Anda di halaman 1dari 51

RANGKUMAN MATERI

BIMBINGAN DAN KONSELING


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu : Dra. Kurniana Bektiningsih M.Pd.

Oleh:
Berliana Dwi Lestari (1401420202)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
MATERI 1

A. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Bimbingan dan konseling sangat penting di sekolah karena bimbingan dan
konseling merupakan usaha membantu murid-murid agar dapat memahami
dirinya, yaitu potensi dan kelemahan-kelemahan diri.
Latar belakang perlunya pelayanan bimbingan konseling di sekolah
ditinjau dari beberapa aspek yaitu :
a. Aspek Psikologis, terdiri dari masalah perkembangan individu, perbedaan
individu, kebutuhan individu, masalah belajar, masalah penyesuain diri dan
kelainan tingkah laku.
b. Aspek Sosial Budaya, dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan merupakan
faktor yang mempengaruhi perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya
merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup.
c. Aspek Perkembangan IPTEK, di era ini ilmu pengetahuan, informasi dan
teknologi berkembang sangat pesat. Oleh karena itu, diperlukannya
Bimbingan dan Konseling, agar individu dapat mengetahui dampak positif
dan negatifnya dari perkembangan tersebut.
B. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling merupakan proses interaksi dan pemberian bantuan
secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh seorang konselor
dengan konseli yang sedang mengalami suatu masalah.
1. Pengertian Bimbingan Menurut Ahli
Menurut Sunaryo Kartadinata (1998: 3) dalam Syamsu Yusuf (2008: 6)
mengartikan bimbingan sebagai “proses membantu individu untuk mencapai
perkembangan optimal.”
Rochman Natawidjaja (1987: 37) dalam Syamsu Yusuf (2008: 6)
mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu
yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat
memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat
bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah,
keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Syamsu Yusuf (2009: 38) mengatakan bahwa bimbingan merupakan proses
pemberian bantuan (process of helping) konselor kepada individu (konseli) secara
berkesinambungan agar mampu memahami potensi diri dan lingkungannya,
-2-
menerima diri, mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan diri
secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan
budaya) sehingga mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia), baik secara
personal maupun sosial”
2. Pengertian Konseling
Menurut Robinson (M. Surya dan Rochman N., 1986: 25) dalam Syamsu
Yusuf(2009: 43) konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang,
dimana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri
secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. ASCA (American
School Counselor Association) (Syamsu Yusuf, 2009: 44) mengemukakan bahwa
konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap
penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor
mempergunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk membantu kliennya
mengatasi masalah-masalahnya. Sementara Syamsu Yusuf (2008: 9) mengatakan
bahwa konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu.
Makna bantuan di sini yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia
mampu tumbuh kearah yang yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan
masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami
dalam kehidupannya.
C. Persamaan dan Perbedaan Bimbingan dan Konseling
1. Persamaan Bimbingan dan Konseling
a. Bimbingan dan konseling sama-sama merupakan suatu proses bantuan
kepada individu dalam memcahkan sebuah masalah hanya saja bimbingan
menitik beratkan kepada masalah yang relatif ringan sementara konseling
menitik beratkan kepada masalah yang relative berat.
b. Bimbingan dan konseling sama-sama melayani semua individu tanpa
memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial
ekonomi.dalam hal ini bimbingan dan konseling harus bisa melayani tanpa
pandang bulu dan juga bisa memberikan solusi yang tepat tanpa harus
memberatkan atau mengubah pandangan tentang suatu agama atau ras
tertentu.
c. Bimbingan dan konseling sama-sama berurusan dengan pribadi dan tingkah
laku yang unik dan dinamis. dalam hal ini bimbingan dan konseling sama-
sama menemukan individu yang berbeda-beda sifat pribadi maupun tingkah
laku seseorang.
-3-
d. Bimbingan dan konseling sama-sama mengarahkan individu untuk mampu
membimbing dirinya sendiri dalam menghadapi permasalahan. Sifat ini
mengartikan bahwa bimbingan dan konseling sama sama memecahkan
masalah dan mencoba untuk membimbing individu dalam mencegah
permasalahannya, namun dalam hal ini perbedaan hanya pada
menitikberatkannya.
e. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan dan
pengembang individu. Setiap pendidikan pasti mempunyai bimbingan dan
konseling yag tak terpisahkan karna bimbingan dan konseling adalah
hubungan psikologis antara guru dan muridnya.
f. Bimbingan dan konseling sama-sama menyusun programnya dari jenjang
pendidikannya dari terendah sampai yang tertinggal. Bimbingan konseling
tidak memandang pendidikan sebagai aspek dalam pengajaran bimbingan
dan konseling oleh karna itu bimbingan dan konseling harus bisa diterima
dari jenjang pendidikan dari terendah sampai yang tertinggal.
2. Perbedaan Bimbingan dan Konseling
Perbedaan bimbingan dan konseling dari penjelasan yang telah dijabarkan di
atas, perbedaannya yakni seperti:
a. Bimbingan dan konseling berbeda dari segi kegiatan dan tenaga yang
menyelenggarakannya dari segi kegiatan bimbingan lebih cenderung
melakakukan usaha pemberian informasi dan melakukan pencegahan
kepada individu dalam mengatasi suatu masalah. Sedangkan konseling
merupakan bantuan yang mengharuskan tatap muka dalam mengatasi suatu
masalah. Jadi bimbingan lebih mengedepankan pada pencegahan suatu
masalah sementara konseling lebih mengupayakan seseorang agar bisa
memecahkan masalahnya sendiri.
b. Bimbingan dan konseling terdapat perbedaan dari segi tenaga , bimbingan
bisa dilakukan oleh guru, orang tua, wali kelas, kepala sekolah dan orang
dewasa kepada siswa atau murid yang memerlukannya, sementara
konseling tidak semua guru orang tua ataupun dalam ruang lingkup sekolah
bisa melakukannya hanya orang yang terlatih karena melakukan konseling
butuh keahlian yang tidak hanya dimiliki seorang guru.
D. Kesalahpahaman Bimbingan dan Konseling
Kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan Konseling merupakan suatu
kondisi dimana antara penyampai dan penerima informasi tentang Bimbingan dan
-4-
Konseling dalam mengartikan informasi yang diterima mempunyai makna yang
berbeda dari yang dimaksud penyampai informasi yang sesungguhnya.
Adapun, Prayitno (2004) menjelaskan beberapa kesalahpahaman dalam
bidang bimbingan dan konseling adalah:
a. Bimbingan dan konseling disamakan saja dan atau dipisahkan sama sekali dari
pendidikan.
b. Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah.
c. Bimbingan dan konseling semata-mata hanya sebagai proses pemberian
nasehat.
d. Bimbingan dan konseling hanya menangani masalah yang bersifat incidental.
e. Bimbingan dan konseling hanya dibatasi untuk klien-klien tertentu saja
f. Konselor harus aktif dan pihak lain pasif.
g. Menganggap pekerjaan Bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa
saja.
h. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
i. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
j. Bimbingan dan konseling hanya dibatasi masalah-masalah yang ringan-ringan
saja
E. Alasan Mengapa Guru Membimbing
Layanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat membantu peserta didik
dalam memahami diri, menerima diri dengan segala kekuatan dan kelemahannya,
mengenalkan lingkungan dan mengambil keputusan, serta memberi arahan
terhadap perkembangan peserta didik.

