Anda di halaman 1dari 13

OVERVIEW CASE

I. Anamnesis
1. Keluhan utama
 Tn. M usia 65 tahun datang ke IGD RSUD dengan keluhan tidak bisa
BAK sejak semalam.
- Usia lanjut dapat menjadi salah satu faktor terjadinya penyakit degeneratif.
- Retensi urin adalah gangguan kemampuan untuk berkemih baik karena
obstruksi mekanis atau fungsional dari organ dan saluran kemih.
- Retensi urin akibat obstruksi mekanis dapat disebabkan karena adanya
massa, neoplasma, trauma, striktur, dan peradangan akut saluran kemih
bagian bawah. Sedangkan obstruksi fungsional dapat disebabkan karena
kerusakan persarafan kandung kemih, trauma medulla spinalis, dan
neoplasma medulla spinalis baik primer maupun sekunder.
- Sejak semalam menunjukkan bahwa onset gejala pasien akut.
2. RPS
 Sejak semalam pasien tidak dapat buang air kecil sehingga perutnya
terasa penuh dan nyeri.
- Perut terasa penuh disebabkan karena urin yang tidak dapat diekskresikan
menyebabkan peningkatan volume vesica urinaria. Peningkatan volume
tersebut diiringi dengan peningkatan tekanan intravesika.
- Ketika volume vesika urinaria telah penuh tetapi urin tidak dapat
diekskresikan, maka otot detrusor akan mengalami peregangan berlebih
dan mengaktifkan nosiseptor sehingga pasien merasa nyeri.
 Urin keluar tidak lancar, pasien harus menunggu dan mengedan untuk
memulai berkemih, pancaran urin lemah, terasa tidak lampias dan
menetes saat selesai berkemih sehingga pasien sering bolak balik ke
kamar mandi untuk berkemih.
- Kesulitan untuk memulai berkemih dan pancaran urin yang lemah
menunjukkan bahwa pasien mengalami hesitansi.
- Urin keluar tidak lancar dan harus menunggu untuk berkemih dapat
disebabkan karena gangguan kontraktilitas kandung kemih atau
merupakan tanda awal adanya obstruksi saluran keluar kandung kemih.
Ketika derajat obstruksi berat, maka pasien perlu untuk mengejan saat
berkemih. Penyebab paling umum dari gejala ini adalah adanya obstruksi
prostat dan striktur uretra.
- Pancaran urin lemah disebabkan karena adanya peningkatan resistensi
uretra terhadap obstruksi saluran kandung kemih dan peningkatan tekanan
intravesika.
- Terasa tidak tampias dan menetes saat selesai berkemih menunjukkan
kemungkinan adanya obstruksi sehingga menghambat aliran urin.
Pengeluaran urin yang tidak maksimal menyebabkan pasien sering bolak-
balik ke kamar mandi untuk berkemih.
 Sejak 1 bulan yang lalu keluhan tersebut dirasakan makin berat, saat
malam pasien harus bangun lebih dari 5 kali untuk buang air kecil.
- Keluhan dirasakan memberat menunjukkan kemungkinan penyakit yang
dialami pasien progresif memburuk.
- Bangun lebih dari 5 kali untuk BAK menunjukkan bahwa pasien memiliki
gejala nokturia.
- Nokturia dapat disebabkan karena kondisi medis maupun non medis.
- Pada kondisi medis, dapat disebabkan karena penurunan fungsi parenkim
ginjal atau pH urin sangat rendah atau sangat tinggi yang dapat mengiritasi
kandung kemih.
- Pada kondisi non medis, nokturia dapat disebabkan karena intake cairan
berlebih atau efek diuretik pada konsumsi kopi atau alkohol.
 Beberapa kali pasien tidak mampu menahan rembesan urin yang keluar
sebelum sampai ke toilet.
Tidak mampu menahan rembesan urin yang keluar disebut dengan
inkontinensia. Inkontinensia pada pasien yang disertai dengan frekuensi,
urgensi, dan nokturia menunjukkan bahwa pasien mengalami detrusor
overactivity. Detrusor overactivity dapat disebabkan oleh faktor neurogenik
maupun non neurogenik.
