila terjadi
keterlambatan penilaian Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal terhadap rumah sakit akan
kurang baik. Manfaat laporan-laporan Rumah Sakit untuk Dinas Kesehatan yaitu untuk
menekan angka kesakitan disuatu wilayah.

a. Laporan internal rumah sakit

Yaitu laporan yang dibuat sebagai masukan untuk menyusun konsep Rancangan
Dasar Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.

Indikasi laporan adalah:

1) Sensus harian, meliputi

a) Pasien masuk rumah sakit

b) Pasien keluar rumah sakit

c) Pasien meninggal di rumah sakit

d) Lamanya pasien dirawat

e) Hari perawatan

2) Prosentase pemakaian TT

3) Kegiatan persalinan

4) Kegiatan pembedahan dan tindakan medis lainnya

5) Kegiatan rawat jalan penunjang

b. Pelaporan eksternal rumah sakit


Yaitu pelaporan yang wajib dibuat oleh rumah sakit sesuai dengan peraturan yang
berlaku, ditunjukkan kepada Departemen Kesehatan RI, Kanwil Depkes RI
(sekarang, Dinkes Propinsi, Dinkes Kabupaten/kota).

Pelaporan yang dibuat sesuai kebutuhan Depkes RI, meliputi:

1. Data Kegiatan Rumah Sakit (RL1)

1) Data Dasar Rumah Sakit (RL 1.1)

2) Data Indikator Pelayanan Rumah Sakit (RL1.2)

3) Faslitas Tempat Tidur (RL 1.3)

2. Data Ketenagaan (RL 2)

3. Data Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit (RL 3)

a) Kegiatan Pelayanan Rawat Inap (RL 3.1)

b) Kegiatan Pelayanan Rawat Darurat (RL 3.2)

c) Kegiatan Kesehatan Gigi dan Mulut (RL 3.3)

d) Kegiatan Kebidanan (RL 3.4)

e) Kegiatan Perinatologi (RL 3.5)

f) Kegiatan Pembedahan (RL 3.6)

g) Kegiatan Radiologi (RL 3.7)

h) Pemeriksaan Laboratorium (RL 3.8)

i) Pelayanan Rehabilitasi Medik (RL 3.9)

j) Kegiatan Pelayanan Khusus (RL 3.10)

k) Kegiatan Kesehatan Jiwa (RL 3.11)

l) Kegiatan Keluarga Berencana (RL 3.12)


m) Pengadaan Obat, Penulisan & Pelayanan Resep (RL 3.13)

n) Kegiatan Rujukan (RL 3.14)

o) Cara Bayar (RL 3.15)

4. Data Morbiditas/ Mortalitas Pasien (RL 4)

a) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Inap (RL 4a)

b) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Inap Penyebab Kecelakaan


(RL)

c) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Jalan (RL 4c)

d) Data Keadaan morbiditas Pasien Rawat Jalan Penyebab Kecelakaan


(RL 4d)

5. Data Bulanan (RL 5)

a) Pengunjung Rumah Sakit (RL 5.1)

b) Kunjungan Rawat Jalan (RL 5.2)

c) Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Inap (RL 5.3)

d) Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Jalan (RL 5.4)

- Periode pelaporan:

a) (RL 1) dibuat setiap waktu apabila terdapat perubahan data dasar dari rumah
sakit.

b) (RL 2), (RL 3), (RL 4) dilaporkan setahun sekali

c) (RL 5) dilaporkan sebulan sekali

- Saluran Pengirim Laporan


Laporan kegiatan rumah sakit (RL 1) dibuat rangkap 6 yang asli dikirim ke Direktorat
Jendral Pelayanan Medis Bagian Informasi Yanmed rumah sakit Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dan tembusan ditunjukan ke:

a) Ka Kanwil Dep Kes RI (sudah likuidasi)

b) Ka Din Kes Propinsi

c) Ka Din Kes Kabupaten

d) Direktur Rumah Sakit

e) Pertinggal (Arsip)

Sedangkan laporan lainnya (RL 2 s/d RL 5) cukup dibuat rangkap 2 yang asli dikirim ke
Direktorat Jendral Pelayanan Medis Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan
tembusannya untuk Arsip rumah sakit.

- Pelaporan yang dijadwalkan oleh departemen Kesehatan

a. Untuk pelaporan bulanan / tribulan dikirim ke instansi Departemen Kesehatan


paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya.

b. Untuk laporan tahunan dikirim setiap tanggal 15 Januari pada tahun berikutnya.

c. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, maka pengumpulan data laporan dari
masing-masing unti terkait ditetapkan paling lambat setiap tanggal 5 pada bulan
berikutnya.

d. Khusus untuk pengumpulan data individual morbiditas pasien rawat inap


sampling tanggal 1 s/d 10 sesuai bulan pelaporan, formulir dilampirkan dalam
berkas RM setelah disi oleh dokter yang merawat sekurang-kurangnya:

1) Diagnosa

2) Sebab kematian bila pasien meninggal

3) Nama dan tanda tangan dokter


- Hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan pelaporan berdasarkan sumber daya

a. Man (Manusia)

Keterampilan, pengetahuan, dan sikap dalam melaksanakan sistem pelayanan


kesehatan di rumah sakit.

b. Material (Bahan)

Suatu produk atau fasilitas yang digunakan untuk menunjang tujuan dalam
pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan yang ada dirumah sakit.

c. Machine (Peralatan)

Peralatan yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu agar lebih cepat dan efisien
dalam menunjang pelaksanaan kesehatan di rumah sakit.

d. Method (Metode)

Penggunaan metode yang tepat akan membantu tugas-tugas seseorang akan lebih
cepat dan ringan didalam pelaksanaan sistem kesehatan di rumah sakit.

e. Money (Uang/dana)

Hal yang paling berperan untuk mencapai pelaksanaan suatu sistem di rumah
sakit agar dapat berjalan sesuai kebutuhan pasien.

Referensi:

https://apikesinfo.blogspot.com/2016/06/makalah-tentang-coding-auditing-
dan.html?m=1

https://id.scribd.com/document/426750144/mik-v

Anda mungkin juga menyukai