-5-
MATERI 2

A. Latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bidang pelayanan yang perlu
dilaksanakan di dalam program pendidikan. Kebutuhan pelaksanaan bimbingan
dan konseling berlatar belakang beberapa aspek, yaitu aspek psikologis, sosial
budaya, Ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pedagogies.
1. Latar Belakang Psikologis
a. Masalah Perkembangan Individu
b. Masalah Perbedaan Individu
c. Masalah Kebutuhan Individu
d. Masalah Penyesuaian Diri
e. Masalah belajar
B. Latar Belakang Sosial Budaya
Syamsidar menjelaskan tentang dampak negatif dari suatu perubahan sosial
sosial budaya terhadap pendidikan adalah: ketidaksiapan pendidikan menerima
perubahan yang begitu cepat dan drastis, banyak pengaruh budaya dari luar yang
merasuk pada kehidupan dan cara hidup siswa melalui siaran televisi dan akses
internet yang sudah bisa dilakukan dimana saja, menjadi tantangan terssendiri
bagi dunia pendidikan untuk mengantisipasinya.
Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang
diberikan di sekolah, namun sesungguhnnya kegiatan itu saja belum cukup
memadai dalam membantu siswa mengatasi berbagai permasalahan yang
dilaminya dan menyiapkan siswa terjun di masyarakat dengan berhasil. Oleh
karena itu, sangatlah diperlukan adanya layanan bimbingan dan konseling di
sekolah, yang secara khusus diberi tugas dan tanggung jawab untuk memberi
bantuan kepada siswa dalam mencegah terjadi permasalahan sebagai akibat dari
perubahan sosial budaya, memecahkan berbagai masalah, baik masalah belajar,
penyesuaian diri, maupun masalah-masalah pribadi, yang apabila dibiarkan akan
menghambat tercapainya tujuan belajar siswa di sekolah.
C. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
Mallen dan Vogel (2005: 761) dalam Gibson, R.L. dan Mitchell M. H., (2010:
34) menjelaskan bahwa konseling online bukan sesuatu yang perlu dibentuk di
masa depan. Saat ini, terbukti dua kemungkinan bagi siapapun untuk mengakses
informasi apapun di internet, menemukan seorang konselor professional dan
-6-
memiliki sebuah sesi konseling tanpa harus capek-capek bertemu. Kemajuan
teknologi selain membawa kemajuan dan pembaharuan dalam segala bidang,
tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi ini juga berdampak negatif
pada bangsa-bangsa di dunia, termasuk bagi bangsa Indonesia. Banyak persoalan
yang menimpa bangsa Indonesia sebagai dampak negatif dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan Teknologi ini. Persoalan-persoalan itu meliputi
peningkatan epidemi AIDS, ketergantungan pada obat-obat terlarang dan
alkohol, kekerasan pada anak-anak dan remaja, semakin tingginya angka
kehamilan, semakin tingginya kasus bunuh diri, semakin tingginya kasus siswa
putus sekolah (DO), semakain maraknya perkelahian antar pelajar, dan lain-lain.
Lebih lanjut lagi, saat mebahas problem-problem di atas kita mencatat kalau
banyak dari isu tersebut bukan hanya penanganan segera tetapi juga upaya
preventif agar tidak membesar dan merembes kemana-mana. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar problem tersebut berada di wilayah
kerja konselor.
D. Latar Belakang Pedagogis
Setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi
yang berkembang optimal sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk menuju
tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya
bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional
(pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak
didik secara pribadi mendapat layanan sehingga akhirnya dapat berkembang
secara optimal. Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang
amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar
berkembang secara optimal.
E. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat
memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga
individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk
mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa
depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.
F. Persamaan dan Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling
-7-
1. Persamaan antara Bimbinganan Konseling
Istilah bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki persamaan, yaitu
terletak pada tujuan yang hendak dicapai, yaitu sama-sama berusaha untuk
memandirikan inidividu, sama-sama diterapkan dalam program persekolahan,
dan sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat
tempat kedua kegiatan itu diselenggarakan.
2. Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling
SEGI BIMBINGAN KONSELING
Ruang Lebih luas karena mencakup usaha Kuratif
lingkup preventif, kuratif, preseveratif.
Masalah Lebih luas karena mencakup usaha Menitikbertakan pada masalah-
preventif, kuratif, preseveratif. masalah emosional
Tujuan Mengutamakan pencegahan agar siswa Mengutamakan pemecahan
terhindar dari permasalahan permasalah siswa agar siswa
mampu mengatasi permasalahan
yang mereka hadapi.
Layanan Secara kelompok meskipun kadang bisa Lebih bersifat individual,
secara individual walaupun kadang berkelompok
Fungsi Preventif dan pengembangan Selain memiliki fungsifungsi
bimbingan tetapai lebih fokus pada
kuratif,
Peranan Membantu pencapaian program dan Membantu berlangsungnya
tujuan Pendidikan perkembangan pribadi siswa
secara sehat
Petugas Guru bidang studi, wali kelas, kepala Konselor yang harus
sekolah yang pernah mendapatkan berpendidikan khusus yaitu sarjana
pengetahuan mengenai dasar-dasar praktis Bimbingan dan Konseling
bimbingan di sekolah

G. Beberapa Kesalahpahaman tentang Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Prayitno (2015) mengemukakan beberapa kesalahpahaman bimbingan dan
konseling yang sering dijumpai di lapangan adalah sebagai berikut:
1. Layanan bimbingan dan konseling hanya bagi para siswa yang bermasalah.
2. Bimbingan dan konseling semata-mata sebagai pemberian nasehat.

-8-
3. Bimbingan dan konseling melayani orang yang sakit dan kurang normal.
4. Konselor dianggap sebagai polisi sekolah.
5. Konselor yang harus aktif sedangkan klien pasif.
6. Adanya anggapan bahwa layanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan
oleh siapa saja.
7. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
8. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah
incidental.
9. Guru Bimbingan dan Konseling bekerja sendiri.
10. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat.
11. Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan
instrument.
12. Bimbingan dan konseling hanyalah menangni masalah yang dianggap ringan.
H. Mengapa guru membimbing
Guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta motivasi untuk
menumbuhkan aktivitas dan kreativitas siswa. Peranan guru BK dalam memberikan
motivasi untuk mendinamiskan potensi yang dimiliki siswa dan siswa dapat
berkembang sesuai dengan harapan dan cita-cita.
Pelayanan bimbingan dan konseling perlu diselenggarakan di SD agar pribadi dan
segenap potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal. Bimbingan
dan konseling di SD dilaksanakan oleh guru kelas. Oleh karena itu peranan guru
kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan
pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Peran guru dalam kegiatan BK,
yaitu sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter,
fasilitator, mediator, dan evaluator.
Pada kesimpulannya dalam usia sekolah dasar memanglah sangat penting dengan
adanya peran bimbingan konseling dilihat dari konsep-konsep dasar bimbingan
konseling dan karakteristik dari anak itu sendiri.

-9-
MATERI 3

A. Urgensi Bimbingan dan Konseling


Bimbingan dan konseling adalah suatu layanan pemberian bantuan yang
dilakukan konselor kepada seorang klien atau peserta didik, agar klien dapat
memahami dirinya sendiri, membuat keputusan, memahami potensi dirinya yang
dimiliki, mengetahui bagaimana mengembang-kan potensinya tersebut, dan
memiliki sifat tanggung jawab atas keputusan-keputusan yang diambilnya sendiri.
Menurut Prayitno dan Erman (2004:114) tujuan umum dari layanan
bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan
diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang
dimiliki-nya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar
belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
B. Kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam proses penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
Secara formal, kedudukan bimbingan dalam sistem pendidikan di
Indonesia telah digariskan di dalam undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Sedangkan hal-hal yang ada di dalamnya
dibicarakan secara khusus dalam PP No. 28 tahun 1989 pasal 25 yang
mengatakan; 1) bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa
dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan; 2) bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
Pengakuan secara formal tersebut mengandung arti bahwa layanan bimbingan
perlu dilaksanakan secara terprogram. Karena bimbingan adalah upaya
paedagodis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya
kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
C. Tiga Wilayah atau Bidang Utama dalam Proses Penyelenggaraan
Pendidikan Formal di Sekolah
Sistem pendidikan di Indonesia, diselenggarakan melalui 3 jalur, yaitu
jalur pendidikan formal, non-formal dan informal. Pendidikan formal merupakan
jalur pendidikan yang terstrukutur dan berjenjang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (UU No. 20 tahun 2003). Pendidikan
dasar meliputi Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah
- 10 -
Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah
meliputi SMA/ MA/ SMK atau bentuk lain yang sederajat dan pendidikan tinggi
merupakan pendidikan setelah pendidikan menengah, bisa dalam bentuk diploma,
sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi.
Dalam jalur pendidikan formal, bimbingan dan konseling merupakan
proses memfasilitasi perkembangan peserta didik/ siswa pada jalur pendidikan
formal, yang diprogram secara sistimasis, obyektif, logis dan berkelanjutan.
Program bimbingan dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam mencapai
kemandirian dalam wujud kemampuan memahami diri dan lingkungannya,
menerima, mengarahkan mengambil keputusan, dan merealisasikan diri secara
bertanggung jawab, sehingga mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
D. Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru dan Konselor
Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh
dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan
oleh guru, konselor dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Dalam
hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan guru antara lain dapat
dilakukan melalui kegiatan rujukan..
1. Hakikat dan tugas guru dan konselor
a. Hakikat dan tugas guru
Guru adalah pelaksana pengajaran serta bertanggung jawab memberikan
informasi tentang siswa untuk kepentingan bimbingan dan konseling.
b. Hakikat dan tugas konselor
Konselor adalah pelaksana utama yang mengkoordinasi semua kegiatan
yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
Guru sebagai mitra konselor.
Peran wali kelas sebagai mitra konselor sebagai pengembang suasana atau
interaksi kelompok (kelas) yang sehat, penjalin informasi dan komunikasi
dengan orang tua, deteksi dukungan dan permasalahan keluarga, analisis
kebutuhan dan permasalahan peserta didik dalam berelasi sosial dan
mengaktualisasikan potensi akademik. Tugas-tugasnya dalam bimbingan
dan konseling, yaitu :
- Membantu guru bimbingan dan konseling melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling khususnya di kelas yang menjadi
tanggung jawabnya,
- 11 -
- Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi peserta
didik, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk
mengikuti layanan bimbingan dan konseling,
- Memberikan informasi tentang peserta didik di kelasnya untuk
memperoleh layanan bimbingan dan konseling dari guru
bimbingan dan konseling.