- Pada faktor neurogenik dapat disebabkan oleh stroke, parkinson’s disease,
atau cedera spinal.
- Pada faktor non neurogenik dapat disebabkan oleh obstruksi saluran
keluar, penuaan, defisiensi esterogen, inkontinensia anatomis, atau
idiopatik.
 Keluhan tidak disertai nyeri pinggang, tidak ada demam, dan tidak ada
riwayat trauma.
- Tidak disertai nyeri pinggang menunjukkan bahwa tidak ada gangguan
pada saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter).
- Tidak ada demam menunjukkan tidak adanya infeksi.
- Tidak ada riwayat trauma menunjukkan bahwa gejala yang dialami oleh
pasien bukan disebabkan karena adanya trauma.
3. RPD
 Riwayat pernah keluar darah atau pasir saat buang air kecil disangkal.
- Hematuria merupakan danger signal pada gangguan genitourinari, seperti
karsinoma ginjal atau kandung kemih, batu, atau infeksi. Tidak adanya
hematuria dapat melemahkan kemungkinan kondisi-kondisi tersebut.
- Tidak ada riwayat keluar pasir saat BAK melemahkan kemungkinan
adanya batu sistem kemih.
 Riwayat penyakit diabetes dan hipertensi disangkal, tidak sedang
mengkonsumsi obat apapun.
- Riwayat diabetes dan hipertensi disangkal menunjukkan bahwa pasien
tidak memiliki kondisi komorbid.
- Tidak mengonsumsi obat apapun menunjukkan bahwa kondisi pasien
bukan merupakan efek samping pengobatan.
4. RPK
 Sepupu pasien ada yang memiliki keluhan serupa dan didiagnosis kanker
prostat.
Menunjukkann kemungkinan adanya keterkaitan faktor genetik.
II. Hipotesis
1. Benign prostate hyperplasia (BPH)
Hipotesis BPH diambil berdasarkan adanya :
 Faktor resiko usia lanjut
 Gejala tidak dapat BAK sehingga perutnya terasa penuh
 Urin keluar tidak lancar, pancaran urin lemah, terasa tidak tampias dan
menetes saat selesai berkemih sehingga pasien sering bolak balik ke kamar
mandi untuk berkemih
 Frekuensi, inkontinensia, nokturia
 Menunggu lama dan mengedan untuk berkemih
2. Ca prostat
Hipotesis Ca prostat diambil berdasarkan adanya :
 Sepupu memiliki riwayat Ca prostat
 Gejala seperti BPH
3. Sistitis
Hipotesis sititis diambil berdasarkan adanya :
 Faktor usia
 Nyeri perut bawah
 Gangguan BAK
 Nokturia, frekuensi, urgensi
III. Pemeriksaann fisik
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
Keluhan tidak sampai mengganggu aktivitas pasien
2. Kesadaran : composmentis
Pasien sadar penuh, masih merespon, dan menjawab pertanyaan dengan baik.
3. Tanda vital
 Tekanan darah : 140/100 mmHg
Tekanan darah yang tinggi kemungkinan disebabkan karena distensi vesika
urinaria yang mengaktifkan RAAS, meskipun belum diketahui jelas
mekanismenya.
 Frekuensi nadi : 80 x/menit  normal
 Frekuensi nafas : 20 x/menit  normal
 Suhu : 370C  normal
4. Status generalisata  normal
 Kepala : normosefal, rambut hitam beruban
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, reflex cahaya +/+
 THT : tidak ada kelainan
 Thorax : Simetris, auskultasi paru vesikuler, tidak ada ronkhi/wheezing,
bunyi jantung normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
 Abdomen : lihat status urologi
 Ekstremitas : akral hangat, berjalan biasa
5. Status urologi

 Tidak ada massa, nyeri tekan, dan nyeri ketok menunjukkan bahwa gejala
yang dialami pasien bukan disebabkan oleh adanya gangguan pada ginjal
seperti hidronefrosis, batu ginjal, pielonefritis, atau obstruksi ureteropelvic
junction.
