Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FIQIH DAN USHUL FIQIH

DI
S

U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 2

SELVIANA 19.2200.012
NABILA 2020203874234017
MUFTIHATUL 2020203874234030

IAIN PAREPARE
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM

HUKUM EKONOMI SYARIAH


2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan
petunjuknya, saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan lancar. Makalalah
ini saya tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah “USHUL FIQIH “.Namun demikian,
saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat saya harapkan
untuk penyempurnaan makalah berikutnya. Akhirnya saya mengucapkan terimahkasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, terutama kepada
dosen pengampu mata kuliah USHUL FIQIH, Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Amin…

PAREPARE, 22 September, 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................

a. Latar Belakang ................................................................................................... 4


b. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
c. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

a. sejarah perkembangan ilmu fiqih ....................................................................... 5


1. periode pertumbuhan .................................................................................... 5
2. periode sahabat ............................................................................................. 5
3. periode kesempurnaan ................................................................................. 6
4. periode kemunduran ..................................................................................... 7
5. periode kebangkitan kembali ........................................................................ 8
b. sejarah perkembangan ilmu ushul fiqih ............................................................. 8
1. zaman rasulullah ............................................................................................ 8
2. zaman sahabat ............................................................................................... 10
3. zaman tabi’in ................................................................................................. 12
c. tahap-tahap perkembangan ushul fiqih ............................................................. 12
1. tahap awal (abad 3 H).................................................................................... 12
2. tahap perkembangan (abad 4 H)................................................................... 13
3. tahap penyempurnaan (abad 5-6 H) ............................................................. 15
d. pembukuan ushul fiqih ........................................................................................ 15

BAB III PENUTUPAN

a. Kesimpulan .......................................................................................................... 17
b. Kritik Dan Saran ................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 18


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan
berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Qur’an dan Sunnah, ushul fiqih tidak timbul
dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rosulullah dan sahabat.
Dan di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam
memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada
Rasulullah saw lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau
saw. Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang.
Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah saw,
sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan.
Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan dalam tulisan yang
sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.
Untuk itulah kami membuat makalah ini agar para pembaca dapat memahami lebih jauh
lagi tentang ushul fiqh dan perkembangannya dimasa sekarang ini.
Memahami sejarah ushul fiqh memiliki urgensi yang signifikan bagi umat islam.
Pengetahuan historis ilmu ini memberikan satu kejelasan tentang kedudukanya dalam
agama islam, sehingga dapat menghindarkan umat islam dari salah penafsiran terhadap
ketetapan hukumnya. Sesuai dengan sifatnya, ilmu ini bersifat relatif, terbentuk karena
adanya kepentingan kondisional terkait dengan pelaksanaan ijtihad para ulama pada
masanya. Dengan demikian, ketetapan dan rumusanya bukan bersifat mutlak, tidak final,
tetapi memungkinkan terjadi perubahan, rekonstruksi, bahkan dekonstruksi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqih ?
2. Bagaimana periode perkembangan ilmu fiwih dan ilmu ushul fiqih ?
3. Bagaimana tahap-tahap perkembangan ilm ushul fiqih ?

C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqih
2. Unntuk mengetahui periode ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqih
3. Untuk mengetahui tahap-tahap ilmu ushul fiqih
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih

Para ahli membagi sejarah perkembangan ilmu fiqih kepada beberapa periode yaitu:

1. Periode pertumbuhan
Periode ini berlangsung selama 20 tahun beberapa bulan yang dibagi kepada 2 masa 1 :
 Pertama, ketika nabi masih ada di mekkah melakukan dakwah perorangan secara
sembunyi-sembunyi dengan memberi penekanan kepada aspek tauhid. Kemudian diikuti
dengan dakwah terbuka. Masa itu berlangsung kurang lebih 13 tahun dan sedikit ayat
ayat hukum yang di turunkan.
 Kedua, sejak nabi hijrah ke Madinah (16 juli 622m). pada masa ini terbentuklah Negara
islam yang dengan sendirinya memerlukan seperangkat aturan hukum untuk mengatur
system masyarakat islam madinah. Sejak masa ini berangsur angsur ayat yang berisi
hukum turun, baik karena suatu peristiwa kemasyarakatan ataupun adanya pertanyaan
pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat, atau wahyu yang di turunkan tanpa sebab.
Pada masa ini fiqih lebih bersifat praktis dan realis, artinya kaum muslimin mencari
hukum dari peristiwa yang betul betul terjadi.
Sumber hukum pada periode ini adalah Al Quran dan Hadist.2