- 12 -
MATERI 4

A. Tujuan Bimbingan dan Konseling


Tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan yang
dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar
belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
Tujuan khusus bimbingan dan konseling permasalahan yang dialami oleh individu
yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Tujuan
khusus bimbingan dan konseli di sekolah ialah agar peserta didik, dapat:
a. mengembangkan seluruh potensinya seoptimal mungkin;

b. mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri;

c. mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya, yang meliputi


lingkungan sekolah, keluarga, pekerjaan, sosial-ekonomi, dan
kebudayaan;
d. mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan
masalahnya;
e. mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat, dan
bakatnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan
B. Fungsi Bimbingan dan Konseling
1. Fungsi Pemahaman
Fungsi bimbingan dan konseling ini adalah fingsi yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan
kepentingan pengembangan peserta didik, pemahaman itu meliputi :
a. Pemahaman tentang diri peserta didik, terutama oleh peserta didik sendiri,
orang tua, guru pada umumnya, dan Guru Pembimbing.
b. Pemahaman tentang lingkungan peserta didik (lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah), terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru
pada umumnya, dan Guru Pembimbing.
c. Pemahaman tentang lingkungan “yang lebih luas” (termasuk di dalamnya
informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai),
terutama oleh peserta didik.
2. Fungsi Preventif
- 13 -
Fungsi ini berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi
berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya,
supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan
bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan
atau kegiatan yang membahayakandirinya.
3. Fungsi Pengembangan
Fungsi dari bimbingan dan konseling ini yang sifatnya lebih proaktif dari
fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.
4. Fungsi Penyembuhan
Fungsi penyembuhan pada bimbingan konseling bersifat kuratif. Fungsi ini
berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah
mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun
karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial
teaching.
5. Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian ini yaitu dalam rangka membantu peserta didik untuk
memperoleh penyesuaian pribadi dan memperoleh kemajuan dalam
perkembangannya secara optimal.
6. Fungsi Penyaluran
Fungsi bimbingan dan konseling dalam hal ini untuk membantu pesrta didik
untuk memilih jurusan sekolah, jenis sekolah sambungan, lapangan pekerjaan
sesuai dengan cita-cita, bakat, minatnya.
7. Fungsi Pengadaptasian
Fungsi pengadaptasian ini bertujuan sebagai hal untuk membantu petugas-
petugas di sekolah, khususnya guru untuk mengadaptasikan program kepada
minat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik.
8. Fungsi Perbaikan
Fungsi bimbingan dan konseling ini untuk membantu konseli sehingga dapat
memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak
(berkehendak).
9. Fungsi Penyaluran
Fungsi bimbingan dan konseling dalam hal ini untuk membantu pesrta didik
untuk memilih jurusan sekolah, jenis sekolah sambungan, lapangan pekerjaan
sesuai dengan cita-cita, bakat, minatnya.
- 14 -
10. Fungsi Pengadaptasian
Fungsi pengadaptasian ini bertujuan sebagai hal untuk membantu petugas-
petugas di sekolah, khususnya guru untuk mengadaptasikan program kepada
minat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik.
11. Fungsi Perbaikan
Fungsi bimbingan dan konseling ini untuk membantu konseli sehingga dapat
memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak
(berkehendak).
12. Fungsi Fasilitas
Fungsi fasilitas ini memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang
seluruh aspek dalam diri konseli.
13. Fungsi Pemeliharaan
Fungsi bimbingan dan konseling ini untuk membantu konseli supaya dapat
menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam
dirinya.
C. Orientasi Bimbingan dan Konseling
Orientasi bimbingan dan konseling adalah titik berat pandangan atau pusat
perhatian konselor terhadap kliennya. Berikut beberapa jenis orientasi bimbingan
dan konseling.
1. Orientasi perseorangan
Orientasi perorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor
menitikberatkan pandangan pada siswa secara optimal. Dalam hal ini individu
diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat memberikan
pengaruh tertentu terhadap individu.
Kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan
konseling, yaitu:
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan
bimbingan dan konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri
sendiri setiap individu yang menjadi sasaran layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan yang berkenaan
dengan individu untuk memahami kebutuhan- kebutuhannya, motivasi
dan kemampuan potensialnya yang semuanya unik, membantu individu
agar dapat menghargai.
c. Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara
- 15 -
individual (Ronger, dalam mcdaniel, 1956).
d. Tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan
perasaan klien serta untuk menyesuaikan program-programpelayanan dan
kebutuhan klien setepat mungkin.
2. Orientasi perkembangan
Orientasi ini lebih menekankan pentingnya peranan yang terjadi pada individu
dan sekaligus bertujuan mendorong konselor dan klien menghilangkan problem
yang menjadkan laju perkembangan klien.
Secara khusus Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangannya anak-
anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam 4
bentuk :
a. Hambatan egosentrisme ketidakmampuan melihat kemungkinanlain diluar
apa yang dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi ketidakmampuan memusatkan perhatianpada lebih
dari satu aspek tentang suatu hal.
c. Hambatan reversibilitas ketidakmampuan menelusuri alur yangterbalik dari
alur yang dipahami semula.
d. Hambatan transformasi ketidakmampuan meletakkan sesuatu padasuasana
urutan yang ditetapkan.
3. Orientasi permasalahan
Orientasi masalah secara langsung berkaitan dengan fungsi pencegaham dan
fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat
terhindar dari masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkanfungsi
pengentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur megalami
masalah dapat terentaskan masalahnya.
4. Orientasi perkembangan
Orientasi ini lebih menekankan pentingnya peranan yang terjadi pada
individu dan sekaligus bertujuan mendorong konselor dan klien
menghilangkan problem yang menjadkan laju perkembangan klien.
Secara khusus Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangannya
anak- anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi
dalam 4 bentuk :

- 16 -
e. Hambatan egosentrisme ketidakmampuan melihat kemungkinanlain diluar
apa yang dipahaminya.
f. Hambatan konsentrasi ketidakmampuan memusatkan perhatianpada lebih
dari satu aspek tentang suatu hal.
g. Hambatan reversibilitas ketidakmampuan menelusuri alur yangterbalik dari
alur yang dipahami semula.
h. Hambatan transformasi ketidakmampuan meletakkan sesuatu padasuasana
urutan yang ditetapkan.
5. Orientasi permasalahan
Orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi dan fungsi
pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar
dari masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkanfungsi
pengentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur megalami
masalah dapat terentaskan masalahnya.

- 17 -
MATERI 5

A. Pengertian Asas dan Prinsip


Prayitno mengatakan bahwa prinsip merupakan hasil kajian teoritik dan telaah
lapangan yang digunakan sebgai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudka. Jadi
dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling merupakan pemaduan hasil-hasil teori dan praktek yang dirumuskan dan
dijadikan pedoman sekaligus dasar bagi peyelenggaran pelayanan.
Asas berarti dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat). Dasar
cita-cita, dan hukum dasar. Asas-asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-
ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan
konseling.
B. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
1. Asas Kerahasiaan (confidential)
Yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta
didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak
boleh dan tidak layak diketahui orang lain.
2. Asas Kesukarelaan
Yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien)
mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya.
3. Asas Keterbukaan
Yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
4. Asas Kekinian
Yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan
konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi
sekarang.
5. Asas Kegiatan
Yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan.
6. Asas Kemandirian
Yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu
peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling
diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal
diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan,
serta mewujudkan diri sendiri.
7. Asas Kedinamisan
Yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta
didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan
Yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing, saling menunjang,
harmonis dan terpadukan.
9. Asas Kenormatifan
Yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan,
adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. B
10. Asas Keahlian
Yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
11. Asas Alih Tangan Kasus
Yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan
kepada pihak yang lebih ahli.
12. Asas Tut Wuri Handayani
Yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara
keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta
kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.

C. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling


Rumusan prinsip-prinsip Bimbingan Konseling pada umumnya berkenaan dengan
sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program
pelayanan, penyelenggaraan pelayanan. Berikut ini catatan sejumlah prinsip
Bimbingan Konseling yang diramu dari sejumlah sumber (Bernard dan Fullmer, 1969
dan 1979, Crow and Crow, 1960, Miller dan Flughling, 1978).
1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan:
a. Bimbingan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis
kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Bimbingan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang
untuk dari berbagai aspek kepribadian yang komplek dan unik.
c. Bimbingan Konseling memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan berbagai
aspek perkembangan individu.
d. Bimbingan Konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan
individu atau yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu.
a. Bimbingan Konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh
kondisi mental atau fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di
sekolah, serta dalam kaitanya dengan kontak sosial dan pekerjaan dan
sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Kesejahteraan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan factor timbulnya
masalah pada individu yang kesemuannya menjadi perhatian utama
pelayanan Bimbingan Konseling.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan.
a. Bimbingan Konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan
pengembangan, oleh karena itu program Bimbingan dan Konseling harus
disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan
pengembangan secara menyeluruh.
b. Program Bimbingan Konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi
lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.
c. Program Bimbingan Konseling disusun dan diselenggarakan secara
berkesinambungan kepada anak-anak sampai orang dewasa, disekolah
misalnya dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi.
4. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling di Sekolah.
a. Konselor harus memulai karirnya sejak awal dengan program kerja yang
jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakanprogram
tersebut.
b. Konselor bertanggung jawab untuk memahami perannya sebagai Konselor
profesional dan menerjemahkan perananya itu kedalam kegiatan nyata.
c. Konselor mampu memahami dan mengembangkan kompetensi untuk
membantu siswa-siswi yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup
parah.
d. Konselor harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah,
memberi perhatian dan peka terhadap kebutuhan harapan dan kecemasan.
MATERI 6

A. Model-model bimbingan dan konseling


Pelayanan bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan yang formal
diadakan dalam program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan
yang terencana, terorganisir dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu.
Program bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu
kerangka berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan berawal
dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah
kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-
sekolah.
1. Frank Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang
menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri,
analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir
rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta
wawancara konseling.
2. William M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan
mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian
menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program
studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang
sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa.
3. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971), mengajukan usul supaya di
sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang
perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-
efektif yang menyangkut kepribadian nilai-nilai hidup dan sikap-sikap.
4. Julius Menacker, (1976) mengembankan model bimbingan yang mengusahakan
penganggulangan segala gejala pemberontakan yang tampak dalalm tingkah
laku para siswa di sekolah yang terletak dalam daerah/bagian kumuh di kota
besar.
B. Pola-pola bimbingan dan konseling
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz (1964), dalam sejarah
perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola
dasar, yaitu:
1. Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan
berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluryh staf pendidik
dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa.
2. Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikanharus
ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus
dalam cara pelayanan bimbingan tertentu.
3. Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan
dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus
dalam rangka suatu kursus bimbingan.
4. Pola Relasi-Relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih
hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan
baik dengan orang lain.
C. Pendekatan dan strategi dasar
Seorang ahli bernama Robert H. Mathewson (1962), berhasil membedakan
tujuh pendekatan atau strategi dasar yang masing-masing pendekatan meupakan
kontinum yang bipolar.
1. Edukatif versus Direktif
2. Komulatif versus Pelayanan
3. Evaluasi diri versusu Oleh orang lain
4. Kebutuhan individu versusu kebutuhan lingkungan
5. Penilaian subyektif versus penilaian obyektif
6. Komprehensif versusu berfokus pada satu aspek atau satu bidang saja
7. Koordinatif versusu spesiliastik.
MATERI 7

A. Hakikat Kepribadian
Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan
tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan
berkehendak maupun perbuatan.
B. Hakikat Guru
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1) dinyatakan bahwa:
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
C. Kompetensi Kepribadian Guru atau Pendidik
Menurut UU Pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci sub
kompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai
dengan norma hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga sebagai
guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
2. Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai
guru.
3. Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang
didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4. Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku
yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang
disegani.
5. Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak
sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan
memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
D. Perilaku dan Pribadi Pendidik Sebagai Konselor
Keberhasilan konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor dibanding
kecerrmatan teknik. Konselor harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-
pribadi petugas helper lain. Konselor adalah pribadi yang penuh pengertian dan
mampu mendorong orang lain tumbuh. Carlekhuff menyebutkan 9 ciri kepribadian
yang harus ada pada konselor, yang dapat menumbuhkan orang lain; empati
(empaty), rasa hormat (respect), keaslian (genuiness), konkret (concreteness),
konfrontasi (confrontation), membuka diri (self disclosure), kesanggupan
(potency), kesiapan (immediacy) dan aktualisasi diri (self actualization). Calon
konselor hendaknya dituntut untuk mempunyai perilaku terpuji karena konselor
mempunyai kewajiban untuk membantu memperbaiki perilaku orang lain dan
sebelum membantu memperbaiki orang lain seharusnya konselor tersebut
memperbaiki perilakunya sendiri. Dengan mempunyai perilaku terpuji tersebut,
konselor dapat memberikan contoh-contoh yang dapat dikatakan sebagai perilaku
terpuji yang harapannya adalah agar konseli dapat tergugah motivasinya untuk
berperilaku terpuji.
Dibawah ini beberapa kriteria kualitas pribadi konselor yang efektif adalah sebagai
berikut:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan menampilkan
kepribadian yang beriman dan bertakwa, konsisten dalam menjalankan
kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain, berakhlak
mulia dan berbudi pekerti luhur, sehingga konselor dapat menjadi teladan bagi
konseli.
2. Menghargai perbedaan individu, ditunjukkan dengan sikap toleran dengan
perbedaan,peduli, saling menghargai dan menghormatikeberagaman, bersikap
demokratis.
3. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat, dengan
menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji seperti berwibawa, jujur,
sabar, ramah, dan konsisten, menampilkan emosi yang stabil, peka, empati,
peduli pada kepentingan konseli (altruistik), menghormati keragaman dan
perubahan, bersemangat, disiplin, mandiri, berpenampilan menarik dan
menyenangkan, berkomunikasi secara efektif
4. Menampakkan kinerja dan penampilan yang berkualitas tinggi, ditunjukkan
dengan menampilkan tindakan yang cerds, kreatif, inovatif, produktif,
bersemangat, disiplin, mandiri, berpenampilan menarik dan menyenangkan.
E. Kompetensi yang Harus Dimiliki Guru sebagai Konselor
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas
dasar kerangka fikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja
konselor. Namun bila ditata dalam keempat kompetensi akademik dan profesional
konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam empat kompetensi yaitu :
1. Kompetensi Pedagogik
 Menguasai teori dan praktis pendidikan
 Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku
konseling
 Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis,
dan jenjang satuan pendidikan
2. Kompetensi Kepribadian
 Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
 Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas
dan.kebebasan memilih
 Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
 Menampilakan kinerja berkualitas tinggi
3. Kompetensi Sosial
 Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat kerja
 Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbinhan dan konseling
 Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi
4. Kompetensi Profesional
 Menguasai konsep dan praktis asesmen untuk memahami kondisi,
kebutuhan, dan masalah konseling
 Menguasai kerangka teoritik dan praktis bimbingan dan konseling
 Menganalisis kebutuhan konseling
 Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang
komprehensif
 Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling
 Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika professional
 Menguasai konsep dan praktis penelitian dalam bimbingan dan konseling
MATERI 8

A. Pengertian Karakteristik Peserta Didik

Karakteristik perserta didik adalah keseluruhan pola kelakuan atau kemampuan


yang dimiliki perserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan, sehingga
menentukan aktivitasnya dalam mencapai cita-cita atau tujuan. Informasi terkait
karakteristik peserta didik sangat diperlukan untuk kepentingan-kepentingan dalam
perancangan pembelajaran.

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Ardhana dalam Asri Budiningsih
(2017: 11) karakteristik peserta didik adalah salah satu variabel dalam desain pembelajaran
yang biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman yang dimiliki oleh peserta
didik termasuk aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum,
ekspektasi terhadap pembelajaran dan ciri-ciri jasmani serta emosional siswa yang
memberikan dampak terhadap keefektifan belajar.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman atas karakteristik


peserta didik dimaksudkan untuk mengenali ciri-ciri dari setiap peserta didik yang nantinya
akan menghasilkan berbagai data terkait siapa peserta didik dan sebagai informasi penting
yang nantinya dijadikan pijakan dalam menentukan berbagai metode yang optimal guna
mencapai keberhasilan kegiatan pembelajaran.

B. Manfaat Mengenal Karakter Peserta Didik

Banyak manfaat yang akan diperoleh oleh guru maupun peserta didik, jika mereka saling
mengenal karakteristik masing-masing. Bagi peserta didik, mereka akan mendapat
pelayanan prima, perlakuan yang adil, tidak ada diskriminasi, merasakan bimbingan yang
maksimal dan menyelesaikan masalah anak didik dengan memperhatikan karakternya.

Bagi guru, manfaat mengenal dan memahami karakter peserta didik adalah :

1. Guru akan dapat memetakan kondisi peserta didik sesuai dengan karakternya masing-
masing.

2. Guru dapat memberikan pelayanan prima dan memberi tugas sesuai dengan kebutuhan
dan kesanggupan peserta didiknya.
3. Guru dapat mengembangkan potensi yang dimiliki mereka berupa minat, bakat dan
kegemarannya dan berusaha menekan potensi negatif yang mungkin muncul dari karakter
anak didik yang tidak baik yang dimilikinya.