6. Suprasimfisis
 Tampak distensi, teraba buli penuh 4 jari diatas simfisis pubis, tidak ada
massa, ada nyeri tekan.
- Distensi pada suprasimfisis dapat disebabkan karena distensi vesika
urinaria akibat adanya obstruksi pada saluran keluar. Hal ini juga
diperkuat pada pemeriksaan bahwa buli teraba penuh 4 jari di atas simfisis
pubis. Normalnya, buli tidak teraba kecuali ditekuk secara moderat.
- Tidak ada massa menunjukkan bahwa retensi urin tidak menyebabkan
massa kistus.
- Nyeri tekan menunjukkan kemungkinan adanya inflamasi atau iritasi pada
kandung kemih.
7. Genitalia eksterna
 Penis normal sudah sirkumsisi, OUE lebar, scrotum dan testis normal.
Genitalia pasien normal, tidak ada kelainan. Menunjukkan tidak ada sebab
lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis
atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah
meatus.
8. Dilakukan kateterisasi dengan foley catheter no 16 Fr keluar urin jernih 600
cc.
Volume urine normal adalah 300 – 400 mL. Volume urine pasien yang tinggi
memperkuat kemungkinan adanya obstruksi pada pengeluaran urin.
9. Rectal toucher/DRE
 TSA baik, BCR baik, mukosa licin, ampula tidak kolaps, prostat teraba
kenyal, simetris, tidak ada nodul, tidak nyeri tekan, pole atas tidak tercapai,
TBP > 40 gram, pada handscoen tidak ada lendir, darah, dan feses.
- TSA dan BCR yang baik menunjukkan bahwa tidak ada gangguan
neurologis pada anorektal.
- Mukosa licin menunjukkan bahwa tidak ada inflamasi atau lesi pada
mukosa.
- Ampulla rekti tidak kolaps menunjukkan tidak ada obstruksi pada
anorektal.
- Prostat teraba kenyal, simetris, tidak ada nodul, tidak ada nyeri tekan, dan
pole atas tidak tercapai menunjukkan hasil normal dan melemahkan
kemungkinan keganasan pada prostat.
- TBP >40 gram dapat menunjukkan 2 kemungkinan, yaitu perbesaran
prostat akibat faktor usia atau perbesaran prostat secara patologi.
10. Skor IPSS total : 20, Skor QOL : 3

IV. Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium darah
 Hb : 14,1 g/dl
Kadar Hb normal, menunjukkan tidak adanya kelainan darah.
 Ht : 44,2 %
Kadar Ht normal, menunjukkan tidak adanya kelainan darah.
 Leukosit : 9.000/mm3
Kadar leukosit normal, menunjukkan tidak ada infeksi atau leukopenia.
 Trombosit : 200.000/mm3
Kadar trombosit normal, tidak ada trombositosis atau trombopenia.
Menunjukkan tidak ada kelainan pembekuan darah.
 Ureum : 23 g/dl; Kreatinin : 0.9 g/dl
- Ureum dan kreatinin adalah produk metabolisme yang ekskresinya sangat
bergantung pada filtrasi glomerolus.
- Kadar ureum dan kreatinin normal menunjukkan tidak ada gangguan pada
filtrasi glomerolus ginjal pasien.
 Glukosa sewaktu : 98 g/dl
Menunjukkan bahwa pasien tidak memiliki kondisi komorbid diabetes dan
keluhan frekuensi pada pasien bukan disebabkan karena diabetes.
 PSA : 19,7 ng/dl
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan
cancer specific. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan
pada peradangan, setelah pemeriksaan pada prostat (biopsi prostat), pada
retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.
Serum PSA dapat dipakai untuk memperkirakan perjalanan penyakit dari
BPH, dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:
- pertumbuhan volume prostat lebih cepat
- keluhan akibat BPH/ laju pancaran urine lebih buruk
- lebih mudah terjadi retensi urine akut
f
2. Urinalisa
 Warna kuning keruh/BJ 1020/pH 5
- Urin kuning keruh dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
pengendapan fosfat, infeksi
- Berat jenis menjadi pengukur kemampuan ginjal dalam hal pemekatan dan
pengenceran urine untuk mempertahankan homoeostasis tubuh.