2. Periode sahabat
Periode ini bermula dari tahun 11 H (sejak nabi wafat) sampai abad pertama hijriyah
(kurang lebih 101 H). Pada periode ini kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum
syariat yang sempurna berupa Al Quran dan Hadist rasul. Tetapi tidak semua orang
memahami materi atau kaidah hukum yang terdapat pada kedua sumber tersebut.Karena :

1. Karena tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama maupun karena masa
atau pergaulan mereka yang tidak begitu dekat dengan nabi.
2. Karena belum tersebar luasnya materi atau teori teori hukum di kalangan kaum
muslimin akibat perluasan daerah.
3. Banyaknya peristiwa baru yang belum pernah terjadi pada masa Rasulullah saw yang
ketentuan hukum nya tidak di temukan dalam nash syariat.3

1
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal 14
2
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.6
3
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal. 15
Oleh sebab inilah sumber hukum pada masa sahabat ini bertambah dengan ijtihad
sahabat untuk menentukan hukum suatu peristiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya
dalam Al Quran dan Hadist.
Dalam melakukan ijtihad terdapat perbedaan perbedaan pendapat di kalangan sahabat
karena :
1. Kebanyakan ayat Al Quran dan Hadist bersifat zhanny dari sudut pengertiannya.
2. Belum termodofikasinya hadis nabi yang dapat dipedomani secara utuh dan
menyeluruh.
3. Lingkungan dan kondisi daerah yang dialami, persoalan yang di alami dan di hadapi
sahabat itu berbeda beda.4

3. Periode Kesempurnaan
Perode ini di sebut juga sebagai periode pembinaan dan pembukuan hukum islam.
Pada masa ini fiqih islam mengalami kemajuan yang pesat sekali. Penulisan dan
pembukuan hukum islam dilakukan dengan intensif, baik berupa penulisan hadist-hadist
nabi, fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir Al Quran, kumpulan pendapat imam-imam
fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqih.
Di antara faktor yang menyebabkan pesatnya gerakan ijtihad pada masa ini adalah
karena meluasnya daerah kekuasaaan islam, mulai dari perbatasan Tiongkok di sebelah
timur sampai ke Andalusia(spanyol) sebelah barat.
Kondisi ini yang menyebabkan lahirnya pemikir-pemikir besar dengan berbagai
karya besarnya 5, seperti Imam Abu Hanifiah dengan salah seorang muridnya yang
terkenal Abu Yusuf(Penyusun kitab ilmu ushul fiqh yang pertama), Imam Malik dengan
kitab al-Muwatha’, Imam Syafi’i dengan kitabnya al-Umm atau al-Risalat, Imam Ahmad
dengan kitabnya Musnad, dan beberapa nama lainnya beserta karya tulis dan murid-
muridnya masing-masing.
Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh
khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu fiqh khususnya.
2. Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi ilmiah diantara
para ulama.
3. Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Qur’an (pada masa
khalifah rasyidin), hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan

4
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal 16
5
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.6
Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (wafat 68H) dan
muridnya Mujahid(wafat 104H) dan kitab-kitab lainnya. 6
4. Periode Kemunduran
Pada periode ini, pemerintah Bani Abbasiyah akibat berbagai konflik politik dan
berbagai faktor sosiologis lainnya dalam keadaan lemah. Banyak daerah melepaskan diri
dari kekuasaanya. Pada umumnya ulama pada masa itu sudah lemah kemauannya untuk
mencapai tingkat mujtahid mutlak sebagaimana dilakukan oleh para pendahulu mereka
pada periode kejayaan. Periode Negara yang berada dalam konflik, tegang dan lain
sebagainya itu ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang mengakji
ajaran Islam langsung dari sumber aslinya Al-Qur’an dan hadist. Mereka puas hanya
dengan mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada, dan meningkatkan diri kepada
pendapat tersebut ke dalam mazhab-mahzhab fiqhiyah. Sikap seperti inilah kemudian
mengantarakan umat islam terperangkap kedalam pkikiran yang jumud dan statis. 7
Semenjak pertengahan abad VI sampai akhir periode ini, umat islam benar-benar
berada dalam suasana taklid,statis,dan jumud. Meraka meninggalkan ijtihad dalam segala
tingkatnya. Sehingga perkembangan ilmu fiqih terhenti, statis dan semakin lama semakin
tertinggal jauh dari arus perkrmbanga jaman. Masa inilah disebut sebagai masa
kemunduran, di mana duania islam bagaikan tenggelam ditelan kemajuan dunia
lainnya(terutama barat) yang semakin hari semakin cemerlang dengan ilmu pengetahuan
dan teknologinya.
Beberapa faktor yang mendorong lahirnya sikap taklid dan kemuduran adalah :
a. Efek samping dari pembukuan fiqih pada masa sebelumnya
Dengan adanya kitab-kitab fiqih yang di tulis oleh ulama-ulama sebelumya,
baik itu persoalan yang benar-benar telah terjadi atau yang diprediksikan akan terjadi
memudahkan umat islam pada masa ini untuk merujuk semua persoalan hukumnya
kepada kitab-kitab yang ada itu. Ketergantungan seperti ini mematikan kreativitas,
menumbuhkan sifat malas dan hanya mencari yang mudah-mudah.
b. Fanatisme mahab yang sempit
Setiap golongan pada masa ini sibuk mencari dalil untuk menguatkan
mazhabnya saja, berupaya menangkis setiap serangan yang datang dari pihak lain dan
berupaya membahas serangan tersebut dengan kelemahan tersendiri. Akibatnya ,
mereka tenggelam dalam suasana chauvinisme yang tinggi, jauh dari sikap rasionalits
ilmiah dn berpaling dari sumber hukum islam yang sebenarnya yaitu Al Quran dan
Hiadist.
c. Pengangkatan hakim-hakim muqallid