C. Aspek-Aspek Karakteristik Peserta Didik

Karakteristik peserta didik Sekolah Dasar (SD) diartikan sebagai ciri-ciri yang melekat
pada peserta didik di sekolah dasar yang bersifat khas dan membedakannya dengan peserta
didik pada satuan pendidikan lainnya. Karakteristik peserta didik Sekolah Dasar yang perlu
dipahami meliputi aspek-aspek berikut:

1. Aspek Fisik-Motorik

Perkembangan fisik peserta didik usia Sekolah Dasar dicirikan dengan beragam variasi
dalam pola pertumbuhannya. Keberagaman ini disebabkan karena beberapa hal seperti
kecukupan gizi, kondisi lingkungan, genetika, hormon, jenis kelamin, asal etnis, serta
adanya penyakit yang diderita. Pada fase ini pertumbuhan fisik tetap berlangsung sehingga
peserta didik menjadi lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat.

2. Aspek Kognitif

Pada usia sekolah dasar, peserta didik sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau
melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan
kognitif seperti: membaca, menulis, dan menghitung (CALISTUNG). Sebelum masa ini,
yaitu masa prasekolah (usia Taman Kanak-kanak), daya pikir anak masih bersifat
imajinatif, berangan-angan atau berkhayal, sedangkan pada usia sekolah dasar daya
pikirnya sudah berkembang ke arah berpikir kongkrit dan rasional.

Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut Piaget masa ini berada pada tahap
operasi kongkrit, yang ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan
(mengelompokkan) benda-benda berdasarkan ciri yang sama, (2) menyusun atau
mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan, dan (3)
memecahkan masalah (problem solving ) yang sederhana.

3. Aspek Sosial

Perkembangan sosial peserta didik usia SD ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di
samping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya ( peer group), sehingga
ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia SD, anak mulai memiliki
kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat kepada diri sendiri ( egosentris)
kepada sikap bekerjasama ( kooperatif) atau mau memperhatikan kepentingan orang lain
(sosiosentris ).

4. Aspek Emosi

Pada usia Sekolah Dasar (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5, dan 6), anak mulai
menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi
oleh orang lain. Anak SD belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya
melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).

5. Aspek Moral

Penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis. Peranan lingkungan terutama
lingkungan keluarga sangat dominan dalam perkembangan aspek moral. Pada mulanya
anak melakukan perbuatan bermoral dari meniru (mengamati) kemudian menjadi
perbuatan atas prakarsa sendiri karena adanya kontrol atau pengawasan dari luar, namun
kemudian berkembang karena kontrol dari dalam dirinya.

6. Aspek Religius

Kepercayaan anak kepada Tuhan pada usia ini, bukanlah keyakinan hasil pemikiran, akan
tetapi merupakan sikap emosi yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwa akan kasih
sayang dan perlindungan. Oleh karena itu dalam mengenalkan Tuhan kepada anak,
sebaiknya ditonjolkan sifat-sifat pengasih dan penyayang. Sampai kira-kira usia 10 tahun,
ingatan anak masih bersifat mekanis, sehingga kesadaran beragamanya hanya merupakan
hasil sosialisasi orang tua, guru, dan lingkungannya.
MATERI 9

A. Masalah-Masalah yang Dihadapi Siswa Secara Umum


Masalah-masalah siswa di sekolah sesuai dengan pendapat Nurihsan (2006)
terdapat empat kelompok yaitu :
1. Masalah akademik
Masalah-masalah yang terjadi di sekolah seperti :
a. Keterlambatan akademik, dimana murid memiliki pengetahuan yang tinggi
tetapi tidak dapat memanfaatkan secara optimal.
b. Kecepatan belajar kecerdasan atau pengetahuan murid yang berbeda dimana
tidak semua murid dapat mengikuti proses belajar mengajar dalam kelas
yang terkadang ada guru yang terlalu cepat menjelaskan sehingga murid
tidak dapat mengerti materi yang dipaparkan.
c. Kurangnya motivasi belajar dimana murid merasakan bosan dalam
pembelajaran di kelas.
d. Bersikap buruk ketika pembelajaran, seperti menunda-nunda tugas dan
malu bertanya kepada guru
e. Sering tidak masuk sekolah.
2. Masalah sosial pribadi
Masalah-masalah sosial pribadi seperti adanya teman yang tidak disukai, guru
yang tidak mempunyai landasan pendidikan sehingga untuk berbicara atau
sekedar mengingatkanpun bahasanya berbeda dengan guru yang memiliki
landasan pendidikan sehingga murid tersebut merasa terganggu bahkan bisa
jadi tidak mau lagi berurusan atau bahkan hanyasekedar berbicara dengan guru
tersebut.
3. Masalah karier
Yang termasuk Masalah karier seperti murid yang melanjutkan pendidikan
sampai ke perguruan tinggi dengan orientasi mendapatkan uang lebih, dan
murid yang lebih memilih kerja daripada sekolah karena beranggapan bahwa
kerja lebih menghasilkan uang atau beranggapan bahwa sekolah mengeluarkan
biaya sehingga membebankan orang tua.
4. Masalah keluarga
Yang termasuk masalah keluarga adalah kurangnya komunikasi antar
anggota keluarga, pendidikan yang kurang dalam suatu keluarga sehingga
anggota yang satu tidak dapat membantu yang lain karena sama-sama tidak
menguasainya, atau bahkan seorang anak tersebut sudah ingin untuk
menempuh pendidikan dengan serius tetapi ada beberapa orang tua yang tidak
mengizinkannya.
B. Masalah-Masalah yang Dihadapi Siswa di Tingkat TK dan Penanganannya
 Jenis-jenis masalah pada PAUD /TK
a. Pola pikir anak (aspek kognitif).
Perilaku bermasalah pada aspek kognitif, yaitu :
a. Berpikir Irasional
b. Pikiran negative
c. Tidak mau belajar.
d. Malas masuk sekolah.
e. Sulit menghapal kata dan nama benda.
f. Tidak memperhatikan pelajaran
g. Terlambat berpikir
h. Pelupa
i. Rasa ingin tahunya rendah suka menyalahkan orang lain dan menganggap
dirinya paling benar.
2.) Masalah fisik motoric
a. Tanganya kidal
b. Berjalan pincang, buta,tuli,dan bisu
c. Terlalu gemuk
d. Berambut keriting
3.) Sosio emosional
a. Pendiam, pemalu, minder
b. Egois
c. Menolak realitas ( suka membuat kegaduan)
d. Bersikap kaku
e. Sulit berteman, membenci guru tertentu
 Solusi penanganannya
Beberapa karakteristik di bawah ini setidaknya dapat membantu
mempermudah orang tua dan guru dalam menangani permasalahan yang
dihadapi anak.
1. Kesabaran
2. Penuh kasih sayang
3. Penuh perhatian
4. Ramah
5. Toleransi terhadap anak
6. Empati
7. Penuh kehangatan
8. Menerima anak apa adanya
9. Adil
10. Dapat memahami perasaan anak
11. Pemaaf terhadap anak
12. Menghargai anak
13. Memberi kebebasan terhadap anak
14. Menciptakan hubungan yang akrab dengan anak
C. Masalah-Masalah yang Dihadapi Siswa di Tingkat SD dan Penanganannya
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud) khusus membahas hal
ini dalam buku Seri Pendidikan Orang Tua "Mendampingi Anak ketika
Bermasalah". Mengutip buku tersebut, ada 5 masalah khas yang umumnya dialami
anak usia SD sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
1. Malas sekolah
Solusi : identifikasi dulu penyebab anak malas pergi bersekolah dan bantu ia
menyelesaikan masalahnya dengan bijak. Anda juga bisa melakukan berbagai
cara mengembalikan mood anak sekolah dengan kreatif dan menyenangkan.
2. Sulit berteman
Solusi : Bantu anak mengembangkan kecerdasan sosial agar ia dapat mudah
berteman dengan banyak melibatkannya di kegiatan-kegiatan kelompok.
Dampingi dan jangan lupa beri contoh agar anak memahami pentingnya
memiliki sikap-sikap yang diperlukan untuk dapat berteman. Seperti, sikap
ramah, jujur, suka menolong, empati dan mau menghargai.
3. Diejek teman
Solusi : Berilah pemahaman dan pendampingan pada anak. Anda bisa
memulainya dengan membiasakan anak bercerita sepulang sekolah, pahami
perasaan anak, dan beri ia solusi. Misalnya dengan mengajarkan anak untuk
tidak mudah tersinggung atau emosi saat diejek teman. Jelaskan bahwa ia tidak
perlu berkecil hati kalau apa yang dikatakan temannya tidak benar. Ajari juga
anak cara menegur atau mengingatkan teman yang berkata tidak baik tanpa
perlu mengejek atau menghina balik. Kalau Anda merasa anak sudah tidak
dapat mengatasinya sendiri, baru bicarakan hal ini dengan gurunya.
4. Senang melanggar peraturan.
Solusinya: Lihat dulu alasan anak melakukan hal yang dianggap masalah itu.
Sebab ada anak yang melanggar karena ia mencari perhatian, ada
juga anak yang ingin mencoba-coba. Bahkan ada juga yang melakukannya
karena menurutnya hal itu menantang. Tapi ada juga anak yang terpengaruh
oleh teman-teman sekelasnya, jadinya dia terbawa arus untuk melanggar
peraturan.
5. Selalu melakukan bullying kepada teman lain
Solusinya: Untuk mengatasi hal ini dan juga mencegahnya tidak terjadi,
perbanyak kegiatan yang melibatkan lintas usia/kelas. Misalnya, dengan
mentoring atau kegiatan kelompok yang mengharuskan semua anak untuk
terlibat, memberikan pelatihan tentang bullying dan bagaimana mengatasinya.
Misal, saat ada teman yang dibully, teman yang lain diajarkan harus berani
menyampaikan/melapor kepada guru.
MATERI 10

