Anda di halaman 1dari 7

INTEGRASI MITIGASI BENCANA BANJIR DALAM KURIKULUM

SEBAGAI ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN KUALITAS


PEMBELAJARAN SAINS

1. PENDAHULAN
Ancaman bencana banjir di Kota Bengkulu semakin tahun semakin
meningkat terutama di wilayah sekitar sungai dan dekat dengan pantai. Farid
(2017) menduga akan meningkatnya ancaman banjir di Kota Bengkulu.
Dugaan akan meningkatnya ancaman bencana banjir di Kota Bengkulu
semakin meyakinkan, ketika volume banjir tiap tahunnya selalu meningkat.
Dengan meningkatnya volume air ini akan memberikan ancaman tersendiri
untuk masyarakat Kota Bengkulu. Hasil penelitian membuktikan tingkat
genangan air yang semakin meluas dan jumlah lokasi banjir yang semakin
meningkat. Ancaman bencana banjir lebih banyak di wilayah yang masih dekat
dengan pantai dan dekat dengan aliran sungai. Banjir tidak hanya mengganggu
kenyamanan hidup manusia, akan tetapi juga berdampak pada laju pengiriman
barang, merusak infrastruktur, mengganggu kesehatan, dan menghambat laju
perekonomian, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. a. Warga mengungsi karena banjir;


b. Gagal panen; c. Jembatan putus; d. Sampah
menjadi sarang penyakit
Kondisi alam yang akhir-akhir ini dialami di Provinsi Bengkulu adalah
perubahan iklim yang akan cenderung menjadi bencana. Di wilayah lain
perubahan iklim sudah menjadi bencana yang berpengaruh pada pertumbuhan
ekonomi wilayah tersebut. Perubahan iklim yang ditunjukkan dengan
berubahnya pola kenaikan suhu dan curah hujan adalah merupakan bencana
yang akan menurunkan angka pertumbuhan ekonomi secara sigifikan di
negara-negara Asia.

Kejadian banjir dapat digunakan untuk media pembelajaran, yaitu media


untuk pengajaran atau ekstra kurikuler pada topik pemanasan global. Di
kegiatan ektra kurikuler siswa telah dikenalkan dengan istilah pemanasan
global (global warming). Global warming yang terjadi karena perilaku manusia
di bumi kurang menjaga eksistensi keteraturan alam. Salah satu perilaku
manusia yang kontra produktif adalah pembabatan hutan yang tidak terkendali.
Akibat gundulnya hutan, tidak saja terjadi ketidakseimbangan hidrologi, akan
tetapi juga terjadi ketidakseimbangan distribusi temperatur di permukaan bumi.
Akibat yang terjadi dari ketidakseimbangan distribusi temperatur adalah
perubahan iklim yang tidak teratur, cuaca ekstrim, kenaikan muka air laut,
curah hujan yang berlebih, dan sebagainya.

Curah hujan yang cenderung tinggi dan naiknya muka air laut akan
memicu terjadinya banjir. Debit air sungai yang berlebih tidak dapat ditampung
oleh laut, karena muka air laut naik (rob). Pada saat seperti ini tidak ada jalan
lain bagi sungai kecuali menumpahkan debit airnya ke perkampungan di
sekitar sungai dan terjadilah banjir. Kondisi seperti ini sering terjadi di Kota
Bengkulu.
Gambar 2. Peta Ancaman BAnjir Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu

Berdasarkan hasil penelitian Pusat Studi Bencana UGM Yogyakarta (2002),


bahwa pelaksanaan penanggulangan bencana banjir harus melewati 3 (tiga)
tahap utama, yaitu : (1) tahap sebelum terjadi bencana; (2) tahap selama terjadi
bencana, dan (3) tahap setelah bencana.
1.) Tahap sebelum bencana
Ada 4 kegiatan pokok yang harus dilaksanakan secara lintas sektoral oleh
Departemen atau lembaga teknis, meliputi:
a. Pembuatan Peta Rawan Banjir dilaksanakan secara fungsional oleh
Bakosurtanal dengan melibatkan Kantor Meneg LH/Bapedal, dan
Departemen Dalam Negeri, serta Departemen Pekerjaan Umum.
b. Sosialisasi peta daerah rawan banjir dan pemberdayaan masyarakat.
Sosialisasi ini melibatkan Departemen/Dinas Sosial, Bakornas PBP/
Satkorlak PBP/Satlak PBP, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen
Kehutanan dan instansi terkait lainnya.
c. Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi Banjir Pencegahan dan mitigasi banjir
dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan melibatkan
Satkorlak PBP/Badan Kesbanglinmas Propinsi dan Kabupaten/Kota.
d. Sistem Peringatan Dini Peringatan dini dilaksanakan oleh Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) Departemen Perhubungan dengan
melibatkan LAPAN, BPP Teknologi, kantor Meneg LH/Bapedal dan
instansi lain yang terlibat.
2. Tahap bencana terjadi:
Ada 5 kegiatan pokok yang harus dilaksanakan secara lintas sektoral, meliputi:
a. Pencarian Dan Pertolongan (SAR) Pencarian dan pertolongan
dilaksanakan secara fungsional oleh BASARNAS dengan melibatkan
unsur TNI, POLRI, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehutanan
yang dibantu oleh PMI dan semua potensi yang ada.
b. Kaji Bencana Dan Kebutuhan Bantuan Kaji bencana dan kebutuhan
bantuan, dilaksanakan secara fungsional oleh Sekretariat Bakornas PBP
dengan melibatkan Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan
Umum, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial serta dibantu oleh PMI
dan LSM.
c. Bantuan Kesehatan Bantuan penampungan korban, kesehatan dan pangan
dilaksanakan oleh Departemen Sosial dengan melibatkan Depertemen
Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, unsur TNI/POLRI, PMI, LSM.
d. Bantuan Penampungan dan Pangan
e. Bantuan Air Bersih dan Sanitasi Bantuan air bersih dan sanitasi
dilaksanakan secara fungsional oleh Departemen Pekerjaan Umum yang
dibantu oleh Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, PMI dan LSM.
3. Tahap Setelah Bencana
Pada tahap ini ada 3 kegiatan pokok yang harus dilaksanakan secara lintas
sektoral, meliputi:
a. Pengkajian dampak banjir dilaksanakan secara fungsional oleh
Departemen Pekerjaan Umum dengan melibatkan Departemen Dalam
Negeri/Satkorlak PBP dan unsur Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian,
Bapedal, Departemen Kehutanan dan instansi terkait lainnya.
b. Rehabilitasi lahan dan konservasi biodiversitas dilaksanakan oleh
Departemen Kehutanan dengan melibatkan instansi terkait
c. Penanganan pengungsi dilaksanakan oleh Departemen Sosial dengan
melibatkan Depertemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, unsur
TNI/POLRI, PMI, LSM.