6
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal 18
7
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal 21
Pada masa ini para penguasa mengangkat para hakim dari orang-orang yang
bertaklid, bukan para ulama mujtahid seperti yang diangkat oleh penguasa-penguasa
terdahulu. Sehingga kehidupan taklid pada masa ini semakin subur. 8
5. Periode Kebangkitan kembali
Pada periode ini umat islam menyadari kemunduran dan kelemahan mereka sudah
berlangsung semakin lama itu. Ahli sejarah mencatat bahwa kesadaran itu terutama sekali
muncul ketika Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun 1789 M. Kejatuhan
mesir ini menginsafkan umat Islam betapa lemahnya mereka dan betapa di Dunia Barat
telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Dunia Islam.
Para raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir bagaimana meningkatakan mutu dan
kekuatan umat islam kembali. Dari sinilah kemudian muncul gagasan dan gerakan
pembaharuan dalam islam, baik dibidang pendidikan, ekonomi, militer, sosial, dan
gerakan intelektual lainnya.
Gerakan pembaharuan ini cukup berpengaruh pula terhadap perkembangan fiqih.
Banyak di antara pembaharuan itu juga adalah ulama-ulama yang berperan dalam
perkembangan fiqih itu sendiri. Mereka berseru agar umat islam meninggalkan taklid dan
kembali kepada Al-Qur’an dan hadist-mengikuti jejak para ulamadi masa sahabat dan
tabi’in terdahulu. Mereka inilah disebut golongan salaf seperti Muhammad Abdul Wahab
di Saudi Arabia, Muhammad Al-Sanusi di Libya dan Maroko, Jamal Al-Din Al-Afghani,
Muhammad Abduh, Muhammad asyid Rida, dimesir, dan lain sebagainya. 9

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Ushul Fiqih


Secara garis besar perkembangan Ushul Fiqh melalui 3 periode yaitu:
1. Zaman Rasulullah
2. Zaman sahabat
3. Zaman tabi’in

1. Zaman Rasulullah
Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran dan
Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu yang
menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka Rauslullah SAW
menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan
hadits atau sunnah.