A. Pengertian Guru Mata Pelajaran


Menurut Tutik (2008:11) guru mata pelajaran adalah pendidik yang
menyelenggarakan proses pembelajaran melalui kegiatan pengajaran dalam bidang
studi atau mata pelajaran tertentu pada satuan pendidikan tertentu.
Sutirna (2018:85) menyatakan bahwa guru mata pelajaran memiliki peranan
yang harus dilaksanakan yaitu berperan sebagai pendidik, pengajar dan
pembimbing.
B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Mata Pelajaran dalam Bimbingan dan
Konseling
Tugas guru di sekolah selain sebagai pendidik dan pengajar, juga sebagai
pembimbing. Dalam hal ini guru tidak semata-mata hanya memberikan materi
pelajaran saja, melainkan lebih dari itu. Dalam bimbingan dan konseling, menurut
Fenti Hikmawati, guru memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling. Berikut tugas dan tanggung jawab guru mata pelajaran
dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling :
1. Membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling;
2. Melakukan kerja sama dengan guru;
3. Mengalihtangankan siswa;
4. Mengadakan upaya tindak lanjut layanan bimbingan;
5. Memberikan kesempatan pada siswa memperoleh layanan bimbingan dan
konseling;
6. Membantu mengumpulkan informasi;
7. Ikut dalam program layanan bimbingan;
8. Berpartisipasi kegiatan pendukung seperti konfensi kasus;
9. Berpartisipasi upaya pendegahan masalah pengembangan potensi.
Adapun tugas guru mata pelajaran dalam kegiatan bimbingan dan konseling adalah:
a. Turut serta aktif dalam membantu melaksanakan kegiatan program bimbingan dan
konseling.
b. Memberikan informasi tentang siswa kepada staf bimbingan dan konseling.
c. Memberikan layanan intruksional (pengajaran).
d. Berpartisipasi dalam pertemuan kasus.
e. Memberikan informasi kepada siswa.
f. Meneliti kesulitan dan kemajuan siswa.
g. Menilai hasil kemajuan belajar siswa.
h. Mengadakan hubungan dengan orang tua siswa.
i. Bekerja sama dengan konselor mengumpulkan data siswa dalam usaha untuk
mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa.
j. Membantu memecahkan masalah siswa.
k. Mengirimkan (referal) masalah siswa yang tidak dapat diselesaikan kepada
konselor.
l. Mengidentifikasi, menyalurkan, dan membina bakat.
C. Peran Guru Mata Pelajaran dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Peranan yang dapat dilakukan oleh seorang guru, ketika menjadi bagian dalam
penyelenggaraan program bimbingan dan konseling disekolah adalah sebagai
berikut.
1. Guru sebagai informatory
Guru dalam kinerja dapat berperan sebagai informator, berkaitan dengan tugasnya
membantu guru pembimbing atau konselor dalam memasyarakatkan layanan
bimbingan dan konseling kepada siswa pada umumnya.
2. Guru sebagai fasilitator
Guru berperan sebagai fasilitator terutama ketika dilangsungkan layanan
pembelajaran baik itu yang bersifat preventif maupun kuratif.
3. Guru sebagai mediator
Guru dapat berperan sebagai mediator antara siswa dengan guru pembimbing.
Misalnya saat diminta untuk melakukan kegiatan identifikasi siswa memerlukan
bimbingan dan pengalitanganan siswa yang memerlukan bimbingan dan konseling
kepada guru pembimbing atau konselor sekolah.
4. Guru sebagai kolaborator
Sebagai mitra seprofesi, yakni sama-sama sebagai tenaga pendidik di sekolah, guru
dapat berperan sebagai kolaborator, misalnya dalam penyelenggaraan berbagai
jenis layanan orientasi informasi.
Peran guru mata pelajaran dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat
dibedakan menjadi dua
1. Tugas guru mata pelajaran dalam layanan bimbingan di kelas.
Guru dapat melakukan tugas-tugas bimbingan dalam proses pembelajaran
sebagai berikut
a. Melaksanakan kegiatan diagnostik kesulitan belajar. Dalam hal ini guru mencari
atau mengidentifikasi sumber-sumber kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, dengan
cara: (1) Menandai siswa yang diperkirakan mengalami masalah, dengan jalan melihat
prestasi belajarnya yang paling rendah atau berada di bawah nilai rata-rata kelasnya. (2)
Mengidentifikasikan mata pelajaran dimana siswa mendapat nilai rendah (di bawah rata-
rata kelas). (3) Menelusuri bidang/bagian dimana siswa mengalami kesulitan yang
menyebabkan bimbingan dan konselingan nilainya rendah. (4) Melaksanakan tindak lanjut,
apakah perlu pelajaran tambahan, atau bimbingan dari guru secara khusus, atau tindakan-
tindakan lainnya.
b. Guru dapat memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya
kepada murid dalam memecahkan masalah pribadi. Masalah-masalah yang belum
terpecahkan dan berada diluar batas kewenangan guru dapat dialami dialih tangankan
(referal) kepada konselor yang ada di sekolah itu atau kepada ahli lain yang dipandangnya
tepat untuk menangani kasus tersebut.
2. Tugas guru mata pelajaran dalam operasional bimbingan di luar kelas.
Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak sebatas dalam kegiatan proses
belajar mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di
luar kelas. Tugas-tugas bimbingan itu antara lain :
 Memberikan pelajaran perbaikan.
 Memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa.
 Melakukan kunjungan rumah
 Menyelenggarakan kelompok belajar.

Menurut Anas Salahudin, peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan
konseling adalah sebagai berikut
1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
2. Membantu guru pembimbing / konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta mengumpulkan data tentang
siswa-siswi.
3. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada guru pembimbing / konselor.
4. Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing / konselor yaitu siswa yang
menurut guru pembimbing atau konselor memerlukan pelayanan mengajar /latihan
khusus (seperti pengajaran/latihan perbaikan, program pengayaan).
5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru siswa dan hubungan
antar siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan
atau kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti/menjalani layanan/kegiatan
yang dimaksudkan.
7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi
kasus
8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian
pelaksanaan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
MATERI 11

A. Guru Penggerak

Guru penggerak adalah guru yang mempunyai sikap ketauladan dan keihklasan
terlebih dahulu, baru kemudian sebagai fasilitator dalam mengajar yang kreatif,
efektif, dan menyenangkan. Artinya menjadi guru penggerak harus menjadi
tauladan bagi siswa, menjadi orang tua yang selalu membimbing anaknya, menjadi
problem solver dalam setiap sumbatan pengetahuan dan wacana bagi orang-orang
di sekitanya.

B. Merdeka Belajar
Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir. Dan esensi kemerdekaan
berpikir harus ada pada guru terlebih dahulu, tanpa terjadi di guru maka tidak akan
mungkin terjadi pada murid. Sistem pengajaran yang diterapkan nantinya akan
mengubah belajar di dalam kelas menjadi di luar kelas.

Merdeka belajar itu adalah belajar yang melibatkan murid dalam penentuan
tujuan serta memberi pilihan cara belajar dan secara bersama melakukan refleksi
terhadap proses dan hasil belajar.
1. Tujuan Guru Penggerak

Guru yang ingin menjadi Guru Penggerak harus lulus seleksi dan mengikuti Program
Pendidikan Guru Penggerak.