Kemampuan pemekatan ginjal adalah salah satu fungsi ginjal yang
pertama kali akan hilang, apabila terjadi kerusakan tubular. Berat jenis
urin normal menunjukkan tidak adanya gangguan pada tubulus ginjal.
- Pemeriksaan pH urin bertujuan untuk mendeteksi gangguan asam-basa
sistemik. pH urin tinggi dapat disebabkan oleh infeksi Proteus mirabilis,
terapi alkali, terapi diuretik, atau diet (vegetarian). Sedangkan pH urin
yang rendah dapat disebabkan oleh asidosis metabolik.
- pH urin pasien normal menunjukkan tidak ada gangguan asam-basa
sistemik.
 Sedimen Leukosit : 3-4 /LP, Eritrosit : 0-1/LP
- Leukosit <5/ LP normal, menunjukkan tidak ada infeksi.
- Eritrosit <4-5/LP normal
 Nitrit negatif, bakteria negatif
- Pemeriksaan nitrit bertujuan untuk mendeteksi nitrat reduktase yang
diproduksi oleh bakteri. Hasil positif sangat spesifik untuk ISK meskipun
tidak semua pasien ISK positif pada pemeriksaan nitrit.
- Hasil nitrit dan bakteri yang negatif menunjukkan bahwa gejala yang
dialami pasien bukan disebabkan oleh infeksi bakteri.
3. Ultrasonografi prostat
 TAUS : Buli normal, tidak ada batu, tidak ada massa, tidak ada
divertikula, dan terdapat penebalan dinding buli 5 mm, terdapat balon
cathether intrabuli, protrusio prostat 19,3 mm.
- Tidak ada batu memperkuat bahwa gejala pasien bukan disebabkan karena
batu saluran kemih.
- Tidak ada massa menunjukkan bahwa kemungkinan bukan disebabkan
karena keganasan pada kandung kemih.
- Divertikula dapat terjadi secara kongenital atau didapat, seperti pada
obstruksi saluran kandung kemih). Tidak ada divertikula menunjukkan
bahwa obstruksi mekanis yang dialami pasien belum sampai menyebabkan
timbulnya divertikula.
- Obstruksi pada kandung kemih menyebabkan volume kandung kemih
penuh dan tekanan intravesika meningkat. Hal ini menyebabkan dinding
kandung kemih menjadi menebal, bertrabekula, dan iritasi ketika
hipertrofi. Selain itu, penebalan kandung kemih juga bisa disebabkan
karena inflamasi.
- Balon kateter menunjukkan bahwa pasien memerlukan bantuan kateter
dalam pengeluaran urin.
- Protrusi prostat merupakan perubahan morfologis akibat pertumbuhan
berlebih pada lobus medius dan lateral prostat kearah buli. Derajat indeks
protusio prostat yang diukur melalui ultrasonografi trans abdominal
memiliki korelasi kuat dengan risiko terjadinya retensi urin akut
 TRUS : Struktur echogram homogen, tidak ada lesi
hiperechoik/hipoechoik pada kedua lobus prostat
 Panjang = 66.2 mm
 Lebar = 60.3 mm x 0.52 → Volume prostat 86.1 cc
 Tinggi = 41.3 mm
- Tidak ada lesi hiperechoik/hipoechoik menunjukkan tidak adanya lesi
keganasan.
- Rata-rata volume prostat normal adalah 20 – 25 mL. Peningkatan volume
porstat membuktikan adanya perbesaran prostat.