8
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal 23
9
Prof..Dr.H. Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal 24
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan fiqih (hukum
Islam) dikembalikan kepada Rasul. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa sumber fiqih
adalah wahyu Allah SWT. Namun demikian juga terdapat usaha dari beberapa sahabat
yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Hal ini
didasarkan pada Hadis muadz bin Jabbal sewaktu beliau diutus oleh Rasul 10. Sebelum
berangkat, Nabi bertanya kepada Muadz:
‫َّللا قَالَ فَإ ِ ْن لَ ْم يَك ْن فِي‬
ِ َّ ‫ب‬ ِ ‫ضي بِ َما فِي ِكت َا‬ ِ ‫ضي فَقَالَ أ َ ْق‬ َ ‫سلَّ َم بَعَثَ معَاذًا إِلَى ْاليَ َم ِن فَقَالَ َكي‬
ِ ‫ْف تَ ْق‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫أ َ َّن َرسو َل‬
َ ‫َّللا‬
َ‫سلَّ َم قَالَ أَجْ ت َ ِهد َرأْ ِيي قَال‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سلَّ َم قَا َل فَإ ِ ْن لَ ْم يَك ْن فِي سنَّ ِة َرسو ِل‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َ ِ َّ‫َّللا قَا َل فَبِسنَّ ِة َرسو ِل َّللا‬
ِ َّ ‫ب‬ِ ‫ِكت َا‬
َّ‫سلم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلى‬
َ ‫َّللا‬ َّ َ ِ َّ‫ول َّللا‬ َّ
ِ ‫َلِل الذِي َوفقَ َرسولَ َرس‬ َّ ْ
ِ َّ ِ ‫ال َح ْمد‬
“Sesungguhnya Rasulullah Saw mengutus Mu’adz ke Yaman. Kemudian Nabi
bertanya kepada Muadz bin Jabbal: Bagaimana engkau akan memutuskan persoalan?, ia
menjawab: akan saya putuskan berdasarkan Kitab Allah (al-Quran), Nabi bertanya: kalau
tidak engkau temukan di dalam Kitabullah?, ia jawab: akan saya putuskan berdasarkan
Sunnah Rasul SAW, Nabi bertanya lagi: kalau tidak engkau temukan di dalam Sunnah
Rasul?, ia menjawab: saya akan berijtihad dengan penalaranku, maka Nabi bersabda:
Segala puji bagi Allah yang telah memberi Taufiq atas diri utusan Rasulullah SAW”.
(HR. Tirmizi).
Ushul Fiqih secara teori telah digunakan oleh beberapa sahabat, walaupun pada
saat itu Ushul Fiqih masih belum menjadi nama keilmuan tertentu. Salah satu teori Ushul
Fiqih adalah, jika terdapat permasalahan yang membutuhkan kepastian hukum, maka
pertama adalah mencari jawaban keputusannya di dalam al-Quran, kemudian Hadis. Jika
dari kedua sumber hukum Islam tersebut tidak ditemukan maka dapat berijtihad. 11
Dorongan untuk melakukan ijtihad itu tersirat juga dalam hadits Nabi yang
menjelaskan tentang pahala yang diperoleh seseorang yang melakukan ijtihad sebagai
upaya yang sungguh-sungguh dalam mencurahkan pemikiran baik hasil usahanya benar
atau salah. Selain dalam bentuk anjuran dan pembolehan ijtihad oleh Nabi di atas, Nabi
sendiri pada dasarnya telah memberikan isyarat terhadap kebolehan melakukan ijtihad
sebagaimana dapat kita temukan dalam hadits-haditnya sebagai berikut:
ijtihad yang dilakukan oleh sahabat adalah ketika dua orang sahabat bepergian,
kemudian tibalah waktu shalat. Sayangnya mereka tidak punya air untuk wudlu.
Keduanya lalu bertayammum dengan debu yang suci dan melaksanakan shalat.
Kemudian mereka menemukan air pada waktu shalat belum habis. Salah satu mengulang
shalat sedangkan yang lain tidak. Keduanya lalu mendatangi Rasulullah dan

10
Prof.Dr.H. Alaiddin Koto,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, hal.29
11
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.11
menceritakan kejadian tersebut. Kepada yang tidak mengulang Rasulullah bersabda:
“Engkau telah memenuhi sunnah dan shalatmu mencukupi.” Kepada orang yang
berwudlu dan mengulang shalatnya, Rasulullah menyatakan: “Bagimu dua pahala.”
Dalam kisah di atas, sahabat melakukan ijtihad dalam memecahkan persoalan
ketika menemukan air setelah shalat selesai dikerjakan dengan tayammum. Mereka
berbeda dalam menyikapi persoalan demikian, ada yang mengulang shalat dengan wudlu
dan ada yang tidak. Akhirnya, Rasulullah membenarkan dua macam hasil ijtihad dua
sahabat tersebut.
Dalam beberapa kasus, Rasulullah SAW juga menggunakan qiyas ketika
menjawab pertanyaan para sahabat. Misalnya ketika menjawab pertanyaan Umar Ibn
Khatab tentang batal atau tidaknya puasa seseorang yang mencium istrinya 12. Rasulullah
SAW bersabda :
“Apabila kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu batal?”
Umar menjawab:”Tidak apa-apa” (tidak batal). Rasulullah kemudian bersabda “maka
teruskan puasamu.”(HR al-Bukhari, muslim, dan Abu Dawud).
Hadits ini mengidentifikasikan kepada kita bahwa Rasulullah SAW jelas telah
menggunakan qiyas dalam menetapkan hukumnya, yaitu dengan mengqiyaskan tidak
batalnya seseorang yang sedang berpuasa karena mencium istrinya sebagaimana tidak
batalnya puasa karena berkumur-kumur.13
2. Zaman Sahabat
Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar dalam pembentukan
hukum islam adalah para sahabat nabi. Periode ini dimulai pada tahun 11 H sampai
pertengahan abad 50 H. Meninggalnya Rasulullah memunculkan tantangan bagi para
sahabat. Munculnya kasus-kasus baru menuntut sahabat untuk memecahkan hukum
dengan kemampuan mereka atau dengan fasilitas khalifah. Sebagian sahabat sudah
dikenal memiliki kelebihan di bidang hukum, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Umar bin
Khattab, Abdullah Ibnu Mas’ud, Abdullah Ibn Abbas, dan Abdullah bin Umar. Karir
mereka berfatwa sebagian telah dimulai pada masa Rasulullah sendiri. Pada era sahabat
ini digunakan beberapa cara baru untuk pemecahan hukum, di antaranya ijma sahabat dan
maslahat mursalah14.