Program Guru Penggerak memiliki tujuan agar Guru Penggerak Dapat:


a. Mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi dan kolaborasi secara
mandiri
b. Memiliki kematangan moral, emosi dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik
c. Merencanakan, menjalankan, merefleksikan dan mengevaluasi pembelajaran yang
berpusat pada murid dengan melibatkan orang tua
d. Berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan
menumbuhkan kepemimpinan murid
e. Mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi sekolah yang berpihak
pada murid dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar sekolah.
2. Peran Guru Penggerak
a. Guru penggerak memilik peran untuk :
b. Menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya
c. Menjadi Pengajar Praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran
di sekolah
d. Mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah
e. Membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antara guru dan pemangku
kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
f. Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem
pendidikan di sekolah
3. Manfaat Mengikuti Program Guru Penggerak Kemendikbud
Untuk menjadi Guru Penggerak, guru harus mengikuti pendidikan guru penggerak selama
9 bulan. Selama mengikuti proses pendidikan, peserta yang lolos seleksi Program Guru
Penggerak akan mendapatkan:
a. Pendidikan Guru Penggerak selama 9 bulan dan pengembangan kompetensi dalam
Lokakarya Bersama
b. Peningkatkan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran yang berpusat pada
murid
c. Pengalaman belajar mandiri dan kelompok terbimbing, terstuktur,dan
menyenangkan
d. Pengalaman belajar bersama dengan rekan guru lain yang sama-sama lolos seleksi
program guru penggerak
e. Pengalaman mendapatkan bimbingan/mentoring dari Pengajar Praktik pendidikan
guru penggerak
f. Mendapatkan komunitas belajar baru
g. Mendapatkan sertifikat pendidikan 306 JP dan Piagam Guru Penggerak

4. Komponen kebijakan Merdeka Belajar Kemendikbud


Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI, yaitu:
a. Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan
numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA (Programme for
International Student Assesment). Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir
jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 5, 8, dan 11. Hasilnya
diharapkan menjadi masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran
selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan pendidikannya.
b. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut
Kemendikbud, sekolah diberikan keleluasaan dalam menentukan bentuk penilaian,
seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
c. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem
Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan
administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan administrasi dapat dialihkan
untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
d. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak
termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi,
diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah
diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini.
5. Tujuan Merdeka Belajar
Hal lain yang menariknya lagi bahwa semangat Program Merdeka Belajar
ternyata jika dihubungkan dengan gagasan pemikiran Bapak Pendidikan Nasional
Ki Hajar Dewantara menunjukkan adanya benang merah keterkaitannya, antara
lain:
1. Diantara salah satu dari lima dasar pendidikan mengajarkan untuk
menjunjung tinggi kemerdekaan;
2. Kemerdekaan diri harus diartikan swadisiplin atas dasar nilai hidup yang
tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Kemerdekaan harus juga menjadi dasar untuk mengembangkan pribadi
yang kuat dan selaras dengan masyarakat (dalam Afifuddin, 2007);
3. Implementasinya dalam hal pendidikan dan pengajaran, bahwa pengaruh
pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir,
sedangkan merdekanya hidup batin terdapat dari pendidikan diajarkan
beliau masih relevan dengan kondisi kekinian termasuk konsep Merdeka
Belajar.
6. Pentingnya Konsep Merdeka Belajar
Dengan penerapan merdeka belajar, maka Pelajar merdeka lebih :
a. Mandiri mengerjakan tugas belajar
b. Tahan menghadapi kesulitan
c. Adaptif menghadapi perubahan
MATERI 12

A. Manajemen Bimbingan dan Konseling


Manajemen dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling (BK) dapat
berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan aktifitas-
aktifitas pelayanan bimbingan dan konseling, serta penggunaan sumber daya lainnya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Djamarah (2011) menyatakan
bahwa manajemen BK yang diawali dari perencanaan kegiatan BK, pengorganisasian
aktivitas dan semua unsur pendukung BK, melaksanakan kegiatan BK, memotivasi
sumber daya agar kegiatan BK mencapai mengupayakan agar tercapainya evektifitas
dan efisien serta tercapainya tujuan. Perencanaan dimulai dengan menganalisis
kebutuhan yang diperlukan peserta didik, pengorganisasian merupakan kegiatan
pembagian tugas-tugas pada orang yang terlibat kerjasama dalam sebuah kegiatan,
actuating dalam organisasi sekolah adalah merangsang guru dan personal sekolah
melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan dengan penuh semangat,
monitoring/evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah pelayanan sudah terlaksana
semua sesuai rencana atau tidak. Prinsip-prinsip manajemen bimbingan dan konseling
adalah:
 Efesien dan efektif, artinya kesesuaian hasil layanan dengan tujuan yang ingin
dicapai dari layanan bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan fasilitas yang
ada secara optimal.
 Kepemimpinan yang efektif, artinya kepala sekolah perlu bersikap bijaksana
dalam mengambil keputusan dan mampu berkoordinasi dengan personel sekolah
secara baik.
 Kerjasama, artinya adanya hubungan kerjasama yang baik antar personel sekolah.
 Pengelolaan manajemen, sistematika manajemen dari mulai perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan evaluasi (Sugiyo,2012)
Manajemen sangat penting dan dibutuhkan dalam suatu organisasi juga bagi
seorang individu, hal tersebut dikarenakan manajemen berkaitan dengan pencapaian
suatu tujuan. Bimbingan dan konseling merupakan yang ada di dalam sekolah juga
memerlukan adanya manajemen agar dapat mencapai tujuannya. Manajemen
bimbingan dan konseling adalah kegiatan manajemen yang dilakukan oleh konselor
untuk memfasilitasi fungsi bimbingan dan konseling mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi untuk mencapai tujuan bimbingan dan
konseling yang efektif dan efesien dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang
ada.
B. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Dalam sebuah organisasi bimbingan dan konseling, terdapat-beberapa pola