Tindakan dan pendidikan mitigasi diatas perlu diperkenalkan kepada siswa:

Mitigasi bencana penting diajarkan kepada siswa sehingga ketika terjadi


bencana banjir tidak lagi kebingungan, panik, karena telah memahami bagaimana
cara mengurangi resiko bencana. Cara penanaman mitigasi banjir pada para siswa
dapat dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran dengan menampilkan
gambar banjir, vidio mitigasi banjir dan melakukan latihan simulasi ringan, bisa
juga dengan memasukkan materi mitigasi bencana banjir ke dalam materi
pelajaran yang sesuai.
Tindakan dan pendidikan mitigasi bencana banjir dapat kita implementasikan
dalam kurikulum dan pembelajaran sains:

Melalui analisis kompetensi dasar pada mata pelajaran ipa (smp), materi
mitigasi kebencanaan dapat diperkenalkan kepada siswa. Dari analisis kompetensi
dasar (KD) tersebut guru dapat menentukan konsep sains, mitigasi kebencanaan,
metode/model aktivitas pembelajaran yang tepat untuk bencana banjir.

2. Model Integrasi Mitigasi Bencana Dalam Kurikulum Sains


2.1 Hasil dan Analisis Kurikulum

Kompetensi Dasar Analisis Materi Konsep Analisis Materi Konsep Metode/ Model
Sains Kebencanaan Aktivitas
Pembelajaran
 Mengidentifikasi
3.9 Memahami perubahan Perubahan Iklim  Mengamati
iklim dan dampaknya terjadinya banjir tayangan
 Penyebab terjadinya
bagi ekosistem tentang dampak
perubahan iklim  Tindakan mitigasi perubahan iklim
 Dampak perubahan iklim ketika terjadi banjir  Mengumpulkan
bagi ekosistem informasi
mengenai proses
dan dampak
terjadinya
4.9 Membuat tulisan perubahan iklim
tentang gagasan bagi ekosistem
adaptasi/
penanggulangan  Project Based
masalah perubahan Learning
iklim (PJBL).

3.10 Memahami lapisan  Mengidentifikasi


Bencana  Mengamati
bumi, gunung api,
terjadinya bencana tayangan
gempa bumi, dan  Lapisan bumi
tentang dampak
tindakan pengurangan  Tindakan mitigasi
 Gunung api dari bencana
resiko sebelum, pada
ketika terjadi bencana
saat, dan pasca bencana  Gempa bumi dan tsunami  Mengumpulkan
sesuai ancaman informasi
 Banjir
bencana di daerahnya. mengenai proses
4.10 Mengomunikasikan  Tindakan tanggap bencana dan dampak
upaya pengurangan terjadinya
resiko dan dampak bencana
bencana alam serta  Project Based
tindakan penyelamatan
diri pada saat terjadi Learning
bencana sesuai dengan (PJBL).
jenis ancaman bencana
di daerahnya

2.2 Pembahasan Hasil Analisis Kurikulum

Pembelajaran berbasis proyek (PjBL) merupakan penerapan dari


pembelajaran aktif. Secara sederhana pembelajaran berbasis proyek
didefinisikan sebagai suatu pengajaran yang mencoba mengaitkan antara
teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan siswa,
atau dengan proyek sekolah. Menurut (Trianto, 2011) model pembelajaran
berbasis proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman
belajar yang lebih menarik dan bermanfaat bagi peserta didik.

Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik terdorong lebih aktif


dalam belajar. Guru hanya sebagai fasilitator, mengevaluasi produk hasil
kerja peserta didik yang ditampikan dalam hasil proyek yang
dikerjakan, sehingga menghasilkan produk nyata yang dapat mendorong
kreativitas siswa agar mampu berpikir kritis dalam menganalisa faktor dalam
konsep masalah ekonomi. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia “Proyek
adalah rencana pekerjaan dengan sasaran khusus dan dengan saat
penyelesaian yang tegas”. Joel L Klein et. Aldalam Widyantini menjelaskan
bahwa “Pembelajaran berbasis proyek adalah strategi pembelajaran yang
memberdayakan siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru
berdasar pengalamannya melalui berbagai presentasi”. Menurut Thomas,
disebutkan bahwa Pembelajaran berbasis proyek merupakan model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.

III. PENUTUP/KESIMPULAN

Pembelajaran mitigasi sangat penting diajarkan dan disampaikan kepada


siswa supaya siswa memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan
juga mengajarkan siswa pentingnya menjaga alam sehingga dapat mengurangi
terjadinya bencana banjir.

Anda mungkin juga menyukai