12
Prof.Dr.H. Alaiddin Koto,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh. hal.27
13
Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih. Hal 330
14
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal 110
Pertama, khalifah (khulafa’ rasyidun) biasa melakukan musyawarah untuk
mencari kesepakatan bersama tentang persoalan hukum. Musyawarah tersebut diikuti
oleh para sahabat yang ahli dalam bidang hukum. Keputusan musywarah tersebut
biasanya diikuti oleh para sahabat yang lain sehingga memunculkan kesepakatan sahabat.
Itulah momentum lahirnya ijma’ sahabat, yang dikemudian hari diakui oleh sebagian
ulama, khususnya oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan pengikutnya sebagai ijma yang
paling bisa diterima.
Kedua, sahabat mempergunakan pertimbangan akal (ra’yu), yang berupa qiyas
dan maslahah. Penggunaan ra’yu (nalar) untuk mencari pemecahan hukum dengan qiyas
dilakukan untuk menjawab kasus-kasus baru yang belum muncul pada masa Rasulullah.
Qiyas dilakukan dengan mencarikan kasus-kasus baru contoh pemecahan hukum yang
sama dan kemudian hukumnya disamakan.
Penggunaan maslahah juga menjadi bagian penting fiqh sahabat. Umar bin
Khattab dikenal sebagai sahabat yang banyak memperkenalkan penggunaan
pertimbangan maslahah dalam pemecahan hukum. Hasil penggunaan pertimbangan
maslahat tersebut dapat dilihat dalam pengumpulan Alquran dalam satu mushaf,
pengucapan talak tiga kali dalam satu majelis dipandang sebagai talak tiga, tidak
memberlakukan hukuman potong tangan diwaktu paceklik 15, penggunaan pajak tanah
(kharaj), pemberhentian jatah zakat bagi muallaf, dan sebagainya.
Sahabat juga memiliki pandangan berbeda dalam memahami apa yang dimaksud
oleh Alquran dan sunnah. Contoh perbedaan pendapat tersebut antara lain dalam kasus
pemahaman ayat iddah dalam surat al-Baqarah ayat 228:
‫س ِهنَّ ثَالثَةَ قُ ُروء‬
ِ ُ‫ص َن بِأ َ ْنف‬ َ ‫َوا ْل ُم‬
ْ َّ‫طلَّقَاتُ يَت ََرب‬
“Perempuan-perempuan yang ditalak hendaknya menunggu selama tiga quru”
Kata quru’ dalam ayat di atas memiliki pengertian ganda (polisemi), yaitu suci
dan haidh. Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ali, Usman, dan Abu Musa al-Asy’ari
mengartikan quru’ dalam ayat di atas dengan pengertian haidh, sedangkan Aisyah, Zaid
bin Tsabit, dan Ibnu Umar mengartikannya dengan suci. 16 itu berarti ada perbedaan
mengenai persoalan lafal musytarak (polisemi).
Memang, semenjak masa sahabat telah timbul persoalan-persoalan baru yang
menuntut ketetapan hukumnya. Untuk itu para sahabat berijtihad, mencari ketetapan
hukumnya. Setelah wafat Rasulullah SAW sudah barang tentu berlakunya hasil ijtihad