organisasi bimbingan. Bentuk atau pola organisasi bimbingan dan konseling
dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah dan besar kecilnya isi
program. Ada beberapa kemungkinan pola organisasi bimbingan dan konseling yang
dapat diikuti. Untuk penerapan di sekolah dasar dapat dipilih tiga pola organisasi,
yaitu:
1. Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan guru
kelas sebagai tenaga pembimbing
Dalam pola organisasi ini guru kelas berperan langsung menjadi
pembimbing bagi murid-murid di kelasnya. Dalam pola organisasi di atas, kepala
sekolah sebagai koordinator bimbingan bertanggung jawab secara langsung
terhadap program bimbingan dan konseling di sekolahnya. Tugas-tugas yang
menyangkut pelayanan bimbingan dan konseling diselenggarakan oleh masing-
masing guru kelas.
2. Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan seorang
konselor untuk beberapa sekolah terdekat
Pola ini dapat diterapkan dila kondisi sekolah telah memungkinkan
penempatan tenaga khusus (konselor) untuk menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling.
3. Pola organisasi bimbingan dan konseling yang memakai seorang konselor
untuk setiap sekolah.
Bila pada setiap sekolah telah dapat ditempatkan tenaga khusus (konselor).
Dalam bagian di atas, kepala sekolah merupakan penanggung jawab tertinggi
dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di sekolahnya.
C. Prinsip-Prinsip Manajemen Bimbingan dan Konseling
Secara umum prinsisp-prinsip manajemen pelayanan BK meliputi perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia (Staffing),
pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Berikut
merupakan penjelasan dari prinsip prinsip menejemen bimbingan dan konseling :
1. Perencanaan (planning) bimbingan dan konseling sebagai suatu proses kegiatan,
membutuhkan perencanaan yang matang dan sistematis dari mulai penyusunan
program hingga pelaksanaannya. Agar pelaksanaan bimbingan dan konseling
memperoleh hasil sesuai tujuan yang dirumuskan.
2. Pengorganisasian (organizing) berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan tersebut
dikelola dan diorganisir. Sistem pengorganisasian bimbingan dan konselingbisa
diketahui dari struktur organisasi sekolah tersebut. Organisasinya terdiri atas
koordinator, anggota, dan staf administrasi (syamsul yusuf dan junita Nurihsan,
landasan bimbingan dan konseling)
3. Penyusunan personalia (satffing) bagaimana para personalia ditetapkan, disusun
dan diadakan pembagian tugas (job discriptio), agar dalam pelaksanaannnya
menjadi efektif dan efisien sehingga tujuan dapat dicapai dengan baik.
4. Pengarahan dan kepemimpinan (leading) berkenaan dengan mengarahkan dan
memimpin para personalia sehingga bekerja sesuai dengan job atau bidang
tugasnyamasing-masing, agar aktivitas pelayanan menjadi terarah pada tujuan yang
telah ditetapkan.
5. Pengawasan (controlling) berkenaan dengan melakukan pengawasan dan penilaian
terhadap kegiatan mulai dari penyusunan rencana program hingga pelaksanaannya.
D. Aspek Aspek Manajemen Bimbingan dan Konseling
Aspek-aspek dalam manajemen bimbingan dan konseling, antara lain :
1. Perencanaan program bimbingan dan konseling untuk tercapainya program
perencanaan BK yang efektif dan efisien, maka ada beberapa hal yang harus
dilakukan yaitu : analisis kebutuhan siswa, penentuan tujuan BK, analisis situasi
sekolah, penentuan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, penetapan metode
pelaksanaan kegiatan, penetapan personel kegiatan, persiapan fasilitas dan biaya
kegiatan, dan perkiraan tentang hambatan kegiatan dan antisipasinya.
2. Pelaksanaan dan pengarahan program bimbingan dan konseling sekolah sebagai
satuan pendidikan perlu merancang program bimbingan dan konseling sebagai
integral dari program sekolah secara keseluruhan. Program inilah yang akan
dijadikan acuan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah tersebut.
Terdapat dua jenis program yang perlu dirancang dan diprogramkan yaitu : a.
program tahunan sebagai program sekolah, program tahunan ini dijabarkan
menurut alokasi waktu setiap semester; b. Program bulanan bahkan program
mingguan. Dalam program itu dicantumkan substansi kegiatan, jenis layanan
menurut alokasi waktu. Program kegiatan layanan bagi setiap guru pembimbing
perlu membuat program berupa satuan layanan (satlan) bahan satuan kegiatan
pendukung (satkung) setiap kali akan melakukan pelayanan kepada siswa
berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan.
3. Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling merupakan upaya menilai
efisiensi dan efektifitas manajemen bimbingan dan konseling di sekolah pada
khususnya dan program bimbingan dan konseling yang dikelola oleh staf
bimbingan dan konseling pada umumnya. Tujuan evaluasi pelaksanaan program
bimbingan dan konseling secara umum, yaitu : 1. Mengetahui kemajuan program
bimbingan dan konseling atau subyek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan
dan konseling, 2. Mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas strategi pelaksanaan
program dalam kurun waktu tertentu. Tujuan bimbingan dan konseling secara
khusus, antara lain : 1. Meneliti secara berkala hasil pelaksanaan programyang
telah dicapai, 2. Memperoleh informasi tentang tingkat efektivitas dan efisiensi
layanan bimbingan dan konseling yang ada, 3. Mengetahui jenis layanan yang
sudah ataupun belum dilaksanakan dan jenis layanan yang memerlukan perbaikan
atau pengembangan, 4. Mengetahui tingkat partisi[asi staf atau personel sekolah
dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan program, 5. Mengetahui seberapa besar
kontribusi program bimbingan dan konseling terhadap ketercapaian tujuan
pembelajaran di sekolah, 6. Memperoleh informasi yang cermat dan memadai
untuk kepentingan perencanaan langkah-langkah pengembangan program, 7.
Membantu mengembangkan kurikulum sekolah yang disesuiakan dengan
kebutuhan peserta didik.
4. Supervisi kegiatan Bimbingan dan Konseling
Manfaat pokok dari supervisi ini adalah untuk mengendalikan personel pelaksana
bimbingan dan konseling, memantau kemungkinan adanya kendala yang muncul
dan dihadapi oleh personil dalam pelaksanaan tugasnya, mencari jalan keluar
terhadap hambatan dan permasalahan delam pelaksanaan program agar tercapainya
pelaksanaan yang lancar kearah pencapaian tujuan bimbingan dan konseling di
sekolah.
MATERI 13

1. Pengertian Manajemen
Stoner (2006) mengungkapkan bahwa manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari
anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Pengertian Bimbingan Konseling di SD
Bimbingan dan Konseling (BK) di SD yaitu Serangkaian kegiatan berupa
bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada konseli dengan cara tatap
muka, baik secara individu atau beberapa orang dengan memberikan
pengetahuan tambahan untuk mengatasi permalahan yang dialami oleh konseli,
dengan cara terus menerus dan sitematis.
3. Makna dan tujuan manajemen bimbingan konseling
Pengertian manajemen bimbingan dan konseling adalah proses bantuan atau
pertolongan yang diberikan oleh pembimbing atau konselor, kepada individu
melalui pertemuan muka atau hubungan timbal balik, antara keduanya.
Manajemen BK bertujuan agar tercapainya efektivitas dan efisiensi serta
tercapainya suatu tujuan. Oleh karena itu, manajemen diperlukan dalam
bimbingan dan konseling dengan tiga alasan yaitu :
 Untuk mencapai tujuan
 Menjaga keseimbangan antara tujuan yang saling bertentangan (jika
ada)
 Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi
Tujuan manajemen bimbingan dan konseling dalam aspek akademik belajar
yaitu memiliki sikap dan kebiasaan belajar positif , memiliki motivasi yang
tinggi untuk belajar sepanjang hayat, memiliki keterampilan belajar yang
efektif, memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan
pendidikan, memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi
ujian.
4. Prinsip-prinsip manajemen bimbingan dan konseling
Secara umum prinsip-prinsip manajemen bimbingan dan konseling meliputi :
 Perencanaan
 Pengorganisasian
 Penyusunan
 Pengarahan dan kepemimpinan atau leading
 Pengawasan
5. Dasar Manajemen Bimbingan Dan Konseling.
Manajemen bimbingan dan konseling di sekolah didasarkan kepada ketentuan
yang termasuk didalam peraturan perundangan yang berlaku, khususnya SK
Menpan tentang jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dan SK
Menpan tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Anka Kreditnya
beserta berbagai aturan pelaksanaannya. Diantaranya yang pokok adalah sistem
yang terlingkup didalam “BK Pola 17” beserta penyusunan program,
pelaksanaan, penilaian, pengawasan, pembinaan, dan pengambangan kegiatan
bimbingan dan konseling. Dasar bimbingan konseling adalah pengelolaan
menejmen yang bermutu, agar layanan yang diberikan, jelas, terarah dan
sistematis yang dilakuakan oleh guru pembimbingan yang professional dengan
syarat mengauasai beberpa kompetensi dasar.
6. Implementasi pengorganisasian dalam Bimbingan dan Konseling.
Hal yang perlu diperhatikan agar pengorganisasian BK berjalan baik :
a. Semua personel sekolah dihimpun dalam satu wadah, agar terwujud satu
kesatuan cara bertindak kaitannya dalam memberikan layanan BK.
b. Mekanisme kerja harus tunggal.
c. Tugas, wewenang dan tanggguang jawab tiap personel jelas.
Tugas dan peran masing-masing personel yaitu:
a. Kepala Sekolah, sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan sekolah,
pemantau dan suvervisi pelaksana BK.
b. Wakil Kepala Sekolah, bertugas sesuai dengan bidang garapannya.
c. Pelaksana kebijakan kepala sekolah, terutama yang berkaitan dengan
BK
d. Wali Kelas, bertugas sebagai penyedia informasi, pemantau
perkembangan dan kemajuan siswa, fasilitator dalam mensosialisasikan
layanan BK serta membantu mengidentifikasi siswa yang
membbutuhkan layanan responsif.
e. Guru Mata Pelajaran, bertugas mensosialisasikan layanan BK,
menyediakan informasi tentang siswa saat proses belajar,
mengidentifikasi siswa, serta memantau perkembangan dan kemajuan
siswa.
f. Staf Administrasi, bertugas membantu mempersiapkan dan
mengadministrasikan kegiatan BK serta memberi informasi tentang
pelaksanaan layanan BK.
g. Konselor, bertugas.
c. Pemanfaatan fasilitas pendukung kegiatan Bimbingan dan Konseling.
d. Pengadministrasian kegiatan Bimbingan dan Konseling.
e. Pengarahan, Supervisi, dan penilitian kegiatan Bimbingan dan Konseling.
 Pengarahan
1. Untuk menciptakan suatu kordinasi dan komunikasi dengan seluruh staf
bimbingan yang ada.
2. Untuk mendorong staf bimbingan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
3. Memungkinkan kelancaran dan efektivitas pelaksanaan program yang telah
direncanakan.
 Supervisi kegiatan bimbingan.
1. Mengontrol kegiatan-kegiatan dari para personel bimbingan yaitu
bagaimana pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka masing-masing.
2. Mengontrol adanya kemungkinan hambatan-hambatan yang ditemui oleh
para personal bimbingan dalam melaksanakan tugas masing-masing.
3. Mencari solusi atas pertayaan atau masalah-masalah yang dihadapi.
4. Memungkinkan terlaksananya program bimbingan secara lancar ke arah
pencapai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan.
 Penilaian program layanan
Beberapa kegiatan dalam BK yang dievaluasi :
1. Konseling individual dan kelompok.
2. Konsultasi dengan siswa, orang tua, dan guru baik secara pribadi maupun
secara kelompok.
3. Pengukuran minat, kemampuan, perilaku, kemajuan belajar mahasiswa.
4. Kordinasikan dengan pihak sekolahan

Anda mungkin juga menyukai