 Kesan : Hipertrofi prostat dengan volume 86,1 cc dan protusio prostat
19,3 mm Sistitis
V. Diagnosis : BPH dengan sistitis
Diagnosis ini diambil berdasarkan :
1. Anamnesis
 Faktor resiko usia lanjut
 Gejala tidak dapat BAK sehingga perutnya terasa penuh
 Urin keluar tidak lancar, pancaran urin lemah, terasa tidak tampias dan
menetes saat selesai berkemih sehingga pasien sering bolak balik ke kamar
mandi untuk berkemih
 Frekuensi, inkontinensia, nokturia
 Menunggu lama dan mengedan untuk berkemih
2. Pemeriksaan fisik
 Teraba buli penuh 4 jari diatas simfisis pubis
 Nyeri tekan suprasimfisis
 Volum urin kateterisasi 600cc
 TBP >40 gram
3. Pemeriksaan penunjang
 Peningkatan kadar PSA
 TAUS terdapat penebalan dinding buli 5 mm dan protrusio prostat 19,3 mm
 Kesan ultrasonografi hipertrofi prostat dengan volume 86,1 cc dan protusio
prostat 19,3 mm dengan sistitis
VI. Tatalaksana :
1. Dilakukan kateterisasi urine segera untuk mengatasi kondisi akut
2. Analgetik dan antibiotik
3. Konsul bedah urologi untuk kemudian dilakukan biopsi dan kemudian dilakukan
tatalaksana sesuai dengan hasil biopsi.
4. Apabila BPH maka akan dilakukan TURP (Trans Urethral Resection Prostate)
dan apabila Ca Prostat maka akan dilakukan staging dan tindakan selanjutnya
sesuai stage.
REFERENSI
1. Choi, E.J., Jeong, D.W., Lee, J.G., Lee, S., Kim, Y.J., Yi, Y.H., Cho, Y.H., Im, S.J. and
Bae, M.J. (2011). The Impact of Bladder Distension on Blood Pressure in Middle Aged
Women. Korean Journal of Family Medicine, 32(5), p.306.
2. Clarkson, M. (2011). Pocket companion to Brenner and Rector’s the kidney. Saunders.
3. Foon, Richard, and P. Toozs-Hobson. “Detrusor Overactivity.” Obstetrics, Gynaecology
& Reproductive Medicine, vol. 17, no. 9, Sept. 2007, pp. 255–260,
10.1016/j.ogrm.2007.07.004. Accessed 27 Dec. 2019.
4. Gandhi, J., Weissbart, S.J., Kim, A.N., Joshi, G., Kaplan, S.A. and Khan, S.A. (2018).
Clinical Considerations for Intravesical Prostatic Protrusion in the Evaluation and
Management of Bladder Outlet Obstruction Secondary to Benign Prostatic Hyperplasia.
Current Urology, 12(1), pp.6–12.
5. Hall, J.E. (2012). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology : Enhanced E-book.
London: Elsevier Health Sciences.
6. Hosten, A.O. (2014). BUN and Creatinine. [online] Nih.gov. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK305/.
7. Lukacz, E.S., Sampselle, C., Gray, M., MacDiarmid, S., Rosenberg, M., Ellsworth, P. and
Palmer, M.H. (2011). A healthy bladder: a consensus statement. International Journal of
Clinical Practice, 65(10), pp.1026–1036.
8. Pham, K.N., Jeldres, C., Hefty, T. and Corman, J.M. (2016). Endoscopic Management of
Bladder Diverticula. Reviews in Urology, [online] 18(2), pp.114–117. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5010633/.
9. Steers, W.D. (2002). Pathophysiology of Overactive Bladder and Urge Urinary
Incontinence. Reviews in Urology, [online] 4(Suppl 4), pp.S7–S18. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1476015/.
10. Tanagho, E.A., Mcaninch, J.W. and Smith, D.R. (2008). Smith’s general urology. New
York ; Toronto: Mcgraw-Hill Medical.
11. Ugare, U., Bassey, I-A., Udosen, E., Essiet, A. and Bassey, O. (2014). Management of
Lower Urinary Retention in a Limited Resource Setting. Ethiopian Journal of Health
Sciences, 24(4), p.329.
12. www.medscape.com. (n.d.). How does benign prostatic hyperplasia (BPH) contribute to
bladder dysfunction? [online] Available at: https://www.medscape.com/answers/437359-
90387/how-does-benign-prostatic-hyperplasia-bph-contribute-to-bladder-dysfunction
[Accessed 29 Sep. 2021].

Anda mungkin juga menyukai