15
Prof.Dr.H. Alaiddin Koto,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh. hal.31
16
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.260
para sahabat pada masa ini, tidak lagi disahkan oleh Rasulullah SAW, sehingga dengan
demikian semenjak masa sahabat ijtihad sudah merupakan sumber hukum.
3. Zaman Tabi’in
Pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan perdebatan antara para
ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang ditempuhnya. Perbedaan dan
perdebatan tersebut, bukan saja antara ulama satu daerah dengan daerah yang lain, tetapi
juga antara para ulama yang sama-sama tinggal dalam satu daerah.Kenyataan-kenyataan
di atas mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah syari’ah yakni kaidah-
kaidah yang bertalian dengan tujuan dan dasar-dasar syara’ dalam menetapkan hukum
dalam berijtihad. 17
Demikian pula dengan semakin luasnya daerah kekuasan Islam dan banyaknya
penduduk yang bukan bangsa Arab memeluk agama Islam. Maka terjadilah pergaulan
antara orang-orang Arab dengan mereka. Dari pergaulan antara orang-orang Arab dengan
mereka itu membawa akibat terjadinya penyusupan bahasa-bahasa mereka ke dalam
bahasa Arab, baik berupa ejaan, kata-kata maupun dalam susunan kalimat, baik dalam
ucapan maupun dalam tulisan. Keadaan yang demikian itu, tidak sedikit menimbulkan
keraguan dan kemungkinan-kemungkinan dalam memahami nash-nash syara’. Hal ini
mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah lughawiyah (bahasa), agar dapat
memahami nash-nash syara’ sebagaimana dipahami oleh orang-orang Arab sewaktu
turun atau datangnya nash-nash tersebut.18 Pada masa tabi’in, permasalahan hukum yang
muncul pun semakin kompleks. Para tabi’in melakukan ijtihad di berbagai daerah Islam.
C. Tahap-tahap perkembangan usul fiqh
secara garis besarnya, ushul fiqh dapat di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
1. Tahap awal (abad 3H)
pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin
meluas kebagian timur.khalifah-khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : Al-
Ma’mun(wafat 218H), Al-Mu’tashim(wafat 227H), Al Wasiq(wafat 232H), dan Al-
Mutawakil(wafat 247H) pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah
dikalangan Islam yang dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari
kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam ketika itu adalah berkembangnya
bidang fiqh yang pada giliranya mendorong untuk disusunya metode berfikir fiqih
yang disebut ushul fiqh.

17
Prof.Dr.H. Alaiddin Koto,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh. hal.32
18
Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih. Hal 24
Seperti telah dikemukakan, kitab ushul fiqh yang pertama-tama tersusun seara
utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi’i. kitab ini
dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang bertnilai tinggi. Ar-Razi berkata
“kedudukan As-Syafi’i dalam ushul fiqh setingkat dengan kedudukan Aristo dalam
ilmu Manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-rud”.19
Ulama sebelum As-Syafi’i berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh dan
menjadikanya pegangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum
yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syari’at dan cara memegangi dan
cara mentarjihkanya maka datanglah Syafi’i menyusun ilmu ushul fiqih yang
merupakan kaidah-kaidah umum yang dijadikan rujukan-rujukan untuk mengetahui
tingkatan-tingkatan dalil syar’i, kalaupun ada orang yang menyusun kitab ilmu ushul
fiqh sesudah As-Syafi’i, mereka tetap bergantung pada Asy-Syafi’i karena Asy-
Syafi’ilah yang membuka jalan untuk pertama kalinya.
Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab
ushul fiqh lainya. Isa Ibnu Iban(wafat 221H\835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas.
Khabar Al-Wahid, ijtihad ar-ra’yu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-Nazham (wafat
221H\835M) menulis kitab An-Nakl20 dan sebagainya.
Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul-fiqh yang ada pada abad
3H ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqh yang utuh dan mencakup
segala aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalah lah yang
mencakup permasalahan-permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian Para
Fuqaha pada zaman itu.
2. Tahap perkembangan (abad 4 H)
Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty
abassiyah dalam bidang politik. Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah
kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian tidak
berpengaruh terhadap perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama
ketika itu karena masing-masing penguasa daulah itu berusaha memajukan negrinya
dengan memperbanyak kaum intelektual.
Khusus dibidang pemikiran fiqh Islam pada masa ini mempunyai karakteristik
tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri’ Islam. Pemikiran liberal Islam berdasarkan
ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. mereka mengangagap para ulama terdahulu
mereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi mengeluarkan
pemikiran yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja, akibatnya aliran-aliran fiqh

19
Muhammad Hasim Kamali, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam.hal 31
20
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.10
semakin mantap eksitensinya, apa lagi disertai fanatisme dikalangan penganutnya.
Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut madzhab tertentu dan larangan
melakukan berpindahan madzhab sewaktu-waktu.
Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dikatakan
taqlid, karena masing-masing pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatan
ilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para pendahulunya.dengan
melakukan usaha antara lain:
a. Memperjelas ilat-ilat hukum yang di istinbathkan oleh para imam mereka mereka
disebut ulama takhrij
b. Mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab baik dalam segi
riwayat dan dirayah
c. Setiap golongan mentarjihkanya dalam berbagai masalah khilafiyah. Mereka
menyusu kitab al-khilaf. 21
Sebagai tanda berembangnya ilmu ushul fiqh dalam abad 4 H ini ditandai
dengan munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang merupakan hasil karya ulama-ulama
fiqh diantara kitab yan terkenal adalah22:
a. Kitab Ushul Al-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubaidillah Ibnu Al-Husain
Ibnu Dilal Dalaham Al-Kharkhi(wafat 340H)
b. Kitab Al Fushul Fi-Fushul Fi-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Baker Ar-
Razim yang juga terkenal dengan Al-Jasshah (wafat 305H)
c. Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud
Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam perkembangan ushul fiqh
pada abad 4 H yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh
secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa-masa
sebelumnya. Kalaupun ada yang membahas hanya kitab-kitab tertentu, hal itu semata-
mata untuk menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam masalah itu.
Selain itu Materi berpikir dan penulisan dalam kitab-kitab yang ada
sebelumnya dan menunjukan bentuk yang lebih sempurna, sebagaimana dalam kitab
fushul fi al ushul karya abu baker ar-razi hal ini merupakan corak tersendiri corak
tersendiri dalam perkembangan ilmu ushul fiqh pada awal abad 4H., juga tampak pula
pada abad ini pengaruh pemikiran yang bercorak filsafat, khususnya metode berfikir
menurut ilmu manthiq dalam ilmu ushul fiqih. 23

21
Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih. Hal 31
22
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.10
23
Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih. Hal 32
3. Tahap Penyempurnaan ( 5-6 H )
kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah
kecil, membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam
tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara,
Ghaznah, dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan,
raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan
peradaban.
Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang
menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya,
antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu
Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani,
Abu Humaid Al Ghazali dan lain-lain24. Mereka adalah pelopor keilmuan Islam di
zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan
jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak ada
bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman , itulah sebabnya pada
zaman itu, generasi Islam pada kemudian hri senantiasa menunjukan minatnya pada
produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber pemikiran.
Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini
merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-
kitab yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih slanjutnya. 25
Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan
adanya kitab ushul fiqih bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya
alioran ushul fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal dengan aliran fuqaha, dan
aliran Mutakalimin.

D. Pembukuan Ushul Fiqih


Salah satu yang mendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqih adalah
perkembangan wilayah Islam yang semakin luas, sehingga tidak jarang menyebabkan
timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu,
para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan
untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum.

24
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.10
25
Muhammad Hasim Kamali, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam.hal 36
Dengan disusunnya kaidah-kaidah syar’iyah dan kaidah-kaidah lughawiyah dalam
berijtihad pada abad II Hijriyah, maka telah terwujudlah Ilmu Ushul Fiqh.Dikatakan oleh
Ibnu Nadim bahwa ulama yang pertama kali menyusun kitab Ilmu Ushul Fiqh ialah
Imam Abu Yusuf murid Imam Abu Hanifah akan tetapi kitab tersebut tidak sampai
kepada kita.26
Diterangkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, bahwa ulama yang pertama kali
membukukan kaidah-kaidah Ilmu Ushul Fiqh dengan disertai alasan-alasannya adalah
Muhammad bin Idris asy-Syafi’iy (150-204 H) dalam sebuah kitab yang diberi nama Ar-
Risalah. Dan kitab tersebut adalah kitab dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh yang pertama
sampai kepada kita. Oleh karena itu terkenal di kalangan para ulama, bahwa beliau
adalah pencipta Ilmu Ushul Fiqh. 27
Pada periode ini, metode penggalian hokum juga bertambah banyak, baik corak
maupun ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat
hukum dan teknis penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah dalam memutuskan
perkara membatasi ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran, Hadis, fatwa-fatwa sahabat
yang telah disepakati dan berijtihad dengan menggunakan penalarannya sendiri, seperti
istihsan. Abu Hanifah tidak mau menggunakan fatwa ulama pada zamannya. Sebab ia
berpandangan bahwa mereka sederajat dengan dirinya. Imam Maliki setelah al-Quran dan
Hadis lebih banyak menggunakan amal (tradisi) ahli madinah dalam memutuskan hukum,
dan maslahah mursalah.
Pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan. Ulama pertama yang merintis
pembukuan ilmu ini adalah Imam Syafi’i, ilmuan berkebangsaan Quraish. Ia memulai
menyusun metode-metode penggalian hukum Islam, sumber-sumbernya serta petunjuk-
petunjuk Ushul Fiqih. Dalam penyu-sunannya ini, Imam Syafi’i bermodalkan
peninggalan hukum-hukum fiqih yang diwariskan oleh generasi pendahulunya, di
samping juga rekaman hasil diskusi antara berbagai aliran fiqih yang bermacam-macam.
Berbekal pengalaman beliau yang pernah “nyantri” kepada Imam Malik (ulama
Madinah), Imam Muhammad bin Hasan (ulama Irak dan salah seorang murid Abu
Hanifah) serta fiqih Makkah yang dipelajarinya ketika berdomisili di Makkah
menjadikannya seorang yang berwawasan luas, yang dengan kecerdasannya menyusun
kaidah-kaidah yang menjelaskan tentang ijtihad yang benar dan ijtihad yang salah.
Kaidah-kaidah inilah yang di kemudian hari dikenal dengan nama Ushul Fiqih. Oleh
sebab itu Imam Syafi’i adalah orang pertama yang membukukan ilmu Ushul Fiqih, yang
diberi nama “al-Risalah”.

26
Prof.Dr.H. Alaiddin Koto,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh. hal.33
27
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih, hal.9
BAB III

PENUTUP

A. kesimpulan

Sejarah perkembangan ilmu ushul fiqih terbagi kepada dua periode:

 Pertama: periode ushul fiqih sebelum dibukukan meliputi masa sahabat, masa tabi’in,
dan mujtahid sebelum imam Syafi’I, Sumber hukum pada masa sahabat meliputi al-
Qur’an dan Hadits tetapi di tambah dengan ijtihad sahabat. Kemudian masa tabi’in,
tabi’ al-tabi’in serta imam-imam mujtahid (abad ke-2 dan ke-3 H). Pada masa ini,
istinbat sudah mengalami perluasan dikarenakan banyaknya kejadian yang muncul
akibat bertambah meluasnya wilayah kekuasaan Islam, sumber hukum yang
digunakan meliputi al-Qur’an, sunah Rasulullah, fatwa sahabat, ijma’, qiyas, dan
maslahah mursalah, masa sebelum imam Syafi’I di kenal dua tokoh utama yaitu:
pertama Imam Abu Hanifah al-Nu’man (w. 150 H), dasar istinbatnya secara
berurutan menggunakan al-Qur’an sunah, fatwa sahabat dan pendapat yang disepakati
oleh para sahabat.
 Kedua, Imam Imam Malik bin Anas, selain Al-Qur’an dan Hadits ia menggunakan
praktik ahli Madinah. Imam Malik seperti halnya Imam Abu Hanifah tidak
meninggalkan karyanya dalam bidang ushul fiqih. Kedua, periode pembukuan ushul
fiqih. Ilmu ushul fiqih tumbuh pada abad kedua hijrah yang dilatarbelakangi oleh
perdebatan sengit antara ahlul hadis dan ahlu al-ra’yi. Penghujung abad kedua dan
awal abad ketiga hijrah muncul Muhammad bin Idris al-Syafi’I (150 H – 204 H),
yang membukukan ilmu ushul fiqih dengan karyanya yang bernama al-Risalah. Masa
pembukuan ini berbarengan dengan masa keemasan Islam yang dimulai dari masa
Harun al-Rasyid(145 H – 193 H ), Menurut Abdul Wahab Khallaf, beliau
menyimpulkan bahwa ilmu ushul fiqih berkembang menjadi besar setelah mencapai
perjalanan 200 tahun.

B. Kritik dan Saran

Kritik dan saran sangat kami harapkan dalam makalah ini, segala kekurangan
yang ada dalam makalah ini mungkin karena kelalaian atau ketidaktahuan kami
dalam penyusunannya. Segala hal yang tidak relevan, kekurangan dalam pengetikan
atau bahkan ketidakjelasan dalam makalah ini merupakan proses kami dalam
mempelajari mata kuliah ini dan diharapkan kami yang menulis ataupun bagi
pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr.H. Alaiddin koto, M.A,Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih,(Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada,2006)
Prof.Dr. Abdul Wahhab Khallaf,Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul
Fiqih,(Kuwait:Darul Qalam,2003) cetakan XI
Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih,(Bandung:cv pustaka setia bandung,2007)
Hasim Kamali, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam,(Jakarta:Pustaka Pelajar Offset,
1996)

Anda mungkin juga menyukai